Praktikum II Maserasi C1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Tumbuhan memiliki banyak kandungan senyawa kimia yang dapat dimanfaatkan sebgai bahan obat. Terkadang, banyak penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan obat kimia melainkan dapat disembuhkan dengan obat alami dari tumbuhan. Obat-obatan tradisional saat ini banyak digunakan seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap dampak negatif penggunaan obat-obatan kimia. Banyaknya jenis tanaman obat di Indonesia masih kurang dioptimalkan dengan baik. Salah satunya yang digunakan sebagai bahan baku obat-obatan dan mudah dibudidayakan adalah temulawak. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) dipercaya memiliki khasiat obat diantaranya mengatasi gangguan aliran getah empedu, gangguan saluran cerna, sembelit, radang rahim, kencing nanah, kurang nafsu makan, kelebihan berat badan, radang lambung, cacar air, eksema, dan jerawat ( Sidik et al. 1995). Sebagai obat yang memiliki banyak khasiat, temulawak mengandung komponen kimia utama yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid pada temulawak terdiri atas dua kandungan senyawa, yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin. Khasiat temulawak dalam menyembuhkan berbagai penyakit terutama disebabkan adanya senyawa kurkumin. Kurkumin memiliki bau khas, tidak toksik, serbuk rasa pahit, dan memiliki dua bentuk tautomer, keton dan enol. Produksi temulawak Indonesia tahun 2012 mencapai 44 116 946 kg (BPS 2012) dan semakin banyak penggunaannya dalam industri pangan, obat-obatan, dan komestik. Meningkatnya produksi juga sejalan dengan peningkatan konsumsi sebagai obat tradisional pengganti obat kimia dikarenakan khasiatnya yang banyak. Komponen bioaktif kurang optimal terserap oleh tubuh apabila hanya digunakan secara tradisional, misal hanya direbus dengan air. Sebagai obat yang memiliki banyak khasiat, diperlukan cara terbaik untuk mendapatkan kurkumin dengan rendemen terbaik. Oleh karena itu ekstraksi kurkumin perlu dikembangkan dikarenakan kebutuhan akan ekstrak temulawak yang terus meningkat. Berdasarkan uraian diatas, kami ingin melakukan percobaan penarikan kandungan kimia dalam rimpang temulawak dengan metode maserasi.



1.2 Tujuan Percobaan 1



1. Mengetahui rendemen paling banyak dari metode maserasi dengan etanol 2. Mengetahui prinsip pembuatan ekstrak cair dengan metode maserasi 3. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi etanol terhadap rendemen ekstrak secara maserasi 1.3 Manfaat Penelitian Menambah wawasan, melatih keterampilan dalam melakukan ekstraksi, dan mendapatkan perbandingan ekstraksi mana yang paling baik dan menghasilkan ekstrak paling besar.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Maserasi 2.1.1 Pengertian Maserasi Maserasi merupakan cara eksrtraksi yang sederhana. Istilah maseration berasal dari bahasa laitin macere, yang artiya merendam jadi. Jadi masserasi dapat diartikan sebagai proses dimana obat yang sudah halus dapat memungkinkan untuk direndam dalam 2



mesntrum sampai meresap dan melunakan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (ansel, 1989). Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel, masuk ke dalam rongga sel, melarutkan zat aktif. 2.1.2. Prinsip Maserasi Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperature kamar terlindung dari cahaya, pelaut akan masuk kedalam sel tanaman melewati dididing sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didalam sel dengan diluar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan didalam sel dan larutan diluar sel Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15o-20o C dalam waktu selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut , melarut (Ansel, 1989). Pada umumnya maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan derajat kehalusan yang cocok, dimasukan kedalam bejan kemudian dituangi dangan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas. Pada ampas ditambah cairan penyari secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup dan dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan, sedangkan kerugiannya adalah waktu pengerjaanntya yang lama dan penyariannya kurang sempurna. Cara maserasi ini digunakan untuk pembuatan tingtur, jika ingin dibuat ekstrak, pengerjaannya dilanjutkan dengan memekatkan hasil penyarian tadi. Pemekatan dilakukan dengan cara penyulingan atau penguapan dengan tekanan rendah pada suhu 50oC sampai konsentrasi yang dikehendaki. Dalam monografi ekstrak, pembuatan ekstrak kental umumnya dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol. Satu bagian serbuk simplisia dimasukkan ke dalam maserator, ditambah 10 bagian etanol, direndam selama 6 jam sambil sesekali diaduk, 3



kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan dan proses diulangi 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap vakum hingga diperoleh ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat. Pada penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan dengna tujuan untuk meratakan konsentrasi larutan diluar serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang sekecilkecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel. Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama 2 hari untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari. 2.1.3. Modifikasi Maserasi Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya : 1. Digesti Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 400 - 500C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemnasan diperoleh keuntungan antara lain: a. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisanlapisan batas. b. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut c.



mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan berbanding terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan berpengaruhpada kecepatan difusi.



Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan. d. Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan menguap kembali ke dalam bejana. 2. Maserasi dengan Mesin Pengaduk Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam. 3. Remaserasi Cairan penyari dibagi menjadi 2. Seluruh serbuk simplisia di maserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua. 4. Maserasi Melingkar Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan



menyebar.



Dengan



cara



ini



penyari



selalu



mengalir



kembali



secara



berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya. 4



5. Maserasi Melingkar Bertingkat Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat (M.M.B), yang akan didapatkan : a.



Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali, sesuai dengan bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3 kali, jumlah tersebut dapat diperbanyak sesuai dengan keperluan.



b. Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, dilakukan penyarian dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar memberikan hasil penyarian yang maksimal c.



Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk simplisia yang baru,hingga memberikan sari dengan kepekatan yang maksimal.



2.1.3 Faktor-faktor yang berpengaruh proses ekstraksi 1. Jenis pelarut Jenis pelarut mempengaruhi senyawa yang tersari, jumlah solut yang terekstrak dan kecepatan ekstraksi. Dalam dunia farmasi dan produk bahan obat alam, pelarut etanol, air dan campuran keduanya lebih sering dipilih karena dapat diterima oleh konsumen.



2. Temperatur Secara umum, kenaikan temperatur akan meningkatkan jumlah zat terlarut ke dalam pelarut. Temperatur pada proses ekstraksi memang terbatas hingga suhu titik didih pelarut yang digunakan. 3. Rasio pelarut dan bahan baku Jika rasio pelarut-bahan baku besar maka akan memperbesar pula jumlah senyawa yang terlarut. Akibatnya laju ekstraksi akan semakin meningkat. Akan tetapi semakin banyak pelarut, proses ekstraksi juga semakin mahal. digunakan maka proses hilirnya akan semakin mahal. 4. Ukuran partikel Laju ekstraksi juga meningkat apabila ukuran partikel bahan baku semakin kecil. Dalam arti lain, rendemen ekstrak akan semakin besar bila ukuran partikel semain kecil. 2.1.4. Pelarut Yang Digunakan Dalam Metode Maserasi 5



Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Etanol dipertimbangkan seba gai penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Lemak, malam , tanin dan saponin hanya sedikit larut. Dengan demikian zat pengganggu yang terlarut hanya terbatas.



Untuk



meningkatkan



penyarian



biasanya menggunakan



campuran



etanol dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung pada bahan yang disari. 2.2. Temulawak Temulawak yang merupakan famili Zingiberaceae mengandung minyak atsiri dan kurkuminoid. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) banyak ditemukan di hutan-hutan tropis. Temulawak juga berkembang biak di tanah tegalan sekitar pemukiman, terutama pada tanah gembur, sehingga buah rimpangnya mudah berkembang menjadi besar. Bagian yang digunakan dari tanaman temulawak yaitu rimpangnya. Rimpang ini baunya harum dan rasanya pahit agak pedas. Secara tradisional rimpang temulawak dimanfaatkan untuk tujuan perbaikan pencernaan, meningkatkan nafsu makan pada anak-anak, peluruh batu empedu, pelancar ASI, pelancar pencernaan, penurun panas, peluruh batu ginjal, dan penurun kolesterol (Sudarsono et al. 1985). Di Indonesia, temulawak dikenal dengan berbagai nama daerah, misalnya koneng gede (sunda), temulawak (Sumatra dan Jawa), dan temu lobak (Madura). Menurut Sidik et al. (1995), produksi rimpang dipengaruhi oleh tempat tumbuh. Pada daerah rendah (240 m di atas permukaan laut) produksi rimpang lebih tinggi. Kadar pati di dataran rendah juga lebih tinggi dan kadar tersebut semakin berkurang pada dataran tinggi. Sebaliknya kadar minyak atsiri tertinggi diperoleh pada ketinggian 1200 m di atas permukaan laut. Pertumbuhan temulawak dipengaruhi oleh iklim, media tanam, dan ketinggian tempat. Dengan kondisi penanaman yang berbeda maka kandungan bahan aktif dari temulawak dimungkinkan juga berbeda. Menurut Wahid dan Sudiarto (1985), mutu rimpang temulawak sangat tergantung pada umur, tempat tumbuh, dan jenis tanah. 2.2.1 Kandungan Kimia



