Pengaruh Denaturasi Dan Inhibitor Terhadap Kinerja Enzim Urease [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PENGARUH DENATURASI DAN INHIBITOR TERHADAP KINERJA ENZIM UREASE



Disusun Oleh : Kelompok 2 1. Inas Nada Zhafira



(201810410311264)



2. Afiyah Chantika Fatmasary



(201810410311273)



3. Clara Demmy Dwi Anisha Imansari



(201810410311282)



4. Affrisca Yuisha Marcela



(201810410311294)



5. Iqbal Nabila Muhammad



(201810410311295) Farmasi-F



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG TAHUN 2020



Kata Pengantar Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan taufik serta hidayahnya, shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Berkat izin Allah SWT yang Maha Kuasa, penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan praktikum yang berjudul “Pengaruh Denaturasi dan Inhibitor Terhadap Kinerja Enzim Urease”. Kami menyadari dalam Laporan ini masih banyak kesalahan dan kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan Laporan ini. Semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi kami, khususnya kepada pembaca.



Malang, 20 Maret 2020



Penulis



ii



Daftar Isi



Kata Pengantar .................................................................................................. ii Daftar Isi ........................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4 1.1.



Tujuan Percobaan ............................................................................... 4



1.2.



Prinsip Percobaan ................................................................................ 4



1.3.



Dasar Teori .......................................................................................... 4



BAB II METODE PENGAMATAN ............................................................... 10 2.1.



Alat ..................................................................................................... 10



2.2.



Bahan ................................................................................................. 10



2.3.



Prosedur Kerja .................................................................................. 11



BAB III PEMBAHASAN................................................................................. 12 3.1.



Data Pengamatan ............................................................................... 12



3.2.



Pembahasan ....................................................................................... 12



3.3.



Pertanyaan Diskusi ............................................................................ 17



BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 19 4.1.



Kesimpulan ........................................................................................ 19



DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 20



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1.



Tujuan Percobaan Memahami pengaruh denaturasi dan keberadaan inhibitor terhadap kinerja enzim erease.



1.2.



Prinsip Percobaan Enzim ini menguraikan ureum menjadi ammonium karbonat. Ammonium karbonat, karena sifatnya yang alkalis, dapat dideteksi dengan menggunakan indicator phenolphthalein, yang memiliki rentang Ph sebagai berikut :



10



8,3



Merah



Tak Berwarna urease (NH2)CO + 2 H2O



(NH4)2CO3



Kerja enzim urease akan menyebabkan perubahan pH larutan yang dapat dideteksi dengan timbulnya warna tertentu di dalam larutan.



1.3.



Dasar Teori Enzim adalah senyawa organik yang tersusun atas protein yang peristiwa metabolisme bertindak sebagai katalisator, artinya zat yang mampu mempercepat reaksi kimia tetapi zat tersebut tidak ikut bereaksi. Menurut Shahib (1992), enzim adalah katalisator yang mempercepat reaksi kimia dalam makhluk hidup atau badan system biological. Lakitan (2001) menyatakan, enzim merupakan salah satu lintasan metabolisme yang dapat mempercepat laju reaksi dan berkemampuan sebagai katalisator, artinya ion-ion dan senyawa organik yang diserap dari dalam tanah oleh tumbuhan. Enzim merupakan katalis yang lebih khas dan lebih kuat dibandingkan dengan ion-ion logam atau senyawa lainnya yang diserap tumbuhan dari tanah (Salisbury, 1995). 4



Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya lebih besar dari katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Tanpa pembentukan produk samping enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolic yang berbeda (Cartono,2004). Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kekhasan inilah cirri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan enzim) yang dapat bekerja terhadap berbagai macam reaksi. Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi didalam sel maupun diluar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat dari pada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katlis yang sangat efisien, disamping itu mempunyai derajar kekhasan yang tinggi. Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energy aktivitas suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan energy (energi endorgani) dan ada pula yang menghasilkan energy atau mengeluarkan energy (eksorgonik) ( Poedjadi, 2006). Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim yang mengandung gugus protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya merupakan bagian yang memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjadi, 2006).



