Potensi Buah Semu Jambu Mete Sebagai Antidiare [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak jaman dahulu masyarakat telah mengenal dan menggunakan tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi. Hal ini telah dilakukan jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modern. Pengetahuan tentang tumbuhan obat merupakan warisan budaya bangsa secara turuntemurun (Muhlisah, 2002). Penyakit



infeksi



merupakan



penyakit



yang



banyak



diderita



masyarakat Indonesia sejak dahulu, diantaranya adalah infeksi usus (diare). Diare adalah suatu gejala klinis dari gangguan pencernaan (usus) yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya dan berulang-ulang dan disertai dengan adanya perubahan bentuk dan konsistensi feses menjadi lembek atau cair (Ajizah, 2004). Penyebab utama diare adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air atau terjadinya hipersekresi. Pada keadaan normal proses resorpsi dan sekresi air dan elektrolit-elektrolit berlangsung pada pada waktu yang sama di sel-sel epitel mukosa. Statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia, dan 2/3 penduduk adalah balita dengan korban meninggal 600.000 jiwa (Widjaja, 2002). Diare yang hebat dapat menyebabkan dehidrasi karena tubuh kekurangan cairan, kekurangan kalium, dan elektrolit dalam jumlah yang banyak. Dehidrasi berat akan menimbulkan kelemahan, shock, bahkan kematian terutama pada anakanak dan bayi. Pengobatan diare dapat menggunakan obat-obat kimia seperti loperamid, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping seperti nyeri abdominal, mual, muntah, mulut kering, mengantuk, dan pusing. Adanya efek samping tersebut menyebabkan masyarakat lebih memilih tanaman obat berkhasiat sebagai alternatif pengobatan (Tjay dan Rahardja, 2010).



1



Salah satu contoh tanaman yang dapat dijadikan sebagai alternatif pengobatan diare adalah jambu mete (Anacardium occidentale L.). Tanaman A. occidentale sendiri banyak tumbuh di daerah Sulawesi Tenggara (Muna) dan beberapa daerah lainnya di Indonesia dengan nama yang berbeda-beda. Jambu mete juga merupakan salah satu tanaman yang banyak digunakan sebagai obat tradisional. Semua bagian tanaman



ini



mempunyai



manfaat



dan



kasiat



yang



berbeda



(Hembing,1996). A. occidentale, jambu mete atau jambu monyet berasal dari brazil, tersebar di daerah tropik dan ditemukan pada ketinggian antara 1-1.200 m dpl. A. occidentale memiliki banyak manfaat dan dapat digunakan untuk berbagai hal mulai dari sebagai olahan makanan bergizi, dimanfaatkan dibidang industri sampai menjadi bahan obat tradisional dengan berbagai khasiat. Daun A. occidentale secara empiris memiliki khasiat sebagai antidiabetes. Selain itu daun A. occidentale



juga memiliki beberapa



khasiat lainnya diantaranya sebagai obat luka bakar, diare, penyakit kulit, hipertensi dan diabetes melitus (Sugeng, 2009). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kaneria dan Chandra (2011) juga penelitian yang dilakukan oleh Ndukwe, Awomukwu dan Ukpadi (2013) bahwa tanaman A. occidentale mengandungan senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, saponin, tanin dan flavanoid. Senyawa tanin bersifat sebagai astringent, mekanisme tanin sebagai astringent adalah dengan menciutkan permukaan usus atau zat yang bersifat proteksi terhadap mukosa usus dan dapat menggumpalkan protein. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas daun A. occidentale diduga dapat berperan sebagai antidiare, maka perlu dilakukan penelitian tentang aktivitas dari ekstrak etanol daun A. occidentale terhadap mencit yang diinduksi Salmonella typhimurium. 1.2. Rumusan Masalah Apakah ekstrak etanol daun A. occidentale memiliki aktifitas sebagai antidiare terhadap mencit yang diinduksi Salmonella typhimurium? 2



1.3. Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini hanya sampai pada uji aktivitas ekstrak etanol daun A. occidentale terhadap mencit yang diinduksi Salmonella typhimurium. 1.4. Tujuan Penulisan Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui aktivitas sebagai antidiare ekstrak etanol daun A. occidentale terhadap mencit yang diinduksi Salmonella typhimurium. 1.5.



