Penetapan Modulus Kehalusan (Fineness Modulus) Tepung [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Alat dan mesin pertanian diproduksi dengan tujuan untuk meningkatkan



kemampuan kerja dan mutu hasil olah dari bahan hasil pertanian, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari komoditas hasil pertanian tersebut. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil pertanian adalah dengan cara meningkatkan efisiensi penanganan pascapanen. Secara ekonomis penggunaan mesin pengecilan ukuran lebih mudah dilakukan dan lebih murah jika dilakukan secara manual. Selain itu, operasi pengecilan ukuran merupakan salah satu perlakuan pendahuluan yang dapat mempermudah proses-proses selanjutnya. Salah satu metode yang digunakan untuk penentuan kinerja atau performansi mesin pengecil ukuran pada penggilingan biji-bijian adalah penetuan fineness modulus (modulus kehalusan). Dimana nilai fineness modulus ini dapat menunjukan nilai rata-rata ukuran diameter bahan dari hasil pengecil ukuran. Dengan demikian, kita harus mengetahui bagaimana seharusnya perlakuan yang diberikan pada bahan hasil pertanian pada proses pengecilan ukuran, terutama untuk mendapatkan hasil pengecilan ukuran sangat kecil/mikroskopis (tepung, debu) yang dilakukan dengan proses pengayakan dengan menggunakan metode Ayakan Tyler.



1.2



Tujuan Praktikum



1.2.1 Tujuan Intruksional Khusus Adapun tujuan dari praktikum penetapan modulus kehalusan (Fineness Modulus) tepung ini adalah mengukur dan mengamati pengecilan ukuran bahan hasil pertanian dengan mengkaji performansi mesin dan rendemen hasil pengecilan ukuran.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Pengecilan Ukuran Pengecilan ukuran merupakan salah satu dari satuan operasi dimana bahan hasil pertanian dikecilkan ukurannya dengan mengaplikasikan gaya tumbuk, gaya gesek, dan gaya tekan. Tujuan dari pengecilan ukuran adalah memperluas permukaan bahan hasil pertanian agar proses penanganan selanjutnya dapat berlangsung efektif. Pengecilan ukuran memiliki manfaat dalam pengolahan pangan, diantaranya: a.



Terjadi peningkatan dalam luas permukaan bahan terhadap rasio volume bahan sehingga menaikkan kapasitas laju pengeringan, pemanasan, dan pendinginan, serta meningkatkan efiseinsi dan laju ekstraksi komponen yang dapat larut;



b.



Apabila pengecilan ukuran dikombinasikan dengan pengayakan, pengecilan ukuran dapat menentukan ukuran bahan partikel dihasilkan sehingga memudahkan dalam pengklasifikasian ukuran;



c.



Ukuran partikel yang seragam memungkinkan lebih menyempurnakan pencampuran bahan baku, contoh pencampuran tepung kue siap olah (Zain, 2005). Operasi pengecilan ukuran dibagi menjadi 2 kategori, yaitu pengecilan ukuran



untuk bahan padat dan untuk bahan cair. Pengecilan ukuran bahan padat dapat dilakukan seperti: a.



Pemotongan (cutting);



b.



Penghancuran/penggilasan (crushing);



c.



Pencacahan/pencincangan (chopping);



d.



Pengikisan/penyosohan (grinding);



e.



Penggilingan (milling);



f.



Pengkubusan (dicing);



g.



Pengirisan (slicing) (Widyasanti, A & Nurjanah, S. 2016). Sedangkan



pada



bahan



cair



dilakukan



dengan



cara



emulsifikasi



(emulsification), dan atomisasi (atomizing). Proses pengecilan ukuran pada bahan pertanian dilakukan dengan cara mengiris (cutting), menggerus/menggilas atau



menghancurkan (crushing) dan menggunting/penggeseran (shearing) (Widyasanti, A & Nurjanah, S. 2016). Pengecilan ukuran dan emulsifikasi memiliki sedikit atau tidak memiliki pengaruh terhadap pengawetan. Tetapi pengecilan ukuran dan emulsifikasi diterapkan untuk meningkatkan kualitas pangan untuk tahap proses lebih lanjut. Dalam



beberapa



produk



pangan,



pengecilan



ukuran



dan



emulsifikasi



memungkinkan meningkatkan tingkat kerusakan dengan terjadinya pelepasan enzim-enzim secara alami dari jaringan yang rusak, atau akibat aktivitas mikrobiologi dan oksidasi yang terjadi pada setiap luas permukaan yang terkena proses pengecilan, kecuali jika perlakuan pengawetan diterapkan (Zain, 2005). Metoda-metoda pengecilan ukuran berbeda-beda dikelompokkan berdasarkan ukuran partikel yang dihasilkan, diantaranya: a.



b.



