Perilaku Mencari Bantuan Kesehatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ANTROPOLOGI RUMAH SAKIT PERILAKU MENCARI BANTUAN KESEHATAN Dosen Pengampu : Safari Hasan S.IP.,M.MRS



Oleh : Medica Selvia Maharani (10821014)



PROGAM STUDI S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN INSITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI TAHUN AJARAN 2022/2023 i



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kami mampu menyelesaikan Makalah Antropologi Rumah Sakit dengan judul ”Perilaku Mencari Bantuan Kesehatan” ini dengan tepat waktu. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Safari Hasan S.IP.,M.MRS sebagai dosen pengampu mata kuliah Antropologi Rumah Sakit yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah ikut berpartisipasi sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan para pembaca serta seluruh masyarakat Indonesia khususnya para mahasiswa untuk kedepannya. Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu pula dalam penyusunan makalah ini yang mempunyai banyak kekurangan. Untuk itu kami sangat mengharap kritik dan saran yang membangun demi peningkatan makalah kami yang selanjutnya.



Kediri, 15 November 2022



Penulis



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL.................................................................................................................i KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................4 1.1.



Latar Belakang......................................................................................................4



1.2.



Rumusan Masalah...............................................................................................4



1.3.



Tujuan.....................................................................................................................4



BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................6 2. 1



Definsi Perilaku Mencari Bantuan....................................................................6



2. 2



Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku mencari bantuan..................8



B.



Proses Mencari Bantuan (Sistem Rujukan Awam)....................................10



2. 3



Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan..............................................................13



2. 4



Penundaan Pencarian Bantuan (Delay Of Seeking).................................15



2. 5



Kepatuhan Pasien..............................................................................................17



BAB III...................................................................................................................................22 PENUTUP.............................................................................................................................22 3.1.



Kesimpulan..........................................................................................................22



DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................23



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku orang yang sakit atau pernah terkena gangguan kesehatan untuk memperoleh kesembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Oleh karena itu perilaku ini disebut perilaku pencarian kesehatan (health seeking behavior). Perilaku ini meliputi tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau anak pada saat sakit atau mengalami gangguan kesehatan untuk memperoleh kesembuhan atau pelepasan dari masalah penyakit. Masalah utama dengan model ini adalah bahwa model ini mengasumsikan adanya hubungan kausal langsung antara sikap dan perilaku. Perilaku pencarian kesehatan yang paling populer adalah kombinasi perawatan diri dan konsultasi dengan penyedia layanan kesehatan (41%). Pilihan lain meliputi perawatan mandiri (36%), konsultasi di puskesmas (16%), dan konsultasi di layanan kesehatan swasta (5%). Di antara karakteristik sosialdemografis dan ekonomi, status perkawinan adalah satu-satunya faktor yang secara signifikan berkorelasi dengan perilaku pencarian kesehatan. Beberapa faktor teori atau model penggunaan pelayanan kesehatan, peneliti mengambil 4 faktor untuk dipelajari, antara lain: budaya, pendidikan, keseriusan penyakit, dan cakupan asuransi. 1.2. Rumusan Masalah 1



Apa yang dimaksud dengan perilaku mencari bantuan kesehatan?



2



Apa saja faktor - faktor yang mempengaruhi perilaku mencari bantuan kesehatan?



3



Bagaimana proses mencari bantuan kesehatan?



4



Apa saja model pemanfaatan pelayanan kesehatan?



5



Bagaimana tahapan penundaan pencarian bantuan kesehatan?



6



Apa yang dimaksud kepatuhan pasien dan bagaimana cara mengatasi ketidak patuhan pasien?



1.3. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi perilaku mencari bantuan kesehatan 2. Untuk mengetahui faktor- faktor



apa saja yang mempengaruhi perilaku



mencari bantuan kesehatan 4



3. Untuk mengetahui proses mencari bantuan kesehatan 4. Untuk mengetahui model pemanfaatan pelayanan kesehatan 5. Untuk mengetahui tahapan penundaan pencarian bantuan kesehatan 6. Untuk mengetahui definisi dari kepatuhan pasien dan cara mengatasi ketidak patuhan pasien