Manfaat Penulisan



1.5.1. Manfaat Teoritis Diharapkan dapat menambah data penelitian dalam usaha pemanfaatan daun A. occidentale sebagai obat antidiare pada manusia. 1.5.2. Manfaat Praktis Dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang khasiat daun A. occidentale khususnya sebagai antidiare.



3



BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.



Deskripsi Jambu Mete (Anacardium occidentale L.) Menurut Baker (2009) jambu mete termasuk tumbuhan yang



berkeping biji dua atau juga disebut tumbuhan berbiji belah. Nama yang tepat untuk mengklasifikasikan tumbuhan ini adalah tumbuhan yang berdaun lembaga dua atau disebut juga dikotil. Jambu mete mempunyai batang pohon yang tidak rata dan berwarna coklat tua. Daunnya bertangkai pendek dan berbentuk lonjong (bulat telur) dengan tepian berlekuk-lekuk, dan guratan rangka daunnya terlihat jelas. Bunganya berwarna putih, bagian buahnya yang membesar, berdaging lunak, berair, dan berwarna kuning kemerah-merahan biasa disebut buah semu. Bagian itu bukan buah sebenarnya, tetapi merupakan tangkai buah yang membesar. Buah jambu mete yang sebenarnya biasa disebut mete (mente), yaitu buah batu yang berbentuk ginjal dengan bijinya yang berkeping dua dan terbungkus oleh kulit keras yang mengandung getah (Baker, 2009). 2.1.1. Nama Tumbuhan Nama daerah Sumatera: jambu orang dan gaju. Nama daerah Jawa: jambu mete, jambu mede dan jambu monyet. Nama daerah Bali: jambu jipang. Nama daerah Nusa Tenggara: nyambuk nyebet. Nama daerah Sulawesi: jambu sereng dan jambu dare. Nama daerah Maluku: kanoke dan buwa jaki (Wikipedia, 2014). 2.1.2. Klasifikasi Tanaman Jambu Mete Menurut Hidayat dan Estiti (1995) dalam tatanama atau sistematika (taksonomi) tanaman, jambu mete diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Sapindales 4



Famili : Anacardiaceae Genus : Anacardium Spesies : Annacardium occodentale L



Gambar 1. Buah Jambu Mete (Dokumentasi Pribadi, 2019) 2.1.3. Morfologi Tanaman Jambu Mete Pohon, tinggi 8-12 m, memiliki cabang dan ranting yang banyak. Batang melengkung, berkayu, bergetah, percabangan mulai dari bagian pangkalnya. Daun tunggal, bertangkai, panjang 4-22,5 cm, lebar 2,5 -15 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur sungsang, tepi rata, pangkal runcing, ujung membulat dengan lekukan kecil di bagian tengah, pertulangan menyirip, berwarna hijau (Yuniarti, 2008). Bunga berumah satu memiliki bunga betina dan bunga jantan, tersusun bentuk malai, keluar di ketiak daun atau di ujung percabangan. Buahnya batu, keras, melengkung. Tangkai buahnya lama kelamaan akan menggelembung menjadi buah semu yang lunak, seperti buah peer, berwarna kuning, kadang-kadang bernoda merah, rasanya manis agak sepat, banyak mengandung air, dan berserat. Biji bulat panjang, melengkung, pipih, warnanya cokelat tua (Yuniarti, 2008).



