Peran Keluarga Dalam Perawatan ODGJ [PDF]

  • Author / Uploaded
  • torik
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Peran keluarga dalam perawatan ODGJ A. Pengertian Kesehatan Jiwa Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (KemenkesRI, 2017) B. Pegertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Ah. Yusuf, 2015). Menurut Maslim (2002) dalam Yusuf (2015), gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab. Banyak yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak selalu bersifat kronis. Pada umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya afek yang tidak wajar atau tumpul (Ah. Yusuf, 2015). Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam berpikir, berperilaku, dan berperasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia (KemenkesRI, 2017). C. Penyebab Gangguan Jiwa Menurut Maramis (2010) dalam Yusuf (2015), manusia bereaksi secara keseluruhan —somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, unsur ini harus diperhatikan. Gejala gangguan jiwa yang menonjol adalah unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan menderita tetap sebagai manusia seutuhnya. 1. Faktor somatik (somatogenik), yakni akibat gangguan pada neuroanatomi, neurofisiologi, dan neurokimia, termasuk tingkat kematangan dan perkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal. 2. Faktor psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan anak, peranan ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi, tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan memengaruhi kemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan ini kurang baik, maka dapat mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, dan rasa bersalah yang berlebihan. 3. Faktor sosial budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan yang tidak memadai, serta pengaruh rasial dan keagamaan (Ah. Yusuf, 2015).



D. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa Dikutip dari halodoc.com (2019) tanda dan gejala yang terjadi adalah sebagai berikut: 1. Perasaan tidak nyaman (inadequacy); 2. Perasaan tidak aman (insecurity); 3. Kurang percaya diri; 4. Kurang memahami diri; 5. Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial; 6. Ketidakmatangan emosi; 7. Kepribadiannya terganggu;  8. Mengalami patologi dalam struktur sistem saraf (thorpe) Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep Iyus (2007) adalah sebagai berikut: 1. Ketegangan (tension) Rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiranpikiran buruk. 2. Gangguan kognisi pada persepsi Merasa mendengar (mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah, padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bias mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut orang lain. 3. Gangguan kemauan Klien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan. 4. Gangguan emosi Klien merasa senang, gembira yang berlebihan (Waham kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang kaya, titisan Bung karno tetapi di lain waktu ia bias merasa sangat sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya. 5. Gangguan psikomotor Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang berlebihan naik ke atas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh (Iyus, 2007) E. Pengertian Keluarga Salvision Bailon dan Arcelis Maglaya (1989) dalam Mubarrak (2012), definisi keluarga merupakan dua orang atau lebih dari dua individu yang terganbung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya masingmasing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Mubarrak, 2012).



Keluarga sebagai suatu sistem sosial merupakan sebuah kelompok kecil yang terdiri atas beberapa individu yang mempunyai hubungan erat satu sama lain dan saling bergantung, serta diorganisasi dalam satu unit tunggal dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Ah. Yusuf, 2015). F. Fungsi Keluarga Widyanto (2014) fungsi keluarga merupakan bentuk akhir atau akibat yang ditimbulkan dari struktur keluarga. Adapun fungsi keluarga antara lain. 1. Fungsi afektif (The affective function) Fungsi ini berkaitan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikolososial keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan kasih sayang anggota keluarganya karena respon kasih sayang satu anggota keluarga ke anggota keluarga lainnya memberikan dasar penghargaan terhadap kehidupan keluarga. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif terlihat pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Dengan demikian setiap anggota keluarga dapat saling mempertahankan iklim atau kondisi yang positif. 2. Fungsi sosial dan tempat sosialisai (Socialization and social place Finction) Sosialisasi merupakan proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial. Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan dalam keluarga. Fungsi sosialisasi dapat ditunjukan dengan membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma dan tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, serta meneruskan nilai-nilai budaya keluarga. Keluarga mengajarkan anggotanya bersosialisasi baik secara internal maupun eksternal keluarga. 3. Fungsi reproduksi (The reproductive function) Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia dengan memelihara dan membesarkan anak. Keluarga berfungsi menjamin kontinuitas antar generasi keluarga dengan menyediakan anggota baru untuk masyarakat. Fungsi ini dibatasi oleh progaram KB, dimana setiap rumah tangga dianjurkan hanya memiliki 2 orang anak. 4. Fungsi ekonomi (The economic function) Fungsi ekonomi keluarga dengan mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebuthan semua anggota keluarga, seperti kebutuhan makanan, tempat tinggal, pakaian dan lain sebagainya. Fungsi ini juga termasuk pengaturan penggunaan penghasilan keluarga serta menabung memenuhi kebutuhankebutuhan keluarga dimasa yang akan datang keluarga dengan kriteria dibawah keluarga sejahtera seperti keluarga pra sejahtera, keluarga miskin, atau juga keluarga miskin sekali sulit untuk memenuhi kebutuhan fungsi ekonomi ini. 5. Fungsi keperawatan kesehatan (The health care function) Fungsi keluarga dalam keperawatan kesehatan dengan melaksanakan praktek