5



Pada enzim terdapat bagian protein yang tidak tahan panas yaitu disebut dengan apoenzim, sedangkan bagian yang bukan protein adalah bagian yang aktif dan diberi nama gugus prostetik, biasanya berupa logam seperti besi, tembaga , seng atau suatu bahan senyawa organic yang mengandung logam.Apoenzim dan gugus prostetik merupakan suatu kesatuanyang disebut holoenzim, tetapi ada juga bagian enzim yang apoenzim dan gugus prospetiknya tidak menyatu. Contoh koenzim adalah vitamin atau bagian vitamin (misalnya : vitamin B1, B2, B6, niasin dan biotin) (Kartasapoetra,1994).



Enzim Urease Enzim urease disebut juga urea amidohidrolases. Enzim urease merupakan enzim yang mengkatalis hidrolisis dari urea menjadi karbon dioksida dan ammonia. Enzim urease juga terdapat pada beberapa jaringan binatang dan pencernaan mikroorganisme. Urea merupakan salah satu sumber nitrogen non-protein (NPN) yang umum digunakan adalah urea.



Urea



dibuat



dengan



jalan



mereaksikan



ammonia



dan



karbondioksida. Urea merupakan sumber amoniak dari senyawa spesifik, kandungan urea yang tinggi akan dirombak menjadi basa menguap oleh aktivitas bakteri. Tingginya kandungan urea akan membentuk sejumlah besar amoniak yang mempengaruhi kenormalan kandungan total volatile basa.Selama penyimpanan, jumlah amoniak yang terbentuk relatif tidak dipengaruhi oleh suhu (Fardiaz, 1992). Urease merupakan enzim yang spesifik mengkatalisis reaksi hidrolisis urea sehingga dapat digunakan sebagai biosensor. Dalam pengembangan biosensor urea, urease dapat diimmobilisasi dalam suatu matrik dengan berbagai teknik seperti adsorpsi, entrapment, ikatan kovalen, cross linking, dan enkapsulasi. Barhoumi et al., (2004) mengembangkan biosensor urea dengan mengimmobilisasi urease dalam polimer lateks menggunakan teknik entrapment. Antonia dan Toressi (1999) menggunakan polipirol untuk mengimmobilisasi urease dengan teknik cross linking dan entrapment (Fauziyah, 2012).



6



Urease adalah sebuah protein yang ditemukan dalam bakteri, kapang, dan beberapa tanaman tingkat tinggi. Karakteristiknya yaitu pH optimum 7,4 suhu optimum 64 celcius dengan spesifikasi enzimatis : urea dan hidroksi urea. Beberapa tanaman memanfaatkan ureases untuk keperluan yang sama. Ureases ditemukan dalam jumlah yang besar pada jack bean, kacang kedelai dan beberapa biji tanaman lainnya. Ureases juga terdapat pada beberapa jaringan binatang dan pencernaan mikroorganisme. Ureases penting dalam sejarah enzimologi sebagai enzim pertama yang dimurnikan dan dikristalakan (Sumner, 1926).



Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : 1. pH Struktur ion enzim bergantung pada pH lingkungan. Enzim dapat berbentuk ion positif dan ion negative (Zwitter ion). Dengan demikian perubahan pH akan mempengaruhi efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim-substrat. pH yang rendah atau pH yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim (Poedjiadi, 1994).



2. Suhu Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada suhu optimum. Suhu yang rendah menyebabkan reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu tinggi, reaksi kimia akan berlangsung cepat. Pada enzim, suhu yang tinggi menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Hal ini menyebabkan bagian aktif enzim terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun (Martono, 1993). Enzim dalam tubuh manusia mempunyai suhu optimum sekitar 37° C. Sebagian besar enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai ± 60° C, karena terjadi denaturasi. ( Hafiz Soewoto, 2000)



7



3. Konsentrasi enzim Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, laju reaksi meningkat secara linier dengan bertambahnya konsentrasi enzim



4. Konsentrasi substrat Pada konsentrasi enzim tetap dan konsentrasi substrat rendah, kompleks enzim-substrat yang terbentuk sedikit (masih banyak enzim bebas/tidak berikatan dengan substrat). Bila konsentrasi substrat diperbesar, maka makin banyak substrat yang bereaksi dengan sisi aktif enzim, sehingga konsentrasi enzim-substrat makin besar dan menyebabkan meningkatnya laju reaksi. Namun pada batas konsentrasi substrat tertentu, semua enzim telah bereaksi dengan substrat (tidak terdapat enzim bebas). Dalam kondisi ini, bertambahnya



konsentrasi



substrat



tidak



menyebabkan



bertambahnya konsentrasi enzim-substrat, sehingga laju reaksinya pun tidak meningkat (Poedjiadi, 1994).