2.1.4. Kandungan Kimia 5



Kulit kayu mengandung tanin yang cukup banyak, zat samak, asam galat, dan gingkol katekin. Daun mengandung tanin, flavonol, asam anakardiol, asam elagat, senyawa fenol, kardol, dan metil kardol. Buah mengandung protein, lemak, vitamin (A,B dan C), kalsium, fosfor, besi, dan belerang. Pericarp mengandung zat samak, asam anakardat, dan asam elagat (Dalimartha, 2000). Biji mengandung 40-45% minyak dan 21% protein. Jambu mete dapat diperbanyak dengan biji, cangkokan, enten, atau okulasi. Minyaknya mengandung asam oleat, asam linoleat, dan vitamin E. Getah mengandung furufural. Asam anakardat berkhasiat bakterisidal, fungisidal, mematikan cacing dan protozoa (Dalimartha, 2000). Selain itu daun jambu mete yang masih muda mempunyai komposisi kandungan kimia seperti vitamin A sebesar 2.689 SI per 100 gram, vitamin C sebesar 65 gram per 100 gram, kalori 73 gram per 100 gram, protein 4,6 gram per 100 gram, lemak 0,5 gram per 100 gram, hidrat arang sebesar 16,3 gram per 100 gram, kalsium 33 miligram per 100 gram, fosfor 64 miligram per 100 gram, besi 8,9 gram per 100 gram, dan air 78 gram per 100 gram (Yuniarti, 2008). 2.1.5. Manfaat Tanaman Jambu Mete Kayunya dapat dijadikan bahan bangunan, peralatan rumah tangga, dan kerajinan tangan. Kulit kayunya digunakan pada industri batik atau untuk bahan penyamak. Daun muda bisa dimakan sebagai lalap (mentah atau dikukus terlebih dahulu). Buah semu rasanya sepat bisa dimakan sebagai rujak, dibuat minuman, anggur atau selai (Yuniarti, 2008). Jika sudah diolah harga biji jambu monyet cukup mahal, dikenal dengan nama kacang mete.Kulit bijinya mengandung cashew nut shell liquid (CNSL). Jika cairan tersebut mengenai mulut dapat menimbulkan peradangan. Setelah diolah, CNSL dapat digunakan untuk bahan pelumas, insektisida, pernis, plastik, dan lain-lain. Jambu monyet dapat



6



diperbanyak dengan biji, cangkokan, enten, atau okulasi (Dalimartha, 2000). 2.1.5. Defenisi Tanin Tanin adalah suatu senyawa phenolic dengan berat molekul yang cukup besar, berkisar antara 500–3000 Da, bersifat larut dalam air, banyak didapatkan pada daun, kulit, buah, kayu dan akar tanaman dan umumnya didapatkan pada vakuola-vakuola dalam jaringan. Tanin berhubungan erat dengan mekanisme pertahanan tumbuhan terhadap mamalia herbivora, burung dan serangga. Sampai dengan saat ini definisi tentang tanin masih sukar dirumuskan secara tepat (Hassan al., 2011). Tanin berfungsi sebagai pembeku protein dengan cara berikatan dengan mukosa saluran cerna sehingga mengurangi cairan yang masuk ke dalam lumen saluran pencernaan sehingga dapat di gunakan sebagai antidiare.



Gambar 2. Struktur Tanin (Arsenada, 2008) 2.1.6. Klasifikasi Tanin Tanin diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu condense tanin (CT) dan hydrolyzed tanin (HA) (Clinton, 2004). 1)



Hydrolized tanin (HA)



memiliki kemampuan astrigen lebih besar



terhadap diare disebabkan oleh iritasi. Protein tannate yang pecah akan berikatan dengan HA yang melewati intestine dan menurunkan



7



sekresi dari usus kecil sehingga menyebabkan konstipasi (Clinton, 2009). 2)



