(Pesisir) Tugas Kelompok Pesisir Pemodelan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MAKALAH PENGELOLAAN LINGKUNGAN LAUT DAN PESISIR “PEMODELAN PENCEMARAN LAUT” diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Pengelolaan Lingkungan Laut dan Pesisir Oleh: Kelompok 2 Ina Safitri



(123050003)



Muhammad Al-hadad



(133050016)



Gea Alifa Amoryna



(133050017)



Nabila Sari D



(1330500)



Rista Puspita



(143050044)



Ari Rizky Darmawan



(143050010)



PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2016



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Pada mulanya orang berfikir bahwa dengan melihat luasnya lautan, maka



semua hasil buangan sampah dan sisa-sisa industri yang berasal dari aktifitas manusia di daratan seluruhnya dapat di tampung oleh lautan tanpa menimbulkan suatu akibat yang membahayakan. Bahan pencemar yang masuk ke dalam lautan akan diencerkan dan kekuatan mencemarnya secara perlahan-lahan akan diperlemah sehingga membuat mereka menjadi tidak berbahaya. Dengan makin cepatnya pertumbuhan penduduk dunia dan makin meningkatnya lingkungan industri mengakibatkan makin banyak bahan-bahan yang bersifat racun yang dibuang ke laut dalam jumlah yang sulit untuk dapat dikontrol secara tepat. Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, di mana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air laut juga sebagai tempat penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari atmosfir. Limbah tersebut yang mengandung polutan kemudian masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lainlain). Pencemaran laut merupakan suatu ancaman yang benar-benar harus ditangani secara sungguh-sungguh. Salah satu cara yang dapat membantu kegiatan pengelolaan lingkungan adalah pengumpulan dan analisis informasi yang memperlihatkan pola penyebaran pencemaran dengan melihat beban pencemar yang masuk ke perairan, serta gambaran prediksi kondisi yang akan terjadi di masa yang akan datang. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan monitoring yang kontinu. Namun kegiatan ini membutuhkan dana yang cukup besar disertai dengan penggunaan waktu



yang tidak sedikit. Walaupun mengandung kesalahan (error), model merupakan alternatif lain yang lebih murah dalam memperoleh sebaran yang terjadi, baik di masa sekarang maupun prediksinya di masa yang akan datang. 1.2



Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan pencemaran laut? 2. Apa yang dimaksud dengan pemodelan? 3. Bagaimana jenis-jenis pemodelan? 4. Bagaimana langkah-langkah dalam pembuatan pemodelan? 5. Bagaimana penerapan pemodelan pencemaran laut?



1.3



Tujuan 1. Mengetahui pengertian pencemaran laut. 2. Mengetahui pengertian pemodelan. 3. Mengetahui jenis-jenis pemodelan. 4. Mengetahui langkah-langkah dalam pembuatan pemodelan. 5. Mengetahui penerapan pemodelan pencemaran laut.



BAB II LANDASAN TEORI



2.1



Pengertian Pencemaran Laut Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia,



limbah industri, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya. Dalam sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya berbentuk partikel kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar, yang sebagian besar adalah pengurai ataupun filter feeder (menyaring air). Dengan cara ini, racun yang terkonsentrasi dalam laut masuk ke dalam rantai makanan, semakin panjang rantai yang terkontaminasi, kemungkinan semakin besar pula kadar racun yang tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak dari partikel kimiawi ini bereaksi dengan oksigen, menyebabkan perairan menjadi anoxic. Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut maupun melalui tumpahan. 2.2



Penyebab Pencemaran Laut



2.2.1



Pencemaran oleh minyak Saat ini industri minyak dunia telah berkembang pesat, sehingga kecelakaan



kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya minyak dilautan hampirtidak bias dielakkan.Kapal tanker mengangkut minyak mentah dalam jumlah besar tiap tahun. Apabila terjadi pencemaran miyak dilautan, ini akan mengakibatkan minyak mengapung diatas permukaan laut yang akhirnya terbawa arus dan terbawa ke pantai. Contoh kecelakaan kapal yang pernah terjadi : a)



Torrey canyon dilepas pantai Inggris 1967mengakibatkan 100.000 burung mati



b)



Showa maru di selat Malaka pada tahun 1975



c)



Amoco Cadiz di lepas pantai Perancis 1978



Pencemaran minyak mempunyai pengaruh luas terhadap hewan dan tumbuh tumbuhan yang hidup disuatu daerah. Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang diatas permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk membersihkannya, mereka menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan mencemari diri sendiri. Selain itu, mangrove dan daerah air payau juga rusak. Mikroorganisme yang terkena pencemaran akan segera menghancurkan ikatan organik minyak, sehingga banyak daerah pantai yang terkena ceceran minyak secara berat telah bersih kembali hanya dalam waktu 1 atau 2 tahun. 2.2.2



Pencemaran oleh logam berat Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau



lebih untuk setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam ringan. Logam berat, seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), seng (Zn), dan nikel (Ni), merupakan salah satu bentuk materi anorganik yang sering menimbulkan berbagai permasalahan yang cukup serius pada perairan. Penyebab terjadinya pencemaran logam berat pada perairan biasanya berasal dari masukan air yang terkontaminasi oleh limbah buangan industri dan pertambangan. Jenis-Jenis Industri Pembuang Limbah yang Mengandung Logam Berat : Kertas



: Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn



Petro-chemical



: Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn



Pengelantang



: Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn



Pupuk



: Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn



Kilang minyak



: Cd, Cr, Cu, Pb, Ni, Zn



Baja



: Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Sn, Zn



Logam bukan besi



: Cr, Cu, Hg, Pb, Zn



Kendaraan bermotor



: Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Sn, Zn



Semen, keramik



: Cr



Tekstil



: Cr



Industri kulit



: Cr



Pembangkit listrik tenaga uap: Cr, Zn Logam berat memiliki densitas yang lebih dari 5 gram/cm 3 dan logam berat bersifat tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat semakin terakumulasi di dalam perairan. Logam berat yang berada di dalam air dapat masuk ke dalam tubuh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Logam berat di dalam air dapat masuk secara langsung ke dalam tubuh manusia apabila air yang mengandung logam berat diminum, sedangkan secara tidak langsung apabila memakan bahan makanan yang berasal dari air tersebut. Di dalam tubuh manusia, logam berat juga dapat terakumulasi dan menimbulkan berbagai bahaya terhadap kesehatan. 2.2.3



Pencemaran oleh sampah Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung



dan terendap di lautan. 80% (delapan puluh persen) dari sampah di laut adalah plastik, sebuah komponen yang telah dengan cepat terakumulasi sejak akhir Perang Dunia II. Massa plastik di lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta metrik ton. Plastik dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya untuk satwa liar dan perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit, sesak napas, maupun termakan. Jaring ikan yang terbuat dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang di laut. Jaring ini dikenal sebagai hantu jala sangat membahayakan lumba-lumba, penyu, hiu, dugong, burung laut, kepiting, dan makhluk lainnya. Plastik yang membelit membatasi gerakan, menyebabkan luka dan infeksi, dan menghalangi hewan yang perlu untuk kembali ke permukaan untuk bernapas. Sampah yang mengandung kotoran minyak juga dibuang kelaut melalui sistem daerah aliran sungai (DAS). Sampah-sampah ini kemungkinan mengandung logam berat dengan konsentrasi yang tinggi. Tetapi umumnya mereka kaya akan bahan-bahan organik, sehingga akan memperkaya kandungan zat-zat makanan pada



suatu daerah yang tercemar yang membuat kondisi lingkungan menjadi lebih baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Aktifitas pernafasan dari organisme ini membuat makin menipisnya kandungan oksigen khususnya pada daerah estuarin. Hal tersebut akan berpengaruh besar pada kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah tersebut. Pada keadaan yang paling ekstrim, jumlah spesies yang ada didaerah itu akan berkurang secara drastis dan dapat mengakibatkan bagian dasar dari estuarin kehabisan oksigen. Sehingga mikrofauna yang dapat hidup disitu hanya dari golongan cacing saja. Jenis-jenis sampah kebanyakan termasuk golongan yang mudah hancur dengan cepat, sehingga pencemaran yang disebabkannya tidak merupakan suatu masalah besar diperairan terbuka. 2.2.4



Pencemaran oleh pestisida Kerusakan yang disebabkan oleh pestisida adalah bersifat akumulatif. Mereka



sengaja ditebarkan ke dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk mengontrol hama tanaman atau organism-organisme lain yang tidak diinginkan. Idealnya pestisida ini harus mempunyai spesifikasi yang tinggi yaitu dapat membunuh organism-organisme yang tidak dikehendaki tanpa merusak hewan lainnya, tetapi pada kenyataannya pestisida bisa membunuh biota air yang ada di laut. Beberapa pestisida yang dipakai kebanyakan berasal dari suatu grup bahan kimia yang disebut Organochloride. DDT termasuk dalam grup ini. Pestisida jenis ini termasuk golongan yang mempunyai ikatan molekul yang sangat kuat dimana molekul-molekul ini kemungkinan dapat bertahan di alam sampai beberapa tahun sejak mereka mulai dipergunakan. Hal itu sangat berbahaya karena dengan digunakannya golongan ini secara terus menerus akan membuat mereka menumpuk di lingkungan dan akhirnya mencapai suatu tingkatan yang tidak dapat ditolerir lagi dan berbahaya bagi organism yang hidup didaerah tersebut. Hewan biasanya menyimpan organochloride di dalam tubuh mereka. Beberapa organisme air termasuk ikan dan udang ternyata menumpuk bahan kimia didalam jaringan tubuhnya.



Ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke dalam jaring makanan di laut. Dalam jarring makanan, pestisida ini dapat menyebabkan mutasi, serta penyakit, yang dapat berbahaya bagi hewan laut , seluruh penyusun rantai makanan termasuk manusia. 2.2.5



Pencemaran akibat proses Eutrofikasi Peristiwa Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi,



biasanya senyawa yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan pertumbuhan tanaman yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk). Efek lebih lanjut termasuk penurunan kadar oksigen, penurunan kualitas air, serta tentunya menganggu kestabilan populasi organisme lain. Muara merupakan wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena nutrisi yang diturunkan dari tanah akan terkonsentrasi. Nutrisi ini kemudian dibawa oleh air hujan masuk ke lingkungan laut , dan cendrung menumpuk di muara. The World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia (kekurangan oksigen) wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan kejadian ini terkonsentrasi di wilayah pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai Selatan Amerika Serikat, dan Asia Timur, terutama di Jepang. Salah satu contohnya adalah meningkatnya alga merah (red tide) secara signifikan yang membunuh ikan dan mamalia laut serta menyebabkan masalah pernapasan pada manusia dan beberapa hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme mendekati ke arah pantai.



