13 0 497 KB
PROSEDUR PEMERIKSAAN RADIOGRAFI THORAX DENGAN KLINIS CONGESTIVE HEART FAILURE DI ICU RSUD. Dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA Proposal Karya Tulis Ilmiah
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi
Diajukan Oleh : AYU WULANDARI NIM. P1337430317012
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI PURWOKERTO JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG 2020
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL
Telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan sebagai proposal Tugas Akhir pada Program Studi Diploma III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Purwokerto
Jurusan
Teknik
Radiodiagnostik
dan
Radioterapi
Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang. Nama
: Ayu Wulandari
NIM
: P1337430317012
Judul Karya Tulis Ilmiah
: “Prosedur Pemeriksaan Radiografi Thorax dengan Klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD. Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”.
Purwokerto, 23 Desember 2019 Pembimbing,
Siti Masrochah, S.Si, M. Kes NIP
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Ayu Wulandari
NIM
: P1337430317012
Judul Karya Tulis Ilmiah
: “Prosedur Pemeriksaan Radiografi Thorax dengan Klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD. Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”.
Menyatakan bahwa Tugas Akhir ini adalah karya asli penulis, apabila dikemudian hari terbukti bahwa Tugas Akhir ini tidak asli, maka penulis bersedia mendapatkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Purwokerto, 31 Desember 2019 Penulis,
(Ayu Wulandari) NIM. P1337430317012
iii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang selalu
memberikan
rahmat
dan
hidayah-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan Proposal yang berjudul “Prosedur Pemeriksaan Radiografi Thorax dengan Klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”. Penyusunan
Proposal
ini
dimaksudkan
sebagai
syarat
untuk
menyelesaikan Pendidikan Diploma III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Purwokerto
Jurusan
Teknik
Radiodiagnostik
dan
Radioterapi
Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang. Pada penyusunan Proposal ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari pembimbing serta bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Marsum, BA. S.PD, MPH, Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
2. Ibu Fatimah,
S.ST,
M.Kes,
Ketua
Jurusan
Program
Studi
Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
3. Bapak Ardi Soesilo Wibowo, ST., M.Si, Ketua Program Studi Diploma III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Purwokerto Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
4. Ibu Siti Masrochah, S.Si, M. Kes, selaku dosen pembimbing penyusunan proposal
5. Seluruh radiografer dan staf di Instalasi Radiologi RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
6. Seluruh dosen pengajar serta staf Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan iv
Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang 6. Teman-teman angkatan X Prodi D-III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Purwokerto Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam proposal ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan proposal ini. Penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menambah wawasan bagi pembaca.
Purwokerto, 26 Desember 2019
Penulis
v
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i ......................................................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................ii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ........................................................iii KATA PENGANTAR.........................................................................................iv DAFTAR ISI .....................................................................................................vi DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................viii DAFTAR TABEL...............................................................................................ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...............................................................................1 B. Rumusan Masalah .........................................................................4 C. Tujuan Penelitian ...........................................................................4 D. Manfaat Penelitian .........................................................................5 E. Keaslian Penelitian .......................................................................6 Y BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ..........................................................................8 1. Anatomi Thorax ....................................................................8 a. Bony Thorax...................................................................8 b. Sistem respiratori ............................................................9 c. Mediastinum .................................................................10 2. Patologi Congestive Heart Failure .......................................10 a. Pengertian CHF..............................................................10 b. Jenis CHF .....................................................................11 c. Faktor penyebab CHF ...................................................12 d. Gejala CHF ...................................................................13 e. Pemeriksaan CHF .........................................................14 3. Pemeriksaan Radiografi Thorax ..........................................15 a. Prosedur Pemeriksaan Thorax ......................................15 1) Persiapan pemeriksaan ........................................15 2) Teknik Pemeriksaan Thorax ...................................16 4. Penyelengaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU).......21 a. Ruang lingkup pelayanan ICU .......................................21 b. Peralatan emergency ICU .............................................21 c. Indikasi masuk dan keluar ICU.......................................23 5. Proteksi Radiasi .................................................................24 vi
a. b. c. d.
Definisi proteksi radiasi ..................................................24 Prinsip proteksi radiasi ..................................................24 Proteksi radiasi eksternal ..............................................27 Peralatan proteksi radiasi ..............................................28
B. Pertanyaan Penelitian ...............................................................30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ........................................................................32 B. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................32 C. Subyek Penelitian .....................................................................32 D. Metode Pengumpulan Data ......................................................33 E. Pengolahan dan Analisis Data ..................................................34 F. Alur Penelitian ...........................................................................35 DAFTAR PUSTAKA JADUAL TENTATIF KEGIATAN PENELITIAN INSTRUMEN PENELITIAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bony Thorax ...........................................................................9 Gambar 2.2 Paru – Paru dan Mediastinum ...............................................10 Gambar 2.3 Posisi pasien proyeksi AP supine .......................................... 18 Gambar 2.4 Posisi pasien proyeksi AP semierect.......................................18 Gambar 2.5 Posisi pasien proyeksi PA erect..............................................19 Gambar 2.6 Posisi pasien proyeksi lateral erect.........................................20
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai Batas Dosis ....................................................................... 26
ix
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Thorax tersusun atas tulang dan tulang rawan. Thorax berupa sebuah rongga berbentuk kerucut, di bawah lebih lebar daripada di atas dan di belakang lebih panjang dari ada di depan. Sebelah belakang thorax dibentuk oleh dua belas thorakalis, di depan oleh sternum dan di samping oleh dua belas pasang iga, yang melingkari badan mulai belakang tulang belakang sampai ke sternum di depan (Pearce, 2017) Pemeriksaan thorax merupakan pemeriksaan radiografi yang paling sering dilakukan. Pemeriksaan radiografi thorax dilakukan untuk melihat struktur anatomi dan kelainan pada rongga thorax untuk membantu menegakkan diagnosa. Persiapan pasien untuk pemeriksaan radiografi thorax meliputi, melepaskan semua benda logam dari daerah dada dan leher, termasuk pakaian dengan kancing, kait, atau benda apapun yang akan tervisualisasikan pada hasil radiograf sebagai bayangan (artefak). Jalur monitor oksigen atau elektrokardiogram harus dipindahkan dengan hati – hati ke sisi yang lebih memungkinkan. Semua objek radioopak harus dipindahkan dengan hati – hati dari bagian radiograf yang penting untuk mencegah artefak mengganggu kualitas gambaran diagnostik.
