Praktikum Manajemen Farmasi & Akuntansi Kel 6 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bagilah kelas menjadi beberapa kelompok. Lalu buatlah rangkuman mengenai cara pengadaan obat di apotek, RS Pemerintah, RS Swasta, dan jelaskan dimana letak perbedaan diantara ketiganya, serta carilah contoh 3 jenis SP obat ke distributor diatas dan lampirkan di dalam laporan.



Apotek merupakan salah satu sarana penunjang kesehatan, dimana apotek memiliki pelayanan kesehatan yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat. Pelayanan kesehatan di apotek juga mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia yang ditentukan oleh tingkat atau derajat kesehatan dari setiap manusia. Menurut



Keputusan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonesia



Nomor



1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek pasal 1, apotek adalah suatu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan mempunyai kewenangan dan Kesehatan No. 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 1 ayat 1 bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan distribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Apotek dikelola oleh seorang Apoteker Penanggung jawab Apotek (APA), yang mana untuk menjadi APA seorang apoteker harus memenuhi persyaratan, yaitu telah memiliki ijasah yang terdaftar pada Departemen Kesehatan, telah mengucapkan Sumpah/Janji Apoteker, telah memiliki STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker) dan memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) dari menteri untuk melakukan pekerjaan kefarmasian pada apotek atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Berbagai pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional, serta memberikan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) terutama dalam upaya swamedikasi (self medication) yang dilakukan oleh masyarakat merupakan wewenang atau hak dari seorang Apoteker.



Definisi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 pasal 1 ayat 13, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (PP No.51 tentang pekerjaan kefarmasian bab 1 ayat 1). Sistem Manajemen Apotek Sistem Manajemen di Apotek meliputi kegiatan pengelolaan obat yang dikenal sebagai pengelolaan logistik di apotek yaitu: perencanaan, penganggaran, pengadaan, penerimaan dan penyimpanan, penyaluran, pemeliharaan, penghapusan dan pengawasan. Pengadaan Obat di Apotek 1. Fungsi Pengadaan Fungsi pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan maupun penganggaran. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan pembelian, pembuatan, penukaran ataupun penerimaan sumbangan. Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam fungsi pengadan adalah pengadaan tersebut haruslah memenuhi syarat, yakni : a. Doelmatig, artinya sesuai tujuan/sesuai rencana, haruslah sesuai kebutuhan yang sudah direncanakan sebelumnya. b. Rechtmatig, artinya sesuai hak/sesuai kemampuan. c. Wetmatig, artinya sistem/cara pengadaannya haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku (Soerjono Seto, 2004). Salah satu metode dalam melakukan pengadaan obat adalah analisis ABC. Analisis ABC digunakan untuk menentukan persediaan obat. Analisis ABC di lakukan dengan mengklasifikasikan jenis obat menjadi 3 golongan, yaitu: 1. Golongan A ( jumlah sedikit, harga total tinggi) Contoh: vaksin, hormone, sediaan- sediaan injeksi. 2. Golongan B ( jumlah sedang, harga total sedang) Contoh: sediaan drop( eyes drop, oral drop,ear drop), sediaan inhaler/ spray 3. Golongan C ( jumlah banyak, harga total rendah) Contoh: obat- obat bebas yang sering digunakan secara swamedikasi ( obat batuk, diare, flu, sakit kepala, demam, vitamin, obat luka dll) Analisis ABC bermanfaat untuk menekan frekuensi pemesanan, mengurangi biaya total pengiriman obat dan menekan jumlah persediaan sehingga mengurangi biaya total penyimpanan di gudang ( Seto S, 2004).