2.3



Model dan Pemodelan



2.3.1



Pengertian Model dapat diartikan sebagai penggambaran, penyederhanaan, miniatur, atau



peniruan. menjelaskan



Atau model adalah adalah rencana, representasi, atau deskripsi yang suatu



objek,



sistem,



atau



konsep,



yang



seringkali



berupa



penyederhanaan atau idealisasi. Bentuknya dapat berupa model fisik (maket, bentuk prototipe), model citra (gambar, komputerisasi, grafis dll), atau rumusan matematis.



Pemodelan merupakan salah satu cabang dari analisis ilmiah. Kegiatan pemodelan meliputi: pembuatan konsep, pengorganisasian, komunikasi, pemahaman, analisis, ujicoba pengukuran lapangan, ramalan, prediksi, peringatan dini (early warning), dan optimasi pengambilan keputusan. Sehingga Pemodelan Teknik Lingkungan adalah pengembangan keilmuan, metodologi, dan analisis logika dan model matematika untuk memecahkan permasalahan lingkungan dari pendekatan teknik dan manajemen. Karakteristik daripada Pemodelan Sistem, adalah sebagai berikut : 1. Dibuat dalam bentuk grafis dan tambahan keterangan secara tekstual. 2. Dapat diamati dengan pola top-down dan partitioned. 3. Memenuhi persyaratan minimal redundancy. 4. Dapat mempresentasikan tingkah laku sistem dengan cara yang transparan. Dari karakteristik pemodelan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa model itu dibuat dalam bentuk grafis atau bergambar sehingga dapat memudahkan customer dan dilengkapi juga dengan keterangan dari gambar atau grafis tersebut. Alur dari proses model tersebut dapat di lihat dan diamati, memenuhi syaran minimal reudansi dan yang terpenting adalah dapat mempresentasikan proses dari pada system yang dibuat dan dapat di pahami customer. Menurut Grady Booch, James Rumbaugh dan Ivar Jacobson Prinsip dari Pemodelan: 1. Memilih model apa yang di gunakan, bagaimana masalahnya dan bagaimana juga dengan solusinya. 2. Setiap Model dapat dinyatakan dalam tingkatan yang berbeda 3. Model yang terbaik adalah yang berhubungan dengan realitas. 4. Tidak pernah ada model tunggal yang cukup baik, setiap system yang baik memilik serangkaian model kecil yang independen. Prinsip pemodelan sistem tidak terlalu menitik beratkan kepada bentuk model apa untuk merancang sebuah sistem, bentuk model ini bebas, bisa menggunakan



bentuk apa saja, sesuai dengan keinginan kita, contohnya bisa berupa narasi, prototype, maupun gambar, yang terpenting adalah harus mampu merepresentasikan visualisasi bentuk sistem yang diinginkan oleh user, karena sistem akhir yagn dibuat bagi user akan diturunkan dari hasil model tersebut.



2.3.2



MACAM MODEL LINGKUNGAN Model dalam sistem lingkungan dapat di bagi menjadi dua yakni model fisik



dan model matematis. Model fisik adalah konsep model lingkungan yang dilakukan sedemikian rupa dengan skala tertentu mirip/sepadan dengan sesuatu aslinya atau berskala tertetu sesuai degan aslinya contoh model Sungai Kaligarang pada skala laboratorium. Ini berarti, model sistem lingkungan adalah tiruan dari sistem aslinya yang mana dapat dikatakan unsur tiruan yang ada pada model sistem lingkungan ada yang ditirukan dalam sistem lingkungan aslinya dan tidak sebaliknya. Model fisik ini memiliki persayaratan secara jelas karena fenomena fisik yang ada di lapangan ditransformasikan dengan skala tertentu pada suatu laboratorium maupun tempat diluar (out door). Sehingga diperoleh mendekati kenyataan sebetulnya. Model fisik adalah sistem fisik yang kelakuannya menyerupai sistem aslinya berdasarkan prinsip analogi. Tabel. 2.1 Contoh pemodelan Fisik Sistem Asli Rawa Pening Sungai Kaligarang Sumber: Jurnal Pemodelan Rekayasa Lingkungan



Model Sistem Kolam ikan Selokan



Model matematik pada sistem lingkungan adalah model yang disusun berdasarkan kriteria tertentu dapat mewakili realitas fisik yang walaupun dalam skala tertentu. Model matematik adalah sistem persamaan matematik yang hasil penyelesaiannya dinterpretasikan sebagai hasil pengamatan terhadap sistem aslinya.