Instruksi
pernapasan sangat penting dalam pemeriksaan radiografi thorax karena setiap gerakan dada atau paru – paru yang terjadi selama eksposi mengahasilkan gambaran yang kabur pada radiograf. Pemeriksaan thorax harus diambil dengan insiprasi penuh yaitu saat paru – paru mengembang secara penuh (Bontager, 2018).
1
2
Pemeriksaan radiografi thorax sering kali dilakukan di ruang Intensive Care Unit (ICU) karena keterbatasan pasien untuk mobilisasi dan ketergantungan pada penggunaan alat penunjang seperti ventilator, jadi untuk melakukan pemeriksaan radiologi harus menggunakan x- ray mobile untuk menjangkau pasien dan meminimalisir pergerakan . (Wisnubrata, 2013). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di rumah sakit, Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan tersebut. Pemeriksaan Radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure merupakan pemeriksaan thorax yang paling sering dilakukan di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Menurut Hoetama dan Hermawan (2015), Congestive Heart Failure atau biasa disebut CHF adalah suatu kondisi ketidakmampuan jantung memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh. Diagnosis CHF ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang ditimbulkan akibat patofisiologi
yang
mendasarinya
pemeriksaan
penunjang
seperti
3
ekokardiografi, elektrokardiografi, radiologi dan laboratorium juga membantu dalam penegakkan diagnosis CHF. Standar Operasional Prosedur pemeriksaan thorax di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga adalah pemeriksaan harus segera dilakukan, Pasien Antero Posterior (AP) supine yaitu pasien tidur terletang di atas brankard, tangan lurus disamping tubuh, ukuran kaset 35 x 35 atau 35 x 43 cm, Focus Film Distance (FFD) 150 – 180 cm, sinar vertical tegak lurus kaset, Mid Sagital Plane (MSP) setinggi thorakal 7, kVp 50 – 55, mAs 8 – 16 mAs tanpa grid. Berdasarkan pengalaman penulis selama melakukan praktek kerja lapangan di RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga, prosedur pemeriksaan thorax dengan klinis Congestive Heart Failure (CHF) di ICU yaitu menyiapkan peralatan berupa mobile x – ray, kaset ukuran 35 x 43 cm, dan apron. Pasien yang sudah terpasang alat emergency supine di atas bed, kedua tangan lurus di samping tubuh, arah sinar tegak lurus, dengan FFD sebesar 150 cm, faktor eksposi yang digunakan adalah 52 kV dan 12,5 mAs. Sebelum melakukan eskposi, radiografer memastikan agar peralatan emergency yang terpasang ditubuh pasien tidak menganggu gambaran radiograf yaitu dengan cara
meminta kepada petugas ICU untuk
mengaturnya. Pada saat melakukan eksposi, radiografer hanya menggunakan apron dan menjauh beberapa meter dari sumber karena tidak adanya tabir dan petugas ICU yang lain masuk ke salah satu ruangan di ICU yang jauh dari sumber, dan jarak pasien dengan pasien lain yang ada di dalam ruang ICU cukup berdekatan. Tidak dilakukan aba – aba pernafasan untuk pasien.
4
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkaji permasalahan tesebut dan mengangkatnya menjadi proposal karya tulis ilmiah dengan judul “PROSEDUR PEMERIKSAAN RADIOGRAFI THORAX DENGAN KLINIS CONGESTIVE HEART FAILURE DI ICU RSUD. Dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA”. B. RUMUSAN MASALAH Dari
paparan
latar
belakang
diatas
maka
penulis
dapat
menarik
permasalahan yang akan dibahas dalam proposal karya tulis ilmiah ini, yaitu: 1. Bagaimana prosedur pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga? 2. Bagaimana peralatan emergency pada pemeriksaan radiografi
thorax
dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ? 3. Bagaimana pengaturan eskposi pada pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ? 4. Bagaimana upaya proteksi yang dilakukan untuk pasien sekitar pada pemeriksaan
radiografi
thorax
di
ICU
RSUD
Dr.
R.
Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga ? C.
TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian Karya Tulis Ilmiah ini adalah: a. Mengetahui prosedur pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
5
b. Mengetahui peralatan emergency pada pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga c. Mengetahui pengaturan eskposi pada pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga d. Mengetahui upaya proteksi yang dilakukan untuk pasien sekitar pada pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Dapat menambah kepustakaan, informasi, wawasan dan referensi bagi pembaca untuk meneliti lebih dalam lagi mengenai prosedur pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis congestive heart failure di ICU. 2. Manfaat Praktis Membantu pelaksanaan radiologi dalam hal ini pemeriksaan radiologi di ICU dan radiografer pada khususnya mengenai prosedur pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis congestive heart failure di ICU.
