Premedikasi Golongan Transquilize Pada Hewan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MATA KULIAH ILMU BEDAH UMUM VETERINER “PREMEDIKASI GOLONGAN TRANSQUILIZER”



Disusun Oleh :



Margareta Dhea Sintalarosa



(1809511029)



Putu devindia Trisha Suciada



(1809511030)



Umi Reston



(1809511032)



Fazral Anshari Berutu



(1809511036)



FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2021



i



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan nikmat Nya kami dapat menyelesaikan paper tentang “Premedikasi Golongan Transquilizer”. Paper ini disusun untuk memenuhi tugas Ilmu Bedah Umum Veteriner. Penyusunan paper ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya dukungan dan partisipasi dari semua pihak. Untuk itu perkenankan kami menyampaikan rasa terima kasih kepada segenap pihak yang telah berkontribusi membantu secara maksimal dalam penyelesaian paper ini. Meski demikian, kami selaku penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan paper ini masih terdapat banyak kekurangan,baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan paper ini di kesempatan yang akan datang. Mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya saran yang membangun. Akhir kata, kami berharap semoga paper ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca khususnya masyarakat veteriner.



Denpasar, 21 Februari 2021 Hormat Kami,



Penulis



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 1 1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................... 1 1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 3 2.1 Pengertian ............................................................................................................. 3 2.2 Premedikasi Golongan Tranquilizer ........................................................................ 3 2.3 Mekanisme Kerja Obat .......................................................................................... 4 2.4 Obat Tranquilizer Yang Paling Umum Digunakan Pada Hewan ............................. 4 2.5 Efek Kerja Obat Tranquilizer……………………………………………………….10 BAB III PENUTUP .........................................................................................................14 3.1 Kesimpulan .........................................................................................................14 3.2 Saran ..................................................................................................................14 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................15



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan untuk memudahkan penanganan. Tujuan dari pemberian premedikasi yaitu untuk menenangkan hewan sehingga memudahkan penanganan, untuk relaksasi otot sehingga terjadi immobilisasi dan hiporefleksi, untuk memberikan analgesia (menghilangkan rasa sakit), untuk memperoleh induksi anestesi yang perlahan dan aman, stadium anestesi yang stabil dan pemulihan dari anestesi yang baik, dan untuk mengurangi dosis obat anestesi sehingga efek samping dapat dikurangi. Obat-obat yang bersifat sedatif dan anxiolitik berperan besar dalam meningkatkan kualitas anestesi dan pemulihan, serta meminimalisir efek samping dari obat-obat anestesi yang tidak diinginkan. Obat-obat premedikasi yang umum diberikan untuk hewan (anjing) adalah (a) tranquilliser seperti acepromazin, diazepam, midazolam, xilazin dan medetomidin, (b) narkotik seperti morfin, oksimorfon, meperidin dan (c) antikolinergik seperti atropin dan glikopirolat



1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalahnya sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud dengan Premedikasi? 2. Apa saja premedikasi Golongan Tranquilizer? 3. Bagaimana mekanisme kerja obat Golongan Tranquilizer? 4. Apa saja obat-obat Golongan Tranquilizer? 5. Bagaimana efek kerja obat Golongan Tranquilizer?



1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan penulisannya sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud dengan Premedikasi? 2. Apa saja premedikasi Golongan Tranquilizer? 3. Bagaimana mekanisme kerja obat Golongan Tranquilizer? 4. Apa saja obat-obat Golongan Tranquilizer? 1



5. Bagaimana efek kerja obat Golongan Tranquilizer?



1.4 Manfaat Penulisan Berdasarkan tujuan penulisan diatas, adapun manfaat yang dapat diperoleh sebagai berikut : 1. Memberikan informasi dan menambah wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai pengertian, golongan, mekanisme kerja, dan efek kerja obat Golongan Tranquilizer. 2. Dapat terpenuhinya tugas mata kuliah ilmu bedah umum veteriner. 3. Dapat digunakan sebagai bahan referensi tambahan bagi mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dan masyarakat luas umumnya.