5



BAB II PEMBAHASAN 2. 1 Definsi Perilaku Mencari Bantuan Perilaku Mencari Bantuan Dalam Oxford Dictionary as a Noun help didefinisikan sebagai Help, healing. Penolong atau sumber bantuan dan bisa juga merujuk pada, pembantu rumah tangga atau pegawai, sedangkan sebagai kata kerja pertolongan “membantu” diartikan sebagai mempermudah (seseorang), melakukan sesuatu atau memperbaiki (suatu situasi atau masalah). Sambil mencari "Mencari" Kata kerja transitif to look for artinya menemukan, mencarinya, mencoba, memperoleh, meminta. Menurut Rickwood, et al (2005) perilaku mencari bantuan adalah istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk pada perilaku aktif mencari bantuan dari orang lain. Ini tentang berkomunikasi dengan orang lain untuk mendapatkan bantuan dengan pemahaman, saran, informasi, perawatan, dan dukungan umum dalam menanggapi masalah atau pengalaman yang menyusahkan. Perilaku mencari bantuan adalah tindakan yang disengaja. Memilih dan mengejar sumber bantuan secara aktif diakui oleh para ahli sebagai aspek penting dari perilaku pencarian bantuan dan dapat digambarkan sebagai perilaku terencana. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku mencari pertolongan atau yang disebut dengan seeking help adalah perilaku aktif mencari pertolongan dari orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Menurut Rickwood, dkk (2005) ada tiga komponen penting yang diidentifikasi untuk mengukur perilaku pencarian bantuan, yaitu waktu, sumber bantuan, dan jenis bantuan, sebagai berikut: 1. Waktu Dalam perilaku mencari bantuan terdapat perubahan dari waktu ke waktu termasuk perilaku masa lalu dan baru dan niat perilaku masa depan penting untuk dapat menilai setiap perubahan pada individu. 2. Sumber Bantuan Dalam perilaku mencari pertolongan perlu mencari informasi tentang sumber bantuan dari berbagai sumber, baik formal maupun informal pada umumnya atau khusus. 6



3. Jenis Bantuan Perilaku pencarian bantuan harus dapat mengetahui masalah yang sedang dihadapi dan berbagai masalah yang dihadapi dengan baik sehingga solusi dari masalah yang dibutuhkan dapat ditemukan dengan tepat. Persepsi Terhadap Gejala Sakit Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya.Faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap gejala sakit diantaranya sebagai berikut : 1. Perbedaan individu Perbedaan individu adalah perbedaan ciri dan sifat antara satu orang dengan orang lain baik dalam aspek fisik maupun psikis. Setiap individu pada dasarnya memiliki persepsi masing masing terhadap gejala sakit. Umumnya perbedaan persepsi terhadap gejala sakit dipengaruhi oleh perbedaan perhatian, tingkat stress dan suasana hati setiap individu. a) Perbedaan perhatian Orang yang fokus pada gejalanya sendiri lebih cepat merasa sakit karena faktor lingkungan/orang lain. b) Stres Orang yang bekerja di bawah tekanan (stres) percaya bahwa dirinya akan lebih rentan terhadap penyakit sehingga akan lebih memperhatikan tubuhnya. c) Suasana hati Orang dengan suasana hati positif cenderung memiliki keadaan tubuh yang sehat. Karena orang dengan suasana hati positif secara tidak langsung menekan pikiran negatif agar pertahanan tubuh tidak lemah. 2. Faktor situasional Persepsi harus dilihat secara kontekstual, artinya situasi di mana persepsi itu muncul harus mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang berperan dalam proses pembentukan persepsi seseorang terhadap gejala sakit. 7



a) Situasi yang membosankan. Ketika dihadapkan dengan situasi yang membosankan orang akan cenderung lebih memperhatikan "gejala" daripada situasi yang menarik. b) Fokus perhatian merupakan Semua faktor situasional yang menyebabkan nyeri/gejala menonjol, sehingga memudahkan identifikasi gejala tersebut. 3. Perbedaan Budaya Budaya memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap persepsi, karena cara pandang atau persepsi seseorang sangat erat kaitannya dengan budaya. Hubungan antara persepsi dan budaya dipengaruhi oleh nilai-nilai moral atau kepercayaan yang dianut oleh budaya tersebut. Sehingga secara tidak langsung seseorang akan menilai atau mempersepsikan sesuatu itu benar atau salah sesuai dengan nilai moral dan kepercayaan yang ada pada budayanya. Misalnya pada pengaruh pada interprestasi gejala. 2. 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku mencari bantuan Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku mencari bantuan menurut Rickwood, dkk (2005), yaitu: 1. Kompetensi Emosional. Tingkat kompetensi emosional yang dimiliki individu merupakan faktor yang dapat menentukan perilaku pencarian pertolongan seseorang. Tingkat kompetensi emosional yang rendah merupakan hambatan untuk mencari bantuan, individu yang memiliki tingkat kompetensi emosional yang lebih tinggi akan sangat menyadari masalah yang dihadapinya dan berusaha mencari bantuan dari fasilitator secara mandiri dan berusaha mencari bantuan dari fasilitator baik secara formal dan informal. 2. Sikap Positif Terhadap Pengalaman Penilaian Pengalaman adalah salah satu faktor perilaku mencari pertolongan. Pengalaman masa lalu yang negatif dapat menjadi hambatan untuk mencari bantuan profesional, sedangkan pengalaman masa lalu yang positif akan mencoba terlibat dalam perilaku pencarian bantuan. Individu yang telah dibantu oleh seorang profesional yang memiliki pengalaman positif lebih cenderung berniat mencari bantuan di masa depan. Individu yang 8