6
E. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian dengan judul Prosedur Pemeriksaan Radiografi Thorax dengan Klinis Congestive Heart Failure Di ICU Rsud. Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga yang belum pernah diangkat dalam karya tulis ilmiah sebelumnya. Adapun penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan prosedur pemeriksaan thorax dilakukan oleh: 1. Syari, 2015 dengan judul “Teknik Pemeriksaan Radiografi Thorax pada Kasus Multiple Trauma di Instalasi Radiologi IGD Prof. Dr. Hasan Sadikin Bandung”. Pada penelitian ini membahas mengenai teknik pemeriksaan radiografi thorax pada kasus multiple trauma menggunakan teknik pemeriksaan radiografi thorax wide view, yaitu menggunakan proyeksi AP tampak kedua shoulder. Perbedaannya adalah peneliti membahas mengenai prosedur pemeriksaan radiografi thorax pada klinis Congestive Heart Failure, waktu, dan tempat pengambilan datanya. 2. Wijiastuti, 2017 dengan judul “Prosedur Pemeriksaan Radiografi Thorax Pada Pediatrik dengan Klinis Demam Berdarah Dengue di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus”. Pada penelitian ini membahas mengenai teknik pemeriksaan radiografi thorax pada kasus demam berdarah dengue hanya menggunakan proyeksi PA tanpa menggunakan proyeksi PA dengan posisi LLD. Perbedaannya adalah peneliti membahas mengenai prosedur pemeriksaan radiografi thorax pada klinis Congestive Heart Failur, waktu, dan tempat pengambilan datanya.
7
3. Pratama, 2019 dengan judul “Prosedur Pemeriksaan Radiografi Thorax
Pada
Klinis
Metastase
Ca
Mammae
Di
Instalasi
Radiodiagnostik Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung”. Pada penelitian ini membahas mengenai teknik pemeriksaan radiografi thorax pada klinis metastase ca mamae hanya menggunakan proyeksi PA. Perbedaannya
adalah
peneliti
membahas
mengenai
prosedur
pemeriksaan thorax pada klinis Congestive Heart Failure, waktu, dan tempat pengambilan datanya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Anatomi Thorax Thorax adalah bagian tubuh yang terletak di antara leher dan perut. Anatomi radiografi thorax dibagi menjadi tiga bagian: Bony Thorax, sistem pernapasan, dan mediastinum. a. Bony Thorax Bony Thorax adalah bagian dari sistem kerangka yang terdiri dari tulang yang berfungsi untuk melindungi bagian – bagian dada yang berhubungan dengan sistem pernapasan dan sirkulasi darah. Visera thorax adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan bagian dada yang terdiri dari paru – paru dan organ thorax yang terletak di mediastinum. Pada aspek anterior, bony thorax terdiri dari sternum (tulang dada), yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian atas adalah manubrium, bagian tengah adalah body of sternum, dan bagian bawah adalah xiphoid. Pada aspek superior, bony thorax terdiri dari 2 tulang klavikula yang menghubungkan sternum dengan 2 tulang scapula, 12 pasang tulang rusuk yang melingkari dada, dan 12 ruas tulang belakang pada aspek posterior. (Bontrager, 2018)
8
9
Keterangan : A : Klavikula B : Skapula C : Tulang Rusuk D : Vertebra Torakal Sternum : E : Prosesus xipoid F : Korpus Sternum G : Manubrium
Gambar 2.1 Bony Thorax (Bontrager, 2018)
b. Sistem Respiratori Respirasi adalah pertukaran zat gas antara udara yang kita hirup dan aliran darah. Sistem pernapasan terdiri dari bagian – bagian tubuh yang dilalui udara saat bergerak dari hidung dan mulut ke paru – paru. Empat bagian umum dari sistem perapasan adalah faring, trakea, bronkus, dan paru – paru. Struktur penting dari sistem pernapasan adalah diafragma yang berubah bentuk, yang merupakan otot utama inspirasi. Setiap setengah dari diafragma disebut hemidiaphragm. Saat kurva diafragma bergerak ke bawah, itu meningkatkan volume rongga dada. c. Mediastinum Bagian medial thorax diantara paru – paru disebut mediastinum. Empat struktur penting yang terletak di mediastinum adalah kelenjar timus, jantung dan pembuluh darah besar, trakea, dan kerongkongan. (Bontrager, 2018)
10
Keterangan : A: Pembuluh darah besar B : Kelenjar Timus C : Jantung D : Costophrenic angle E : Diafragma F : Bagian Bawah Paru G : Fisura H : Apex I : Kelenjar Tiroid J : Trakea ` Gambar 2.2 Paru – paru dan mediastinum (Bontrager, 2018)
2. Patologi Congestive Heart Failure a. Pengertian Congestive Heart Failure (Abata, 2014) Congestive Heart Failure atau biasa disebut CHF adalah keadaan jantung yang tidak dapat memompa darah secara maksimal agar dapat disalurkan secukupnya ke seluruh tubuh yang memerlukan. Akibatnya darah bisa masuk ke paru – paru atau bagian tubuh lainnya. Ini tersebab laju darah yang dipompa keluar dari jantung lebih lambat daripada laju darah yang kembali ke jantung melalui pembuluh vena , menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam jaringan.