Penyincangan, pemotongan, pengirisan, dan pemotongan kubus: 1.



Besar ke sedang (potongan daging, irisan buah kalengan);



2.



Sedang ke kecil (irisam wortel, irisan bawang);



3.



Kecil ke bentuk butiran (daging giling kering, potongan sayur kering).



Penepungan bertujuan meningkatkan kehalusan, misal biji gandum menjadi tepung terigu



c.



Emulsifikasi dan homogenisasi, contohnya mayonaise, susu, mentega, dan margarin (Zain, 2005).



2.2 Pengecilan Ukuran pada Bahan Hasil Pertanian Terdapat tiga tipe gaya yang biasa diterapkan untuk mengecilkan ukuran bahan hasil pertanian, yaitu: a.



Gaya tekan;



b.



Gaya tumbuk;



c.



Gaya geser (Suhadi, 2005). Ketika semua gaya bekerja pada sebuah bahan, maka akan menghasilkan



regangan internal yang menyebabkan perubahan bentuk jaringan di dalam bahan. Pada beberapa kasus, regangan tidak melebihi dari suatu batasan kritis tertentu yang dinamai batas tegangan elastis (E). Apabila tegangan pada bahan tersebut dilepas, jaringan tersebut akan kembali pada bentuk semula dan melepaskan energi yang



terkandung dalam bentuk energi panas. Apabila ditelaah lebih jauh lagi, hanya 1 % energi digunakan untuk pengecilan ukuran. Bagaimanapun, ketika bahan hasil pertanian diregangkan diatas batas tegangan elastis, maka bahan hasil pertanian tersebut akan mengalami perubahan bentuk secara permanen (Suhadi, 2005). Apabila tegangan diteruskan, regangan akan mencapai suatu batas regang (Y), jika tegangan dilanjutkan diatas batas regangan maka bahan tersebut akan melentur (dikenal sebagai daerah duktilitas atau Y-B pada Gambar 1). Jika tegangan diberi lebih lanjut diatas titiknya maka bahan hasil pertanian akan patah sepanjang garis kelemahannya (a line of weakness). Sebagian dari energi yang terkandung didalam bahan kemudian dilepaskan sebagai bunyi dan energi panas (Suhadi, 2005).



Gambar 1. Kurva Hubungan Tegangan dan Regangan (Sumber: Suhadi, 2005).



Energi yang diserap oleh suatu bahan hasil pertanian sebelum patah ditentukan oleh kekerasan bahan dan kecenderungan untuk retak (kerapuhan) yang tergantung pada struktur bahan hasil pertanian tersebut. Bahan hasil pertanian yang keras akan menyerap energi lebih besar untuk menghasilkan retakan. Gaya tekan digunakan untuk mematahkan bahan hasil pertanian yang bersifat rapuh dan bahan hasil pertanian yang bersifat kristal. Gabungan gaya tumbuk dan gaya geser diterapkan pada bahan pangan berserat, dan gaya geser digunakan utnuk pengilingan atau penepungan. Diasumsikan bahan hasil pertanian mengalami retakan pada tingkat tegangan yang lebih rendah jika gaya yang digunakan pada jangka waktu yang lebih lama. Tingkat pengecilan ukuran, energi yang diperlukan dan jumlah energi panas



yang dihasilkan dalam bahan hasil pertanian tergantung pada gaya dan waktu yang digunakan. Faktor lain yang mempengaruhi energi input adalah kadar air dan sensitivitas bahan terhadap energi panas. Kandungan air dalam bahan kering dapat mempengaruhi bahan tersebut untuk menggumpal, dan hal ini dapat mengganggu proses penepungan (Suhadi, 2005). Jumlah energi panas yang dihasilkan dalam penepung berkecepatan tinggi. Sensitivitas energi panas bahan menentukan batas suhu bahan yang diijinkan dan keperluan untuk mendinginkan alat penepung. Misalnya rempah-rempah sebelum ditepungkan,



terlebih



dahulu



dicampurkan



dengan



nitrogen



cair



atau



karbondioksida padat, hal ini bertujuan agar bahan tetap dingin selama proses penepungan berlangsung dan komponen bahan yang mudah menguap dapat dikendalikan (Suhadi, 2005).