memiliki pengalaman masa lalu yang positif juga akan bersikap lebih positif dalam mencari bantuan di masa depan. 3. Pengaruh Sosial dalam mencari bantuan. Pengaruh sosial dalam mencari bantuan memainkan peran yang sangat penting dalam hal perilaku mencari pertolongan. Individu yang memiliki dukungan sosial yang baik akan mendapatkan dorongan sosial yang baik dari lingkungannya dalam mencari bantuan. Tekanan dari lingkungan sangat berpengaruh dalam hal perilaku pencarian pertolongan. Orang tua sangat berpengaruh bagi anak dan remaja dalam hal mencari pertolongan dalam menjalani kehidupan. Selain orang tua, dukungan dari teman, sahabat dan kalangan sosial lainnya dapat berpengaruh dalam hal mencari bantuan. 4. Membangun Kepercayaan Dalam Hubungan. Perilaku mencari bantuan menunjukkan bahwa orang lebih cenderung untuk mencari bantuan dari teman dan keluarga mereka untuk masalah pribadi dan emosional daripada dari sumber lain karena kepercayaan yang telah dibangun dari lingkaran teman dekat keluarga. Menurut Barker (2007) Faktor individu berkaitan dengan perilaku pencarian bantuan, antara lain: a) Keyakinan pribadi tentang perlunya bantuan. Masalah keluarga sebagai masalah pribadi membutuhkan perilaku mencari bantuan. Masalah pribadi yang mereka butuhkan untuk mencari bantuan, antara lain masalah seksualitas/keintiman, pekerjaan, penyalah gunaan zat dan penggunaan. b) Menginternalisasi norma gender terkait pencarian bantuan. Ada variasi regional dan budaya dalam perilaku pencarian bantuan, salah satunya adalah jenis kelamin. Gender dibangun secara sosial sebagai variabel eksogen, cara individu menginternalisasi norma gender dan bertindak terhadapnya menunjukkan kombinasi antara individu dan eksogen. c) Persepsi orang lain sebagai membantu dan dapat dipercaya. Mempercayai atau melihat orang lain seperti orang tua, orang dewasa, rekan kerja, dan lembaga sosial lainnya dapat membantu dalam



9



memberikan dukungan sosial dan merupakan faktor penting dalam perilaku mencari bantuan. d) Keterampilan koping pribadi Kemampuan untuk menyelesaikan (atau keyakinan bahwa diadapat menyelesaikannya) masalah juga merupakan faktor penting yang terkait dengan pencarian bantuan. Kemampuan remaja untuk mengatasi masalah dan stress sendiri sangat bervariasi pada setiap individu e) Pengalamannya mencari bantuan Mencari bantuan adalah perilaku yang dipelajari dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu untuk mencari bantuan, dan mempercayai orang atau layanan masa depan dalam mencari bantuan f)



Efikasi diri Mengacu pada keyakinan bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk mencari bantuan. Dalam hal mencari bantuan akan memberikan perbedaan pada individu tergantung pada efikasi diri seseorang.



2. 3 Proses Mencari Bantuan (Sistem Rujukan Awam) 1. Proses pencarian pelayanan kesehatan Perilaku manusia dalam menghadapi masalah kesehatan bukanlah perilaku acak, tetapi perilaku selektif, terencana dan terpola dalam sistem kesehatan yang merupakan bagian integral dari budaya yang bersangkutan (Foster & Anderson, 1998). Freidson menyatakan bahwa seluruh proses pencarian tekad mencakup perangkap calon konsultan, mulai dari batas informal dan keluarga dekat melalui orang awam terpilih, lebih jauh dan memiliki otoritas, hingga tingkat profesionalisme. Ini disebut struktur referensi awam (Smet, 1995). Kleinman menjelaskan tiga sektor yang saling melengkapi dalam pelayanan kesehatan diungkapkan oleh Helman (1990) dalam Smet 1994): a) Sektor publik atau sektor populer adalah domain orang yang bukan profesional. Di sektor inilah rasa sakit pertama kali dikenali dan bertekad. Ini melibatkan keluarga, teman, dan tetangga. b) Sektor tradisional menempati posisi tengah antara sektor awam dan sektor profesional. Sektor tradisional ini terdiri dari orang-orang yang 10



memiliki spesialisasi dalam bidang penyembuhan, baik yang bersifat sakral maupun sekuler atau campuran keduanya. c) Bidang profesi kesehatan, terdiri dari organisasi profesi di bidang penyembuhan yang legal dan memiliki sanksi seperti perawat, dokter, bidan dan psikolog. Hubungan antara ketiga sumber ini sangat kompleks.