5. Inhibitor Inhibitor adalah beberapa zat kimia yang dapat menghambat kerja enzim, misalnya garam-garam dan logam berat seperti air raksa. Inhibitor dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu inhibitor kompetitif, inhibitor non-kompetitif dan inhibitor umpan balik (Poedjiadi, 1994). Inhibisi kompetitif klasik terjadi pada tapak pengikatan-substrat (katalitik). Struktur kimia sebuah inhibitor analog-substrat (I) umumnya menyerupai struktur kimia substrat (S). oleh karena itu, inhibitor tersebut dapat berikatan secara reversible dengan enzim sehingga yang seharusnya membentuk kompleks EnzS, justru membentuk kompleks enzim inhibitor (Enzl). Pada inhibisi nonkompetitif, tidak terdapat persaingan antara S dan I. struktur inhibitor biasanya tidak atau hanya sedikit mirip dengan struktur S dan dapat dianggap berkaitan dengan domain yang



8



berbeda pada enzim. Inhibitor nonkompetitif reversible menurunkan kecepatan reaksi maksimal yang diperoleh pada pemberian sejumlah enzim (Vmaks yang lebih rendah), tetapi biasanya tidak mempengaruhi nilai Km (Murray,2001).



6. Waktu inkubasi Waktu inkubasi yang dibutuhkan enzim untuk bereaksi dengan substrat secara optimum adalah berbeda-beda. Ada beberapa enzim membutuhkan waktu inkubasi yang lama untuk bereaksi dengan substrat.



Denaturasi Protein Denaturasi protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan karakteristik protein akibat gangguan interaksi sekunder,tersier, dan kuartener. Denaturasi akibat panas menyebabkan molekul-molekul yang menyusun protein bergerak dengan sangat cepat. Sehingga sifat protein yaitu hidrofobik menjadi terbuka. Akibatnya molekul akan bergerak semakin



cepat



dan



memutus



ikatan



hydrogen



didalamnya



(Sumardjo,2008). Proses denaturasi berlangsung tetap dan tidak berubah,suatu protein yang mengalami proses denaturasi akan mengalami perubahan visikator atau berkurangnya kelarutan cairan sehingga mudah mengendap. Senyawa kimia seperti urea dan garam dapat memecah ikatan hydrogen yang menyebabkan denaturasi protein karena dapat memecah interaksi hidrofilik dan meningkatkan daya larut gugus hidrofobik dalam air deterjen atau sabun dapat menyebabkan denaturasi karena senyawa pada deterjen dapat membentuk jembatan antara gugus hidrofilik dengan hidrofobiksehingga terjadi denaturasi.selain deterjen dan sabun, aseton dan alcohol juga dapat menyebabkan denaturasi (Winarno,2008).



9



BAB II METODE PENGAMATAN



2.1.



Alat  Tabung Reaksi 3 buah  Beaker Glass  Pipet Tetes  Rak Tabung



2.2.



Bahan  Susu Kedelai Matang  Susu Kedelai mentah  Larutan Ureum 1%  Indikator Phenolphthalein 2%



3 2



0 0



 Larutan HgCl2



1 4



0 0



10



2.3.



Prosedur Kerja Disiapkan 3 buah tabung reaksi



Tandai masing-masing tabung dengan A,B dan C



Isi masing-masing tabung reaksi dengan larutan 5ml ureum 1%



Tambahkan 1 tetes indikator phenolpthalein 2% pada setiap tabung



Pada tabung A ditambahkan 1 ml larutan urease



Pada tabung B tambahkan 1ml larutan urease yang



Pada tabung C tambahkan 1 tetes larutan HgCl2



sudah dipanaskan



Amati perubahan warna



11



BAB III PEMBAHASAN



3.1.



Data Pengamatan Tabung A B C



3.2.