asuhan kesehatan yaitu keluarga mempunyai tugas untuk memelihara kesehatan anggota keluarganya agar tetap memiliki produktivitas dalam menjalankan perannya masing-masing. Fungsi keperawatan kesehatan ini dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan. Adapun tugas keluarga menurut Friedman (2010) yaitu: 1) Mengenal masalah atau gangguan kesehatan keluarga Kesehatan merupakan perhatian penting yang perlu mendapat perhatian keluarga. Orang tua perlu mengenal kesehatan dan perubahan yang dialami angota keluarganya terutama berkaitan dengan kesehatan. Mengenai alasan mengapa keluarga perlu mengetahui, dikarenakan ada rasa tanda sayang yang mengharuskan kekuatan sumber daya, pikiran, waktu, tenaga, bahkan harta keluarga akan digunakan untuk mengatasi permasalahan kesehatan tersebut sehingga dapat berkumpul dengan sehat dan bahagia. 2) Mengambil keputusan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama dalam mencari solusi yang tepat sesuai dengan masalah kesehatan yang menimpa keluarga. 3) Merawat anggota keluarga yang sakit Tugas merawat anggota keluarga yang sakit seringkali harus dilakukan keluarga untuk memberikan perawatan lanjutan setelah memperoleh pelayanan kesehatan di instituti pelayanan kesehatan. 4) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga Tugas ini merupakan upaya keluarga untuk mendayagunakan potensi internal yang ada di lingkungan rumah untuk mempertahankan kesehatan atau membantu proses perawatan anggota keluarga yang sakit. 5) Menggunakan fasilitas kesehatan Tugas ini merupakan bentuk upaya keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan keluarganya dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada (Widyanto, 2014). G. Ciri Sistem Keluarga yang Fungsional Menurt Gladding (2002) dalam Ahmad Yusuf (2015), ciri sistem keluarga yang fungsional antara lain sebagai berikut: 1. Mempertahankan keseimbangan, fleksibilitas, dan adaptif terhadap perubahan tahap transisi yang terjadi dalam hidup. 2. Masing-masing anggota keluarga menyadari bahwa masalah emosi merupakan bagian dari fungsi setiap individu. 3. Setiap anggota keluarga mampu mempertahankan kontak emosi pada setiap generasi. 4. Menjalin hubungan erat antaranggota keluarga dan menghindari menjauhi masalah. 5. Menggunakan perbedaan antaranggota keluarga yang ada sebagai motivasi untuk meningkatkan pertumbuhan dan kreativitas individu.