Jenis



bantuan



yang



dibutuhkan



seseorang



sangat



tergantung pada ketersediaan pelayanan kesehatan, faktor keuangan, kepercayaan, dan tingkat keparahan gejala (Smet, 1994). 2. Tahapan Pemanfaatan Medis Menggunakan model Foster dan Anderson, Salan (1988) dalam Smet (1994) menyebutkan lima tahapan menuju penggunaan medis: a) Keputusan bahwa ada sesuatu yang salah. b) Keputusan bahwa seseorang sakit dan membutuhkan perawatan profesional. c) Keputusan untuk mencari perawatan medis profesional. d) Keputusan untuk mengalihkan pengawasan kepada tenaga kesehatan profesional dan menerima serta mengikuti apa yang dianjurkan. e) Keputusan untuk mengakhiri peran pasien. 3. Tahapan Penyakit dan Pengobatan Medis Suchman, Doherty dan Camphell (1965) menjelaskan enam tahapan penyakit dan perawatan medis melalui siklus nyeri (Friedman, 1998): a) Tahapan pencegahan penyakit dan pengurangan risiko. Pada tahap ini keluarga dapat berperan penting dalam upaya peningkatan kesehatan dan pengurangan risiko. Ada banyak bentuk promosi kesehatan, pencegahan dan pengurangan risiko, yang semuanya



melibatkan



pengambilan



keputusan



dan



partisipasi



keluarga. Agar strategi sehat berhasil, dapat dilakukan dengan memperbaiki pola hidup seluruh anggota keluarga, termasuk dengan mempelajari status kesehatan dan penyakit masing-masing anggota keluarga. b) Stadium gejala penyakit yang dialami.



11



Tahap ini dimulai ketika gejala diketahui, ditafsirkan sejauh keseriusan atau kemungkinan penyebabnya dan kepentingan atau makna, dan gejala ditemukan dengan berbagai masalah. c) Tahap pencarian pengobatan. Tahapan ini dimulai ketika keluarga menyatakan bahwa anggota keluarga yang sakit benar-benar sakit dan membutuhkan pertolongan. Orang sakit dan keluarga mulai mencari informasi, penyembuhan, saran dan validitas profesional dari keluarga besar, teman, tetangga dan non-profesional (sistem rujukan awam), mencari siapa yang akan mengobati. d) Kontak keluarga dengan sistem kesehatan. Tahap ini dimulai ketika kontak dimulai dengan institusi kesehatan atau profesional kesehatan atau dengan praktisi lokal (pengobat tradisional). e) Tahap respon akut keluarga dan pasien. Karena



pasien



mendapat



pelayanan



kesehatan



dari



praktisi



kesehatan, tentunya ia menyerahkan sebagian hak prerogatif dan keputusannya dan diharapkan menerima peran pasien. f. Tahap adaptasi terhadap penyakit dan pemulihan. Kehadiran penyakit serius dan kronis pada individu atau anggota keluarga biasanya memiliki efek mendalam pada sistem keluarga. Sebaliknya, efek yang merusak dapat berdampak negatif terhadap hasil upaya pemulihan (rehabilitasi). 4. Bantuan Kecepatan Dan Keterlambatan Kecepatan mencari pertolongan akan semakin cepat dengan selang waktu yang semakin lama diperlukan untuk memutuskan bahwa ia dalam kondisi tidak sehat cepat, sehingga proses mencari bantuan lebih cepat dan lebih cepat. Hal ini perlu didukung pula dengan pengetahuan tentang konsep sehat-sakit. Pengetahuan kapan dikatakan sakit dan kapan dikatakan sehat (Smet, 1994)