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Pada umumnya persiapan anestesi diawali dengan persiapan psikologi atau mental bagi pasien yang akan diberikan anestesi. Serta pemberian obat-obatan yang dipilih untuk tujuan tertentu sebelum induksi dimulai. Kedua macam persiapan ini yang sebetulnya dinamakan premedikasi. Premedikasi adalah tindakan



awal anestesia dengan memberikan



obat-obat



pendahuluan yang terdiri dari obat-obatan golongan antikolinergik, sedative atau tranquilizer , dan analgetik. Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan untuk memudahkan penanganan. Praktik premedikasi anestesi berkembang pesat sejak penemuan eter dan klorofrom yang diperkenalkan agen anestesi general pada pertengahan abad ke 19. Dengan menggunakan opioid dan antikolinergik sebelum operasi, pasien dapat tercapai keadaan yang relaks dan yang lebih penting, mereka dapat menjalani fase induksi dengan nyaman.. Premedikasi dilakukan pada tahap persiapan prabedah. Ada dua tujuan premedikasi, yaitu: mencegah efek parasimpatomimetik dari anestesi dan reduksi kecemasan dan nyeri. 2.2 Premedikasi Golongan Tranquilizer Tranqulizer atau yang juga disebut dengan anxiolitika adalah obat yang digunakan untuk penenang, mengurangi kecemasan, ketakutan, ketegangan, agitasi, dan kondisi seperti gangguan mental. Secara garis besar golongan tranqulizer dibagi menjadi dua, yaitu : (1) Tranquilizer mayor Golongan ini merupakan agen antipsikotik atau neuroleptik. Obat ini digunakan untuk untuk mengobati keadaan gangguan mental seperti pada penderita skizofrenia dan pasien psikotik lainnya. Obat golongan ini digunakan untuk pengobatan beberapa jenis gangguan mental dan



juga



digunakan



untuk



membantu



mengatasi kecemasan atau depresi



yang parah. (2) Tranquilizer minor Golongan ini merupakan agen anti kecemasan atau aanxiolitik.



Golongan obat ini



digunakan untuk mengobati kecemasan dan ketegangan yang lebih ringan individu yang sehat 3



atau orang dengan gangguan mental yang tidak terlalu serius, serta obat inilah yang digunakan dalam premedikasi. Obat golongan traquilizer minor utama adalah benzodiazepin, di antaranya adalah diazepam (Valium),



chlordiazepoxide



(Librium),



dan alprazolam (Xanax). Obat ini



mempunyai efek menenangkan dan menghilangkan efek psikologis dari kecemasan atau ketakutan. 2.3 Mekanisme Kerja Obat Mekanisme kerja obat golongan tranquilizer minor adalah dengan meningkatkan aksi neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA), yang menghambat kecemasan dengan mengurangi transmisi impuls saraf tertentu di dalam otak. Sedangkan obat golongan tranquilizer mayor bekerja dengan mempengaruhi aksi sejumlah bahan kimia yang di otak yaitu neurotransmiter yang dibutuhkan sel otak untuk berkomunikasi satu sama lain. Dopamin adalah neurotransmitter utama yang dipengaruhi oleh obat golongan ini karena pada bagian ini berhubungan dengan perasaan dan kontrol gerakan otot. Jika bagian dari sistem dopamin menjadi terlalu aktif, akan menghasilkan halusinasi, delusi dan gangguan pikiran. Maka obat golongan ini akan mempengaruhi langsung bagian ini untuk membantu membuat rasa tenang, tanpa membuat rasa lemas atau mengantuk. 2.4 Obat Tranquilizer Yang Paling Umum Digunakan Pada Hewan Obat pra-anestesi umumnya mencakup kombinasi obat dari beberapa kategori: Antikolinergik (atropin, glikopirolat) membatasi sekresi saliva dan emesis dan membatasi atau mencegah bradikardia, terutama bradikardia yang diinduksi oleh vagal. Obat penenang fenotiazin (Acepromazine) mengurangi kecemasan (anxiolytic), menenangkan dan umumnya meningkatkan efek depresan atau analgesik sistem saraf pusat (SSP) terhadap obat anestesi lainnya. Benzodiazepin (diazepam, midazolam) menghasilkan efek anxiolytic, antikonvulsan, dan pelemas otot. α2- Agonis (xylazine, dexmedetomidine) menghasilkan sedasi, pingsan, analgesia, dan relaksasi otot tanpa menghasilkan