a) Pengadaan Obat Narkotika dan Psikotropika Pemesanan obat golongan narkotika harus di Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma. Pemesanan ini menggunakan surat pesanan khusus model N-9 yang terdiri dari empat lembar yaitu warna putih, kuning, merah, dan biru. SP warna kuning, putih, merah diserahkan ke PBF, sedangkan SP biru digunakan sebagai arsip pembelian. Khusus untuk narkotik, satu lembar pesanan untuk satu jenis obat dan harus ditanda tangani oleh APA dengan mencantumkan nama dengan SIK, alamat, serta stempel apotek. Pengadaan obat psikotropika menggunakan surat pesanan model khusus yang dibuat rangkap dua dan ditandatangani oleh APA dimana tiap lembar surat pesanan dapat digunakan untuk memesan lebih dari satu macam obat asalkan pemesanan tersebut ditujukan untuk satu distributor atau PBF saja. Penggunaannya pada apotek harus dilaporkan setiap bulan (selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya) ke Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur BBPOM Surabaya, Kepala BPOM Propinsi Jawa Timur dan arsip apotek (Umar, 2005).



Pengadaan Obat di Rumah Sakit Pemerintah A. PENGADAAN Pengadaan



merupakan



kegiatan



yang



dimaksudkan



untuk



merealisasikan



perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain: 1. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa. 2. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS). 3. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai Nomor Izin Edar dan. 4. Expired



date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain). Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu unit di rumah sakit tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit dan pasien. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud adalah kegiatan yang menyangkut pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengelolaan perbekalan farmasi (perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pencatatan, pelaporan, pemusnahan/penghapusan), pelayanan resep, pelayanan informasi obat, konseling, farmasi klinik di ruangan. IFRS merupakan suatu organisasi pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan produk yaitu sediaan farmasi, perbekalan kesehatan dan gas medis habis pakai serta pelayanan jasa yaitu farmasi klinik (PIO, Konseling, Meso, Monitoring Terapi Obat, Reaksi Merugikan Obat) bagi pasien atau keluarga pasien. IFRS adalah fasilitas pelayanan penunjang medis, di bawah pimpinan seorang Apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan; pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit; serta pelayanan farmasi klinis (Siregar dan Amalia, 2004). Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat saat Instalasi Farmasi tutup. Pengadaan dapat dilakukan melalui: 1. Pembelian Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah: a. Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat. b. Persyaratan pemasok. c. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.



d. Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.



2. Produksi Sediaan Farmasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi sediaan tertentu apabila: a. Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran. b. Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri c. Sediaan Farmasi dengan formula khusus. d. Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking. e. Sediaan Farmasi untuk penelitian dan. f. Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru (recenter paratus). Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut. 3. Sumbangan/Dropping/Hibah Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sumbangan/dropping/hibah. Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit untuk mengembalikan/ menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit.



B. METODE PENGADAAN Terdapat banyak mekanisme metode pengadaan obat, baik dari pemerintah, organisasi nonpemerintahan dan organisasi pengadaan obat lainnya. Sesuai dengan keputusan Presiden No.18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang dan Jasa Instansi



Pemerintah, metode pengadaan perbekalan farmasi di setiap tingkatan pada sistem kesehatan dibagi menjadi 5 kategori metode pengadaan barang dan jasa, yaitu: 1. Pembelian a. Pelelangan umum Adalah metoda pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Semua pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya pada prinsipnya dilakukan dengan pelelangan umum. b. Pemilihan terbatas Yaitu pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya serta harus diumumkan minimal melalui papan pengumuman resmi untuk penerangan umum dan bila memungkinkan melalui internet, pemilihan langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp100.000.000,00. c. Penunjukan langsung Dalam hal jumlah penyedia barang/jasa yang mampu melaksanakan diyakini terbatas yaitu untuk pekerjaan yang kompleks, maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan metoda pelelangan terbatas dan diumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi dengan mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu, guna memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi. d. Penunjukkan langsung Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. 2. Swakelola 3. Produksi Kriterianya adalah obat lebih murah jika diproduksi sendiri, Obat tidak terdapat di pasaran atau formula khusus Rumah Sakit. 4. Obat untuk penelitian 5. Kerja sama dengan pihak ketiga