Pengawetan Makanan Dengan Suhu Tinggi (Kel B D3 SMT 3) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGAWETAN MAKANAN DENGAN SUHU TINGGI



Dosen Pembimbing : Narwati, S.Si, M.Kes Disusun Oleh Kelompok B :  Amanda Ona Sawitri



 Andhini Nur Aldillah



P27833115005  Aldila Vefriana Dewi



P27833115025  Riris Handini



   



P27833115006 Anisa Surya Vitasari P27833115009 Alfin Nadifatu Zahroh P27833115011 Siti Aisyah Hasin Nasiroh P27833115018 Tiara Puspa Ramdhani P27833115019



P27833115027  Citra Ayu Wardhany P27833115029  Queeniza Ulya Yonata P27833115030  Winda Etikasari P27833115037  Merry Yania P27833115040



POLTEKKES KEMENKES SURABAYA D-III KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA TA 2016/2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum, bahan pangan memiliki sifat mudah rusak (perishable), sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang menyebabkan makanan tersebut tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Kerusakan atau kebusukan makanan dapat terjadi akibat aktivitas mikrobia maupun aktivitas enzim yang ada pada bahan makanan tersebut, selain itu perubahan secara fisika-kimia juga dapat memengaruhi kebusukan makanan (Bell dkk, 2005). Masalah tersebut menyebabkan berbagai metode pengawetan pangan dilakukan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan. Pengawetan pangan umumnya bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan, menghambat pembusukan dan menjamin mutu awal bahan pangan agar dapat terjaga selama mungkin (Broto, 2003). 1.2 Rumusan masalah 1. Apa yang dimaksud dengan pengawetan makanan ? 2. Bagaimana cara pengawetan makanan dengan suhu tinggi ? 1.3 Tujuan Mengetahui pengenrtian dari pengawetan makanan serta mengetahui bagaimana cara pengawetan makanan dengan suhu tinggi serta tau macam tingkatan pengawetan dengan suhu tinggi.



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengawetan Makanan Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan (Aryulina Diah, 2004). Dalam mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan makanan. Teknologi pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri masa kini berbasis pada cara-cara tradisional yang dikembangkan untuk memperpanjang masa konsumsi bahan makanan (Aryulina Diah, 2004). Tujuan pengawetan bahan makanan tidak hanya untuk mengusahakan bahan makanan tersebut tetap dapat dimakan setelah disimpan lama, tetapi harus dapat mempertahankan seluruh kualitas termasukan penampakan, tekstur, bau dan rasa serta nilai gizinya. Pada makanan olahan, hal ini berarti untuk mempertahankan bahan makanan agar mendekati segarnya. Sejak manusia dapat berbudidaya tanaman dan hewan, hasil produksipanen menjadi berlimpah. Namun bahan-bahan tersebut ada yang cepat busuk, makanan yang disimpan dapat menjadi rusak, misalnya karena oksidasi atau benturan. 2.2 Pengawetan Makanan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode pengawetan makanan yang sering digunakan. Pemasakan dengan sistem penggorengan, pemanggangan, pembakaran, dan rebus adalah metodemetode sederhana yang digunakan untuk mengolah bahan pangan. Pengolahan dengan penggunaan suhu tinggi ini sebenarnya tidak hanya untuk memperoleh cita rasa yang diinginkan, tetapi juga memiliki fungsi untuk memperpanjang umur simpan. Umur simpan menjadi lebih panjang karena aktivitas mikroba dan aktivitas biokimia benar-benar terhenti pada proses dengan suhu tinggi, apabila digunakan suhu yang tepat, sehingga pangan menjadi lebih awet. Suhu yang digunakan tergantung dengan kebutuhan dan karakteristik bahan pangan.



Makin tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang digunakan untuk mematikan mikroba. Pengolahan dengan suhu tinggi harus tetap memperhatikan tujuan utama dari bahan pangan itu sendiri, yaitu sumber energi, fungsi kesehatan, serta kenikmatan visual dan citarasa. Hal



ini tentu harus menjadi



pertimbangan karena penggunaan suhu tinggi dapat merusak bahan pangan apabila penggunaannya berlebihan. Oleh karena itu suhu yang digunakanpun harus disesuaikan dengan tujuan pengolahan dan karakteristik pangan yang diolah. Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim. Selain itu makanan menjadi lebih aman karena racun-racun tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri Clostridium botulinum. Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa factor yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan 2.



kesehatan manusia harus dimatikan. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi



3.



makanan. Faktor-faktor



organoleptik



misalnya



citarasa



juga



harus



dipertahankan. Dikenal beberapa tingkatan pemberian panas atau proses termal yang umum dilakukan yaitu blansing, pasteurisasi, dan sterilisasi. a. Blansing Blansing dilakukan dengan pemanasan menggunakan air atau uap pada kisaran suhu dibawah 100oC selama 3-5 menit. Blansing biasanya digunakan sebagai perlakuan pendahuluan sebelum perlakuan pengolahan berikutnya. Dengan perlakuan ini, tekstur sayuran atau buah yang diblansing biasanya akan menjadi lunak. Contoh sederhana blansing adalah ketika kita memasukkan sayuran atau buah kedalam air mendidih selama 3-5 menit. Dalam kondisi ini enzim-enzim menjadi tidak aktif dan kehilangan nutrisi dapat diminimalisir meskipun beberapa mineral, vitamin larut air, dan komponen-komponen lain yang larut air akan hilang. Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buahbuahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan. Di dalam



pengalengan sayur-sayuran dan buah-buahan, selain untuk menginaktifkan enzim, tujuan blansing yaitu : a.



membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi



b.



jumlah mikroba dalam bahan mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman, sehingga mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vakum



c.



yang baik dalam “headspace” kaleng. melayukan atau melunakkan jaringan tanaman, agar



d. e. f.



memudahkan pengisian bahan ke dalam wadah menghilangkan bau dan flavor yang tidak dikehendaki menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-



g.



sayuran memperbaiki warna produk,



memantapkan warna



hijau sayur-sayuran b. Pasteurisasi Pasteurisasi dilakukan dengan suhu pemanasan 65oC selama 30 menit. Pada suhu dan waktu proses ini sebagian besar mikroba pathogen dan mikroba penyebab kebusukan telah musnah, namun jenis mikroba lainnya tetap hidup. Pasteurisasi biasanya digunakan untuk susu, sari buah, anggur, makanan asam, serta makanan lain yang tidak tahan suhu tinggi. Proses ini tidak terlalu merusak gizi serta mengubah aroma dan cita rasa. Tetapi karena tidak semua jenis mikroba mati dengan proses ini, pengawetan dengan pasteurisasi biasanya tidak memiliki umur simpan yang lama. Misalkan susu yang dipasteurisasi tanpa pengemasan, biasanya hanya tahan 1-2 hari dalam suhu kamar, sedangkan dalam suhu pendingin hanya dapat bertahan hingga seminggu. Agar memperoleh hasil yang optimal, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara lain misalnya penyimpanan suhu rendah dan modifikasi kemasan. Uniknya, pada beberapa bahan pasteurisasi justru dapat memperbaiki cita rasa produk. Metode pasteurisasi yang umum digunakan yaitu :



1.



HTST/High Temperature Short Time, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi sekitar 75oC dalam waktu 15 detik,



2.



menggunakan alat yang disebut Heat Plate Exchanger. LTLT/Low Temperature Long Time, yaitu pemanasan



3.



dengan suhu rendah sekitar 60oC dalam waktu 30 menit. UHT/Ultra High Temperature, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi 130oC selama hanya 0,5 detik saja, dan pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi. Dalam proses ini semua MIKROBA mati , sehingga susunya biasanya disebut susu steril.



Tujuan pasteurisasi yaitu : 1.



Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan pangan bakteribakteri patogen yang berbahaya



2.



ditinjau dari kesehatan masyarakat. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan



bakteri dan menginaktifkan enzim. Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada bahan yang dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan simpannya tidak lama. Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya akan tahan 1 – 2 hari, sedangkan bila disimpan dalam lemari es tahan kira-kira seminggu. Karena itu untuk tujuan pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara pengawetan lainnya, misalnya dengan pendinginan.



c.



Sterilisasi Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta spora-sporanya hingga menjadi steril. Pada proses ini, bahan yang disterilkan akan memiliki daya tahan hingga lebih dari 6 bulan pada suhu ruang. Spora-spora mikroba bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121 oC. Penggunaan panas lembab dengan uap bertekanan sangat efektif untuk sterilisasi karena menggunakan suhu jauh diatas titik didih. Proses ini dapat menyebabkan sel mikroba hancur dengan cepat. Contoh dari sterilisasi adalah produk-produk olahan dalam kaleng seperti sarden, kornet, buah dalam kaleng, dan lainnya. Sterilisasi produk pangan Alat -



Retort/autoclave/sterilizer : bejana tertutup yang tahan



-



terhadap tekanan tinggi yang ditimbulkan oleh uap. Sumber uap : boiler atau steam generator Jenis : vertikal atau horizontal, continuous atau still Kelengkapan retort : pencatat suhu, steam inlet, steam spreader, manometer, bleeders, vent, petunjuk proses, petunjuk operasional, dokumentasi



Pelaksanaan operasi Retort: -



Pemeriksaan awal dan pemuatan kaleng ke dalam retort Pemanasan, termasuk venting Proses sterilisasi Pendinginan



Makanan kaleng sering disebut steril komersial Makanan : -



-



Telah mengalami pemanasan Bebas dari mikrobia hidup yang dapat membahayakan kesehatan manusia mikrobia yang tidak membahayakan kesehatan tidak dapat berkembang biak pada penyimpanan normal tanpa pendingin



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. Untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah pengawetan makanan dengan suhu tinggi. Dikenal beberapa tingkatan pemberian panas atau proses termal yang umum dilakukan yaitu blansing, pasteurisasi, dan sterilisasi.



DAFTAR PUSTAKA Broto, W. 2003. Mengenal Bahan Pengawet dalam Bahan Pangan. Info POM. Vol : IV (12): 1--3. Indonesia. Bell, C., Neaves, P., dan Williams, A. P. 2005. Food Microbiology and Laboratory Practice. Blackwell Publishing. United Kingdom. Aryulina, Diah,.dkk. 2006. Biologi SMA Dan MA Untuk kelas XI. Jakarta: Erlangga.