6



Temulawak Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak, selulosa, dan mineral (Ketaren 1998). Metabolit yang terdapat dalam rimpang temulawak yang menopang manfaat kesehatan antara lain kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid terdiri atas senyawa berwarna kuning kurkumin, desmetoksikurkumin (suatu zat warna kuning, turunan dari heptanoid), dan bisdesmetoksikurkumin (Stankovic 2004). Menurut



Kertia



et



al.



(2005)



pada



rimpang



temulawak



tidak



ditemukan



bisdemetoksikurkumin. Hanya pada rimpang kunyit ditemukan bisdemetoksi di dalam kurkuminoid. Sedangkan pada minyak atsiri komponen utama yaitu seskuiterpen antara lain xanthorrizol, ar-turmeron, dan alpha-phelan-dren. Menurut Sidik et al. (1995), kandungan utama temulawak digunakan sebagai sumber bahan pangan, bahan baku industri, atau bahan baku obat yang dapat dibedakan atas beberapa fraksi, yaitu fraksi pati, fraksi kurkuminoid, dan fraksi minyak atsiri. Kandungan kurkuminoid dalam rimpang temulawak kering berkisar 3.16%, sedangkan kurkumin dalam kurkuminoid rimpang temulawak sekitar 58-71 % dan desmetoksi kurkumin berkisar 29-42 %. Berikut sifat fisikokimia kurkuminoid. 2.2.2 Klasifikasi tanaman temulawak Kingdom : Plantae Divisi : Spermathophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Scitamineae Famili : Zingiberaceae Marga : Curcuma Spesies : Curcuma xanthorhiza roxb 2.2.3



Morfologi tanaman



Rimpang Rimpang induk temu lawak bentuknya bulat seperti telur, dan berukuran besar, sedangkan rimpang cabang terdapat pada bagian samping yang bentuknya memanjang. Tiap tanaman memiliki rimpang cabang antara 3 – 4 buah. Warna rimpang cabang umumnya lebih muda dari pada rimpang induk. Warna kulit rimpang sewaktu masih muda maupun tua adalah kuning-kotor. Atau coklat kemerahan. Warna daging rimpang adalah kuning atau oranye tua, dengan cita rasanya amat pahit, atau coklat kemerahan berbau tajam, serta keharumannya sedang. Rimpang terbentuk dalam tanah pada 7



kedalaman + 16 cm. Tiap rumpun tanaman temu lawak umumnya memiliki enam buah rimpang tua dan lima buah rimpang muda.



BAB III METODE PERCOBAAN



3. 1



Alat dan Bahan Alat Bejana maserasi Wadah penampung maserat Timbangan simplisia Waterbath Cawan penguap Batang pengaduk Kain saring/flannel



3. 2



Bahan Aquadest Etanol konsentrasi 50%, 70%, dan 96% Serbuk simplisia temulawak



Cara Kerja



8



1. Sebanyak 10 gr serbuk simplisia temulawak dimasukkan kedalam bejana maserasi, lalu 100 ml etanol ditambahkan ke dalamnya. 2. Bejana maserasi dikocok selama 5 menit, kemudian didiamkan selama 30 menit (setiap 5 menit diaduk berulang). 3. Maserat disaring menggunakan kertas saring dan ditampung dalam wadah penampung maserat (erlenmeyer), kemudian 100 ml etanol ditambahkan ke ampas simplisia, proses ini diulangi dua kali dan akan diperoleh maserat 1 dan 2. 4. Maserat 1 dan 2 dimasukan kedalam botol lalu dikumpulkan 3. 3