12



2. 4 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Menurut Notoatmodjo (2010) ada beberapa model penggunaan jasa kesehatan yaitu : 1. Model Demografi (Populasi). Dalam model demografi ini, variabel digunakan sebagai tolok ukur adalah usia, jenis kelamin, status perkawinan dan ukuran keluarga. Dengan asumsi bahwa variabelvariabel ini akan lebih atau kurang berhubungan dengan status kesehatan dan derajat penyakit. 2. Model Struktur Sosial Dalam model struktur sosial ini variabel yang digunakan sebagai ukuran atau indikator derajat kesehatan seseorang adalah pendidikan, pekerjaan, dan kebangsaan. Dalam model ini dijelaskan bahwa individu dari suku yang berbeda bangsa, pendidikan, pekerjaan akan berbeda dalam menyikapi dan bersikap pada kesehatan mereka. Dengan kata lain bahwa dengan latar belakang Makan sosial yang berbeda juga akan berbeda dalam penggunaan layanan kesehatannya. 3. Model Sosial Psikologis (Psychological Models) Variabel model psikologi sosial ini secara umum terdiri dari: a) Kerentanan terhadap penyakit b) Pemahaman menyeluruh tentang suatu penyakit c) Manfaat yang diharapkan dari pengobatan suatu penyakit d) Kesiapan untuk tindakan individu dalam menghadapi penyakit 4. Model Sumber Daya Keluarga (Family Resource Models) Dalam model ini variabel yang digunakan adalah pendapatan keluarga, asuransi keluarga. Model ini menjelaskan kemampuan keluarga dalam mengakses pelayanan kesehatan ketika sakit. 5. Model Sumber Daya Komunitas Dalam model ini variabel yang digunakan adalah penyedia layanan kesehatan dan sumber daya dalam masyarakat, dan pencapaian pelayanan kesehatan yang tersedia dan sumber daya dalam masyarakat. 6. Model Organisme (Model Organisasi). Model ini menunjukkan perbedaan dalam sistem perawatan kesehatan, 13



Variabel tersebut meliputi: a) Gaya dalam memberikan praktik medis (sendirian, pasangan atau kelompok) b) Sifat layanan, apakah pengguna layanan membayar langsung atau menggunakan asuransi c) Lokasi penyedia layanan, apakah penyedia layanan kesehatan milik swasta, rumah sakit daerah, rumah sakit swasta atau klinik d) Tenaga medis yang pertama kali kontak dengan pasien (dokter, perawat, Asisten Dokter) 7. Model Keyakinan Kesehatan Model teoritis ini menjelaskan adanya masalah kesehatan ditandai dengan kegagalan penyedia untuk mengambil keyakinan orang bahwa mereka mampu menangani masalah kesehatan. 8. Model Sistem Kesehatan Menurut Anderson Model Illustration dalam Notoatmodjo (2010) model ini berdasarkan kepercayaan kesehatan. Dalam model ini Anderson mengelompokkan 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan, yaitu: a) Karakteristik predisposisi Metode ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa masingmasing individu dalam menggunakan pelayanan kesehatan tidak selalu



demikian



sama.



Ini



karena



karakteristik



individu



diklasifikasikan menjadi 3 kelompok. a) Karakteristik demografis (usia, jenis kelamin). b) Struktur sosial (tingkat pendidikan, pekerjaan, etnis atau ras). c) Manfaat penyakit



kesehatan, bisa



seperti



disembuhkan



kepercayaan dengan



bahwa



mengakses



pelayanan kesehatan. b) Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristics) Ciri-ciri pendukung ini menjelaskan bahwa meskipun demikian Mereka yang sakit memiliki kecenderungan untuk menggunakan layanan ini kesehatan tetapi jika tidak didukung oleh kondisi ekonomi yang memungkinkan akses ke pelayanan kesehatan 14



mereka tidak akan bertindak untuk menggunakan layanan tersebut kesehatan. c) Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristic) Faktor-faktor yang dijelaskan di atas (predisposisi dan pemungkin) memungkinkan



seseorang



untuk



mengakses



pelayanan



kesehatan dapat diwujudkan jika dirasakan sebagai kebutuhan. Dengan kata lain, faktor kebutuhan secara tidak langsung dasar untuk



menggunakan



pelayanan



kesehatan



ketika



faktor



predisposisi dan memungkinkan ada. 2. 5 Penundaan Pencarian Bantuan (Delay Of Seeking) Berdasarkan wawancara, Safer et al. membedakan tiga tahapan atau waktu terjadinya keterlambatan (Sarafino, 1990; Taylor, 1991) dalam Smet (1994): a) Appraisal delay : waktu yang dibutuhkan seseorang untuk memutuskan bahwa gejalanya serius. b) Illnes delay : lamanya waktu yang diperlukan untuk mengetahuinya gejala ini adalah gejala penyakit dan keputusan untuk mencari pengobatan atau perawatan. c) Utilization delay : waktu antara keputusan untuk mencari pengobatan dan pelaksanaannya. Ada beberapa alasan untuk berbagai tahapan keterlambatan, umumnya tidak adanya rasa sakit merupakan faktor utama keterlambatan. Faktor lain adalah biaya pengobatan mereka atau anggapan bahwa gejala tersebut tidak serius sebagai alasan mahalnya biaya pengobatan (Smet, 1994). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencarian Bantuan Kesehatan. Menurut Smet (1994), Foster & Anderson (1998), Notoatmodjo (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi pencarian bantuan kesehatan, itu adalah : a) Keparahan gejala Gejala yang muncul pada setiap individu akan memberikan respon yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan tubuh. Apabila gejala yang muncul atau rasa tidak enak badan pada tubuh tidak benar-benar dirasakan oleh penderita mencari pengobatan bahkan jika penyakitnya semakin parah. Di sisi lain, orang yang lebih peka terhadap munculnya gejala akan lebih cepat mencari pertolongan dan mendapatkan pengobatan dengan cepat pula. 15