2.3 Modulus Kehalusan (Fineness Modulus) Sistem klasifikasi ini ditetapkan oleh D.A. Abrams untuk beton tetapi dapat pula digunakan untuk penentuan performansi alat penggiling biji-bijian (Handerson, 1961). Modulus kehalusan menunjukan keseragaman partikel dari hasil penggilingan/pengecilan ukuran. Modulus kehalusan diartikan sebagai jumlah berat bahan yang tertahan disetiap ayakan dibagi dengan 100. Ayakan- ayakan yang digunakan dalam satu set ini adalah ayakan berukuran 3/8 inci, 4 mesh, 8 mesh, 14 mesh, 28 mesh, 48 mesh, dan 100 mesh. Berikut ini contoh penerapannya, jika semua bahan melewati semua ayakan termasuk 48 tetapi tertahan pada 100 maka modulus kehalusannya akan bernilai 1. Sebaliknya jika semua tertahan pada ayakan no. 4 maka nilai modulus kehalusannya adalah 6. Setelah diketahui nilai modulus kehalusannya maka diameter partikel bahan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:



D  0,00412



FM



Tabel 1. Perhitungan Modulus Kehalusan (FM) No Mesh



%Bahan Tertinggal



% Tertinggal Kumulatif



3/8



X1



X1



4



X2



X1+X2



8



X3



X1+X2+X3



14



X4



X1+X2+X3+X4



30



X5



X1+X2+X3+X4+X5



50



X6



X1+X2+X3+X4+X5+X6



100



X7



X1+X2+X3+X4+X5+X6+X7



pan



X8



Total



100



Jumlah Total



(Sumber : Widyasanti, A & Nurjanah, S. 2016) Derajat kehalusan (fineness modulus) dan indeks keseragaman menunjukkan keseragaman hasil giling atau penyebaran fraksi halus dan kasar dalam hasil giling. Derajat kehalusan adalah jmlah berat fraksi yang tertahan pada setiap saringan dibagi 100 (Kholis, 2011). Berbagai jenis alat pengayak yang dapat digunakan dalam proses sortasi bahan pangan, diklasifikasikan dalam dua bagian besar: 1.



Ayakan dengan celah yang berubah-ubah (screen apeture) seperti: roller screen (pemutar), belt screen (kabel kawat atau ban), belt and roller (ban dan pemutar), screw (baling-baling).



2.



Ayakan dengan celah tetap, seperti: stationary (bersifat seimbang/tidak berubah), vibratory (bergetar), rotary atau gyratory (berputar) dan reciprocutting (timbal balik). Untuk memisahkan bahan-bahan yang telah dihancurkan berdasarkan



keseragaman ukuran partikel-partikel bahan dilakukan dengan pengayakan dengan menggunakan standar ayakan. Standar kawat ayakan dibagi: 1.



Tyler Standar, ukuran 200 mesh, diameter 0,0029 inci, dan SA 0,0021 inci;



2.



British Standar, ukuran 200 mesh, SA 0,003 inci, dan SI 4¥2;



3.



US Standar, ukuran 18 mesh, SA 1 mm, dan SI 4¥. Pengayak (screen) dengan berbagai desain telah digunakan secara luas pada



proses pemisahan bahan pangan berdasarkan ukuran yang terdapat pada mesinmesin sortasi, tetapi pengayak juga digunakan sebagai alat pembersih, pemisahan



kontaminan yang berbeda ukurannya dari bahan baku.Rancangan-rancangan pengayak ditemui dalam proses sortasi bahan pangan. Pengoperasian mesin sortasi dan pengkelasan mutu bahan pangan, juga merupakan pekerjaan yang bersifat monoton. Sifat acuh tak acuh dari tenaga kerjaakan mengurangi kesalahan fungsi fungsional saat mengoperasikan peralatan sortasi. Klasifikasi tersebut sangat bermanfaat tetapi tidak bersifat kaku. Proses pembersihan dan sortasi untuk menghasilkan suatu pengkelasan mutu dan beberapa kasus selalu melibatkan proses sortasi. Bagaimanapun, tingkatan. Operasi tersebut sangat berarti, terutama dalam penerapannya sebagai tujuan utama dari suatu kegiatan (Brennan, 1968).



2.4 Karakteristik Ukuran Performansi dari mesin pengecil ukuran ditinjau dari kapasitas, daya yang diperlukan per satuan bahan yang dikecilkan, ukuran dan bentuk bahan sebelum dan sesudah dikecilkan.Secara teoritis, untuk memudahkan perhitungan, maka bahan hasil pertanian dianggap memiliki bentuk geometris tertentu, diantaranya bentuk kubus, bulat, atau bentuk geometris lainnya. Tujuan lain mempelajari sifat fisik bahan adalah memudahkan dalam proses pengecilan ukuran. Setelah mengalami pengecilan ukuran, partikel yang dihasilkan dapat dibagi kedalam tiga tingkatan ukuran, yaitu: 1.