Condense Tanin (CT) mempunyai efek sebagai proteksi Condense juga dapat membantu mengembalikan keseimbangan flora di usus dengan menginduksi gamma-delta T sel yang berekpansi ke sel usus yang dapat menstimulasi sistem imun dari mukosa jaringan untuk menghambat bakteri patogen dan kanker seperti pada perbaikan sel. Condense tanin mengurangi degradasi protein di lumen intestine dengan cara berikatan dengan protein pada PH 7,5-3,5 dan akan melepas protein pada saat pH kurang dari 3,5, sehingga dapat memudahkan asam amino untuk di serap oleh tubuh, selaun itu protein tannate yang berada pada saluran pencernaan dipecah kemudian



akan



berikatan



tanin



melewati



usus



halus



yang



menimbulkan efek konstipasi (Eilif et al., 2007). Tanin tidak bekerja pada lambung, melainkan langsung pada usus (Katolen, 2004). 2.2.



Antidiare



2.2.1 Pengertian Antidiare Menurut World Health Organization (WHO) (2006) penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu tiga kali atau lebih dalam sehari yang dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah (Simatupang, 2004). Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005) diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari dua minggu atau kurang dari 14 hari. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. Sedangkan menurut Wong (2008) gangguan diare dapat melibatkan lambung dan 8



usus (Gastroenteritis), usus halus (Enteritis), kolon (Kolitis) atau kolon dan usus (Enterokolitis). Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006) menyatakan bahwa banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi : a.



Diare Tanpa Dehidrasi Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena



frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi. b.



Diare Dengan Dehidrasi Ringan (3%-5%) Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih,



kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal. c.



Diare Dengan Dehidrasi Sedang (5%-10%) Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang



kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubunubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat. d.



Diare Dengan Dehidrasi Berat (10%-15%) Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari



tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.



9



2.2.2. Klasifikasi Diare Menurut Suharyono (2008) bahwa klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari : a.



Diare Akut Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat



dan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. b.



Diare Persisten Diare



persisten



adalah



diare



yang



berlangsung



15-30



hari,merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik. c.



Diare Kronik Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama



dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari. Diare kronik adalah diare yang bersifat menahun atau persisten dan berlangsung 2 minggu lebih. 2.2.3. Patofisiologi Diare Diare akut mengakibatkan terjadinya kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau pra-renjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perfusi jaringan berkurang sehingga hipoksia danasi dosis metabolik bertambah berat; peredaran otak dapat terjadi, kesadaran menurun (soporokomatosa) dan bila tak cepat diobati, penderita dapat meninggal (Suharyono, 2008). Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah, menghentikan pemberian makanan per-oral karena takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi 10



atau bayi dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma (Suharyono, 2008). 2.2.4. Etiologi Diare Diare dapat disebabkan oleh hal-hal berikut : a.



Virus (umumnya adalah rota virus), gejalanya : berakair, berbusa, dan berbau asam.



b.



Bakteri, gejalanya berak darah dan lendir disertai sakit perut.



c.



Parasit (giardiasis), gejala berak disertai darah dan lendir, serta perut terasa mulas.



d.



Alergi susu, diare ini biasanya timbul beberapa menit atau jam setelah minum susu. Susu yang menyebabkan alergi biasanya susu sapi dan produk-produk yang terbuat dari susu sapi (Primisasiki, 2007).



e.



Obat-obatan seringkali menyebabkan diare. Agensia yang lazim menimbulkan diare meliputi laksatif, antasida, medikasi jantung (misalnya digitalis dan quinidine), colchicine dan agensia-agensia antimikrobial.



Antimikrobial



bisa



menimbulkan



diare



dengan



menyebabkan perubahan non spesifik pada flora usus atau dengan menimbulkan colitispseudomembranosa yang memerlukan terapi spesifik. Diare yang bertalian dengan penggunaan antibiotika tanpa tanda-tanda



colitispseudomembranosa



biasanya



memberikan



respon terhadap penghentian pemaparan terhadap agensia yang di timbulkan (Woodley dan Whelan,1995). f.