Biasanya keadaan ini
disebabkan oleh penyakit lainnya, seperti penyakit arteri koroner (pembuluh darah yang mensuplai darah ke jantung), infark miokard yang sudah lewat atau penyakit katup jantung. b. Jenis CHF (Abata, 2014)
11
Dalam gagal jantung kita mengenal akan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri. Berikut mekanisme gagal jantung tersebut : 1) Gagal jantung kiri Dalam hal ini ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru sehingga terjadi peningkatan tekanan sirkulasi paru mengakibatkan cairan terdorong ke jaringan paru. Tanda – tanda bila mengalami gagal jantung kiri yaitu : a) Dispnoe, batuk, mudah lelah, takikardia, cemas, gelisah. Dispnoe karena adanya penimbunan cairan dalam alveoli, ini biasa terjadi saat istirahat/aktivitas. b) Orthopnoe ialah kesuliatn bernafas saat berbaring, biasanya yang terjadi malam hari. c) Batuk kering/produktif, yang sering adalah batuk basah disertai bercak darah. d) Mudah lelah, hal ini diakibatkan curah jantung berkurang dan menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan
sisa
hasil
katabolisme,
juga
meningkatnya energy yang digunakan. e) Gelisah dan cemas akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan/kesulitan bernafas. 2) Gagal jantung kanan Hal ini karena sisi jantung kanan tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga dapat mengakomodasi darah secara normal kembali dari sirkulasi
12
vena.
Manifetasi
klinis
yang
Nampak
adalah
edema
ektremitas, penambahan berat badan, hepatomegaly, distensi vena
leher,
asites
(penimbunan
cairan
dalam
rongga
peritoneum), anoreksia, mual, muntah, nokturia dan lemah. Oedema ini mulai dari kaki dan tumit, bertahap ke atas tungkai dan paha akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah.
c. Faktor Penyebab CHF (Abata, 2014) Orang
yang
menderita
gagal
jantung
kongestif
memperlihatkan gejala yang khas seperti pembengkakan di tungkai kaki atau pergelangan kaki, sesak nafas dan kelelahan ketika mengerahkan tenaga. Kondisi ini dapat mempengaruhi kedua sisi jantung atau hanya sisi kiri jantung. Gagal jantung kongestif dapat bersifat kronis (sedang berlangsung) atau akut (gejala yang muncul tiba – tiba). Banyak proses – proses penyakit dapat mengganggu efisiensi memompa dari jantung untuk menyebabkan gagal jantung kongestif. Penyebab yang paling umum dari gagal jantung kongestif adalah : 1) Disfungsi miokard (kegagalan myocardial) 2) Beban tekanan berlebihan – pembebanan sistolik (sistolik overload) 3) Beban volume berlebihan – pembebanan distolik ( distolik overload)
13
4) Peningkatan kebutuhan metabolik – peningkatan kebutuhan yang berlebihan 5) Demand overload 6) Gangguan pengisian (hambatan input) 7) Penyakit arteri koroner 8) Hipertensi 9) Penyalahgunaan alkohol yang berkepanjangan 10)
Penyakit – penyakit dari klep – klep jantung
d. Gejala CHF (Abata, 2014) Gejala – gejala dari CHF bervariasi pada setiap individu, menurut sistem dan kekuatan organ tertentu, dimana ketika organ yang amat diperlukan itu mengalami kelemahan, maka akan mempengaruhi kelemahan kinerja otot jantung. Diantara gejala yang terdeteksi : 1) Gejala awal dari CHF adalah kelelahan. Sementara kelelahan adalah indicator yang sensitif dari kemungkinan CHF yang mendasarinya, ini jelas gejala yang tidak spesifik yang mungkin dipengaruhi oleh kondisi yang berlainan. 2) Kemauan
untuk
berolahraga
mungkin
juga
berkurang.
Sebagian pasien mungkin tidak merasakan kekurangan aktivitas ini, mungkin tanpa sadar mengurangi aktivitas itu berkaitan tersebut.
keterbatasannya
karena
mengidap
penyakit
14
3) Ketika tubuh terisi cairan dari CHF, pembengkakan (edema) dari pergelangan – pergelangan kaki dan kaki atau perut mungkin terjadi. 4) Cairan besar kemungkinan mengganggu paru – paru, dengan demikian menyebbakan sesak napas, terutama selama olahraga dan ketika berbaring rata. Pada bebrapa kejadian, pasien terbangun di malam hari, karena kesulitan menghirup udara. 5) Acapkali tidak bisa tidur dengan normal 6) Buang air kecil meningkat, terutama pada malam hari, karena terpengaruh air pada pada tubuh yang tidak terproses secara maksimal. 7) Akumulasi dari cairan dalam hati dan usus, seringkali menyebabkan mual, nyeri perut, dan nafsu makan berkurang. 8) Gejala yang lain, sepertii batuk kronis, darah di dalam dahak, kehilangan selera makan, kelelahan, kemampuan untuk berolahraaga
yang
berkurang
memiliki
perasaan
yang
subyektif dari denyut yang tidak normal dan tidak teratur atau cepat,
jantung
berdebar,
menderita
arritmia,
menderita
asites,pembengkakan pada mata kaki, tungkai kaki, perut, pertambahan berat badan secara tiba – tiba dari retensi cairan, rasa sakit di dada dan sesak napas. e. Pemeriksaan CHF (Abata, 2014) Pemeriksaan
penunjang
dalam
penyakit gagal jantung kongestiv adalah :
menegakkan
diagnose
15
1) Laboratorium Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal jantung telah menganggu fungsi organ lain seperti hati dan ginjal. 2) Radiologi/Rontgen Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya didapatkan bayangan hili paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke tepi berkurang, lapangan paru bercak – bercak Karena edema paru, pembesaran jantung, cardio thoragic ratio (CTR) meningkat, distensi vena paru. 3) Pemeriksaan EKG Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer jantung (iskemik, hipertrofi ventrikel, gangguan irama) dan tanda – tanda faktor pemicu akut (infark miocard, emboli paru).