Partikel Ukuran Kasar Partikel bahan hasil pengecilan ukuran dapat diukur dengan mudah dan mudah



dilihat dengan mata telanjang. Tingkatan ukuran partikel ini lebih dari 1/8 inchi. Contoh: potongan buah kaleng. 2.



Partikel Ukuran Saringan/Ayakan Partikel bahan hasil pengecilan ukuran berukuran 0,125 sampai 0,0029 inci



dapat dikatakan sebagai bahan pangan ini berukuran saringan/ayakan. Contoh: gula pasir. 3.



Partikel Ukuran Mikroskopis Partikel dikatakan berukuran mikroskopis jika partikel tersebut berukuran lebih



kecil dari 0,0029 inci. Misal debu, tepung, dan lain-lain (Suhadi, 2005).



Metode yang paling mudah digunakan dalam pembagian ukuran partikel adalah metoda ayakan. Ayakan yang digunakan adalah ayakan Tyler dan diadopsikan oleh U.S.Bureau of Standards. Ukuran ayakan dikenal dengan istilah mesh yaitu jumlah lubang ayakan dalam satu inchi persegi. Karakteristik dari ayakan Tyler dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Standar Ayakan Tyler. Ukuran Bukaan



Mesh, No. Saringan Inci



Diameter Kawat, Inci



Aktual



Perkiraan



… … … … 3



0,148 0,135 0,105 0,092 0,070



1,050 0,742 0,525 0,371 0,263



1 ¾ ½



4 6 8 10 14 20 28 35 48 65 100 150 200



0,065 0,036 0,032 0,035 0,025 0,0172 0,0125 0,0122 0,0092 0,0072 0,0042 0,0026 0,0021



0,185 0,131 0,093 0,065 0,046 0,0328 0,0232 0,0164 0,0116 0,0082 0,0058 0,0041 0,0029



3



8



¼ 3



16



1



3



8



32



1 16



3



64



1



32



… 1



64



… … … … …



(Sumber: Suhadi, 2005).



Teknik pengayakan telah distandarkan. Metode dan waktu pengayakan perlu diperhatikan. Mesin pegayak yang digunakan bernama Ro-Tap, mesin ini merupakan mesin penggetar yang memiliki gerakan stabil dan waktu pengayakan dapat diatur. Standar prosedurnya adalah menggunakan sampel sebanyak 250 g yang telah dikeringkan pada suhu 100°C sampai berat konstan dan diayak dengan Ro-Tap selama 5 menit (Suhadi, 2005).



2.5 Tipe Mesin Pengecilan Ukuran Bahan Kering 1.



Ball Mill Tipe ini terdiri dari silinder baja horizontal yang setengah bagiannya terisi bola-



bola baja berdiameter 2,5-1,5 cm. Pada kecepatan rendah atau ketika bola-bola kecil digunakan maka gaya geser mendominasi. Sedangkan ketika bola-bola yang berukuran lebih besar digunakan atau pada kecepatan yang lebih tinggi maka gaya tumbuk lebih mendominasi. 2.



Disc Mill Terdapat dua desain, yaitu: a.



Penggiling bercakram tunggal, bahan hasil pertanian melewati antara penutup statis dan sebuah piringan beralur yang berputar dengan kecepatan tinggi;



b.



Penggiling bercakram ganda, dimana dua cakram ini berputar pada arah yang berlawanan. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan gaya geser yang lebih besar;



c. 3.



Pin dan penggiling bercakram.



Hammer Mill Suatu silinder horisontal dilapisi dengan suatu pelat baja. Di dalamnya



terpasang baling-baling yang dilengkapi dengan palu. Pada pengoperasiannya, bahan hasil pertanian yang terdapat pada plat baja dihancurkan oleh gaya tumbuk yang berasal dari tumbukan palu. 4.



Roller Mill Dua atau lebih rol baja berputar berlawanan arah sehingga produk terjepit dan



akan tergiling saat melewati celah rol. Secara umum gaya yang berperan adalah gaya kompresi atau gaya tekan akan tetapi bila salah satu rol berputar pada kecepatan yang berbeda maka disamping gaya tekan juga terdapat gaya geser. Ukuran partikel yang dikecilkan tergantung pada jarak antar rol (Ferlany, 2011).