Makanan yang basi atau mengandung racun serta alergi terhadap makanan tertentu juga menjadi penyebab penyakit diare.



g.



Malabsorpsi, diare dapat terjadi karena gangguan absorpsi zat-zat gizi, seperti karbohidrat umumnya jenis laktosa lemak dan protein.



h.



Psikologis, faktor psikologis seperti rasa takut dan cemas/stres juga dapat menyebabkan diare (Sulistijani dan Herliyanti, 2001).



11



2.2.5. Tanda Dan Gejala Diare Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lamakelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare (Kliegman, 2006). Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006). Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Hasan dan Alatas, 1985). Menurut Fischer (2000) bahwa manifestasi klinik diare pada 1-2 hari pertama yaitu demam (diatas 38°C). Gejala diare, muntah dan demam mengakibatkan penderita mengalami dehidrasi dan kehilangan banyak elektrolit tubuh. 2.2.6. Proses Kerja Diare Bakteri masuk didalam traktus digestif, kemudian berkembang biak dan mengeluarkan toxic (enterotoxic) yang akan merangsang epitel usus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim adenil siklase. Akibat peningkatan aktivitas enzim, maka akan terjadi peningkatan CAMP atau siklik AMP (Adenosina Monofosfat Siklik). Akumulasi CAMP akan menyebabkan sekresi klorida, natrium dan air dari lumen usus masuk yang kedalam sel (Nurhalimah, 2015). Kemudian akan terjadi hiperperistaltik di usus untuk mengeluarkan cairan yang berlebih dari lumen usus halus ke usus besar. Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang atau sekresi cairan melebihi penyerapan kolon maka terjadi diare (Nurhalimah, 2015).



12



2.2.7. Mekanisme Kerja Tanin Sebagai Antidiare Menurut Tjay dan Rahardja (2010) tanin atau asam samak atau acidum tannicum bersifat mengendapkan zat putih telur dan berkhasiat adstringens, yaitu dapat meringankan diare dengan menciutkan selaput lendir usus. Ketika tanin kontak dengan membran mukosa, tanin akan bereaksi dengan protein pada mukus dan sel-sel epitel dari mukosa membentuk ikatan silang. Akibatnya mukosa menjadi lebih rapat dan kurang permeable, proses ini di kenal dengan adstingensia mampu meningkatkan proteksi membran terhadap mikroorganisme dan zat-zat iritan (Mills dan Kerry, 2000). Selain itu tanin juga mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein, karena diduga tanin mempunyai efek yang sama dengan senyawa fenolik. Efek antibakteri tanin antara lain melalui: reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik. Penghambatan pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium diduga juga disebabkan oleh mekanisme ini (Masduki, 1996).



13



BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Mei 2019. Tempat pelaksanaan penelitian di Laboratorium FMIPA Universitas Kristen Indonesia Tomohon. 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat



Alat yang digunakan dalam pembuatan ekstrak yaitu timbangan analitik, blender, spatula, rotary evaporator, gelas ukur, beaker glass, alumunium foil, kompor listrik dan thermometer, gelas arloji, pipet ukur, gelas ukur, ovenvacuum, desikator, tabung reaksi, dan jarum suntik skala 1 ml (One med). 3.2.2. Bahan



Bahan yang digunakan dalam pembuatan ekstrak adalah daun A. occidentale etanol 96% teknis, aquades, mencit jantan dengan berat badan 25-30 gram, CMC 1%, bakteri Salmonella typhimurium, dan pakan tikus. 3.3. Metode Penelitian



Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol. Pengujian efek antidiare dilakukan secara in vivo pada mencit jantan yang diinduksi bakteri Salmonella typhimurium. Pada penelitian ini juga digunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk menentukan penempatan mencit dengan penomoran dan kemudian diacak. 3.3.1. Tata Letak Percobaan Setelah



masa



aklimatisasi



berakhir,



mencit



disiapkan



untuk



pengujian ekstrak etanol daun A. occidentale sebagai antidiare. Tata letak 14



percobaan uji aktivitas ekstrak etanol daun jambu mete sebagai antidiare dapat dilihat pada gambar berikut: D2



