Penglihatan Sentral Dan Perifer [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat



PENGLIHATAN SENTRAL DAN PERIFER



Pembimbing: dr. Sigit Wibisono, Sp.M Disusun oleh: Nenny Hariyanto 21904101002



KEPANITERAAN KLINIK MUDA LABORATORIUM ILMU PENYAKIT MATA RSUD KANJURUHAN KEPANJEN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur saya ucapkan pada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya saya dapat menyelesaikan tugas referat ini yang berjudul “Penglihatan Central dan Perifer”. Referat ini saya susun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik madya laboratorium Ilmu Penyakit Mata. Oleh karena itu saya sampaikan banyak terima kasih kepada dr. Sigit Wibisono, Sp.M selaku dosen pembimbing klinik Ilmu Penyakit Mata, serta teman sejawat yang telah mendukung penyusunan referat ini. Saya menyadari bahwa referat ini tidak sempurna dan memiliki kekurangan, maka dengan rendah hati penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan referat ini. Harapan saya, semoga referat ini dapat memberikan tambahan ilmu khusunya bagi penulis dan umumnya bagi semua pihak.



Kepanjen, 10 November 2019



Penyusun



i



DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar ............................................................................................................ Daftar Isi ..................................................................................................................... BAB



BAB



BAB



I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1.3 Tujuan ................................................................................................... 1.4 Manfaat .............................................................................................. II



i ii



1 2 2 2



TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Bola Mata ...................................................................... 2.2 Fisiologi Sistem Penglihatan ....................................................... 2.2.1 Proses Pembentukan Cahaya............................................... 2.2.1 Masuk Cahaya ke Mata ....................................................... 2.3 Penglihatan Central dan Perifer ................................................... 2.4 Pemeriksaan Gangguan Penglihatan ............................................ 2.4.1 Visus.................................................................................... 2.4.2 Pemeriksaan Lapang Pandang............................................. 2.4.3 Pemeriksaan Tekanan Bola Mata ........................................ 2.5 Macam-macam Kelainan Penglihatan..........................................



3 6 7 8 9 10 10 11 14 15



III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ..................................................................................



18



DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penglihatan dimulai dari masuknya cahaya ke dalam mata dan difokuskan pada retina. Cahaya yang datang dari sumber titik jauh, ketika di fokuskan di retina menjadi bayangan (Guyton & Hall,2008). Berkas cahaya yang masuk ke mata dari jarak yang tak terhingga dengan sendirinya terfokus pada retina yang terletak pada titik fokus alami mata disebut dengan emetrop atau mata normal. Penilaiaan ketajaman penglihatan merupakan salah satu pemeriksaan mata yang harus dilakukan, walaupun ketajaman penglihatan tidak disebut sebagai bagian dari keluhan utama. Mata memilik dua tipe penglihatan, yaitu penglihatan sentral (central vision) dan penglihatan perfier (peripheral vision) (Voughan, 2014). Penglihatan Sentral yaitu penglihatan yang timbul pada saat cahaya jatuh pada area macula lutea retina dan memberikan stimulus pada fotoreseptor yang berada pada area tersebut, penglihatan perifer yaitu adalah penglihatan yang timbul pada saat cahaya jatuh pada area diluar macula lutea retina dan memberikan stimulus pada fotoreseptor yang berada pada area tersebut (Eva, Rioerda 2014). Mata merupakan salah satu indera dari pancaindera yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Terlebih lagi dengan majunya teknologi, indera penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan (Bedinghaus,2008). 1.2 Rumusan Masalah 1. Baimana anatomi bola mata? 2. Bagaimana fisiologi sistem penglihatan? 3. Apa definisi visus sentral dan perifer? 4. Bagaimana pemeriksaan gangguan penglihatan? 5. Macam-macam gangguan penglihatan?



1.3 Tujuan 1. Mengetahui anatomi bola mata? 1



2. Mengetahui fisiologi sistem penglihatan? 3. Apa definisi visus sentral dan perifer? 4. Bagaimana pemeriksaan gangguan penglihatan? 5. Macam-macam gangguan penglihatan?