2.6 Pengaruh Pengecilan Ukuran pada Bahan Hasil Pertanian Pengecilan ukuran merupakan proses lanjutan yang memungkinkan untuk mengendalikan sifat-sifat bahan hasil pertanian dan meningkatkan efisiensi pencampuran serta perpindahan energi panas. Tekstur dari beberapa bahan hasil pertanian (contohnya tepung, pulp buah-buahan) dikendalikan selama pengecilan ukuran berlangsung. Disamping itu, terdapat efek tidak langsung pada aroma dan rasa dari beberapa bahan hasil pertanian, kehilangan unsur volatil dari pengecilan rempah-rempah terjadi bila terjadi kenaikan suhu selama penggilingan berlangsung. Kerusakan sel dan peningkatan luas permukaan bahan mempercepat kerusakan melalui oksidasi dan menaikkan laju mikrobiologi serta menaikkan aktivitas enzimatis. Oleh karena itu, pengecilan ukuran tidak memiliki pengaruh dalam pengawetan bahan hasil pertanian. Bahan-bahan kering contohnya biji-bijian memiliki nilai aktivitas air (water activity) yang rendah sehingga memungkinkan disimpan beberapa bulan setelah digiling tanpa terjadi perubahan nilai gizi atau kualitasnya (Ferlany, 2011).



BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM



3.1



Alat dan Bahan



3.1.1 Alat Alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu: 1.



Ayakan Tyler untuk proses pengayakan sehingga diperoleh modulus kehalusan tertentu pada tepung tapioka;



2.



Stopwatch untuk mengukur lamanya waktu yang dibutuhkan saat proses pengayakan;



3.



Timbangan berfungsi untuk mengukur massa bahan yang akan diuji;



4.



Wadah plastik untuk menyimpan bahan yang telah diuji.



3.1.2 Bahan Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu: 1.



Tepung beras;



2.



Tepung tapioka;



3.



Tepung terigu.



3.2



Prosedur Percobaan Prosedur percobaan pada praktikum kali ini diantaranya:



1.



Menyiapkan bahan sebanyak 200 gram untuk masing-masing jenis tepung.



2.



Menyalakan mesin dan masukkan bahan.



3.



Meletakkan produk yang dihasilkan pada ayakan teratas, tutup ayakan dan letakkan pan pada bagian bawah, goyangkan ayakan selama 10 menit, lalu lakukan 2 kali ulangan.



4.



Menimbang produk yang dihasilkan dalam setiap ayakan.



5.



Menentukan fineness modulus dengan cara:



Tabel 3. Perhitungan Modulus Kehalusan (FM) No Mesh



%Bahan Tertinggal



% Tertinggal Kumulatif



3/8



X1



X1



4



X2



X1+X2



8



X3



X1+X2+X3



14



X4



X1+X2+X3+X4



30



X5



X1+X2+X3+X4+X5



50



X6



X1+X2+X3+X4+X5+X6



100



X7



X1+X2+X3+X4+X5+X6+X7



pan



X8



Total



100



Fineness Modulus (FM) = 6.



Jumlah Total



Jumlah total % bahan tertinggal 100



Menghitung rata-rata diameter dihitung bahan dengan menggunakan persamaan: D  0.0041 (2) FM



7.



Mengitung Geometric Mean Diameter (Dgw):  Wi log di Dgw = log -1   Wi  



8.



Menghitung Geometric Standar Deviation (Sgw): 1    2     Wi log di  log Dgw      Sgw = log -1  Wi    



Dimana: Wi = berat bahan tertingal pada masing-masing ayakan. di = diameter lubang ayakan ke-i. 9.



Membuat grafik: a.



% bahan tertinggal kumulatif vs log ukuran ayakan;



b.



% bahan lewat vs ukuran ayakan;



c.



Gradient % bahan lewat vs ukuran ayakan.