anestesi umum. Opioid (morfin,



butorphanol) menghasilkan analgesia; beberapa menghasilkan obat penenang. Kombinasi α2agonist atau tranquilizer dengan opioid (neuroleptanalgesia) menghasilkan ketenangan yang nyata, relaksasi otot, dan analgesia dan anestesi stadium ringan, terutama pada hewan muda atau tua. Obat pra-anestesi umumnya mencakup kombinasi obat dari beberapa kategori: Antikolinergik (atropin, glikopirolat) membatasi sekresi saliva dan emesis dan membatasi atau 4



mencegah bradikardia, terutama bradikardia yang diinduksi oleh vagal. Obat penenang fenotiazin (Acepromazine) mengurangi kecemasan (anxiolytic), menenangkan dan umumnya meningkatkan efek depresan atau analgesik sistem saraf pusat (SSP) terhadap obat anestesi lainnya. Benzodiazepin (diazepam, midazolam) menghasilkan efek anxiolytic, antikonvulsan, dan pelemas otot. α2- Agonis (xylazine, dexmedetomidine) menghasilkan sedasi, pingsan, analgesia, dan relaksasi otot tanpa menghasilkan anestesi umum. Opioid (morfin, butorphanol) menghasilkan analgesia; beberapa menghasilkan obat penenang. Kombinasi α2-agonist atau tranquilizer



dengan opioid (neuroleptanalgesia)



menghasilkan ketenangan yang nyata,



relaksasi otot, dan analgesia dan anestesi stadium ringan, terutama pada hewan muda atau tua. 2.4.1 Anxiolytic a Benzodiazepines Senyawa benzodiazepin utamanya efek sedatif melalui depresi sistem limbik, dan sifat relaksasi otot melalui penghambatan neuron internuncial di tingkat tulang belakang. Tindakan obat ini menstimulasi reseptor benzodiazepine (BZ) spesifik , dan ada sebanyak enam varian situs BZ (Doble & Martin, 1992). Interaksi ligan dengan situs BZ tidak biasa dalam tiga kategori tindakan. Agen yang meningkatkan ikatan γ amino butyric acid (GABA) dan juga arus klorida yang diinduksi GABA dianggap sebagai agonis. Lainnya mengurangi kedua pengikatan GABA dan fluks klorida yang diinduksi GABA; dikenal sebagai agonis terbalik dan diyakini bertanggung jawab atas kecemasan dan kejang juga memiliki sifat analeptik. Kelompok ketiga, antagonis sejati dari agonis dan kebalikannya agonis, mengikat tetapi tidak memiliki khasiat di situs; flumazanil adalah obat jenis ini. GABA sekarang divalidasi dengan baik sebagai salah satu dari keduanya trasmisiter asam amino penghambat utama di sistem saraf pusat, yang lainnya adalah glisin (Bloom, 1996). Glycine melakukan penghambatan fungsi ini di sumsum tulang belakang, batang otak dan retina, sedangkan GABA ditemukan di otak besar dan otak kecil. Dua jenis reseptor GABA sudaah dikenali dan kedua reseptor GABA A dan GABAB



ditemukan di situs pra- dan postsynaptic. Reseptor GABA A memiliki



setidaknya delapan interaksi situs pengikatan (Sieghart, 1992). Benzodiazepin mempotensiasi tindakan GABA di reseptor GABA A



melakukannya dengan



meningkatkan frekuensi dari pembukaan saluran Cl-. Penelitian tentang pengikatan ligan telah menunjukkan situs pengikatan afinitas tinggi untuk benzodiazepin terkait dengan GABA dan ada interaksi timbal balik antara jenis GABA dan benzodiazepin 5



mana yang masing-masing meningkatkan pengikatan agen lain. Ada korelasi antara afinitas pengikatan benzodiazepin ke situs ini dan potensi klinisnya oleh karena itu, diasumsikan bahwa ini adalah situs di mana mereka menghasilkan efek utamanya. Secara in vitro, sevoflurane