Sebelum Dikocok Tidak berwarna Tidak berwarna Tidak berwarna



Sesudah Dikocok Merah muda Tidak berwarna ( Putih keruh ) Tidak berwarna ( Bening )



Pembahasan Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa ikut bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Baik buruknya kinerja suatu enzim tercermin dari besar kecilnya kecepatan reaksi kimia yang dikatalisnya. Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya lebih besar dari katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi didalam sel maupun diluar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat dari pada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katlis yang sangat efisien, disamping itu mempunyai derajar kekhasan yang tinggi ( Poedjadi, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim antara lain: pH; tiap enzim mempunyai pH optimum tersendiri dan pH yang rendah atau pH yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim (Poedjiadi, 1994), Suhu; tiap enzim memiliki suhu optimum dan Suhu yang rendah menyebabkan reaksi kimia berlangsung lambat sedangkan pada suhu tinggi menyebabkan denaturasi, Aktivator enzim; zat-zat yang mempunyai peranan dalam meningkatkan aktivitas suatu enzim, Konsentrasi substrat, Inhibitor; zat kimia yang dapat menghambat kerja enzim, misalnya garam-garam dan logam berat seperti air raksa. Inhibitor dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu inhibitor kompetitif, inhibitor non-kompetitif dan inhibitor umpan balik (Poedjiadi,



12



1994). Tujuannya untuk melihat perubahan warna dan mengetahui hasil reaksi yang terjadi dari masing-masing tabung dari pengaruh suhu (tinggi) dan inhibitor terhadap kinerja enzim urease.



Tujuan dari praktikum ini adalah untuk memahami pengaruh denaturasi dan keberadaan inhibitor terhadap kinerja enzim urease. Metode atau prinsip dari praktikum kali ini adalah dengan menggunakan Phenolphthalein 2% sebagai pendeteksi bagaimana kerja enzim urease dalam berbagai keadaan yang mengakibatkan perubahan pH pada larutan dengan ditandai perubahan warna pada setiap larutan. Alat yang digunnakan pada praktikum ini adalah tiga tabung reaksi yang diberi label A,B,C dan gelas ukur. Bahan yang digunnakan pada praktikum ini adalah 5 ml Ureum yang berfungsi sebagai substrat, 1 tetes Phenolphthalein 2% yang berfungsi sebagai indikator. Kemudian 1 ml Urease yang berfungsi sebagai enzim. Enzim yang dipakai didapatkan dari susu kedelai. Susu kedelai yang digunnakan ada 2 macam yaitu susu kedelai mentah dan susu kedelai yang sudah dipanaskan sebelumnya. 1 tetes HgCl2 yang berfungsi sebagai sublimat atau inhibitor. Inhibitor yang digunnakan termasuk inhibitor non-kompetitif yang bersifat irreversible. Inhibitor nonkompetitif berikatan dengan enzim pada sisi yang bukan merupakan tempat berikatan substrat dan enzim.



Enzim urease disebut juga enzim amidohidrolases. Enzim urease merupakan enzim yang mengkatalis hidrolisis dari urea menjadi karbon dioksida dan ammonia. Ammonium karbonat yang bersifat alkalis atau basa. Urease adalah sebuah protein yang ditemukan dalam bakteri, kapang, dan beberapa tanaman tingkat tinggi. Karakteristiknya yaitu pH optimum 7,4 suhu optimum 60oC dan denaturasi pada suhu 105oC dengan spesifikasi enzimatis : urea dan hidroksi urea (Sumner, 1926). Urea merupakan sumber amoniak dari senyawa spesifik, kandungan urea yang tinggi akan dirombak menjadi basa menguap oleh aktivitas bakteri. Tingginya kandungan urea akan membentuk sejumlah besar amoniak



13



yang mempengaruhi kenormalan kandungan total volatile basa (Fardiaz, 1992).



Gambar 1. Active Center Of Urease



Ureum adalah produk akhir katabolisme protein dan asam amino yang diproduksi oleh hati dan didistribusikan melalui cairan intraseluler dan ekstraseluler ke dalam darah untuk kemudian difiltrasi oleh glomerulus dan sebagian direabsorbsi pada keadaan dimana urin terganggu (Verdiansah, 2016). Ureum adalah produk limbah dari pemecahan protein dalam tubuh. Siklus urea (disebut juga siklus ornithine) adalah reaksi pengubahan ammonia (NH3) menjadi urea (CO(NH2)2) (Weiner D, et. al. 2015 dalam Loho, dkk., 2016). Sehingga ureum pada praktikum ini digunnakan sebagai substrat.