3. Pemeriksaan Radiografi Thorax a. Prosedur pemeriksaan thorax Menurut
Bontrager
(2018),
prosedur
pemeriksaan
radiografi thorax yaitu sebagai berikut : 1)
Persiapan pemeriksaan a) Persiapan pasien Persiapan pasien untuk pemeriksaan radiografi thorax yaitu
melepaskan
menimbulkan
semua
bayangan
benda-benda kabur
ataupun
yang
dapat
menganggu
gambaran dari daerah dada dan leher, termasuk baju
16
dengan kancing, kaitan, rajutan atau semua benda yang dapat
menggangu
gambaran
pada
radiograf.
Untuk
meyakinkan bahwa semua objek telah dilepaskan dari dada, prosedur biasanya adalah meminta kepada pasien untuk melepas semua pakaian atas termasuk bra, kalung atau benda lain disekitar leher. Kemudian pasien memakai baju yang disediakan oleh pihak rumah sakit. b) Perisapan Alat Persiapan alat yang digunakan yaitu gonadshield, seperangkat
pesawat
sinar-X,
image
receptor,
grid,
menampakan
patologi
yang
diafragma
dan
processing unit dan printer. 2) Teknik Pemeriksaan Thorax a)
Proyeksi Antero Posterior (AP) (1) Indikasi klinis Proyeksi mencakup
ini
daerah
paru-paru,
mediastinum. Untuk
menentukan
air-fluid
level
(pleural
effusion) maka dilakukan dengan posisi pasien tegak dan arah
sinar-X horizontal, seperti pada proyeksi
Postero Anterior (PA) dan decubitus. (2) Faktor teknik (a) Minimum Source Image Dsitance (SID) 72 inch (183 cm) untuk semierect (jika memungkinkan).
17
(b) Kaset 35 x 43 cm melintang atau membujur dan menggunakan Grid. (c) KV yang digunakan 110 sampai 125 kV. (3) Proteksi radiasi yaitu letakan pelindung (gonad shield) pada jaringan yang sensitif terhadap radiasi dan di luar area yang akan di foto. (4) Posisi pasien (a) Pasien supine di brankar jika memungkinkan tempat tidur pasien (brankar) di naikan agar pasien berada pada posisi semierect. (b) Putar bahu pasien ke depan dengan memutar lengan ke arah medial atau internal. (5) Posisi objek (a) Posisikan Image Receptor (IR) di belakang pasien, bagian atas IR berada 4-5 cm diatas shoulder. (b) Pastikan
pertengahan
pasien
berada
pada
pertengahan Central Ray (CR) dan IR, kemudian koreksi kembali dengan melihat pasien dari bagian atas dan samping posisi tube. (6) Arah sinar Arah sinar-X yaitu ke arah caudad dengan tegak lurus ke arah long axis sternum (±5 o caudad) setinggi T7 atau
8 sampai 10 cm dibawah jugular notch,
kemudian expose pada saat full inspirasi kedua dan tahan nafas.
18
Gambar 2.3 Posisi pasien proyeksi AP supine (Bontrager, 2018)
Gambar 2.4 Posisi pasien proyeksi AP semierect (Bontrager, 2018) b) Proyeksi Postero Anterior (PA) 1)
Posisi pasien Pasien erect atau duduk tegak, dagu diangkat,
bersandar pada IR, tangan di pinggul bawah, telapak tangan menghadap keluar, bahu diputar ke atas melawan IR untuk memungkinkan skapula bergerak ke lateral dari bidang paru-paru, bahu ditekan ke bawah untuk memindahkan klavikula di bawah apex. 2) Posisi objek Sejajarkan bidang midsagittal pasien dengan CR dan dengan garis tengah IR dengan margin yang sama antara sisi lateral thorax dan sisi IR, pastikan tidak ada rotasi pada thorax dengan menempatkan bidang midcoronal sejajar dengan IR, naikkan atau turunkan
19
CR dan IR sesuai kebutuhan ke level T7 (Bagian atas IR kira-kira 4 − 5 cm di atas bahu rata-rata pasien). 3)
Central Ray (CR), Central Point (CP), dan FFD CR horizontal tegak lurus terhadap IR dan berpusat ke bidang midsagital selevel T7 (18 − 20 cm) di bawah vertebra prominens atau ke sudut inferior skapula pasien. FFD yang digunakan adalah 183 cm.
Gambar 2.5 Posisi pasien proyeksi PA erect (Bontrager, 2018) 4)
Kolimasi Mencakup seluruh bidang thorax pada keempat sisinya (Batas atas bidang yang diterangi harus setinggi vertebra prominens dan batas lateral harus ke pinggiran kulit luar).
5)
Respirasi Expose dilakukan pada akhir inspirasi penuh kedua. Catatan: Untuk pasien hiperstenik dan berdada luas, letakkan IR ukuran 35x43 cm (14x17 inci) pada posisi landscape. c)
Proyeksi lateral 1) Posisi pasien
20
Pasien tegak, sisi kiri dekat dengan IR, kecuali pasien mengeluh pada sisi kanan (dalam hal ini, lakukan
lateral
kanan
jika
protokol
departemen
menyertakan opsi ini), tumpuan berat badan sama rata pada kedua kaki, lengan diangkat di atas kepala, dagu ke atas. 2)
Posisi objek Pusatkan pasien dengan CR dan IR di bagian
anterior dan posterior thorax, posisi pasien dalam posisi true lateral (bidang koronal tegak lurus dan bidang sagital sejajar dengan IR), turunkan CR dan IR sedikit dari PA jika diperlukan. 3) Central Ray (CR), Central Point (CP), dan FFD CR horizontal tegak lurus, diarahkan ke mid thorax pada level T7 (3 − 4 inci [7,5 hingga 10 cm] di bawah level jugular notch)
Gambar 2.6 Posisi pasien proyeksi Lateral erect (Bontrager, 2018)
21
4) Kolimasi Mencakup keempat sisi bidang paru-paru (batas atas bidang terang ke tingkat vertebra prominens). 5) Respirasi Expose dilakukan pada akhir inspirasi penuh kedua.
4. Penyelengaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) Menurut Menkes RI (2010), Pedoman
Pelayanan Intensive
Care Unit (ICU), yaitu meliputi : a. Ruang Lingkup Pelayanan ICU Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU adalah sebagai berikut: 1) Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari; 2) Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan pelaksanaan spesifik problema dasar. 3) Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenic. 4) Memberikan
bantuan
psikologis
pada
pasien
yang
kehidupannya sangat tergantung pada alat/mesin dan orang lain. b. Peralatan Emergency ICU
22
Peralatan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas sangat membantum kelancaran pelayanan. Berikut ini adalah ketentuan umum mengenai peralatan :Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU dan harus sesuai dengan beban kerja ICU, disesuaikan dengan standar yang berlaku. 1) Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untuk keamanan alat. 2) Peralatan dasar meliputi: a) Ventilasi mekanik. b) Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas. c) Alat hisap. d) Peralatan akses vaskuler. e) Peralatan monitor invasif dan non-invasif. f) Defibrilator dan alat pacu jantung. g) Alat pengatur suhu pasien. h) Peralatan drain thorax. i) Pompa infus dan pompa syringe. j) Peralatan portable untuk transportasi. k) Tempat tidur khusus. l) Lampu untuk tindakan. m) Continous Renal Replacement Therapy. 3) Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisa dan lain-lain) untuk prosedur diagnostik dan atau terapi khusus hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi dan untuk mendukung fungsi ICU.
23
c. Indikasi Masuk dan Keluar ICU ICU mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat. Pelayanan ICU diperuntukkan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien
yang
sakit
kritis.
Tujuan
dari
pelayanan
adalah
memberikan pelayanan medik tertitrasi dan berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan. Pasien sakit kritis meliputi : 1) Pasien-pasien
yang
secara
fisiologis
tidak
stabil
dan
memerlukan dokter, perawat, profesi lain yang terkait secara terkoordinasi dan berkelanjutan, serta memerlukan perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan pengawasan yang ketat dan terus menerus serta terapi titrasi; 2) pasien-pasien yang dalam bahaya mengalami dekompensasi fisiologis sehingga memerlukan pemantauan ketat dan terus menerus serta dilakukan intervensi segera untuk mencegah timbulnya
penyulit
yang
merugikan.
Sebelum
pasien
dimasukkan ke ICU, pasien dan/atau keluarganya harus mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai dasar pertimbangan mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di ICU, serta tindakan kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama pasien dirawat di ICU. Penjelasan tersebut diberikan oleh Kepala ICU atau dokter yang bertugas. Atas penjelasan tersebut pasien dan/atau keluarganya dapat menerima/menyatakan persetujuan untuk dirawat di ICU.
24
Persetujuan dinyatakan dengan menandatangani formulir informed consent.
5. Proteksi Radiasi a. Definisi Proteksi Radiasi Menurut PERKA BAPETEN (2011), Proteksi Radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat Paparan Radiasi. b. Prinsip Proteksi Radiasi (Rasad, 2015) Untuk mencapai tujuan proteksi dan keselamatan dalam pemanfaatan diperlukan prinsip utama proteksi radiasi. Kerangka konseptual
dalam
prinsip
proteksi
radiasi
ini
terdiri
atas
pembenaran (justifikasi), optimisasi proteksi, dan pembatasan dosis. 1) Pembenaran (justifikasi) Suatu pemanfaatan harus dapat dibenarkan jika menghasilkan keuntungan bagi satu atau banyak individu dan bagi masyarakat terpajan untuk mengimbangi kerusakan radiasi yang ditimbulkannya.
Kemungkinan
dan
besar
pajanan
yang
diperkirakan timbul dari suatu pemanfaatan harus diperhitungkan dalam proses pembenaran. Pajanan medik, sementara itu, harus mendapat
pembenaran
dengan
menimbang
keuntungan
diagnostik dan terapi yang diharapkan terhadap kerusakan radiasi yang mungkin ditimbulkan. Keuntungan dan risiko dari teknik lain yang tidak melibatkan pajanan medik juga perlu diperhitungkan.
25
2) Optimisasi Dalam kaitan dengan pajanan dari suatu sumber tertentu dalam
pemanfaatan,
proteksi
dan
keselamatan
harus
dioptimisasikan agar besar dosis individu, jumlah orang terpajan, dan kemungkinan terjadinya pajanan ditekan serendah mungkin (ALARA,
as
low
as
reasonably
achievable),
dengan
memperhitungkan faktor ekonomi dan sosial, dan dengan pembatasan bahwa dosis yang diterima sumber memenuhi penghambat dosis., tujuan optimisasi adalah untuk melindungi pasien. Dosis harus dioptimisasikan konsisten dengan hasil yang diinginkan
dari
pemeriksaan
atau
pengobatan,
dan
risiko
kesalahan dalam pemberian dosis dijaga serendah mungkin. 3) Pembatasan dosis Nilai batas dosis (NBD) adalah dosis terbesar yang diizinkan yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir. Prinsip pembatasan dosis tidak diberlakukan pada kegiatan intervensi (kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghindari terjadinya atau kemungkinan terjadinya pajanan radiasi) mengingat dalam pelaksanaan kegiatan ini melibatkan banyak pajanan radiasi yang tidak dapat dielakkan. Nilai Batas Dosis (NBD) yang saat ini berlaku diberikan pada Tabel 2.1 Nilai pada aplikasi dosis efektif adalah NBD
26
untuk penyinaran seluruh tubuh, dan dimaksudkan untuk mengurangi peluang terjadinya efek stokastik. Sedang nilai pada aplikasi dosis ekivalen tahunan adalah NBD untuk penyinaran organ atau jaringan tertentu, dan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya efek deterministik pada organ atau jaringan tersebut.