Contoh : 1. Misal Fenomena Pencemaran Mikroba Sumber mikroba yang terdapat didalam air sungai berasal dari limpasan limbah rumah tangga, sampah dan limbah peternakan. Mikroba-mikroba utama yang banyak dijumpai pada badan-badan air adalah bakteri dan virus. Di perairan, mikroorganisme akan mati karena kondisi lingkungannya kurang sesuai. Kematian mikroorganisme dalam perairan hampir sama dengan penguraian zat organic, yaitu : dB = KB ………………………………………………. (1.1) dt Integrasikan persamaan (1) akan diperoleh : ln



B = - Kt …………………………………………. (1.2) BO



untuk bilangan dasar e, atau log



B = - kt ……………………………………….. (1.3) BO



untuk bilangan dasar IO, dimana : BO



= jumlah mikroorganisme semula



B



= jumlah mikroorganisme pada saat t



B/BO



= bagian mikroorganisme yang hidup



(1 - B/BO) = bagian mikroorganisme yang mati Laju penguraian kematian mikroorganisme K tergantung dari temperatur, pH, nutrien, sedimentasi dan absorpsi, serta kompetisi mikroorganisme itu sendiri. Model matematik dapat dibagi m,enjadi model numerik dan model statitistik. Model numerik (Numerical Model) adalah model prediksi yang dibuat dengan menghilangkan



variabel



tertentu



serta



melinierkan



fungsi



aljabar



untuk



mempermudah penyelesaian. Misal model Statistik Timbulan Limbah Padat Perkotaan dapat dinyatakan sebagai fungsi linier sebagai berikut :



Y  a1 X 1  a2 X 2  a3 X 3 ……………………………………………….……(1.4) keterangan : Y =besar timbulan rata-rata dalam satuan (liter/hari), a1 =kontanta timbulan untuk faktor X1 (perkembangan perkotaan) , a2 =kontanta timbulan untuk faktor X2 (Peningkatan jumlah penduduk) a3=kontanta timbulan untuk faktor X3 ( Tingkat pendapatan masyarakat), Dengan mengetahui model timbulan tersebut , kita dapat emprediksi jumlah tmbulan limbah padat (sampah) suatu kota untuk tahun tahun mendatang.



2.3.3



Tahapan Pembuatan Pemodelan Dalam pengelolaan dan perencanaan sistem lingkungan, salah satu kebutuhan



yang utama adalah untuk memprakirakan (memprediksi) kondisi-kondisi yang mungkin terjadi di masa mendatang. Namun demikian, dengan adanya interaksi yang kompleks antara variabel-variabelyang ada pada lingkungan, maka prakiraan merupakan suatu prosedur yang sulit (Beer dalam Paryono, 2003:21). Model dapat diterapkan dalam beberapa bidang sekaligus. Model dapat juga digambarkan sebagai bagian dari kehidupan modern. Model dalam beberapa variasi sederhana digunakan untuk memprediksi dan mengatur segala sesuatu, misalnya cuaca. Sebenarnya, model dapat didefinisikan sebagai suatu perwujudan yang telah disederhanakan atau suatu abstraksi dari suatu kenyataan (Demeritt dalam Jatmiko, 2007:97), sehingga model digunakan sebagai salah satu cara untuk membantu dalam memprakirakan (memprediksi) suatu kondisi. Ada banyak jenis model yang bisa dikembangkan, mulai dari model fisik, model konseptual, ataupun model matematika. Ada beberapa tahap yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam membuat model (Beer dalam Paryono, 2003:21), yaitu : 1. Perumusan dan identifikasi model yang sesuai; 2. Pemilihan atau identifikasi parameterparameter model yang sesuai dan menghubungkan (mengaitkan) menjadi satu kedalam struktur model; 3. Estimasi parameter-parameter yang memiliki peran utama dalam struktur



model; 4. Validasi model. Biasanya, dalam pemodelan ada kecenderungan untuk membuat model menjadi sedemikian kompleks, karena para pembuat model menganggap model yang baik adalah model yang rumit. Anggapan tersebut kurang benar, karena seharusnya model yang baik adalah model yang paling sederhana dan konsisten dengan tujuan studi. Ada banyak model sistem lingkungan yang dapat dibuat, tetapi tidak ada definsi atau istilah yang benar-benar tepat untuk menjelaskan jenis modelnya (Beer dalam Paryono, 2003:22).



dif inisi asumsi



mulai



penurunan persamaan



N



metode penyelesaian



N



penyusunan algoritma



chek persamaan



chek metode penyesaian



N



chek algoritma



Y chek pemprograman



pemprograman



melihat keabsahan model END



Validasi



N



Y proses simulasi



Gambar 1 : Bagan Alir Proses Pemodelan Matematis Sistem Lingkungan 2.3.4



Software Pemodelan Pencemaran Laut



Karena proses – proses yang begitu kompleks, baik perilaku polutan maupun proses penyebarannya, maka pemodelan bisa dilakukan sebagai salah satu teknik pendekatan untuk melihat proses yang dominan terjadi. Dengan kata lain, pemodelan dilakukan untuk menyederhanakan proses – proses yang begitu kompleks. Pemodelan



penyebaran polutan yang akurat akan bermanfaat untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan. Pemodelan yang akurat membutuhkan representasi yang memadai baik mengenai parameter, proses, dan kondisi batas pemodelan. Semakin banyak asusmsi yang digunakan, maka semakin mudah untuk diselesaikan, namun hasilnya menjadi kurang realistis di lapangan. Sedangkan sebaliknya, semakin kompleks model, semakin rumit dan semakin akurat hasil di lapangan. Keakuratan hasil sangat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain data – data lapangan yang valid. Beberapa software pemodelan numerik untuk perilaku penyebaran polutan atau limbah di daerah laut antara lain, Surface water Modeling System (SMS), Mike 21 by DHI dan DELFT 3D. Secara umum, kunci dari pemodelan ini adalah pemodelan hidrodinamik dan pemodelan limbah itu sendiri. Oleh karena itu, data yang diambil haruslah valid dan memenuhi kebutuhan sebagai input model. Dari ketiga software pemodelan tersebut, paling tidak harus ada beberapa data yang disiapkan, antara lain; 1.