BAB IV HASIL



4.1 Hasil Percobaan Tabel 4. Data Hasil Pengayakan Tepung Tapioka Percobaan 1 Mesh 40 50 60 70 80 100



Diameter Lubang d1 Log d1 (mm) 0,841 -0,0752 0,595 -0,225 0,420 -0,376 0,297 -0,527 0,177 -0,752 0,149 -0,826 Pan Total



Bahan Tertinggal W1/Mawal W1 (gr) x 100% 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,1 0,1 192,9 192,9 193 193



Tertinggal Kumulatif (%) 0 0 0 0 0 0,1 100



Bahan Lewat



Faktor Pengali



Hasil



6 5 4 3 2 1 0



0 0 0 0 0 0,1 0



Gr



%



200 200 200 200 200 199,9 0,1



100 100 100 100 100 99,95 0,05



Tabel 5. Data Hasil Pengayakan Tepung Tapioka Percobaan 2 Mesh 40 50 60 70 80 100



Diameter Lubang d1 Log d1 (mm) 0,841 -0,0752 0,595 -0,225 0,420 -0,376 0,297 -0,527 0,177 -0,752 0,149 -0,826 Pan Total



Bahan Tertinggal W1/Mawal W1 (gr) x 100% 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,23 0,23 191,77 191,77 192 192



Tertinggal Kumulatif (%) 0 0 0 0 0 0,23 100



Bahan Lewat



Faktor Pengali



Hasil



6 5 4 3 2 1 0



0 0 0 0 0 0,23 0



Gr



%



200 200 200 200 200 199,77 0,23



100 100 100 100 100 99,88 0,115



Tabel 6. Hasil Perhitungan FM, Dgw dan Sgw Percobaan



Fineness Modulus (FM)



Dgw



Sgw



1 2 Total Rata-rata



1 x 10-3 2,3 x 10-3 3,3 x 10-3 1,65 x 10-3



0,149279441 0,149279441 0,298558882 0,149279441



5,805025369 x 10-3 5,805025369 x 10-3 0,01161005074 5,805025369 x 10-3



4.2 Perhitungan a. Percobaan 1 1.



Fineness Modulus (FM) FM1 =



2.



massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100) 0,1 = = 1 x 10-3 100 100



Diameter Rata-Rata D = 0.0041(2)FM = 0,0041 (2)0,001 = 4,102842889 x 10-3 m



3.



Geometry Mean Diameter (Dgw) Dgw = log-1 (



Σ (W1 × log d1 ) ) massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100)



Dgw = log-1 (



0,1 × (-0,826) ) = 0,149279441 0,1



4. Geometric Mean Deviation (Sgw) 1



Σ (W1 (log d1 - log Dgw )2 ) Sgw = log-1 | | Σ W1 1



0,1 ((-0,826) - (log 0,149279441))2 Sgw = log-1 | | 0,1 1



0,1 ((-0,826) - (1,410195878))2 Sgw = log | | 0,1 -1



= log-1 (-2,236195878) = 5,805025369 x 10-3 b. Percobaan 2 1.



Fineness Modulus (FM) FM2 =



2.



massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100) 0,23 = = 2,3 x 10-3 100 100



Diameter Rata-Rata D = 0.0041(2)FM = 0,0041 (2)0,00023 = 4,10065369 x 10-3 m



3.



Geometry Mean Diameter (Dgw) Dgw = log-1 (



Σ (W1 × log d1 ) ) massa bahan tertinggal kumulatif (mesh 100)



Dgw = log-1 (



0,23 × (-0,826) ) = 0,149279441 0,23



4. Geometric Mean Deviation (Sgw) 1



Σ (W1 (log d1 - log Dgw )2 ) Sgw = log | | Σ W1 -1



1



0,23 ((-0,826) - (log 0,149279441))2 Sgw = log-1 | | 0,23 1



0,23 ((-0,826) - (1,410195878))2 Sgw = log-1 | | 0,23 = log-1 (-2,236195878) = 5,805025369 x 10-3



4.3 Grafik 0,12



%Bahan Tertinggal Kumulatif



0,1 0,08



y = 4,2857x - 9,3333 R² = 0,6463



0,06 0,04 0,02 0 -0,075



-0,2254



-0,376



-0,5272



-0,752



-0,826



-0,02 -0,04



Log Ukuran Ayakan



Gambar 2. Grafik Hubungan % Bahan Tertinggal Kumulatif dengan Log Ukuran Ayakan Tepung Tapioka ( Kelompok 2 Percobaan ke 1).



100,02 100,01



% Bahan Lewat



100 99,99 99,98 99,97 99,96



y = -3x + 106,67 R² = 0,5826



99,95 99,94 99,93 99,92 0,841



0,595



0,42



0,297



0,177



0,149



Ukuran Ayakan



Gambar 3. Grafik Hubungan % Bahan Lewat dengan Ukuran Ayakan Tepung Tapioka ( Kelompok 2 Percobaan ke 1).