1.4 Manfaat Penulisan referat ini diharapkan meningkatkan keilmuan sebagai dokter dalam mengetahui dan memahami tentang penglihatan central dan perifer.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Bola Mata Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan. Hasil dari pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri dari kornea, cairan mata (humor aquosus), lensa, badan kaca (korpus vitreous) dan panjangnya bola mata. Pada orang normal, bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di makula lutea dalam keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh (Ilyas, 2008). Mata memiliki beberapa bagian, diantaranya :



A. Sklera Sklera merupakan dinding bola mata yang terdiri atas jaringan ikat kuat yang tidak bening dan tidak kenyal dengan tebal ± 1 mm. Pada sklera terdapat insersi atau perlekatan 6 otot penggerak bola mata. B. Otot-otot penggerak bola mata Fungsi dari otot-otot penggerak bola mata berbeda-beda yaitu :



3



1) Gerakan abduksi, menggunakan otot-otot m.rectus bulbi lateralis, m.obliquus bulbi superior, m.obliquus bulbi inferior. 2) Gerakan kranial, menggunakan otot-otot m.rectus bulbi superior, m.obliquus bulbi inferior. 3) Gerakan kaudal, menggunakan otot-otot m.rectus bulbi inferior, m.obliquus bulbi superior. 4) Gerakan rotasi sesuai dengan putaran jarum jam menggunakan otot-otot m.rectus bulbi superior dam m.obliquus bulbi superior. 5) Gerakan rotasi berlawanan dengan putaran jarum jam menggunakan otot-otot m.rectus bulbi inferior dan m.obliquus bulbi inferior. C. Kornea Kornea normal berupa selaput transparan yang terletak di permukaan bola mata (Ilyas, dkk., 2010). Kornea di bagian sentral memiliki tebal 0,5 mm. Kornea tidak mempunyai pembuluh darah, namun kornea sangat kaya akan serabut saraf. Saraf sensorik ini berasal dari saraf siliar yang merupakan cabang oftalmik saraf trigeminus (saraf V) (Ilyas, 2008). D. Cairan Mata (Humor Aquosus) Humor aquosus merupakan cairan intraokular yang mengalir bebas yang berada di depan lensa. Cairan ini dibentuk oleh prosesus siliaris dengan rata-rata 2-3 μL/ menit yang mengalir melalui pupil ke dalam kamera okuli anterior. Dari sini, cairan mengalir ke bagian depan lensa dan ke dalam sudut antara kornea dan iris, kemudian melalui retikulum trabekula, dan akhirnya masuk ke dalam kanalis Schlemm, yang kemudian dialirkan ke dalam vena ekstraokuler (Guyton & Hall, 2008). E. Badan Siliaris Badan siliaris merupakan jaringan berbentuk segitiga yang terletak melekat pada sklera. Badan siliaris berfungsi menyokong lensa, mengandung otot yang memungkinkan lensa untuk berakomodasi dan berfungsi untuk menyekresikan cairan mata. F. Iris



4



Iris merupakan bagian dari uvea anterior dan melekat di bagian perifer dengan badan siliar. Bagian depan iris tidak memiliki epitel, sedangkan di bagian belakang terdapat epitel yang berpigmen sehingga memberikan warna pada iris. Pada iris terdapat celah yang disebut pupil. Pupil berperan dalam mengatur jumlah sinar yang masuk ke mata. Pupil akan membesar atau midriasis pada saat pencahayaan kurang, dan mengecil atau miosis pada saat pencahayaan berlebih. G. Lensa Lensa berbentuk bikonvek bening yang tembus cahaya yang terletak di belakang iris dan di depan korpus vitreosus dengan ketebalan sekitar 5 mm dan berdiameter 9 mm pada orang dewasa. Permukaan lensa bagian posterior lebih melengkung dibandingkan bagian anterior (Ilyas, dkk., 2010). Lensa memiliki daya bias total hanya 20 dioptri atau sepertiga dari daya bias total mata. Namun, lensa sangat penting karena sebagai respon terhadap sinyal saraf dari otak, lengkung permukaannya dapat mencembung sehingga memungkinkan terjadinya akomodasi (Guyton & Hall, 2008). H. Badan Kaca (Korpus Vitreosus) Badan kaca berwarna jernih, konsistensi lunak, avaskuler atau tidak mempunyai pembuluh darah, dan terdiri atas 99% air dan sisanya berupa campuran kolagen dan asam hialuronik. Badan kaca memegang peran terutama dalam mempertahankan bentuk bola mata, hal ini dikarenakan badan kaca mengisi sebagian besar bola mata yang terletak di antara lensa, retina dan papil saraf optik (Ilyas, 2008). I. Retina Retina merupakan membran tipis yang terdiri atas saraf sensorik penglihatan dan serat saraf optik. Retina merupakan jaringan saraf mata yang di bagian luarnya berhubungan dengan koroid. Koroid memberi nutrisi pada retina luar atau sel kerucut dan sel batang. Retina bagian dalam mendapat metabolisme dari arteri retina sentral. Retina terdiri atas 3 lapis utama yang membuat sinap saraf sensibel retina, yaitu sel kerucut dan sel batang, sel bipolar, dan sel ganglion. J. Makula Lutea