Data Batimetri



2.



Data arus



3.



Dan Pasang surut



4.



Suhu perairan



5.



Data polutan ; konsentrasi, suhu dsb



Contoh Variabel dalam Modul Mike untuk Envirometal Analysis :



BAB III PEMBAHASAN



Pada bab ini kami akan membahas materi Pemodelan Pencemaran Laut melalui analisa sebuah studi kasus yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Oseanografi, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Berikut adalah contoh studi kasus pemodelan pencemaran lingkungan :



JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 347 - 356 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose



STUDI POLA SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DENGAN APLIKASI MODEL HIDRODINAMIKA DAN SPILL ANALYSIS MENGGUNAKAN SOFTWARE MIKE 21 DI PERAIRAN SELAT RUPAT, PROVINSI RIAU Trika Agnestasia Tarigan, Indra Budi Prasetyawan, Sri Yulina Wulandari



*)



Program Studi Oseanografi, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto, SH Tembalang, Telp/Fax.(024)7474698 Semarang 50275



Email :[email protected] ; [email protected] Abstrak Berbagai aktivitas atau kegiatan industri seperti transportasi, penyimpanan, pengolahan dan distribusi minyak yang dilakukan di sekitar wilayah Selat Rupat, Provinsi Riau rawan terhadap pencemaran tumpahan minyak.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pola sebaran tumpahan minyak mentah (crude oil), avtur dan diesel dengan pendekatan model hidrodinamika dan spill analysis menggunakan software MIKE 21.Data yang digunakan mencakup data primer dan data sekunder.Data primer yaitu data arus laut, pasang surut, dan suhu air laut.Sedangkan data sekunder yaitu data angin, batimetri, data volume fraksi minyak dan data port information.Hasil yang diperoleh menunjukkan tipe pasang surutnya pasang surut harian ganda (semi diurnal) dengan nilai bilangan Formzhal 0,2287. Pola arus didominasi oleh arus pasang surut dengan kecepatan arus maksimum berkisar 0,9286 m/s dengan arah menuju timur Selat Rupat. Pola sebaran tumpahan minyak mentah (crude oil), avtur, dan diesel saat pasang bergerak ke arah timur Selat Rupat, sebaliknya pada saat surut bergerak kearah barat Selat Rupat. Minyak mentah (crude oil) memiliki waktu pemaparan yang lebih lama yaitu + 380 jam dibandingkan waktu pemaparan minyak avtur dan diesel yaitu+ 285 jam. Kata Kunci : Tumpahan minyak, Model hidrodinamika, Spill analysis, Perairan Selat Rupat



Abstract A variety of activity of industry such as transportation, storage, processing and distribution of oil around the Rupat Strait, Province of Riau vulnerable to make a pollution of the oil spill The purpose of this study was to determine the pattern of oil spill type crude oil, avtur, and diesel in Rupat Strait Waters by hydrodynamics model and spill analysis approach using MIKE 21 software.The data which used are primary and secondary data. The primary data are current data, tidal data and sea temperature data. The secondary data are wind data,batimetri, oil fraction volume, and port information data. Based on the results, the type of tide in Rupat Strait was semi-diurnal tide with formzhal 0,2287. The condition of hydrodynamics in Rupat Strait showed that the maximum speed of current is 0,9286 m/s toward the east of Rupat Strait. The pattern of the distribution of crude oil, avtur, and diesel at the flood tide is move to the east of the Rupat Strait, otherwise at the ebb tide is move to the west of the Rupat Strait.The results of numerical simulation showed that crude oil has a longer time exposure about + 380 hour than time exposure avtur and diesel oil was+ 285 hour. Keywords :Oil spill, Hydrodynamics model, Spill analysis, Rupat Strait Waters



JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 929292 1. Pendahuluan Kegiatan eksplorasi dan produksi minyak serta lalu lintas kapal tanker yang mengangkut minyak sangat rentan menyebabkan kejadian tumpahan minyak di Perairan Indonesia (Mukhtasor, 2007). Kota Dumai, Provinsi Riau yang berbatasan langsung dengan Selat Rupat digunakan sebagai tempat penyimpanan minyak dari berbagai sumur minyak mentah di Provinsi Riau dan tempat pengolahan minyak mentah menjadi bahan bakar minyak (Bapekko Dumai, 2008 dalam Nediet al., 2011). Kegiatan transportasi, penyimpanan atau penimbunan minyak, pengolahan, dan distribusi minyak yang dilakukan di Pesisir Kota Dumai dapat menyebabkan Perairan Selat Rupat sangat rawan terhadap pencemaran minyak (Nediet al., 2011). Salah satu industri minyak dan gas (migas) yang menjadi unit pengolahan minyak di Kota Dumai adalah unit pengolahan minyak dan gas PT (Persero) PERTAMINA Refinery Unit (RU) II Dumai. Kegiatan pengolahan minyak yang dilakukan oleh PT (Persero) PERTAMINA RU II Dumai selain menerima pasokan minyak mintah dari Minas dan Duri melalui sistem perpipaan juga menerima masukan minyak mentah (crude oil) impor yang diperoleh dari laut yang diangkut oleh kapal tanker (ANDAL Pembangunan Open Access di Refinery Unit II Dumai, 2013). Penerimaan pasokan minyak mentah yang diimpor serta distribusi hasil produksi bahan bakar minyak dan non-bahan bakar minyak akan melewati proses bongkar muat minyak (loading/discharge) di area Jetty milik PT (Persero) PERTAMINA RU II Dumai. Operasi normal bongkar muat minyak yang dilakukan di area Jetty ini sangat rentan mengalami kejadian tumpahan minyak di wilayah Perairan Selat Rupat. Keanekaragaman hayati serta wilayah lingkungan laut yangdimanfaatkan nelayanuntuk mencari mata pencaharian, menjadikan Perairan Selat Rupat memiliki peran penting dari segi ekologis dan ekonomis.Pencemaran tumpahan minyak sangat beresiko terjadi di Perairan Selat Rupat sehingga dapat merusak ekosistem laut, hewan dan tumbuhan.Salah satu upaya awal yang dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan adalah mengkaji pola sebaran tumpahan minyak dengan menggunakan pendekatan model numerik. Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode numerik dapat menjadi salah satu bentuk penyelesaian berbagai jenis persoalan aliran fluida karena di dalam setiap metode ini medan aliran yang kontinu digambarkan dengan nilai-nilai diskrit pada lokasi yang telah ditentukan (Munson et al., 2002). 2. Metode Penelitian Penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu tahap survei lapangan dan tahap pemodelan numerik menggunakan software MIKE 21 modul flow model serta dilanjutkan modul particle/spill analysis. Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif (Sugiyono,2009). Penetapan lokasi penelitian dipilih secara purposive sample (Purwanto et al.,2007).Pengambilan data penelitian yang dilakukan di Perairan Selat Rupat meliputi arus, suhu air laut, dan pasang surut. Metode pengambilan data arus menggunakan metodeEuler.Pengukuran arus dilakukan dengan menggunakan Infinity AEM Current Meter yang menggunakan prinsip sistem elektromagnetik berdasarkan Hukum Faraday (Emery et al., 2007).Pengambilan data arus dilakukan selama 1 x 25 jam dengan interval waktu perekaman data setiap 10 menit. Data yang diperoleh meliputi kecepatan dan arah arus. Selain data arus, Infinity AEM Current Meter juga melakukan pengukuran suhu air laut dengan interval waktu pengukuran data setiap 10 menit. Metode pengambilan data pasang surut dengan menggunakan metode perekaman pencatatan pasang surut atau tide gauges (Emery et al., 2007). Pengambilan data pasang surut dilakukan dilakukan selama 15 hari dengan interval waktu perekaman data setiap 1 jam. Data yang diperoleh akan dikonversi menjadi fluktuasi muka air laut. 3. Hasil dan Pembahasan Pasang Surut Data pengukuran pasut pada lokasi Perairan Selat Rupat, Provinsi Riau yang dilakukan selama 15 hari tersaji pada grafik elevasi muka air laut yang ditampilkan dalam Gambar 1. Data selanjutnya dianalisa dengan menggunakan metode admiralty untuk



JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 939393 mendapatkan karakteristik parameter pasang surut yang meliputi sembilan konstanta harmonik pasang surut yaitu M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1, M4, MS4 dan tipe pasang surut Perairan Selat Rupat. Berdasarkan analisa admiralty yang telah dilakukan, didapatkan nilai konstanta harmonik yang disajikan dalam Tabel 1. Nilai elevasi rerata atau MSL 169,70 cm, elevasi tinggi atau HWL 320 cm, elevasi tertinggi atau HHWL 335,98 cm, elevasi rendah atau LWL 20 cm dan elevasi terendah atau LLWL 3,42 cm. Dari nilai bilangan Formzhal (F=0,2287) menunjukkan bahwa pasang surut di Perairan Selat Rupat bertipe pasang surut harian ganda (semi diurnal). Hal ini sesuai dengan penelitian dari Nedi et al. (2010). Uji Verifikasi Data Lapangan dan Data Peramalan Berdasarkan hasil pengamatan elevasi muka air di lapangan dengan hasil model -[ didapatkan nilai Mean Relative Error (MRE) sebesar 7,3929% yang disajikan dalam grafik pada Gambar 2. Hasil verifikasi komponen kecepatan dan arah arus dalam arah U dan V hasil pengukuran lapangan dengan hasil simulasi model diperoleh verifikasi komponen arus dalam arah U (timur- barat) sebesar 13,18% yang disajikan dalam grafik pada Gambar 3 dan komponen arus dalam arah V (utaraselatan) sebesar 12,63% yang disajikan dalam grafik pada Gambar 4. Model Numerik MIKE 21 Flow Model Berdasarkan hasil simulasi model numerik MIKE 21 modul Flow Model maka di dapatkan arah dan kecepatan arus di Perairan Selat Rupat yang tersaji pada Gambar 5, tampak bahwa pada saat pasang tertinggi arus bergerak dari utara menuju selatan dan berbelok ke arah timur Selat, sebaliknya pada saat surut terendah arus bergerak dari timur menuju barat dan berbelok ke arah utara Selat Rupat yang tersaji pada Gambar 6. Perbedaan pergerakan pola atau arah arus saat surut menuju pasang karena adanya perbedaan elevasi muka air laut. Ningsih (2002) yang menyatakan bahwa slope muka laut akan mengakibatkan gaya gradient tekanan sehingga akan menimbulkan gerakan arus dari daerah muka laut yang tinggi ke daerah muka laut yang rendah. Kecepatan arus pada kondisi purnama lebih besar dibandingkan kecepatan arus pada kondisi perbani. Pada kondisi purnama kecepatan arus maksimum mencapai 0,9286 m/s sedangkan pada kondisi perbani kecepatan arus maksimum di Perairan Selat Rupat berkisar 0,1429 m/s. Kecepatan arus tertinggi terjadi pada kondisi purnama disebabkan oleh interval elevasi yang panjang dan juga kondisi kedudukan antara bulan dan matahari sejajar dengan bumi, sehingga gaya tarik bulan dan matahari mencapai titik maksimum. Hal ini menyebabkan muka airt laut mengalami kenaikan tertingggi sehingga pergerakan arus yang disebabkan oleh pasang surut menjadi maksimal. Hadi dan Radjawane (2009) menyatakan bahwa pasang surut purnama (spring tide) terjadi arus yang kuat akibat posisi bulan paling dekat dengan bumi atau moon’s perigee, sementara pada saat pasang surut perbani (neap tide) terjadi arus yang lemah akibat posisi bulan yang paling jauh dengan bumi atau moon’s apogee terjadi arus yang lemah.