pada konsentrasi yang ditemukan dalam klinis



anastesimengaktifkan mediasi GABA A dan GABAB penghambatan di hipokampus (Hirota & Roth, 1997). Sangat sulit jika bahkan tidak mungkin untuk melakukan anestesi dengan obat benzodiazepin pada hewan sehat (Lees, 1979, 1979a), meskipun obat ini kombinasikan dengan hampir semua obat depresan saraf pusat lainnya untuk memberi anestesi. Kombinasi dengan obat-obatan seperti opioid yang mereka miliki umumnya dapat dilakukan. Pastinya bila digunakan untuk premedikasi pada dosis sub-anestesi, dilakukan dengan mengurangi dosis yang dibutuhkan untuk selanjutnya agen anestesi, tetapi jika digunakan dengan kombinasi keuntungan mereka menyebabkan efek minimal kardiovaskular dan pernapasan mungkin hilang (Dundee & Wyant, 1989). Kebanyakan benzodiazepin memiliki biovabilitas oral yang tinggi dan banyak juga dapat diberikan secara rute intramuskular dan intravena. Saat ddiberi secara intravena tidak dalam satu waktu sirkulasi; ditandai perbedaan antara individu dalam sensitivitas dan mungkin diperlukan beberapa menit untuk mendapatkan efek maksimal menjadi jelas. Metabolisme ada di hati dan di dalam banyak contoh metabolit aktif atau lebih aktif dari pada senyawa induk; tindakan cenderung berkepanjangan. Pada hewan yang fit sedasi tidak dengan sendirinya dan sifat anxiolytic dapat menyebabkan hewan menjadi tidak dapat dikendalikan fenomena yang juga dtemukan pada manusia (Dundee & Wyant, 1989). Obat ini digunakan dalam kombinasi dengan obat lain untuk menghasilkan sedasi dan analgesia perawatan intensif dan untuk melawan kejang dan halusinasi akibat ketamin. Pada hewan benzodiazepin memiliki khasiat merangsang nafsu makan (Van Miet et al., 1989). Diazepam telah digunakan secara luas untuk ini pada kucing yang menunjukkan anoreksia setelah penyakit dan dosis hingga 1 mg / kg telah diklaim berhasil dalam memulihkan nafsu makan yang normal. Namun, dalam kucing yang lemah i.v. dosis 0,05-0,1 mg / kg biasanya memadai dan dosis 0,4 mg / kg harus memadai tidak terlampaui jika sedasi dalam tidak terjadi. Dari obat benzodiazepin yang tersedia, dia- zepam, midazolam, climazolam dan zolazepam paling banyak digunakan dalam anestesi veteriner. •



Diazepam 6



Diazepam mungkin benzodiazepin yang paling banyak digunakan. Seperti semua senyawa lainnya kelompok ini, tidak larut dalam air dan larutan untuk injeksi mengandung pelarut seperti propylene glycol, etanol, dan natrium benzoat



dalam asam benzoat.



Injeksi intravena



dapat menimbulkan



trombophlebitis dan ini dianggap karena solventilasi daripada diazepam itu sendiri. Emulsi yang disiapkan khusus untuk injeksi intravena diklaim tidak menyebabkan iritasi pada vena, tetapi biovabilitas persiapan ini berkurang dibandingkan dengan formulasi lainnya. Karena masalah kelarutan diazepam tidak boleh diencerkan dengan air atau dicampur dengan larutan obat lain. Efek diazepam pada hewan peliharaan adalah tidak terdokumentasi dengan baik.



Peningkatan konsentrasi plasma tion,



ditambah



dengan



kembalinya efek klinis, terjadi 6–8 jam setelah pemberian dan diperkirakan karena daur ulang enterohepatik obat dan / atau metabolitnya (Dundee & Wyant, 1989). Premedikasi dengan diazepam mempanjang agen anestesi lain dan obat ini sangat berguna sebelum anestesi ketamin untuk mengurangi halusinasi yang mana tampaknya terkait dengan anaestesi disosiatif agen ini. Efek sedatif dan hipnotis diazepam tampak minimal atau tidak ada pada anjing yang bugar dan sehat. Penggunaan untuk hipnosis atau sebagai agen induksi ntravena tidak berhasil karena pada hewan sehat sering menyebabkan kegirangan. Pada tingkat dosis klinis diazepam memiliki tidak berpengaruh signifikan pada sirkulasi atau aktivitas pernapasan



tetapi menghasilkan



relaksasi otot karena aksinya di saraf internuncial rones. Memiliki toksisitas yang sangat rendah dan dosis besar diberikan kepada anjing untuk waktu yang lama tidak mengurangi perubahan apa pun pada fungsi hati atau ginjal. Diazepam memiliki peran penting dalam praktik kedokteran hewan dalam mengendalikan kejang. Averill (1970) merekomendasikan agar anjing berstatus epileptikus harus diberikan 5 mg dengan injjeksi intravena, diikuti jika perlu dengan 5 mg lebih lanjut, dan dosis ini 10-35 mg telah direkomendasikan untuk tujuan ini. Pada anjing dan kucing obat telah digunakan baik untuk premedikasi sebagai sebuah tindakan pencegahan dan pasca operasi untuk kejang trol yang disebabkan oleh teknologi radiografi



yang melibatkan



pengenalan kontras media ke dalam kanal tulang belakang. Kejang beracun pada kucing juga telah berhasil dirawat dengan obat ini.