5



Merupakan saraf penglihatan sentral dimana ketajaman penglihatan maksimal. Makula lutea terdapat pada retina. K. Bintik Kuning (Fovea) Merupakan bagian retina yang mengandung sel kerucut yang sangat sensitif dan akan menghasilkan ketajaman penglihatan maksimal atau 6/6. Bila terjadi kerusakan pada fovea sentral ini maka ketajaman penglihatan akan menurun. L. Bintik Buta (Optic disc) Merupakan daerah saraf optik yang meninggalkan bagian dalam bola mata. M. Panjang Bola Mata Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang bola mata (lebih panjang atau lebih pendek), maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa myopia, hipermetropia, atau astigmatisma (Ilyas, 2004). 2.2 Fisiologi Sistem Penglihatan Bentuk mata manusia hampir bulat, berdiameter



±2,5 cm. Bola mata



terletak dalam batalan lemak, pada sebelah depan dilindungi oleh kelopak mata dan ditempat lain dengan tulang orbita. Bola mata terdiri atas: a. Dinding mata, terdiri dari:  Kornea dan sclera  Selaput khoroid, korpus siliaris, iris dan pupil. b.



Medium tempat cahaya lewat  Kornea  Acqueous humour  Lensa  Vitreous humour



c.



Jaringan nervosa, terdiri dari:  Sel-sel saraf pada retina  Serat saraf yang menjalar melalui sel imi



6



Sklera merupakan lapisan pembungkus bagian luar mata yang mempunyai ketebalan ± 1 mm. Seperenam luas sclera di bagian depan merupakan lapisan bening yang disebut kornea. Kornea merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita dapat melihat membran pupil dan iris. Di sebelah dalam kornea ada iris dan pupil. Iris berfungsi mengatur bukaan pupil secara otomatis menurut jumlah cahaya yang masuk ke mata. Iris berwarna karena mengandung pigmen, wama dari iris bervariasi sesuai dengan jumlah pigmen yang terdapat di dalamnya, makin banyak kandungan pigmen makin gelap warna iris. Pupil berfungsi untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata. Dalam keadaan terang bukaan pupil akan kecil, sedangkan dalam keadaan gelap bukaan pupil akan membesar. Diameter bukaan pupil berkisar antara 2 sampai 8 mm. Selaput khoroid adalah lapisan berpigmen diantara sklera dan iris, fungsinya memberikan nutrisi. Korpus siliaris merupakan lapisan yang tebal, berbentuk seperti cincin yang terbentang dari ora serata sampai ke iris. Fungsinya adalah untuk terjadinya akomodasi, proses muskulus siliaris harus berkontraksi. Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina. Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang dari jauh), lensa mata akan menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat (cahaya datang dari dekat), lensa mata akan menebal. Lensa terletak diantara iris dan kornea, terpisah oleh aquerus humour. Aquerus humour adalah suatu cairan yang komposisinya serupa dengan cairan serebrospinal. Demikian pula antara lensa mata dan bagian belakang mata terisi semacam cairan kental (vitreous humour). Vitreous humour adalah suatu cairan kental yang mengandung air dan inukopolisakarida. Cairan ini bekerja bersama-sama lensa mata untuk membiaskan cahaya sehingga tepat jatuh pada fofea atau dekat fofea.