Gambar 1.Fluktuasi Pasang Surut Muka Air, Perairan Selat Rupat, Riau (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 949494



Tabel 1.Komponen-komponen Pasang Surut Perairan Selat Rupat (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 2. Grafik Verifikasi Elevasi Muka Air Lapangan dan Mo el (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 3. Grafik



Verifikasi Komponen Arus U Lapangan dengan Hasil Model (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 4. Grafik Verifikasi Komponen Arus V Lapangan dengan Hasil Model (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 5. Peta Pola Arus pada Pasang Tertinggi (Sumber : Pengolahan DataPenelitian, 2014)



Gambar 6. Peta Pola Arus pada Surut Terendah (Sumber : Pengolahan DataPenelitian, 2014) Model Numerik MIKE 21 Spill Analysis Berdasarkan hasil model numerik modul spill analysis, pola sebaran tumpahan minyak mentah (crude oil) , avtur dan diesel pada kondisi purnama dan perbani memiliki pola atau arah penyebaran yang sama. Pada kondisi pasut purnama dan pasut perbani saat pasang, pola sebaran tumpahan minyak menyebar menuju timur Selat Rupat rupat yang tersaji pada Gambar 7-9 dan Gambar 13-15, sebaliknya saat surut pola sebaran tumpahan minyak menyebar menuju ke barat Selat Rupat yang tersaji pada Gambar 10-12 dan Gambar 16-17. Pola atau arah penyebaran tumpahan minyak mentah (crude oil), avtur dan diesel mengikuti pola pergerakan arus pasang surut di Perairan Selat Rupat. Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak akan mengalami proses penting selama awal ekspose ke dalam perairan yaitu minyak akan mengalami proses penyebaran (spreading). Proses penyebaran tumpahan minyak selama berada di dalam air akan dipengaruhi oleh kondisi fisik perairan salah satunya adalah arus laut. Hadi et al. (2000) menyatakan, bahwa minyak yang tumpah ke atas permukaan air cenderung untuk menyebar kearah luar sehingga membentuk lapisan yang tipis. Kecenderungan tumpahan minyak untuk menyebar dipengaruhi oleh adanya gaya fisis. Selama awal kondisi pasut purnama hingga pasut perbani, tumpahan minyak mentah (crude oil) sudah menyebar sejauh + 29,1 km dari titik sumber tumpahan, sedangkan tumpahan minyak avtur dan diesel menyebar sejauh + 28,5 km dari titik sumber. Kecepatan mengalir minyak