7



Penggunaan diazepam sebagai premedicant, sedatif dan obat penenang kurang terdokumentasi dengan baik. Dosis oral hingga 5 mg per hari telah digunakan pada anjing untuk mengontrol masalah perilaku tanpa sedasi yang tidak diinginkan. Ini telah digunakan untuk premedikasi sebelum penggunaan ketamin pada anjing dan kuda (Short, 1981, 1981a), dan selama anaestesi untuk menghilangkan kejang yang diinduksi ketamin di kucing (Reid & Frank, 1972). Periode pasca operasi nyeri telah dikurangi oleh penggunaan yang tepat dari agen analgesik, diazepam dapat ddiberikan secara intravena dalam dosis hingga 1 mg / kg / jam untuk mengontrol kegelisahan dan memfasilitasi perawatan yang diperlukan. Diazepam sendiri belum banyak digunakan di hewan besar, pada kuda kejadian mengendurkan ototnya



mungkin terkait dengan kepanikan yang



disebabkan (Muir et al., 1982; Rehm & Schatzmann, 1984). Namun dapat digunakan sebagai bagian dari protokol anestesi umum. •



Midazolam Midazolam, (8-kloro-6 (2-flurophenol) -1 – metil- 4H imidazo (1,5-a) (1,4))



benzodiazepine



adalah sebuah senyawa yang larut dalam air



menghasilkan larutan dengan pH 3,5. Di atas nilai pH 4,0 konfigurasi molekul kimia berubah sehingga menyakitkan



di



injeksi



menjadi larut dalam lemak. Larutan berair tidak secara



intravena



dan



tidak



menyebabkan



trombophlebitis. Obat ini dimetabolisme di hati dan di manusia waktu paruhnya jauh lebih pendek dari pada diazepam sehingga kurang kumulatif dan pemulihan lebih cepat. Sifat-sifat ini telah menyebabkan keberadaannya digunakan untuk sedasi intravena dan induksi anestesi. Seperti kebanyakan benzodiazepin,



obat ini memiliki



efek minimal



pada pernapasan dan



kardiovaskular dan dalam kombinasi dengan opioid telah banyak digunakan pada manusia untuk operasi jantung (Dundee & Wyant, 1989). Meskipun literatur yang berkaitan dengan penggunaannya jarang, midazolam telah digunakan cukup luas di pasien hewan kecil, terutama dengan ketamin dalam kucing (Chambers & Dobson, 1989). Kombinasi dari midazolam (0,25 mg / kg) dan metaclopramide (3,3 mg / kg) akan menghasilkan sedasi yang baik pada babi meskipun tidak ada obat yang diproduksi khusus untuk sedasi pada hewan ini. Pada babi, midazolam (0,3 mg / kg) telah digunakan



8



secara injeksi intramuskular



dengan droperidol



(0,5 mg / kg) untuk



menghasilkan sedasi yang baik. 2.4.2 Antipsychotic a Acepromazine Acepromazine adalah obat penenang fenotiazin yang menghalangi reseptor dopamin di SSP dan menekan aktivitas



sistem retikuler, mengakibatkan sedasi.



Acepromazine juga memblokir reseptor alfa-adrenergik. Acepromazine bukanlah obat analgesik tetapi mempotensiasi efek obat analgesik, terutama opioid. Acepromazine dimetabolisme oleh hati dan dieliminasi oleh ginjal dan akibatnya lebih lama pada hewan muda. Durasi efek pada hewan dewasa biasanya 4 sampai 8 jam dan durasi aksi yang lebih lama pada neonatus dan remaja. Acepromazine menyebabkan sedasi tanpa depresi respirasi yang signifikan. Meski tekanan darah sistemik bisa berkurang akibat vasodilatasi, administrasi acepromazine juga dapat menyebabkan bradikardia yang diinduksi oleh vagal. Selain itu