b) Status ekonomi Status ekonomi disini berkaitan dengan pendapatan keluarga, dengan pendapat yang cukup baik maka pemenuhan kebutuhan hidup dan kesehatan akan terjamin. Dan mereka sudah menyiapkan dana untuk biaya kesehatan. Sedangkan masyarakat yang berpenghasilan rendah sangat takut dengan biaya pengobatan karena tidak memiliki cukup uang dan obat yang harus dibeli mahal. c) Sikap, kepercayaan dan nilai Sikap



masyarakat



terhadap



respon



penyakit



yang



dirasakan



ditanggapi atau dibiarkan, akan mempengaruhi pola pencarian pertolongan kesehatan. Keyakinan ini merupakan suatu keyakinan tentang kebenaran suatu hal yang didasarkan pada budaya yang ada pada masyarakat tersebut. Sehingga jika masyarakat memiliki keyakinan yang salah tentang penyakit, dapat menghambat proses pencarian bantuan kesehatan, atau berobat kepada



masyarakat



yang tidak



profesional.



Sedangkan



nilai



dalam



masyarakat merupakan konsep yang diwujudkan dalam sistem moral atau agama yang dianut dan juga dilandasi oleh budaya yang ada dalam masyarakat. masyarakat itu. Jika sikap, keyakinan dan nilai yang ada di masyarakat sangat baik dan benar penempatannya maka akan lebih mudah mereka berada dalam sistem pelayanan kesehatan. d) Kesadaran masyarakat Orang yang memiliki kesadaran tinggi akan lebih bersedia menerima masukan dan informasi tentang hal-hal baru terutama dalam hal kesehatan, sehingga mampu berperilaku dengan cara baru atau cepat beradaptasi dengan lingkungannya. Begitu pula saat mencari pertolongan di fasilitas kesehatan, mereka akan segera membawa anggota keluarga sendiri/sakit untuk berobat. Sedangkan orang yang memiliki kesadaran rendah akan melakukan sebaliknya, yaitu lebih memilih tinggal di rumah dan membiarkan gejala yang dirasakannya hilang. e) Sikap petugas kesehatan Sikap tenaga kesehatan disini adalah bagaimana tenaga kesehatan (perawat, bidan, dokter dan tenaga kesehatan lainnya) bersikap tidak ramah atau tidak simpatik kepada pasien, bahkan judes dan tidak tanggap saat menerima



pasien



maupun



dalam



memberikan



tindakan



medis



dan 16



keperawatan. Hal inilah yang membuat masyarakat enggan berobat ke fasilitas kesehatan, karena mengetahui informasi tersebut dari anggota keluarga, teman atau tetangga. f)



Jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan Jarak ke fasilitas kesehatan mempengaruhi masyarakat dalam mencari bantuan kesehatan. Semakin jauh puskesmas dari rumah, semakin sedikit mereka pergi ke pelayanan kesehatan, masyarakat lebih memilih untuk berobat sendiri atau berobat ke dukun dan orang pintar lainnya.



2. 6 Kepatuhan Pasien Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh yang artinya patuh, suka menuruti perintah. Kepatuhan adalah tingkat pasien melakukan pengobatan dan perilaku yang dianjurkan oleh dokter atau orang lain (Santoso, 2005). Menurut Notoatmodjo (2003) kepatuhan adalah perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mematuhi peraturan menjadi perilaku yang mematuhi peraturan (Notoatmodjo, 2003). Menurut Kozier (2010) kepatuhan adalah perilaku individu (misalnya: minum obat, mengikuti diet, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai dengan anjuran terapi dan kesehatan.



Tingkat kepatuhan dapat dimulai



dari mengikuti setiap aspek



rekomendasi hingga mematuhi rencana. Menurut Safarino (dalam Tritiadi, 2007) mendefinisikan kepatuhan atau kepatuhan (compliance atau kepatuhan) sebagai: “tingkatan pasien melakukan cara pengobatan dan perilaku yang dianjurkan oleh dokternya atau oleh orang lain”. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Sacket (dalam Neil Niven, 2000) mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai “sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh tenaga kesehatan”. Pasien mungkin tidakmematuhi tujuan atau mungkin melupakan begitu saja atau salah mengerti instruksi yang diberikan Menurut Feist (2014) setidaknya ada lima cara yang dapat digunakan untuk mengukur kepatuhan pasien, yaitu: a) Tanyakan pada dokter Cara ini hampir selalu menjadi pilihan terakhir karena keakuratan perkiraan yang diberikan oleh dokter umumnya salah. b) Tanyakan pada individu yang menjadi pasien