6. Antara orang dan anak terbentuk hubungan yang terbuka dan bersahabat (Ah. Yusuf, 2015). H. Ciri Disfungsional Keluarga Menurt Gladding (2002) dalam Ahmad Yusuf (2015), ciri keluarga yang disfungsional adalah sebagai berikut: 1. Tidak memiliki satu atau lebih fungsi keluarga di atas. 2. Ketidakseimbangan pola asuh seperti ibu yang terlalu melindungi atau sebaliknya. 3. Orang tua super atau pasif. 4. Pasangan yang tidak harmonis (Ah. Yusuf, 2015). I. Peran Keluarga Terhadap ODGJ Keluarga memiliki hubungan satu sama lain dalam suatu sistem keluarga terikat begitu ruwet sehingga suatu perubahan yang terjadi pada satu bagian pasti menyebabkan perubahan dalam seluruh sistem keluarga. Setiap anggota keluarga dan subsistem akan dipengaruhi oleh stresor transisional dan situasional, tetapi efek tersebut berbeda intensitas ataupun kualitas. Oleh karena itu, jika ada seorang anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan baik fisik maupun psikososial maka hal tersebut akan dapat memengaruhi kondisi keluarga secara keseluruhan (Ah. Yusuf, 2015). Pentingnya keluarga dalam menjalani proses penerimaan dan menerima informasi dari pelayanan kesehatan jiwa. Sehingga keluarga menemukan jalan keluar dan membatasi kekambuhan anggota keluarga yang sakit mental. Keluarga merupakan bagian yang terpenting dalam proses penyembuhan gangguan jiwa. Dukungan keluarga dalam proses menjadi harapan bagi orang dengan gangguan jiwa selama menjalani kehidupannya (Tlhowe, 2017). Lingkungan terdekat dengan klien adalah keluarga, keluarga yang sehat dan hangat mampu memberikan sentuhan terapi kepada klien. Keluarga memiliki peranan penting dalam proses penyembuhan klien, diantaranya sebagai faktor penyaring dan deteksi awal terhadap klien gangguan jiwa, pemberi perawatan klien dengan gangguan jiwa saat di rumah dan mencegah terjadinya kekambuhan klien (RSJ Radjiman Wediodiningrat, 2016). Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan klien di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan klien harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal asuhan di rumah sakit akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat klien di rumah, sehingga kemungkinan kekambuhan dapat dicegah. Pentingnya peran serta keluarga dalam klien gangguan jiwa dapat dipandang dari berbagai segi. Pertama, keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga merupakan institusi pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap, dan perilaku. Individu menguji coba perilakunya di dalam keluarga, dan umpan balik keluarga mempengaruhi individu dalam mengadopsi perilaku tertentu. Semua ini merupakan persiapan individu untuk berperan di masyarakat. Keluarga juga mampu mendukung anggotanya yang mengalami gangguan



jiwa dengan berpartisipasi pada terapi keluarga. Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga dimana setiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsi sebagai terapis. Terapi ini bertujuan agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya dalam merawat klien dengan gangguan jiwa. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; yaitu keluarga yang tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya. Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi selanjutnya setiap anggota keluarga mengidentifikasi penyebab masalah tersebut dan kontribusi setiap anggota keluarga terhadap munculnya masalah.untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya (Nurhalimah, 2016). Dikutip dari laman RSJ Radjiman Wedyodiningrat, 2016, keluarga yang memiliki ODGJ dapat melakukan beberapa hal berikut untuk mencagah kekambuhan: 1. Keluarga hendaknya memantau dan memfasilitasi ODGJ dalam minum obat, hal ini dimaksudkan obat yang diminum adalah tepat sesuai instruksi dokter dan apakah ada efek samping dari konsumsi obat 2. Menemani kontrol ke dokter, terutama saat ada efek samping seperti jalannya seperti robot, atau banyak mengeluarkan air liur, maka segera mengajak klien untuk kontrol. 3. Mengetahui keadaan/ stressor yang dapat menyebabkan kekambuhan 4. Libatkan dalam aktifitas sehari-hari, fokuskan untuk memperbaiki perilaku klien, hindari konflik, ajarkan perilaku hidup sehat dan tumbuhkan rasa percaya diri pada klien. Rasa percaya diri akan menuntun klien untuk menjadi lebih produktif dan mandiri. Daftar Pustaka: Ah. Yusuf, R. F. P. H. E. N., (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Friedman, M. (2010) Buku Ajar Keperawatan keluarga : Riset, Teori, dan Praktek. 5th edn. Jakarta: EGC. Iyus, Yosep. (2007). Keperawatan Jiwa, Edisi 1. Jakarta: Refika Aditama KemenkesRI, 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia No 54. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Mubarrak, W. I. (2012) Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika. Nurhalimah, 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kemenkes R. RSJ Lawang Dr Radjiman Wediodiningrat. 2016. Peran Keluarga Dalam Penanganan ODGJ. Diakses di http://rsjlawang.com/news/detail/248/peran-keluarga-dalam-perawatan-odgjorang-dengan-gangguan jiwa#:~:text=Keluarga%20sebagai%20garda%20terdepan %20dalam,yang%20mengarah%2 pada%20kesehatan%20jiwa. Pada 16 Pebruari 2021 Thlowe, T. T., et all. (2017). Strengths of Families to Limit Relapse in Mentally Ill Family



Members. Health SA Gesondheid, 22, 28-35. https://doi.org/10.1016/j.hsag.2016.09.003 Widyanto, F. C. (2014) Keperawatan Komunitas dengan Pendekatan Praktis. Jakarta: Nuha Medika.