Gambar 2. Reaksi Pembentukan Urea



Phenolphtalein merupakan pewarna yang berperan sebagai indikator asam – basa sintetik yang memiliki rentang pH antara 8,3 – 10,00. Phenolphtalein termasuk jenis indikator tunggal asam – basa. Pada larutan asam dan netral, Phenolphtalein tidak berwarna. Sedangkan bila dicampurkan dengan larutan basa, warna nya akan berubah menjadi



14



merah. Phenolphtalein sering digunakan sebagai indikator dalam titrasi asam–basa.



Gambar 3. Struktur Phenolphtalein



Prinsip reaksi yang terjadi pada praktikum ini. Enzim urease yang mengurai ureum menjadi ammonium karbonat, bersifat alkalis atau basa. Enzim ini dapat dideteksi dengan menggunakan indikator Phenolphtalein. Sehingga kerja enzim urease akan mengakibatkan perubahan pH larutan yang dapat dideteksi dengan perubahan warna dari tidak berwarna (putih atau bening) menjadi merah pada larutan tersebut.



10



8,3



Merah



Tak Berwarna urease (NH2)CO + 2 H2O



(NH4)2CO3



Pada praktikum ini hal yang pertama dilakukan yaitu dengan menyiapkan 3 tabung reaksi, masing-masing diberi label A,B,C. kemudian isi ketiga tabung tersebut masing-masing 5 ml ureum 1%. Pada tabung A tambahkan 1 tetes Phenolphtalein 2% dan kemudian 1 ml urease mentah, di kocok ad homogen dan perhatikan perubahan warna yang terjadi. Pada tabung B tambahkan 1 tetes Phenolphtalein 2% dan kemudian 1 ml urease yang sudah dipanaskan sebelumnya, kocok ad homogen dan perhatikan perubahan warna yang terjadi. Pada tabung C tambahkan 1 tetes Phenolphtalein 2% dan kemudian 1 ml urease mentah.



15



Setelah itu tambahkan 1 tetes HgCl2, kocok ad homogen dan perhatikan perubahan warna yang terjadi pada larutan tersebut. Tabel Hasil pengamatan Tabung A B C



Sebelum Dikocok Tidak berwarna Tidak berwarna Tidak berwarna



Sesudah Dikocok Merah muda Tidak berwarna ( Putih keruh ) Tidak berwarna ( Bening )



Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa pada tabung A, campuran dengan 5 ml ureum 1% dan ditambah 1 tetes indikator phenolphtalein 2% dan 1 ml susu yang tidak dipanaskan. Hasil larutan sebelum dikocok terlihat tidak berwarna, namun setelah dikocok menunjukkan warna merah muda karena enzim menunjukkan reaksi positif yaitu bekerja menguraikan ureum menjadi amonium karbonat yang bersifat



basa/alkalis,



sehingga



apabila



diuji



dengan



indikator



phenolphtalein akan menunjukkan warna merah muda yang artinya pH berkisar antara 8,3-10,0 (basa/alkalis).



Pada tabung B, campuran dengan 5 ml ureum 1% dan ditambah 1 tetes indikator phenolphtalein dan 1 ml susu yang telah dipanaskan. Hasil larutan setelah didiamkan selama 10 menit berwarna putih keruh, karena enzim yang menguraikan ureum menjadi amonium karbonat tidak berfungsi dengan baik, hal ini dikarenakan enzim yang bertindak sebagai mediator telah rusak atau terdenaturasi pada suhu tinggi pada saat pemanasan. Selain itu, terjadinya sedikit perubahan warna diduga karena pada saat pemanasan enzim tidak dilakukan pengadukan dengan baik sehingga



masih



terdapat



enzim



yang



belum



mengalami



kerusakan/denaturasi yang menyebabkan timbulnya reaksi positif walaupun hanya sedikit dan perubahan warnanya tidak sampai seperti pada tabung A.