17



Metode ini lebih valid daripada metode sebelumnya. Cara ini juga memiliki kekurangan yaitu: pasien bisa berbohong untuk menghindari ketidaksukaan petugas kesehatan, dan mungkin pasien tidak tahu seberapa besar tingkat kepatuhan mereka sendiri. Jika dibandingkan dengan beberapa ukuran objektif dari konsumsi obat pasien, penelitian cenderung menunjukkan bahwa pasien lebih jujur ketika mereka mengatakan bahwa mereka tidak minum obat. c) Tanyakan kepada individu lain yang selalu memantau kondisi pasien. Metode ini juga memiliki beberapa kelemahan. Pertama, tidak mungkin untuk selalu melakukan pengamatan terus-menerus, terutama pada hal-hal tertentu seperti pola makan dan konsumsi alkohol. Kedua, pengamatan terus menerus menciptakan situasi buatan dan seringkali menghasilkan tingkat kepatuhan yang lebih tinggi daripada pengukuran kepatuhan lainnya. Tingkat kepatuhan yang lebih tinggi ini memang diinginkan, namun hal ini tidak sesuai dengan tujuan pengukuran kepatuhan itu sendiri dan menyebabkan pengamatan yang dilakukan menjadi tidak akurat. d) Menghitung banyak obat Dikonsumsi oleh pasien sesuai anjuran medis yang diberikan oleh dokter. Prosedur ini mungkin merupakan prosedur yang paling ideal karena sangat sedikit kesalahan yang dapat dibuat dalam menghitung pengurangan jumlah obat dari vial. Namun, cara ini juga bisa menjadi cara yang tidak akurat karena setidaknya ada dua masalah dalam menghitung jumlah pil yang harus diminum. Pertama, pasien mungkin, karena berbagai alasan, melakukannya tidak mengkonsumsi beberapa jenis obat. Kedua, pasien boleh meminum semua pil, namun dengan cara yang tidak sesuai dengan anjuran medis yang diberikan. e) Periksa bukti biokimia Metode ini mungkin dapat mengatasi kelemahan yang ada pada metode sebelumnya. Metode ini berusaha menemukan bukti biokimia, seperti analisis sampel darah dan urin. Ini memang lebih bisa diandalkan dibandingkan dengan metode penghitungan pil atau obat di atas, namun metode ini lebih mahal dan terkadang tidak terlalu 'worth it' dibandingkan dengan jumlah yang dikeluarkan. Ada lima cara untuk mengukur kepatuhan pasien yaitu bertanya kepada pasien secara langsung, bertanya kepada tenaga medis, bertanya 18



kepada orang terdekat pasien, menghitung jumlah obat dan memeriksa bukti biokimia. Pada kelima metode pengukuran tersebut terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan masing-masing pada setiap metode pengukuran yang akan diterapkan.dengan sengaja Menurut Dinicola dan Dimatteo (dalam Neil, 2000) ada berbagai cara untuk Mengatasi ketidakpatuhan pasien meliputi: a) Mengembangkan tujuan kepatuhan itu sendiri, banyak pasien tidak melakukannya patuh dengan tujuan pertama-tama mematuhi nasihat. Pemicu ketidakpatuhan karena jangka waktu yang lama dan paksaan dari petugas kesehatan yang menimbulkan efek negatif bagi penderita sehingga pada awalnya pasien memiliki sikap patuh yang dapat berubah menjadi ketidakpatuhan. b) Perilaku



sehat



sangat



dipengaruhi



oleh



kebiasaan,



sehingga



perlu



dikembangkan strategi yang tidak hanya untuk mengubah perilaku, tetapi juga untuk mempertahankan perubahan tersebut. Pengendalian diri, evaluasi diri dan harga diri harus dilakukan dengan kesadaran diri. Modifikasi perilaku harus dilakukan antara pasien dan penyedia layanan kesehatan agar tercipta perilaku yang sehat. c) Dukungan sosial, dukungan sosial dari anggota keluarga dan teman merupakan faktor penting dalam kepatuhan pasien. Menurut Smet (1994) ada berbagai cara untuk meningkatkan kepatuhan, termasuk: a) Sisi Pasien Upaya yang dapat dilakukan penderita untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani pengobatan adalah: 1



Tingkatkan pengendalian diri. Pasien harus meningkatkan pengendalian diri untuk meningkatkan kepatuhannya



dalam



menjalani



pengobatan,



karena



dengan



pengendalian diri yang baik penderita akan semakin meningkatkan kepatuhannya dalam menjalani pengobatan. 2



Meningkatkan efikasi diri.



