Perubahan Kelembagaan Dan Transformasi Permanen [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERUBAHAN KELEMBAGAAN DAN TRANSFORMASI PERMANEN Perubahan kelembagaan di masyarakat berarti terjadinya perubaan di dalam prinsip regulasi dan organisasi, perilaku, dan pola – pola interaksi. Arah perubahan tersebut biasanya menuju pada peningkatan perbedaan prinsip – prinsip dan opla – pola umum didalam kelembagaan yang saling berhubungan, sementara pada waktu yang bersamaan terdapat peningkatan kebutuhan untuk melakukan integrasi di dalam sistem sosial yang kompleks. Tentu saja, perubahan kelembagaan itu mendorong kepada perubahan kondsisi – kondisi , yang kemudian membuat penyesuaianb baru yang diperlukan melalui faktor – faktor eksternal (proses umpan balik permanen), dan sebagainya.



Dengan



demikian,



perubahan



kelembagaan



merupakan



proses



transformasi permanen yan merupakan bagian dari pembangunan. Oleh karena itu, tujuan utama setiap perubahan kelembagaan adalah untuk menginternalisasikan potensi produktivitas yang lebih besar dari pemanfaatan sumber daya yang kemudian secara simultan menciptakan keseimbangan baru (misalnya keadilan sosial) [Manig, 1992 : 5]. Dengan pemahaman tersebut , perubahan kelembagaan dapat dianggap sebagai proses terus- menerus yang bertujuan memperbaiki kualitas (ekonomi) antar pelakunya. Ini menunjukan bahwa proses transformasi permanen merupakan bagian penting dari perubahan kelembagaan. Tentu saja, basis utama dari transformasi permanen adalah kesadaran bahwa aspek – aspek sosial terus berkembang sebagai respon dari peruban pada bidang – bidang lainya, seperti ekonomi, budaya , politik, dan lain sebagainya.namun, pada sisi lain, rekayasa sosial juga sangat mungkin dilakukanb sebagai cara mengubah struktur ekonomi, politik, hokum , dan budaya agar berjalan kea rah yang diharapkan. Rekayasa sosial inilah yang juga bisa menjadi sumber perubahan kelembagaan, dalam konteks antarpelakunya.



perubahan pola interaksi



Perubahan bisa terjadi secara bertahap (gradual) dan kadang – kadang secara cepat karena individu mengembangkan pola – pola perilaku alternatif (tindakan ekonomi dan sosial) sebagai respon atas proses evaluasi biaya dan keuntungan baru yang dirasakan (North,1993; seperti dikutip oleh Dharmawan, 2001:31-32). Jika dipadatkan, pernyataan berikut ini membawahi lima proposisi yang mendefinisikan karakteristik dasar dari perubahan kelembagaan ( North, 1995: 23): 1. Interaksi kelembagaan dan organisasi yang terjadi secara terus – menerus didalam setting ekonomi kelangkaan, dan kemudian diperkuat oleh kompetisi, merupakan kunci terjadinya perubahan kelembagaan. 2. Kompetisi akan membuat organisasi menginvestasikan



keterampidan



pengetahuan untuk bertahan hidup. Jenis keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan oleh individu dan organisasinya akan membentuk perkembangan persepsi tentang kesemoatan dan kemudian pilihan yang akan mengubah kelembagaan. 3. Kerangka kelembagaan mendikte jenis keterampilan dan pengetahuan yang dianggap memiliki hasil maksimum (maximum pay-off) 4. Persepsi berasal dari konstruksi / bangunan mental para pemain/pelaku (mental construct of the players) 5. Cakupan ekonomi, komplementaritas, dan eksternalitas jaringan matriks kelembagaan menciptakan perubahan kelembagaan yang meningkat dan memiliki jalur ketergantungan (path dependent) Proposisi diatas sesungguhnya berdiri diatas keyakinan umum bahwa perubahan kelembagaan sesungguhnya terjadi karen amunculnya masalah kelangkaan dan perilaku individu yang sulit ditebak. Perubahan kelembagaan bisa puls muncul dari perubahan tuntutan pemilih (demands of constructions) atau perubahan kekuasan pemasok kelembagaan (supplir of institutions), yaitu actor pemerintah . tentny pemilih tersebut dapat mengubah kelembagaan dengan berbagai alasan. Sisi permintaan dan penawaran dari perubahan