% Bahan Tertinggal Kumulatif



0,25 0,2 0,15



y = 17,057x - 35,533 R² = 0,7439



0,1 0,05 0 -0,075



-0,2254



-0,376



-0,5272



-0,752



-0,826



-0,05 -0,1



Log Ukuran Ayakan



Gambar 4. Grafik Hubungan % Bahan Tertinggal Kumulatif dengan Log Ukuran Ayakan Tepung Tapioka ( Kelompok 2 Percobaan ke 2).



100,05



% Bahan Lewat



100



99,95



y = -8,6714x + 116,6 R² = 0,7393



99,9



99,85



99,8 0,841



0,595



0,42



0,297



0,177



0,149



Ukuran Ayakan



Gambar 5. Grafik Hubungan % Bahan Lewat dengan Ukuran Ayakan Tepung Tapioka ( Kelompok 2 Percobaan Ke 2).



BAB V PEMBAHASAN



Praktikum kali ini, praktikan melakukan pengujian modulus kehalusan dari beberapa jenis tepung. Setiap shift praktikum melakukan pengujian modulus kehalusan dengan tepung yang berbeda serta dilakukan dalam dua kali percoabaan. Tepung yang digunakan dalam praktikum ini ada tiga jenis tepung yaitu tepung tapioka, tepung beras, dan tepung terigu. Agar dapat menetapkan modulus kehalusan maka dilakukan pengayakan pada tepung tersebut. Pengayakan masih masuk ke dalam operasi pengecilan ukuran. Pengayakan ini menggunakan ayakan Tyler dengan beberapa ukuran mesh. Beberapa kriteria ukuran karakteristik bahan hasil pengecilan ukuran diantaranya yaitu, nisbah reduksi (reduction ratio), Ayakan Tyler, modulus kehalusan (fineness modulus), dan indeks keseragaman (uniformity). Salah satu metode yang sering digunakan untuk penentuan kinerja atau performansi mesin pengecil ukuran pada penggilingan biji-bijian adalah penentuan modulus kehalusan. Pengukuran fineness modulus dilakukan dengan mesin Ayakan Tyler dengan alat vibrator screen (ro-tap) yang nantinya proses pengayakan dengan cara digoyangkan. Percobaan dilakukan dengan memasukan tepung kedalam Ayakan Tyler yang sebelumya sudah diukur massa dari tepung tersebut sebanyak 200 gram. Ayakan Tyler yang digunakan pada percobaan memiliki tingkat ukuran mesh 40, 50, 60, 70, 80 dan 100. Selanjutnya, tumpukan dari Ayakan Tyler tersebut yang sudah dimasukan tepung, diletakan pada mesin tersebut. Mesin dinyalakan dengan waktu selama 5 menit menggunakan stopwatch yang terdapat pada mesin tersebut. Pada praktikum tersebut, kelompok kami melakukan pengayakan untuk tepung tapioka. Selanjutnya yaitu menghitung massa yang terdapat pada Ayakan Tyler setelah dilakukan proses pengayakan atau pengecilan ukuran. Pada mesh 40 hingga mesh 80 tidak ada massa yang tertinggal, sedangkan massa tepung yang tertinggal terdapat pada mesh 100 baik pada percobaan 1 maupun 2 sebesar 0,1 gram dan 1,23 gram. Apabila dibandingkan dengan kelompok lainnya yang sama-sama melakukan pengujian terhadap tepung tapioka, didapatkan jumlah sisa tepung yang tertinggal terdapat pada mesh 100. Hal ini bisa saja terjadi kesalahan ataupun ketika