acepromazine



memiliki



antiemetik,



antihistaminic,



sifat antisympathetic,



antiarrhythmic, dan antishock karena penghambatan dopaminnya pada kemoreseptor zona pemicu. Perhatian harus digunakan saat memberikan acepromazine untuk hewan yang cenderung kejang atau dengan riwayat kejang karena dapat menurunkan ambang kejang. Konsekuensi dari efek ini tetap spekulatif. Dosisnya acepromazine harus dikurangi pada neonatus atau hewan dengan insufisiensi hati yang disebabkan oleh kelambanannya metabolisme dan durasi yang berpotensi lama. Acepromazine adalah obat penenang yang aman dan efektif pada hewan muda. b Promazine Metabolit utama klorpromazin, promazin dikategorikan sebagai alifatik grup 1 fenotiazin. Sifat umum dan kegunaan terapeutiknya mirip dengan klorpromazin. Memiliki efek sedatif yang cukup, antimuskarinik



sedang dan efek samping



ekstrapiramidal. Promazine adalah antipsikotik yang relatif lemah dan oleh karena itu tidak digunakan di pengobatan psikosis, meskipun dapat digunakan sebagai tambahan jangka pendek untuk manajemen agitasi psikomotor. Promazine digunakan sebagai obat tranquilizer pada praktik kedokteran hewan, meskipun memiliki penggunaan tidak sepenuhnya disetujui pada manusia. Promazine hydrochloride berwarna putih hingga agak kuning, bubuk kristal higroskopis tidak berbau. Teroksidasi bila terkena paparan udara yang lama dan 9



berubah menjadi warna biru atau merah muda. Dapat disimpan di bawah suhu 25° C dalam wadah kedap udara dan dilindungi dari cahaya. Promazine hydrochloride tidak cocok dengan zat pengoksidasi, alkali, dan logam berat. Inkompatibilitas telah dilaporkan



dengan



aminofilin,



barbiturat,



benzilpenisilin



kloramfenikol suksinat, chlortetracycline, chlorthiazide



kalium,



natrium



sodium, dimenhydrinate ,



heparin, hidrokortison natrium suksinat, natrium nafcillin, natrium fenitoin, natrium prednisolon fosfat, dan natrium bikarbonat. Tidak disarankan bahwa promazine hydrochloride dicampur dengan suntikan lain, kecuali pethidine hidroklorida. Hu dan Curry (1989) Dollery (1999) Promazine larut dalam lemak dan mencapai konsentrasi tinggi di otak, paru-paru, hati, dan ginjal. Dapat melewati plasenta. 2.4.3 Dosis



2.5 Efek Kerja Obat Tranquilizer a. Benzodiazepines •



Diazepam Efek pada Sistem Syaraf Pusat -



Bekerja terutama pada bagian sistem limbik, talamus dan hipotalamus.



-



Menghasilkan efek menenangkan, atau menjinakkan pada hewan, tetapi kegirangan paradoksikal juga kemungkinan terjadi.



-



Kecemasan berkurang tanpa sedasi yang nyata.



-



Reseptor benzodiazepin memiliki penyebaran yang luas di otak; namun bukan pada white matter.



-



Anti-kejang.



-



Efek relaksasi otot diyakini terjadi di tingkat sumsum tulang belakang dan di pembentukan retikuler batang otak.



-



Sejumlah sistem neurotransmitter termasuk asetilkolin, glisin, serotonin, gammaamino butyric acid (GABA) mungkin terlibat dalam efek SSP yang dihasilkan oleh benzodiazepin.



-



Bisa digunakan sebagai perangsang nafsu makan pada kucing dan anjing 10



Efek kardiopulmoner -



Pada dosis klinis, efek kardiopulmoner minimal berlaku



-



Dosis IV yang tinggi dapat menyebabkan depresi pernafasan dan penurunan tekanan darah



Metabolisme dan ekskresi -



96% diazepam terikat protein



-



Diazepam



dimetabolisme



di



hati



menjadi



N-desmethyldiazepam,



3



hydoxydiazepam dan oxazepam, yang semuanya aktif secara farmakologis •



Kebanyakan metabolit melalui ekskresi ginjal.



Midazolam Efek kardiopulmoner -



Memiliki efek kardiovaskular yang mirip dengan diazepam namun lebih depresan terhadap pernapasan daripada diazepam.