kelembagaan itu bisa dipakai sebagai pijakan menganalisis sumber perubahan kelembagaan. Deskripsi tersebut mewartakan bahwa perubahan kelembagaan dari sisi bawah (demand) merupakan hasil dari pertarungan antarpelakunya, sedangkan perubahan kelembagaan dari sisi atas (supply) nerupakan hasil regulasi dari pihak – pihak yang memiliki otoritas (misalny apemerintah). Jika hal itu dikaitkan dengan adanya transformasi permanen, maka sisi penawaran dan permintaan dari perubahan kelembagaan tersebut sekaligus juga mengisyaratkan pengakuan atas keniscayaan proses transformasi permanen. Selanjutnya, North percaya bahwa terdapat dua fakor utama sebagai cara untuk memahami dinamika perubahan kelembagaan (Hira dan Hira, 2000: 273). Pertama, perubahan kelembagaan sebagai hubungan simbiotik antara kelembagaan dan organisasi yang mengelilingi disekitar struktur insentif yang disediakan oleh kelembagaan. Kedua, perubahan kelembagaan sebagai proses umpan balik dimana individu merasa dan bereaksi terhadap perubahan berbagai kesempatan.dengan kata lain, hubungan yang pertama menegaskan bahwa organisasi bersikap optimis untuk dapat beradaptasi dengan lingkunganya. Berdasarkan proposisi ini , North menyatakan terdapat tantangan mendasar dalam menciptakan kelembagaan yang efisien.(Hira dan Hira, 2000:275-276), yakni menyingkirkan aspek-aspek informal dengan dengan halangan formalan menciptakan serta merawat kebijakan yang akan mendukung tercapainya kelembagaan yang efisien. Fakta tersebut sekaligus menyiratkan satu hal, bahwa proses perubahan kelembagaan tidaklah terjadi secara cepat dan tanpa ganjalan. Sebaliknya, walaupun proses



perubahan



kelembaaan



terjadi secara



permanen,



proses



perubahan



kelembagaan tersebut penuh liku dan tidak selalu menuju kepada perbaikan efisiensi. Masih menurut North (1991; dalam Rossiaud dan Locatelli,2010:9) interaksi antar intitusi dan organisasi berkelanjutan merupakan kunci dari perubahan kelembagaan. Dalam ekonomi pasar yang semakin terkosentrasi, misalnya, perubahan kelembagaan dipastikan akan terjadi namun dalam konteks yang negative. Pelaku ekonomi kecil



yan menguasai pasar akan mendikte aturan main( kelembagaan) melalui serangkaian kesepakatan terbatas yang dibuat diantara mereka sendiri. Jika proses ni terus terjadi tanpa upaya untuk menciptakan batasa formal dalam wujud regulasi pemerintah, maka perubahan kelembagaan yang terjadi akan merugikan sebagian besar pelaku ekonomi. Dalam konteks ekonomi makro, tentu saja perubahan kelembagaan tersebut tidak efisien. Disinilah perlu panduan yang memadai atas proses perubahan kelembagaan, dengan jalan tidak menyerahkan sepenuhnya perubahan itu kepada actor-aktornya saja. Pemeintah , sebagai regulator yang memiliki otoritas, bisa memfasilitasi perubahan kelembagaan tersebut dengan seperangkat rules of the game sehingga tidak merugikan kepentingan pelaku ekonomi lainya. Inilah sebetulnya yang menjadi inti dari perubahan kelembagaan secara adaptif. PERUBAHAN KELEMBAGAAN DAN KELOMPOK KEPENTINGAN Menurut North (1990:86), proses perubhana kelembagaan tersebut dapat digambarakan sebagai berikut. Perubahan harga relative mendorong satu atau kedua pihak mengadakan pertukaran, apakah politik atau ekonomi, untuk menunjukan bahwa satu atau kedua bela pihak dapat bekerja lebih baik dengan kesepakatan atau kontrakyan telah diperbarui. Salam kasus norma perilaku, perubahan harga relative atau perubahan selera akan mendorong eroi secara perlahan menuju ke perubahan norma yang berbeda. Dalam selang waktu tertentu, peraturan itu bisa diubah atau diabaikan, bahkan tidak ditegakan. Begitu pula adat atau tradisi bisa segera perlahan terkikis dan diganti dengan yang lain. Pada titik ini , tersedia dua cara yang berbeda untuk enganalisis perubahan kelembagaan : pendekatan pertama meliat perubahan kelembagaan hanya dari aspek biaya dan manfaat dan meyakini bahwa kekuatan motif seperti perubaan harga relative dalam jangka panjang dapat membangun kelembagaan yan lebih efisien. Mengikuti penjelasan Eggerstson (1990), pendekatan ini biasa disebut sebagai “teori naïf” dari perbahan kelembagaan. Sementara itu, pendekatan lain memandang