7



Bagian penting mata lainnya adalah retina. Retina adalah bagian saraf mata, tersusun atas sel-sel saraf dan serat-seratnya.Sel-sel saraf terdiri atas sel saraf bentuk batang dan kerucut. Sel saraf bentuk batang sangat peka cahaya tetapi tidak dapat membedakan warna, sedangkan sel saraf kerucut kurang peka cahaya tetapi dapat membedakan warna. Sel saraf bentuk batang tersebar sepanjang retina sedangkan sel saraf kerucut terkonsentrasi pada fofea dan mempunyai hubungan tersendiri dengan serat saraf optik. Pada retina terdapat dua buah bintik yaitu bintik kuning (fofea) dan bintik buta (blind spot). Pada bintik kuning (fofea) terdapat sejumlah sel saraf kerucut sedangkan pada bintik buta tidak terdapat sel saraf batang maupun kerucut. Suatu objek dapat dilihat dengan jelas apabila bayangan objek tersebut tepat jatuh pada fofea. Dalam hal ini lensa mata akan bekerja otomatis untuk memfokuskan bayangan objek tersebut sehingga tepat jatuh pada bagian fofea (Mendrofa, 2003). 2.2.1 Proses Pembentukan Cahaya Proses kerja mata manusia diawali dengan masuknya cahaya melalui bagian kornea, yang kemudian dibiaskan oleh aquerus humour ke arah pupil. Pada bagian pupil, jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata dikontrol secara otomatis, dimana untuk jumlah cahaya yang banyak, bukaan pupil akan mengecil sedangkan untuk jumlah cahaya yang sedikit bukaan pupil akan membesar. Pupil akan meneruskan cahaya ke bagian lensa mata dan oleh lensa mata cahaya difokuskan ke bagian retina melalui vitreus humour. Cahaya ataupun objek yang telah difokuskan pada retina, merangsang sel saraf batang dan kerucut untuk bekerja dan hasil kerja ini diteruskan ke serat saraf optik, ke otak dan kemudian otak bekerja untuk memberi tanggapan sehingga menghasilkan penglihatan. Sel saraf batang bekerja untuk penglihatan dalam suasana kurang cahaya, misalnya pada malam han. Sedangkan sel saraf kerucut bekerja untuk penglihatan dalam suasana



8



terang. misalnya pada siang hari (Mendrofa, 2003). 2.2.2 Masuk Cahaya ke Mata Mata menyerupai kamera tetapi bekerja lebih baik dari kamera karena beraksi secara otomatis, hampir tepat dan cepat tanpa harus ada penyesuaian yang dilakukan. Proses dimana cahaya memasuki mata adalah sebagai berikut:  Cahaya memasuki mata melalui kornea yang transparan.  Kemudian menjalar melaui lensa yang membalikkan cahaya tersebut.  Kemudian membentuk gambaran balik pada retina Retina mengubah cahaya ke dalam impuls syaraf. Impuls tersebut melewati sepanjang syaraf optikus dan traktus ke otak, disampaikan ke korteks oksipitalis dan disana diinterpietasikan sebagai gambar. Jumlah cahaya yang memasuki mata diatur oleh ukuran dari pupil. Iris berfungsi sebagai diafragma, ukuran pupil dikontrol oleh serat - serat otot sirkuler dan radial. Otot - otot dari iris dikontrol oleh:  Serat simpatis yang berasal dari ganglion servikalis superior pada rantai simpatis di leher. Impuls yang menjaiar sepanjang serat tersebut mendilatasi pupil dengan cara relaksasi serat sirkular.  Serat parasimpatis yang menjalar dengan syaraf kranial ke-3 (okulomotorius): impuls sepanjang serat tersebut menyebabkan konstriksi pupil dengan cara relaksasi serat radial. Pupil membesar pada saat gelap dan berkonstriksi pada keadaan terang. Ukuran pupil setiap saat disebabkan oleh keseimbangan antara stimulasi simpatis dan parasimpatis. Kekuatan penglihatan diperiksa dengan bantuan alat grafik Snellens. Ukuran dan bentuk dari masing - masing huruf pada grafik tersebut pada setiap detailnya harus mempunyai sudut pandang 1 menit ketika dilihat pada jarak 6 meter. Mata normal dapat melihat pada jarak 6 meter baris ke-6 dengan jelas. Bila seseorang pada jarak tersebut hanya dapat melihat dengan jelas pada huruf yang dua kali lebih besar, 9