B2



E1



A2



C1



D3



C2



C3



A1



E3



E3



D1



B1



E2



B3



Gambar 3. Tata Letak Percobaan



Keterangan : A



: Kontrol negatif



B



: Kontrol positif



C



: Ekstrak daun A. occidentale 100 mg/kg bb



D



: Ekstrak daun A. occidentale 250 mg/kg bb



E



: Ekstrak daun A. occidentale 500 mg/kg bb



3.4. Tahapan Penelitian 3.4.1. Determinasi Tanaman Determinasi ini dilakukan dengan cara mencocokkan ciri-ciri tumbuhan A. occidentale dengan pustaka yang ada. 3.4.2. Pengambilan Bahan dan Pembuatan Ekstrak Daun A. occidentale Daun A. occidentale diperoleh dari beberapa pekarangan rumah di Kelurahan Bunta 1. Daun A. occidentale dipetik pada pagi hari, bagian daun yang rusak tidak digunakan. Kemudian dicuci berulang kali pada air mengalir, lalu diangin-anginkan tanpa terkena sinar matahari, setelah itu daun A. occidentale disimpan pada suhu sejuk dalam ruangan yang bersih dan kedap udara, sehingga diperoleh daun A. occidentale yang siap diekstraksi. Proses ekstraksi diawali dengan pencucian daun A. occidentale. Dikeringkan dengan pengering kabinet suhu 60 C selama ± 2 jam. 0



Penghalusan dengan blender kering sampai menjadi serbuk. Proses 15



ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol yaitu direndam pada suhu 27 C selama 3 x 24 jam. 0



Dimana setiap 1 x 25 jam residu dan filtrat harus dipisahkan dan filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator. Penguapan pelarut dengan menggunakan rotary evaporator suhu 40 C. Masing-masing diuapkan selama ± 30 menit. 0



3.4.3. Uji Aktivitas Antidiare Secara In Vivo Sampel yang digunakan untuk uji aktivitas adalah ekstrak etanol daun A. occidentale. Terdapat lima perlakuan dengan masing-masing 3 pengulangan. 1.



Penyiapan Mencit Tahapan penelitian in vivo yaitu mencit diadaptasi lingkungan



selama 1 minggu. Mencit dipuasakan selama 60 menit sebelum penelitian. Semua mencit diberikan Salmonella typhimurium dosis 108cfu/ml secara oral sebanyak 0.4 ml / ekor mencit (kecuali kontrol positif). Kelompok 1 diberikan akuades sebanyak 0.4 ml sebagai kontrol negatif. Kelompok 2 diberikan Salmonella typhimurium dosis 108 cfu/ml sebanyak 0.4 ml sebagai kontrol positif.



2.



Uji Antidiare



Perlakuan uji antidiare dilakukan pada hewan mencit. Disiapkan 5 kelompok, masing-masing kelompok terdapat 3 ekor mencit. Kelompok 1 (K-) mencit normal tidak mengalami diare, kelompok 2 (K+) diare tanpa perlakuan, kelompok 3, 4, dan 5 yaitu diare dengan perlakuan masingmasing 100, 250, dan 500 mg/kg bb. Dan semua perlakuan dilakukan



secara oral.



16



3.



Analisis Data



Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) kemudian dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) taraf 5%. Uji antidiare menggunakan One Way Anova SPSS Versi 17.0. 4.



Diagram Alir



Pengambilan Sample



Penyiapan Hewan UJi



Identifikasi Sample



Pembuatan Simplisia Penginduksian Bakteri Salmonella typimurim



Ekstraksi



Pembagian Konsentrasi 100, 250 dan 500 mg/kg BB



Pengujian Aktifitas Antidiare nnn Pengumpulan Data Analisis Data



17