perubahan kelembagaan sebagai hasil dari perjuangan antar kelompok – kelompok kepentingan , yang kemudian popular disebut sebagai “teori kelompok kepentingan” dari perubahan kelembagaan. Apabila teori naïf memfokuskan pada hasil perubahan kelembagaan dan menyatakan bahwa kelembagaan yang efisien bisa munvul secara \otomatis walaupun semu, maka teori kelompok kepentingan menekankan pada proses yang mendorong kea rah perubahan jelembagaan tersebut. Sementara itu, Hira dan Hira (2000:272) menjelaskan perubahan kelembagaan dari perspektif berbeda. Pertama, perubahan kelembagaan terjadi sebagai reaksi akibat dari faktor ekonomi baru, yang biasanya direfleksikan dengan adany aperubahan harga relative dan selera.kedua, wirausahawan (bisa organisasi maupun individu) mengeksploitasi seluruh potensi yan terdapat dalam sebuah sistem kelembagaan, yang ujung – ujungnya akan menghasilkan perubahan inovatif. Beberapa ahli ekonomi berargumentasi bahwa kelembagaan , yang eksis dalam perekonomian dan masyarakat, adalah efisien karena kelembagaan ini merupakan pencapaian potensial atau kompetisi nyata di antara alternatif kesepakatankesepakatan kelembagaan. Dalam konteks ini, tuntutan efektif terhadap perubahan kelembagaan pda dasarnya digunakan untuk mengubah (menurunkan) biaya transaksi. Perubahan kelembagaan yan dipicu secara pribadi akan terjadi jika biaya transaksi marginal berubah dan kelembagaan yang baru lebih efisien daripada kelembagaan yang lama. Menurut Davis/North (19971) dan Bromly (1989), empat haol berikut, yang melipuyi individu atau kelompok yan gberusaha mengubah kesepakatn kelembagaan atau lingkungan kelembagaan, bisa dipertimbangkan sebagai sumber perubahan (seperti dikuti oleh Birner, 1996:148-149) : 1. Perubahan harga relative dalam jangka panjang bis amendorong ke peningkatan aktivitas ekonomi tertentu atau membuat aktivitas ekonomi baru. Jika kelembagaan ekonomi yang sedang berjalan tidak cocok untuk



meningkatkan atau menciptakan aktivitas ekonomi baru, amak orang – ornag akan memilik rangsanagan untuk melakukan perubahan kelembagaan. 2. Kesempatan teknologi baru bis amenciptakan pendapatan yan gpotensial yang hany aditangkap jika kelembagaan ekonomi yan sedang berjalan dapat diubah. Sumber perubahan kelembagaan ini terkait dengan poin 1, karena perubahan harga relative dalam jangka panjang merupakan alasan utama untuk mengadopsi kesempatan teknologi baru didalam kegiatan ekonomi, misalnya I pertanian 3. Kesempatan dalam mencari rente dapat memicu kelompok kepentingan melakukan perubahan kelembagaanguna menyesuaikan sewadan redistribusi pendapatan sesuai keinginanya. Kesempatan ini bisa muncul karena terjadinya [erubahan dalam sisren ekonomi. Misalnya, munculnya perdagangan internasional bis menyebabkan munculnya perilaku mencari rente dari perusahaan – perusahaan yang terlibat dalam ekspor dan impor. 4. Perubahan dalam sikap kolektif, seperti yan ditunjukan oleh bromley (1998), bisa juga menyebabkan perubahaan kelembagaan. Bromley (1989) mengutip - sebagai contoh- sikap sosial tentan buruh anak, distribusi pendapatan , dan perbudakan . contoh selanjtnya adalah perubahan sikap kolektif mengenai proteksi lingkungan atau “hak – hak binatang” Terdapat dua faktor yang dapat dipetakan sebagai penyebab perubahan kelembagaan: permintaan dari pelaku (misalnya yenaga kerja dalm perusahaan) dan penawaran dari lembaga yang memilik otoritas spesifik. Dalam kasus pertama, seriket pekerja sering menekan pemiliki modal perusahaan untuk meningkatkan upah yag diterima atau fasilitas kesehatan sebagai imbalan atas peningkatan produktivitas perusahaan laba.pada kasus kedua, pemerintah memiliki itikad untuk memperbaiaki tingkat kesejahteraan tenaga kerja melalui penerapan tingkat upah minimum. Disamping itu, terdapat juga dua tipe perubahan kelembagaan, pertama, perubahan kelembagaan terinduksi . maksud dari perubahan kelembagaan jenis ini merujuk kepada modifikasi atau penggantian kesepakatn kelembagaan yang telah ada atau



menambahkan / menggabungkan kesepakatan kelembagaan baru yang dieksekusi, diorganisasi , dan diinisiasi secara sukarelah oleh individu atau kelompok untuk menyikapi kesempatan – kesempatan yang bisa memberikan keuntungan. Kedua,perubahan kelembagaan dipaksakan . kedua, perubahan kelembagaan dipaksaka. Perubahan : kelembagaan tipe ini sebetulnya maksudnya sama dengan yang pertama, namun dieksekusi dan diinisiasi oleh tata pemerintahan atau hokum [Lin, 1989:13; dakan Zhang, 2012:991]. Jadi, ripe perubahan kelembagaan ini hanya dibedakan oleg prosesnya yang dilakukan secara sukarela atau dipaksa oleh otoritas yang lebih kuat.