penglihatannya dicatat sebagai 6/12. Bila seseorang dapat melihat dengan jelas hanya pada huruf- huruf yang terbesar (yang untuk mata normal harus terlihat dengan jarak sejauh 60 meter) penglihatannya tercatat sebagai 6/60. 2.3 Penglihatan Sentral Dan Perifer Penglihatan manusia dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Cental Vision Central vision adalah penglihatan yang timbul pada saat cahaya jatuh pada area macula lutea retina dan memberikan stimulus pada fotoreseptor yang berada pada area tersebut. Dalam pemeriksaannya, central vision dapat dibagi menjadi uncorrected visual acuity dimana mata diukur ketajamannya tanpa menggunakan kacamata maupun lensa kontak dan corrected visual acuity dimana mata yang diukur telah dilengkapi dengan alat bantu penglihatan seperti kacamata maupun lensa kontak. Karena penurunan ketajaman penglihatan jarak jauh dapat disebabkan oleh kelainan refraksi, umumnya jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menilai kesehatan mata adalah corrected visual acuity (Riordan-Eva, 2007). 2. Peripheral Vision Peripheral vision adalah penglihatan yang timbul pada saat cahaya jatuh pada area diluar macula lutea retina dan memberikan stimulus pada fotoreseptor yang berada pada area tersebut. Penglihatan perifer dapat ditinjau secara cepat dengan menggunakan confrontation testing. Pada pemeriksaan ini, mata yang tidak diperiksa ditutup dengan menggunakan telapak tangan dan pemeriksa duduk sejajar dengan pasien. Jika mata kanan pasien diperiksa, maka mata kiri pasien ditutup dan mata kanan pemeriksa ditutup. Pasien diminta untuk melihat lurus sejajar dengan mata kiri pemeriksa. Untuk mendeteksi adanya gangguan, pemeriksa menunjukkan angka tertentu dengan menggunakan jari tangan yang diletakkan diantara pasien dan pemeriksa pada keempat kuadran penglihatan. Pasien diminta untuk megidentifikasi angka yang ditunjukkan (Riordan-Eva, 2007).



10



2.4 Pemeriksaan Gangguan Penglihatan 2.4.1 Visus Alat yang digunakan : - Kartu Snellen - Trial lens - Trial frame - Astigmat dial - Ruangan dengan panjang 5 m atau 6 m - Penerangan yang cukup



Tahap Pelaksanaan :  Visus sentralis jauh diperiksa dengan kartu Snellen.  Jarak pemeriksaan 5 meter atau 6 meter.  Tutup salah satu mata (sebaiknya mata kiri dulu), untuk memeriksa visus mata kanan.  Menutup bisa memakai telapak tangan kiri atau occluder yang diletakkan di depan trial frame mata kiri.  Huruf / angka / gambar / huruf E yang berbeda-beda arah dengan berbagai ukuran, makin ke bawah makin kecil, di pinggir dari tiap baris terdapat angka yang menunjuk jarak yang diperlukan bagi orang normal untuk dapat melihat dengan jelas. (contoh:Bila pemeriksaan pada jarak 6m, penderita (dengan satu mata) hanya dapat membaca huruf yang bertanda 10 m, maka visus mata tersebut adalah 6/10).



11



Interpretasi Hasil  Bila huruf baris paling atas pun tidak terbaca, maka diperiksa dengan hitungan jari tangan yang berarti visusnya .../60.  Bila tidak bisa menghitung jari, digunakan goyangan tangan dengan jarak 1 meter, yang berarti visusnya 1/300.  Bila tidak bisa melihat goyangan tangan, digunakan berkas cahaya dengan jarak 1 meter, yang berarti visusnya 1/  Bila visus kurang dari 6/6, dilakukan tes pinhole;  Bila dengan tes pinhole visus maju/ membaik (bisa 6/6), berarti terdapat kelainan refraksi yang belum terkoreksi.  Bila dengan tes pinhole visus tidak maju/ tidak membaik kemungkinan terdapat kelainan organik.  Apabila pinhole maju/ membaik maka dicoba untuk dikoreksi dengan lensa spheris negatif atau positif.  Bila setelah koreksi maksimal visus belum mencapai 6/6, dilakukan pemeriksaan astigmat dial  Bila pada astigmat dial melihat ada garis yang paling tegas, diperiksa dengan lensa cylindris negatif atau positif (dengan metode trial and error) dimana axisnya tegak lurus pada garis yang paling tegas tersebut, sampai dapat mencapai 6/6.  Demikian sebaliknya diperiksa visus mata kirinya.  Menyebutkan macam kelainan macam refraksinya. 2.4.2 Pemeriksaan Lapang Pandang Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke semua jurusan, misalnya ke lateral kita dapat melihat 90 – 100 derajat dari titik fiksasi, ke medial 60 derajat, ke atas 50 – 60 derajat dan ke bawah 60-75 derajat.