Hasil dan Pembahasan a. Hasil Kelompok C1-C2-C3 Parameter Berat Simplisia Volume Pelarut Volume Filtrat Lamanya Penguapan Berat Ekstrak Pemerian Ekstrak Bentuk Bau Warna % Rendemen b. Pembahasan Pada praktikum ini, sebanyak 10 gr serbuk simplisia kunyit di maserasi dengan volume pelarut sebanyak 200 ml yang dilakukan melalui 2 tahapan. Maserasi adalah proses penyarian sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk simplisia pada cairan penyari Pertama, sebanyak 10 gr serbuk simplisia kunyit dimasukkan ke dalam bejana maserasi lalu ditambahkan 100 ml pelarut, pelarut yang digunakan adalah etanol. Etanol digunakan karena senyawa curcumin yang bersifat nonpolar dapat larut dalam etanol yang bersifat nonpolar dibandingkan air. Karena perbedaan konsentrasi di luar dan di dalam sel, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di 9



luar sel, maka larutan yang pekat didesak keluar. Peristiwa ini terjadi berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Kemudian serbuk simplisia direndam selama 30 menit, dimana 5 menit pertama bejana maserasi dikocok terus menerus dan setelahnya bejana didiamkan sampai 30 menit. Perendaman dimaksudkan agar zat pengotor dapat mengendap sedangkan



pengadukan/pengocokan



dilakukan



untuk



meratakan



konsentrasi.



Kemudian, maserat disaring menggunakan kertas saring dan ditampung dalam wadah penampung maserat (erlenmeyer). Ampas serbuk simplisia ditambahkan pelarut kembali dengan konsentrasi dan volume yang sama, yaitu etanol sebanyak 100 ml yang bertujuan untuk melarutkan kembali senyawa analit yang tertinggal pada ampas dan mengendapkan senyawa pengotor saat perendaman kembali. Proses ini diulangi sebanyak 2 kali. Setelah maserat 1 dan 2 diperoleh dimasukan dalam botol dan dikumpulkan. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1.



Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperature kamar terlindung dari cahaya, pelaut akan masuk kedalam sel tanaman melewati dididing sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didalam sel dengan diluar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan didalam sel dan larutan diluar sel 2. Dalam metode



maserasi, konsentrasi etanol sangat mempengaruhi



berat ekstrak yang akan dihasilkan. 4.2 Saran Pada saat praktikum ekstraksi dengan cara maserasi perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut. 1.



Cara pengocokan akan mempengaruhi banyak atau tidaknya ekstrak kunyit yang



2.



dapat terlarut. Penyaringan maserat akan mempengaruhi volume akhir filtrat.



10



DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 1993 2. Anonim, Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 1985 3. Anonim, Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Volume 1, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesi, Jakarta, 2004 4. Tim Penyusun, Serial Buku Ajar Farmasi Fitokimia, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta II, 2013 5. Tim Penyusun, Buku Panduan Praktikum Fitokimia, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Jakarta II, 2013 6. Lansida Group.Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Pada Ekstraksi Bahan Alam. 2011. Aktif dari URL :http://lansida.blogspot.co.id/2011/06/faktor-faktor-yang-berpengaruhpada.html. Diakses pada tanggal 4 desember 2017 7. Damli CK, Kista D, Abdullah IN. Makalah Teknik Maserasi Pada Daun Kunyit. 2016. Aktif dari URL :http://karyatulisilmiah.com/makalah-teknik-maserasi-pada-daunkunyit. Diakses pada tanggal 4 desember 2017 8. Natanel, A. Maserasi. 2014. Aktif dari URL :https://mahasiswafarmasibicara.blogspot.co.id/2014/05/maserasi.html. Diakses pada tanggal 4 desember 2017 9. Lissundy, H. Makalah Fitokimia Metode Ekstraksi Perkolasi. 2015. Aktif dari URl :http://headwiqlissundy.blogspot.co.id/2015/12/makalah-fitokimia-metodeekstraksi.html. Diakses pada tanggal 4 desember 2017



11



12



LAMPIRAN



1. MASERASI



Alat dan bahan



Penimbangan serbuk simplisia



Simplisia diberi pelarut etanol 50% sebanyak 100 ml



vLalu didiamkan selama 30 menit sambil diaduk setiap 5 menit



Lalu diaduk Selama 6 menit



Lalu disaring 13



Filtrate 1 dan 2



14