19



Self-efficacy



diyakini



muncul



sebagai



prediktor



penting



dari



kepatuhan. Seseorang yang memercayai dirinya sendiri untuk dapat mematuhi pengobatan yang rumit akan merasa lebih mudah melakukannya. 3



Mencari informasi tentang pengobatan. Kurangnya pengetahuan atau informasi terkait dengan kepatuhan dan kemauan pasien untuk mencari informasi tentang penyakitnya dan terapi medis, informasi ini biasanya diperoleh dari berbagai sumber seperti media cetak, elektronik atau melalui program pendidikan di rumah sakit.



b) Tenaga medis Upaya yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar penderita untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani pengobatan antara lain: 1. Meningkatkan keterampilan komunikasi dokter. Salah satu strategi untuk meningkatkan kepatuhan adalah dengan meningkatkan komunikasi antara dokter dan pasien. Ada banyak cara bagi dokter untuk menanamkan kepatuhan atas dasar komunikasi yang efektif dengan pasien. 2. Memberikan informasi yang jelas kepada pasien. Petugas kesehatan, terutama dokter, adalah orang yang berstatus tinggi bagi sebagian besar pasien dan apa yang dikatakannya diterima secara umum sebagai valid atau benar. 3. Memberikan dukungan sosial. Tenaga kesehatan harus mampu meningkatkan dukungan sosial. Selain itu keluarga juga dilibatkan dalam memberikan dukungan kepada pasien, karena hal ini juga akan meningkatkan kepatuhan, Smet (1994) menjelaskan bahwa dukungan tersebut dapat diberikan dalam bentuk perhatian dan memberikan nasihat yang bermanfaat bagi kesehatannya. 4. Pendekatan perilaku. Self-management, yaitu bagaimana pasien diarahkan untuk mampu mengelola dirinya sendiri dalam upaya meningkatkan perilaku 20



kepatuhan. Dokter dapat bekerja sama dengan keluarga pasien untuk berdiskusi masalah dengan kepatuhan.



21



BAB III PENUTUP



3.1. Kesimpulan Perilaku pencarian kesehatan telah didefinisikan sebagai "urutan tindakan perbaikan yang dilakukan individu untuk memperbaiki kesehatan yang dianggap buruk." Secara khusus, perilaku pencarian kesehatan dapat dijelaskan dengan data yang dikumpulkan dari informasi seperti perbedaan waktu antara timbulnya penyakit dan berhubungan dengan profesional kesehatan, jenis penyedia layanan kesehatan yang dimintai bantuan oleh pasien, seberapa patuh pasien dengan pengobatan yang direkomendasikan, alasan untuk memilih tenaga kesehatan dan alasan untuk tidak mencari bantuan dari tenaga kesehatan. Dalam arti luas, perilaku kesehatan mencakup semua perilaku yang terkait dengan pembentukan dan pemeliharaan keadaan fisik dan mental yang sehat, (Pencegahan Primer). Perilaku pencarian kesehatan juga mencakup perilaku yang berhubungan dengan penyimpangan dari keadaan sehat, seperti pengendalian (Pencegahan Sekunder) dan mengurangi dampak dan perkembangan penyakit (pencegahan Tersier). Konsep mempelajari perilaku pencarian kesehatan telah berkembang seiring waktu. Hari ini, itu telah menjadi alat untuk memahami bagaimana orang terlibat dengan sistem perawatan kesehatan dalam keadaan sosial budaya, ekonomi dan demografi masing-masing. Semua perilaku ini dapat diklasifikasikan pada berbagai tingkat kelembagaan: keluarga, komunitas, layanan kesehatan, dan negara. Di tempat-tempat di mana sistem perawatan kesehatan dianggap mahal dengan berbagai penyedia layanan kesehatan publik dan swasta, memahami perilaku pencarian kesehatan dari berbagai komunitas dan kelompok populasi penting untuk memerangi biaya perawatan kesehatan yang tidak terjangkau.



22



DAFTAR PUSTAKA



Barker, G. ((2007)). social support and help-seeking behaviour consultation with recommendations for action. Adolescents, 1-7. Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Ribera. Nuzuluuni’mah, M. S. (2017). PERILAKU MENCARI BANTUAN (HELP-SEEKING BEHAVIOUR) PADA KELUARGA PASIEN SKIZOFRENIA (UPT REHABILITASI SOSIAL EKS- PSIKOTIK KEDIRI DAN POLI PSIKIATRI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KOTA KEDIRI). Prabandari, Y. S. ( (2017)). Health Seeking Behaviour pada Pasien Stroke Health Seeking Behaviour pada Pasien Stroke Health Seeking Behavior on Stroke Patients. 2– 7.



23