12



Terdapat dua jenis pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan perimeter. A. Pemeriksaan Konfrontasi Alat yang digunakan : - Tidak ada alat khusus, bisa dengan jari telunjuk atau suatu benda yang warnanyamenyolok (misalnya ballpen yang ujungnya berwarna merah, dsb). Cara Pemeriksaan : - Pemeriksa memberikan instruksi pemeriksaan kepada pasien dengan jelas. - Penderita menutup mata kiri dengan telapak tangan kiri, telapak tangan tidak boleh menekan bola mata. - Pemeriksa duduk tepat di depan pasien dalam jarak antara 60 cm, berhadapan, sama tinggi. Pemeriksa menutup mata kanan dengan telapak tangan kanan. Lapang pandang pemeriksa sebagai referensi (lapang pandang pemeriksa harus normal). Mata pasien melihat mata pemeriksa. - Objek atau ujung jari pemeriksa digerakkan perlahan-lahan dari perifer ke sentral (sejauh rentangan tangan pemeriksa kemudian digerakan ke central)dari delapan arah pada bidang di tengah-tengah penderita dan pemeriksa. - Lapang pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa. - Kemudian diperiksa mata sebelahnya. - Menyebutkan hasilnya:  Lapang pandang penderita luasnya sama dengan lapang pandang pemeriksa.  Lapang pandang penderita lebih sempit dari lapang pandang pemeriksa (sebutkan di daerah mana yang mengalami penyempitan)



13



Analisis Hasil Pemeriksaan Kelainana pada pemeriksaan lapang pandang 1. Defek Horizontal Disebabkan oleh oklusi pada cabang arteri retinal sentral. Pada gambar disamping terdapat oklusi cabang superior arteri retina sentral. 2. Kebutaan unilateral Disebabkan oleh lesi pada saraf optik unilateral yang menyebabkan kebutaan. 3. Hemianopsia Bitemporal Disebabkan oleh lesi pada kiasma optikum sehingga menyebabkan kehilangan penglihatan pada sisi temporal kedua lapang pandang. 4. Hemianopsia Homonim Kiri Disebabkan oleh lesi pada traktus optikus di tempat yang sama pada kedua mata. Hal ini menyebabkan kehilangan penglihatan sisi yang sama pada kedua mata. 5. Homonymous Left Superior Quadrantic Defect Disebabkan oleh lesi parsial pada radiasio optikus yang menyebabkan kehilangan penglihatan pada seperempat bagian lapang pandang sisi yang sama. 6. Hemianopsia himonim kiri Dapat disebabkan oleh terputusnya jaringan pada radiasio optikus (Bickley,2009). B. Pemeriksaan Perimetri Pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan perimeter, merupakan alat yang digunakan untuk menetukan luas lapang pandang. Alat ini berbentuk setengah bola dengan jarijari 30 cm, dan pada pusat parabola ini mata penderita diletakkan untuk diperiksa. Batas lapang pandang perifer adalah 90 derajat temporal, 75 derajat



14



inferior, 60 derajat nasal dan 60 derajat superior. Dapat dilakukan dengan pemeriksaan static maupun kinetic. Pemeriksaan ini berguna untuk : - Membantu diagnosis pada keluhan penglihatan - Melihat progresivitas turunnya lapang pandang - Merupakan pemeriksaan rutin pada kelainan susunan saraf pusat - Memeriksa adanya histeria atau malingering. Dikenal 2 cara pemeriksaan perimetri, yaitu: - Perimetri kinetik yang disebut juga perimeter isotropik dan topografik, dimana pemeriksaan dilakukan dengan objek digerakkan dari daerah tidak terlihat menjadi terlihat oleh pasien. - Perimetri statik atau perimetri profil dan perimeter curve differential threshold, dimana pemeriksaan dengan tidak menggerakkan objek akan tetapi dengan menaikkan intensitas objek sehingga terlihat oleh pasien. Uji perimeter merupakan uji lapang pandang dengan memakai bidang parabola yang terletak 30 cm di depan pasien. Pasien diminta untuk terus menatap titik pusat alat dan kemudian benda digerakkan dari perifer ke sentral. Bila ia melihat benda atau sumber cahaya tersebut, maka dapat ditentukan setiap batas luar lapang pandangnya. Dengan alat ini juga dapat ditentukan letak bintik buta pada lapang pandang. 2.4.3 Pemeriksaan Tekanan Bola Mata Alat yang digunakan : - Tonometer Schiotz - Panthocaine eye drops - Kapas alkohol 70 % Cara Pemeriksaan: a. Pemeriksaan Cara Subjektif (Palpasi)