mengoncangkan Ayakan Tyler pada mesinnya, ada waktu jeda yang diakibatkan kesalahan teknis dari mesin. Dari hasil percobaan ini dapat dicari untuk mendapatkan nilai Fineness Modulus (FM), Geometric Mean Diameter (Dgw), Geometric Standar Deviation (Sgw) dari setiap tepung. Pada pembahasan pertama ini membahas pada nilai modulus fineness dari hasil 2 kali percobaan tepung tapioka tersebut. Dapat dilihat hasil diatas dari percobaan mengayak tepung tapioka didapatkan nilai fineness modulus (FM) percobaan 1 adalah sebesar 1 x 10-3, Dgw sebesar 0,149279441 dan Sgw sebesar 5,805025369 x 10-3. Kemudian untuk hasil percobaan 2 adalah sebesar 2,3 x 10-3 untuk nilai FM, Dgw sebesar 0,149279441 dan Sgw sebesar 5,805025369 x 10-3. Dari kedua tersebut, yang memiliki nilai FM paling kecil adalah tepung tapioka pada percobaan 1, sedangkan untuk nilai Dgw dan Sgw-nya sama. Tepung tapioka dengan nilai FM terkecil sebesar 1 x 10-3 atau 0,001 artinya jumlah bahan yang tertahan oleh ayak sangat sedikit. Dalam hal ini nilai kehalusan berbanding tebalik dengan Dgw dan Sgw. Dalam artian semakin halus suatu bahan, maka nilai Sgw dan Dgw-nya semakin besar. Jika dilihat pada hasil pada grafik perbandingan, untuk percobaan 1 yang kami lakukan menunjukan perbandingan hubungan % bahan tertinggal komulatif VS log ukuran ayakan menadapatkan nilai regresi sebesar 0,6463. Begitu pula grafik pada hubungan % bahan lewat VS ukuran ayakan menunjukan nilai regresi sebesar 0,5826. Pada percobaan 2 perbandingan hubungan % bahan tertinggal komulatif VS log ukuran ayakan menadapatkan nilai regresi sebesar 0,7439. Begitu pula grafik pada hubungan % bahan lewat VS ukuran ayakan menunjukan nilai regresi sebesar 0,7393. Ini menunjukan percobaan dengan menggunakan tepung tapioka ini berjalan kurang baik dan kurang sesuai dengan yang sudah diujikan. Nilai regresi ini sangat kecil, ini bisa terjadi karen perhitungan yang dilakukan mungkin terjadi kesalahan. Argumen ini dikuatkan dengan melihat jumlah pan yang ada pada tabel untuk tepung tapioka sebesar 192,9 pada percobaan 1 dan 191,77 pada percobaan 2. Hal ini dibuktikan juga pada literatur yang mengatakan nilai besaran dari pan yang minimal sebesar 90.



BAB VI PENUTUP



6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah: 1.



Pengecilan ukuran bertujun untuk memperluas luas permukaan dan mendapatkan ukuran yang diinginkan;



2.



Modulus kehalusan (Fineness Modulus) menunjukan keseragaman partikel dari hasil penggilingan/pengecilan ukuran. Modulus kehalusan diartikan sebagai jumlah berat bahan yang tertahan di setiap ayakan dibagi dengan 100;



3.



Nilai fineness modulus yang paling kecil yaitu pada tepung tapioka pada percobaan 1 sebesar 0,001, hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil nilai FM maka semakin kecil nilai modulus kehalusan pada tepung tersebut;



4.



Semakin halus suatu bahan, maka nilai Sgw dan Dgw-nya semakin besar;



5.



Pada mesh 40 hingga mesh 80 tidak ada massa yang tertinggal, massa tepung yang tertinggal terdapat pada mesh 100 baik pada percobaan 1 maupun 2 sebesar 0,1 gram dan 1,23 gram, hal ini bisa saja terjadi kesalahan ataupun ketika mengoncangkan Ayakan Tyler pada mesinnya, ada waktu jeda yang diakibatkan kesalahan teknis dari mesin.



6.2 Saran Adapun saran pada praktikum kali ini adalah: 1.



Praktikan harus lebih teliti dalam membaca alat ukur seperti mengukur massa tepung;



2.



Berhati-hati dalam melakukan penggoyangan Mesin Tyler karena ditakutkan ayakan akan jatuh ketika tidak ditahan;



3.



Membaca prosedur praktikum sebelum melakukan praktikum.



DAFTAR PUSTAKA



Brennan, J.G., J.R. Butlers, N.D. Cowell, dan A.E.V. Lilly. 1974. Food Engineering Operations. Essex: Applied Science Publisher. Suhadi, Ujang. 2005. Karakteristik Bahan Hasil Pertanian. Materi Kuliah Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Widyasanti, A & Nurjanah, S. Penuntun Praktikum MK. Teknik Pasca Panen. 2016. FTIP. Universitas Padjajaran. Zain, Sudaryanto. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. 2005. Bandung: Giratuna. Ferlany. 2011. Pengecilan Ukuran. Available at: https://id.scribd.com/doc/ 70454943/LAPORAN-PRAKTIKUM5-Pengecilan-Ukuran (Diakses pada tanggal 15 Oktober 2017 pukul 8:39 WIB). Kholis. 2011 Pengecilan Ukuran. Available at: https://id.scribd.com/doc/20119817457/Pengecilan_Ukuran_54371 (Diakses pada tanggal 15 Oktober 2017 pukul 18:15 WIB).



LAMPIRAN



Dokumentasi Praktikum



Gambar 6. Ayakan Tyler



Gambar 7. Penimbangan Tepung Beras



Gambar 8. Ayakan Tyler