mentah (crude oil) dipengaruhi oleh nilai viskositasnya yang rendah yaitu 4,05 %v/v, dibandingkan dengan nilai viskositas minyak avtur sebesar 8 %v/v dan minyak diesel 6,94 %v/v. Kecepatan penyebaran minyak yang keluar di permukaan laut tergantung pada tingkat viskositas minyak tersebut. Minyak yang viskositasnya rendah akan lebih mudah mengalir, sebaliknya jika viskositasnya tinggi, maka akan semakin sulit mengalir (Mukhtasor,2007). Sebaran lapisan minyak mentah (crude oil), avtur dan diesel di permukaan Perairan Selat Rupat memiliki ketebalan lapisan yang berbeda-beda. Ketebalan lapisan minyak yang menyebar di perairan pada prosesnya dipengaruhi oleh adanya proses pelapukan minyak seperti disolusi (kelarutan), emulsifikasi, evaporasi, dan dispersi vertikal. Proses pelapukan minyak yang terjadi pada lapisan tumpahan minyak mentah (crude oil), avtur, dan diesel diketahui berdasarkan hasil penelitian Mackay et al.(1980) yang telah memodifikasi laju penguapan minyak, laju kelarutan minyak, perubahan kandungan air di dalam minyak (emulsifikasi), dan laju dispersi minyak dari Teori Fays ke dalam formula numerik melalui persamaan matematis sehingga menghasilkan fate tumpahan minyak di perairan (Sabhan et al., 2010). Pada kondisi pasut purnama, tumpahan minyak mentah (crude oil), avtur dan diesel memperlihatkan pola penyebaran yang membentuk lintasan dan masih menyatu dengan sumber tumpahan, sedangkan pada kondisi pasut perbani sebaran tumpahan minyak memperlihatkan pola yang semakin luas dan acak di perairan. Adanya perbedaan pola saat kondisi pasut perbani dan pasut purnama dipengaruhi oleh lamanya waktu tumpahan minyak yang terjadi, volume tumpahan minyak, pengaruh arah dan kecepatan arus, serta pengaruh arah dan kecepatan angin. Waktu pemaparan (time exposure) merupakan waktu yang dituhkan minyak untuk berpindah dari satu grid ke grid yang lainnya (DHI Water and Enviroment, 2007).Berdasarkan hasil simulasi pola sebaran tumpahan minyak selama 15 hari memperlihatkan bahwa tumpahan minyak mentah (crude oil) memiliki waktu pemaparan yang lebih lama yaitu berkisar + 380 jam,dibandingkan waktu pemaparan yang dibutuhkan oleh minyak avtur dan diesel yang berkisar + 285 jam. Sabhan et al. (2010) menyatakan bahwa minyak mentah memiliki tingkat pemaparan yang lebih lama karena memiliki nilai fraksi residual yang lebih besar dibandingkan minyak avtur dan minyak diesel. Minyak mentah (crude oil) memiliki nilai fraksi residual sebesar 69,02%, sedangkan minyak avtur dan minyak diesel tidak memiliki nilai fraksi residual.



Gambar 7. Pola Sebaran Tumpahan Crude Oil pada Kondisi Purnama saat Pasang Tertinggi (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 8. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Avtur pada Kondisi Purnama saat Pasang Tertinggi (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 9. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Diesel pada Kondisi Purnama saat Pasang Tertinggi (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 10. Pola Sebaran Tumpahan Crude Oil pada Kondisi Purnama saat Surut Terendah (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 11. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Avtur pada Kondisi Purnama saat Surut Terendah (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 12. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Diesel pada Kondisi Purnama saat Surut Terendah (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 13. Pola Sebaran Tumpahan Crude Oil pada Kondisi Perbani saat Pasang Tertinggi (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 14. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Avtur pada Kondisi Perbani saat Pasang Tertinggi (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 989898



Gambar 15. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Avtur pada Kondisi Perbani saat Pasang Tertinggi (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 16. Pola Sebaran Tumpahan Crude Oil pada Kondisi Perbani saat Surut Terendah (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 17. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Avtur pada Kondisi Perbani saat Surut Terendah (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 18. Pola Sebaran Tumpahan Minyak Diesel pada Kondisi Perbani saat Surut Terendah (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 19. Waktu Pemaparan (Time Exposure) Crude Oil Selama 15 hari simulasi (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 20. Waktu Pemaparan (Time Exposure) Avtur Selama 15 hari simulasi (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 2014)



Gambar 21. Waktu Pemaparan (Time Exposure) Avtur Selama 15 hari simulasi (Sumber : Pengolahan Data Penelitian, 201 4) 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil simulasi model numerik pola sebaran tumpahan minyak dengan pendekatan model hidrodinamika dan spill analysis dapat disimpulkan bahwa pola sebaran tumpahan minyak mentah (crude oil), avtur dan diesel memperlihatkan pola penyebaran yang sama pada kondisi purnama dan kondisi perbani. Saat pasang tumpahan minyak menyebar menuju timur Selat Rupat.Sebaliknyasaat surut, tumpahan minyak menyebar menuju barat Selat Rupat.Hasil simulasi numerik selama 15 hari, memperlihatkan bahwa tumpahan minyak menyebar sejauh +38 km dari titik sumber tumpahan minyak. Luas permukaan ketebalan lapisan minyak avtur dan minyak diesel yang berkisar 105 mm285 mm memperlihatkan luas permukaan 60% lebih luas dibandingkan dengan minyak mentah (crude oil), sedangkan lapisan minyak mentah (crude oil) memiliki waktu pemaparan yang lebih lama di perairan yaitu berkisar+ 380 jam dibandingkan waktu pemaparan minyak avtur dan diesel yang berkisar + 285 jam.



I-99



I-100



BAB IV KESIMPULAN



Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. Bangsa Indonesia mempunyai pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, nilai dan norma yang terkandung di dalamnya merupakan keinginan dari bangsa Indonesia yang harus di amalkan. Pengamalan Pancasila secara subjektif akan memperkuat pengamalan Pancasila secara objektif. Pengamalan Pancasila ini harus di lakukan dalam berbagai bidang kehidupan di negara Indonesia agar Pancasila benar-benar berperan sebagaimana Fungsi dan kedudukannya dan supaya tujuan serta cita-cita bangsa Indonesia mudah terwujud. Maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan



Pancasila



sebagai



perjuangan



kemasyarakatan dan kehidupan kengaraan.



utama



dalam



kehidupan