15



- Penderita duduk tegak, melirik ke bawah. - Jari telunjuk kanan dan kiri pemeriksa bergantian menekan bola mata (dimata yang sedang diperiksa) pada kelopak atas kearah belakang bawah (450) dengan halus dan penuh perasaan. Tiga jari yang lain bersandar pada kening dan tulang pipi, bandingkan kanan dan kiri. b. Pemeriksaan Cara Obyektif (Tonometer Schiotz) Persiapan alat : - Tonometer ditera dengan meletakkan tonometer tegak lurus pada lempengan pengetest, dan jarum harus menunjuk angka O. - Bersihkan dan permukaan kaki tonometer diusap dengan kapas alkohol. Persiapan penderita : - Penderita diberi penjelasan tentang apa yang akan dilakukan, cara pemeriksaan dan bagaimana penderita harus bersikap. - Penderita diminta tidur terlentang, posisi kepala horizontal. Mata penderita ditetesi Panthocaine 0,5% atau 2%, 1 – 2 tetes, 5 menit kemudian ditetesi lagi satu tetes. - Penderita diminta memandang ke satu titik tepat diatasnya, dengan cara memfiksasi kepada ibu jarinya yang diacungkan di atasnya, sehingga sumbu optik mata benarbenar vertikal. - Kelopak atas dan bawah dibuka lebar dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri, tidak boleh menekan bola mata, kemudian tonometer diletakkan dengan hati-hati pada permukaan kornea, tepat di tengah, tanpa menggeser, posisi benar-benar vertikal. - Letakkan tonometer tepat di atas kornea tanpa menekan bola mata. - Tinggi rendahnya tekanan bola mata menentukan besarnya indentasi yang ditimbulkan oleh alat tersebut. Besar kecilnya indentasi menentukan besarnya simpangan jarum yang dihubungkan pada lempeng tersebut.



16



- Bila dengan beban 5,5 gram menunjukkan angka skala 0 maka beban perlu ditambahkan dengan beban 7,5gram atau 10 gram. - Tonometer diangkat, dibersihkan dengan kapas alkohol. - Mata diberi zalf mata (misalnya Chloramfenicol) - Lihat tabel, berapa mmHg tekanan bola matanya. - Cara baca dan menuliskan hasil : Misalnya dengan beban 5,5 gram simpangan jarum tonometer menunjukkan angka 5 pada tabel terlihat hasilnya 17,3 mmHg. 2.5 Macam-macam Kelainan Penglihatan 1. Faktor Individu, yaitu:



Berikut



merupakan



faktor



dalam



diri



seseorang



yang



dapat



mempengaruhi mata dalam melakukan aktivitas, antara lain: a. Kelainan Refraksi adalah keadaan bayangan tegas yang tidak dibentuk



di



retina



(macula



lutea).



Pada



kelainan



refraksi



terjadi



ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur (Ilyas, 2006). Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk sebagai berikut:  Miopi Miopi atau penglihatan dekat adalah cacat mata yang disebabkan oleh diameter anterosposterior bola mata terlalu panjang sehingga bayangbayang dari benda yang jaraknya jauh akan jatuh di depan retina. Pada miopia orang tidak dapat melihat benda yang jauh, mereka hanya dapat melihat benda yang jaraknya dekat. Untuk cacat seperti ini orang dapat ditolong dengan lensa cekung (negatif).  Hipermetropi Hipermetropi atau penglihatan jauh adalah cacat mata yang disebabkan oleh diameter anterosposterior bola mata terlalu pendek sehingga bayang-bayang dari benda yang jaraknya dekat akan jatuh di belakang



17



retina. Pada hipermetropi orang tidak dapat melihat benda yang dekat, mereka hanya dapat melihat benda yang jaraknya jauh. Untuk cacat seperti ini orang dapat ditolong dengan lensa cembung (plus).  Astigmat