Metabolisme dan ekskresi -



Mirip dengan diazepam



-



Durasi klinis midazolam lebih pendek dari diazepam, tetapi onset klinisnya efeknya lebih bisa diprediksi.



b. Phenothianzines Efek karidovaskular -



Efek samping yang diketahui adalah kecenderungan menyebabkan hipotensi karena alfa-1-adrenergik blokade.



-



Oleh karena itu, penggunaannya dikontraindikasikan pada pasien syok, hipotensi, atau anemia.



-



fenotiazin memiliki efek antiaritmia.



Efek SSP -



Derivatif fenotiazin menginduksi depresi SSP dengan mempengaruhi ganglia basalis. hipotalamus, sistem limbik, batang otak dan sistem pengaktifan retikuler.



-



Tidak memiliki efek hipnosis umum dan tidak menghasilkan analgesia 11



-



Memblokir reseptor dopamin dan aksi 5 hidroksitriptamin



-



Bekerja secara terpusat pada zona pemicu kemoreseptor serta pusat muntahan di medula untuk menginduksi antiemesis.



-



Termoregulasi tertekan



-



Efek samping



lain



menggunakannya



termasuk menurunkan



ambang kejang,



jadi hindari



pada pasien cenderung menyebabkan kejang (misalnya



myelogram).



Efek pernapasan -



Pada dosis terapeutik ada efek pernapasan yang dapat diabaikan



-



Menurunkan kecepatan, tapi ini biasanya dikompensasi dengan peningkatan volume tidal, dan volume menit dipertahankan .Dosis besar dapat menekan ventilasi.



-



Jika dikombinasikan dengan opioid dan hipnotik, fenotiazin memiliki efek aditif dan depresi pernapasan dapat terjadi.



Efek fisiologis lainnya -



Beberapa relaksasi otot rangka



-



penundaan waktu pengosongan lambung



-



Penurunan volume sel dan total protein plasma serta peningkatan volume plasma sebagai akibat dari vasodilatasi perifer dan pergeseran air ekstravaskuler ke dalam ruang vaskular



-



Penurunan suhu tubuh akibat vasodilatasi perifer, penurunan tulang tonus otot dan pusat termoregulasi tertekan



Metabolisme dan ekskresi -



Biotransformasi termasuk oksidasi, konjugasi dengan asam glukuronat di hati



-



Metabolit diekskresikan dalam urin selama beberapa hari



-



Tidak ada antagonis spesifik yang tersedia, jadi bergantung pada metabolisme dan ekskresi kapan overdosis



-



Meskipun dosis yang direkomendasikan pabrikan untuk acepromazine ditemukan di berkisar 1-2 mg / kg, dosis ini jarang diresepkan secara klinis .



12



-



Dosis klinis yang paling umum pada anjing dan kucing berkisar antara 0,01 sampai 0,1 mg / kg dan dosis yang melebihi kisaran ini hanya akan meningkatkan durasi, kejadian hipotensi tanpa banyak manfaat dalam derajat sedasi.



13



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Premedikasi adalah tindakan awal anestesia dengan memberikan obat-obat pendahuluan yang terdiri dari obat-obatan golongan antikolinergik, sedative atau tranquilizer, dan analgetik. Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan untuk memudahkan penanganan. Tranqulizer atau yang juga disebut dengan anxiolit ika adalah obat yang digunakan untuk penenang, mengurangi kecemasan, ketakutan, ketegangan, agitasi, dan kondisi seperti gangguan mental. 3.2 Saran Dengan adanya paper ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca untuk mendalami dan memahami mengenai Premedikasi Golongan Tranquilizer. Akan tetapi banyak sekali kesalahan yang mungkin terdapat dalam paper ini. Oleh karena itu, kritik dan saran kami terima untuk membenahi dan memperbaiki isi makalah ini. Terima kasih.



14



DAFTAR PUSTAKA



Aarnes, Turi K. dan Muir, William W. 2011. Pain Assessment and Management. Small Animal Pediatric. 26 : 220-232. doi.org/10.1016/B978-1-4160-4889-3.00026-7. Hall, L.W. Clarke K.W. dan Trim C.M. 2001. Veterinary Anaesthesia. Edisi 20. Harcourt Publisher : London. Keşanlı, Banu. Tranquilizers / Neuroleptics (Antipsychotics). NEPHAR 305 Pharmaceutical Chemistry I. Mangku, et al, 2010, Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi, Indeks : Jakarta



15