Pada tabung C, campuran dengan 5 ml ureum 1% dan ditambah 1 tetes indikator phenolphthalein 2% dan 1 ml susu kemudian ditambahkan



16



1 tetes larutan sublimat yaitu HgCl2. Hasil larutan setelah didiamkan menunjukkan warna bening karena enzim tidak bekerja disebabkan penambahan inhibitor sublimat. Hal ini dikarenakan amonia tidak dapat terbentuk sehingga tidak memberikan perubahan warna ketika diteteskan indikator phenolptalein dan diduga pH tidak berubah secara signifikan pula. Sublimat merupakan logam berat yang dapat menghambat kerja enzim secara irreversibel non-kompetitif. Sublimat tersebut bekerja dengan menggangu sisi kofaktor enzim sehingga enzim tidak teraktivasi dan reaksi gagal berlangsung.



3.3.



Pertanyaan Diskusi 1. Tuliskan reaksi hidrolisis ureum menjadi ammonium karbonat yang dikatalisis enzim urease! Jawab : (NH2)2CO + H2O ureum



air



CO2



+ 2NH2



karbonmonoksida amonium



2. Apa yang dimaksud dengan denaturasi enzim? Sebutkan faktorfaktor yang dapat menyebabkan denaturasi enzim! Jawab : Denaturasi adalah proses terjadinya perubahan struktur proteim pada enzim,selain struktur primernya (ikatan peptida). Faktor-faktor yang mempengaruhi denaturasi enzim adalah suhu, pH, pelarut, mekanik atau tekanan, logam, garam, penambahan oksidator atau redukttor dan aliram listrik.



3. Termasuk ke dalam kelompok inhibitor apakah larutan sublimat? Jelaskan mekanisme dalam menghambat kinerja enzim. Jawab : Larutan sublimat termasuk dalam inhibitor irreversibel non kompetitif. Mekanisme reaksinya dengan merubah atau memodifikasi sisi aktif enzim, sehingga substrat tidak dapat membentuk ikatan kompleks dengan enzim karena sisi aktif tidak



17



dikenali oleh substrat, akibatnya tidak terjadi penguraian atau hidrolisis ureum menjadi ammonium karbonat.



18



BAB IV PENUTUP 4.1.



Kesimpulan Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa enzim urease dapat merubah urea menjadi ammonium karbonat dan karbondioksida. Selain itu, aktivitas enzim urease dapat mengalami kerusakan atau denaturasi pada suhu tinggi dan juga kinerja enzim tersebut dapat dihambat oleh logam berat salah satunya yaitu sublimat. Adanya



penambahan



indikator



phenolphtalein



bertujuan



untuk



mengindikasi amonium karbonat dengan menunjukkan perubahan dari larutan tak berwarna menjadi larutan berwarna merah muda (bersifat basa/alkalis).



19



DAFTAR PUSTAKA



[1]



Anna Poedjiadi, (1994), Dasar-dasar Biokimia, UI Press, Jakarta.



[2]



Cartono, M.Pd. 2004. Biologi Umum. Bandung: PRISMA PRESS



[3]



Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Direktorat Jendral Pendidikan TinggiPusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor



[4]



Fauziyah, Begum. 2012. “Optimasi parameter analitik biosensor urea berbasis immobilisasi urease dalam membran polianlin” Jurnal Kimia Volume 1 (1) Hal.66, September 2012



[5]



Girindra, Aisjah. 1986. Biokimia 1. Jakarta: Erlangga



[6]



Kartasapoetra,a.g, 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta: Rineka Cipta



[7]



Lakitan, B. 2001. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo Persada



[8]



Murray, R. K., 2001, Biokimia Harper. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.



[9]



Murray, R.K., Granner, D.K. dan Rodwell, V.W., 2009, Biokimia Harper, Edisi 27, Ahli Bahasa Braham U. Pendit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.



[10]



Salisbury, F.B. dan Ross, C.W., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Institut Teknologi Bandung Press



[11]



Shahib, M.N. 1992. Pemahaman Seluk Beluk Biokimia dan Penerapan Enzim. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti



[12]



Soewoto, Hafiz, dkk.2000.Biokimia Eksperimen Laboratorium.Jakarta: Widya Medika.



[13]



Stoker, H.S., 2007, General, Organic, and Biological Chemistry, Fourth Edition, Houghton Mifflin Company, Boston.



[14]



Wirahadikusumah, m. 1989. Biokimia



Protein, Enzim, dan Asam



Nukleat. Bandung: Institut Teknologi Bandung [15]



20