Astigmat merupakan kelainan yang disebabkan kecembungan kornea tidak rata atau kelengkungan yang tidak sama, sehingga berkas sinar dibiaskan ke fokus yang berbeda, akibatnya bayang-bayang jatuh tidak pada tempat yang sama. Untuk menolong orang yang cacat seperti ini dibuat lensa silindris, yaitu yang mempunyai beberapa fokus (Ilyas, 2006).  Presbiopia



Mata dikatakan presbiopia, bila pada usia 40 tahun seseorang dengan penglihatan normal mengalami kesulitan untuk memfokuskan objekobjek dekat. Pada mata presbiopia terjadi penurunan daya akomodasi. Dengan bantuan lensa cembung (lensa plus) maka keluhan tersebut dapat diatasi (Ilyas, 2006). Pada usia 40 tahun amplitude akomodasi mata pada seseorang hanya menghasilkan titik dekat sebesar 25 cm. Pada jarak ini seorang yang berusia 40 tahun dengan jarak baca 25 cm akan menggunakan akomodasi maksimal sehingga menjadi lebih lelah. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca dan memerlukan sinar yang lebih terang. Biasanya diberikan kacamata baca untuk membaca dekat dengan lensa sferis positif yang dihitung berdasarkan amplitude pada masing - masing kelompok umur: - + 1.0 D untuk usia 40 tahun - + 1.5 D untuk usia 45 tahun - + 2.0 D untuk usia 50 tahun - + 2.5 D untuk usia 50 tahun - + 3.0 D untuk usia 60 tahun 18



b. Usia



Semua mahluk hidup akan mengalami kemunduran dalam hidupnya sesuai dengan bertambahnya usia. Demikian juga dengan mata dapat mengalami perubahan kemunduran karena usia. Bertambahnya usia menyebabkan lensa mata berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya, dan agak kesulitan melihat pada jarak dekat. Hal ini akan menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan ketika mengerjakan sesuatu pada jarak dekat, demikian pula penglihatan jauh. Makin tua, jarak titik dekat makin panjang. Sekitar umur 40 tahun - 50 tahun terjadi perubahan yang menyolok, objek-objek nampak kabur atau timbul perasaan tidak enak atau kelelahan pada waktu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan dekat .



19



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Penglihatan manusia dapat dibagi menjadi dua, yaitu penglihatan central dan penglihatan perifer. Penglihatan sentral adalah penglihatan yang timbul pada saat cahaya jatuh pada area macula lutea retina dan memberikan stimulus pada fotoreseptor yang berada pada area tersebut. Dalam pemeriksaannya, central vision dapat dibagi menjadi uncorrected visual acuity dimana mata diukur ketajamannya tanpa menggunakan kacamata maupun lensa kontak dan corrected visual acuity dimana mata yang diukur telah dilengkapi dengan alat bantu penglihatan seperti kacamata maupun lensa kontak. Penglihatan perifer adalah penglihatan yang timbul pada saat cahaya jatuh pada area diluar macula lutea retina dan memberikan stimulus pada fotoreseptor yang berada pada area tersebut. Penglihatan perifer dapat ditinjau secara cepat dengan menggunakan confrontation testing. Pemeriksaan penglihatan dapat dilakukan dengan pemeriksaan visus dan pemeriksaan



lapang



pandang.



Macam



kelainan



penglihatan



yaitu



miopia,



hipermetropia, astigma, presbiopia.



20



DAFTAR PUSTAKA Bruce James dkk, Lecture Notes Oftamologi, terj: Asri Dwi Rachmawati, (Semarang: Erlangga, Edisi Ke IX, 2005) h. 2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009 Guyton, A.C, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008. Vaughan G. D, Asbury T, Eva R.P., 2000, Oftalmologi umum, Jakarta: Widya medika Bab.20 lensa hal 401- 406. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates’ guide to physical examination and history taking. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 2009. Ando S, Kida N, Oda S. Retention of practice effect on simple reaction time for peripheral and central visual fields. Perceptual and Motor Skills. 2004 Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2009. Bedinghaus T. How to determine eye dominance. 2008 [cited 2009 February 4]. Syaifuddin, Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa (Jakarta: Buku Kedokteran EGC Edisi 3, 2003), h. viii Riordan-Eva, P., & Whitcher, J. P. (2004). Lange. In T. Asbury, P. Riordan-eva, J. H. Sullivan, J. P. Whitcher, J. Ausburger, R. Biswell, et al., Vaughan & Asbury's General Ophthalmology (Vol. XVI, p. 3). London: McGraw-Hill.



21