Tabel 2.1 Nilai Batas Dosis (Hiswara, 2015) Aplikasi
Pekerja radiasi
Dosis efektif
Masyarakat umum 1 mSv per tahun2
20 mSv per tahun, dirata-ratakan selama 5 tahun1 Dosis ekivalen tahunan pada: Lensa mata Kulit Tangan dan kaki
Keterangan :
20 mSv 500 mSv 500 mSv
15 mSv 50 mSvh
27
1 Dengan ketentuan tambahan bahwa dosis efektif tidak melampaui 50 mSv dalam satu tahun tertentu. Pembatasan lebih lanjut berlaku untuk pajanan kerja bagi wanita hamil. 2 Dalam keadaan khusus, nilai dosis efektif yang lebih tinggi dapat diijinkan dalam satu tahun, asal rata-rata selama 5 tahun tidak melebihi 1 mSv per tahun.
28
c. Proteksi Radiasi Eksternal (Hiswara, 2015) Proteksi radiasi eksternal adalah upaya proteksi terhadap segala macam sumber radiasi yang berada di luar tubuh manusia, dan dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau beberapa teknik berikut, yaitu membatasi waktu pajanan, memperbesar jarak dari sumber, dan menggunakan penahan radiasi. 1)
Waktu pajanan Pembatasan waktu pajanan untuk mengurangi bahaya radiasi eksternal didasarkan pada asumsi bahwa untuk suatu laju dosis yang konstan, dosis serap total sebanding dengan lamanya pajanan. Atau, Dengan demikian, jika harus bekerja pada medan radiasi yang tinggi, pembatasan waktu pajanan harus dilakukan agar perkalian laju dosis dengan waktu pajanan tidak melebihi NBD yang berlaku yaitu 20 mSv.
2) Jarak dari sumber Untuk suatu sumber radiasi gamma berbentuk titik, atau jika jarak dari sumber gamma lebih dari sepuluh kali dimensi linier sumber yang terbesar, variasi laju dosis dengan jarak diberikan secara sederhana sebagai: dengan dan adalah laju dosis di titik 1 dan 2, dan dan adalah jarak dari sumber di titik 1 dan 2. Rumusan sederhana ini disebut sebagai hukum kebalikan jarak pangkat dua. 3) Penahan radiasi Penahan sinar-X terdiri atas dua kategori, yaitu penahan sumber dan penahan struktur. Penahan sumber biasanya
29
disediakan oleh pembuat pesawat sinar-X dalam bentuk penahan timbal dimana tabung pesawat ditempatkan. Sedang penahan struktur dirancang untuk melindungi bahaya akibat berkas langsung sinar X, radiasi bocor dan radiasi hamburnya. Penahan struktur untuk melindungi bahaya akibat berkas langsung disebut sebagai penahan radiasi primer, sedang penahan radiasi bocor dan hambur disebut sebagai penahan radiasi sekunder. Dalam merancang penahan struktur ini digunakan konsep nilai batas dosis dalam perhitungannya. Nilai batas dosis yang digunakan bergantung pada ruangan atau daerah dibalik penahan. Jika ruangan dibalik penahan digunakan untuk staf, maka nilai batas dosis yang digunakan adalah 20 mSv per tahun, atau untuk keperluan perhitungan praktis dengan proses optimisasi proteksi menjadi 0,1 mGy per minggu. Sedang jika daerah dibalik penahan digunakan oleh masyarakat umum, maka nilai batas dosis yang digunakan adalah 1 mSv per tahun, atau untuk keperluan perhitungan praktis menjadi 0,02 mGy per minggu.
d. Peralatan Proteksi Radiasi Peralatan proteksi radiasi menurut Perka BAPETEN Nomor 8 (2011), yaitu: 1) Apron Apron yang setara dengan 0,2 mm Pb, atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat sinar – x radiologi diagnostic,
30
dan 0,35 mm Pb, atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar – x radiologi intervensional. Tebalmkesetaraan timah hitam harus diberi tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut. 2)
Pelindung Gonad Pelindung gonad yang setara dengan 0,2 mm Pb, atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat sinar – x radiologi diagnostic, dan 0,35 mm Pb, atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar – x radiologi intervensional. Tebal kesetaraan Pb harus diberi tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut. Proteksi ini harus dengan ukuran dan bentuk yang sesuai untuk mencegah gonad secara keseluruhan dari paparan berkas utama.
3)
Pelindung Tiroid Pelindung tiroid yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb.
4)
Sarung Tangan Sarung
tangan
proteksi
yang
digunakan
untuk
fluoroskopi harus memberikan kesetaraan atenuasi paling kurang 0,25 mm Pb pada 150 kVp. Proteksi ini harus dapat melindungi
secara
keseluruhan,
mencakup
jari
dan
pergelangan tangan. 5)
Kaca Mata Kaca mata yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb.
6)
Tabir
31
Tabir yang digunakan oleh radiografer harus dilapisi dengan bahan yang setara dengan 1 mm Pb. Ukuran tabir adalah sebagai berikut : tinggi 2 m dan lebar 1 m, yang dilengkapi dengan kaca intip Pb yang setara dengan 1 mm Pb.
B.
Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana prosedur pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ? a. Bagaimana posisi pasien pada pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU
RSUD Dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga ? b. Bagaimana arah sinar pada pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU
RSUD Dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga ? 2. Bagaimana peralatan emergency pada pemeriksaan radiografi
thorax
dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ? a. Apa saja peralatan emergency pada pasien dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ? b. Dipasang di bagian tubuh manakah peralatan emergency pada pasien dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ?
32
c. Bagaimana tindakan yang dilakukan terhadap peralatan emergency pada pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ? 3. Bagaimana pengaturan eskposi pada pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ? a. Bagaimana aba – aba pasien pada pemeriksaan thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ? b. Berapa jarak radiografer saat melakukan eksposi pada pemeriksaan thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ? 4. Bagaimana upaya proteksi yang dilakukan untuk pasien sekitar pada pemeriksaan
radiografi
thorax
di
ICU
RSUD
Dr.
R.
Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga ? a. Berapa jarak antara pasien yang sedang dilakukan pemeriksaan dengan pasien yang ada disekitar pada pemeriksaan thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ? b. Tindakan apa yang dilakukan untuk upaya proteksi radiasi pada pasien disekitar pada pemeriksaan thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ?
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Prosedur Pemeriksaan Radiografi Thorax dengan Klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD. Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga adalah jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau paparan suatu keadaan secara jelas dan terperinci di lapangan dan sedekat mungkin berada pada tingkat realita dalam konteks yang sesungguhnya. B. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan
data
untuk
menyusun
Karya
Tulis
Ilmiah
ini
dilaksanakan pada bulan Januari 2019 sampai Maret 2019 di ICU Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. C. Subyek Penelitian Subyek penelitian untuk Karya Tulis Ilmiah ini adalah 4 responden dengan rincian sebagai berikut: 1. Radiografer (2 orang), Merupakan radiografer Instalasi Radiologi RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga yang menangani pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Traoenadibrata Purbalingga. 2.
Dokter Pengirim (1 Orang), merupakan dokter yang mengirimkan permintaan untuk dilakukan pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis
33
34
Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Traoenadibrata Purbalingga. 3. Perawat ICU (1 orang), merupakan petugas ICU yang bertanggung jawab di ruanga ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga 4. Keluarga Pasien (1 Orang), merupakan kelurga dari pasien yang menderita Congestive Heart Failure dan menjalani perawatan di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Traoenadibrata Purbalingga.
D. Metode Pengumpulan Data Dalam penyusunan karya tulis ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan metode sebagai berikut: 1. Observasi Peneliti
mengamati
secara
langsung
pelaksanaan
pemeriksaan
radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Traoenadibrata Purbalingga. 2. Wawancara Peneliti melakukan wawancara mendalam dan tidak terstruktur dengan subyek penelitian adalah Radiografer, dokter pengirim, perawat ICU, dan keluarga pasien. 3. Dokumentasi Peneliti menyimpan beberapa data tentang pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU yang berupa radiograf, surat permintaan, catatan medis pasien dan data-data pendukung lainya di RSUD Dr. R. Goeteng Traoenadibrata Purbalingga.
35
E.
Pengolahan dan Analisis Data Berdasarkan data yang diperoleh penulis dengan cara observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi dianalisis dengan cara interaktif model dengan ketentuan sebagai berikut (Sugiyono,2013) : 1. Pengumpulan Data Data yang diperoleh dari observasi secara terstruktur dan wawancara secara mendalam dibuat transkip. 2. Reduksi Data (Pengurangan Data) Dalam tahap ini penulis melakukan pemilahan dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan data yang diperoleh setelah dibuat ddalam bentuk transkip, kemudian data tersebut dipilih yang mengarah sesuai dengan tujuan penelitian. Penulis menyederhanakan data yang telah terkumpul sehingga didapatkan data penting yang benar-benar dibutuhkan penulis dan menyeleksi data-data yang tidak penting. Data hyang sudah dipilih tersebut kemudian dikategorikan sesuai dengan tujuan penelitian. 3. Penyajian Data Penulis
mengembangkan
sebuah
deskripsi
tersusun untuk
menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. yaitu data disajikan dengan cara menuliskan jawaban asli dari responden dengan bentuk kutipan teks naratif. 4. Penarikan kesimpulan Setelah data disajikan sebagai hasil penelitian, data yang ada ditarik kesimpulan. Penulis berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari makna setiap kegiatan yang ada dilapangan.
36
F. Alur Penelitian
PROSEDUR PEMERIKSAAN RADIOGRAFI THORAX DENFAN KLINIS CONGESTIVE HEART FAILURE DI ICU RSUD DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA Prosedur Pemeriksaan Radiografi Thorax Secara Teori (Bontrager, 2018)
Prosedur Pemeriksaan Radiografi Thorax dengan Klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibarata Purbalingga
Rumusan Masalah: 1. Bagaimana prosedur pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga? 2. Bagaimana peralatan emergency pada pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ? 3. Bagaimana pengaturan eskposi pada pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ? 4. Bagaimana upaya proteksi yang dilakukan untuk pasien sekitar pada pemeriksaan radiografi thorax di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ?
Pengumpulan Data . Pengolahan dan Analisis Data
Hasil Penelitian Pembahasan Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abata, Qorry’Aina. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Madiun. Yayasan PP Al – Furqon. Bontrager, Kenneth L. 2018. Texbook of Positioning and Related Anatomy, Ninth Edition. USA: CV. Mosby Company. Hiswara, Eri. 2015. Buku Pintar Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit. Jakarta Selatan: Batan Press. Hoetama, Erick dan Bambang Hermawan. 2015. “Sindrom Metabolik sebagai Faktor Risiko Gagal Jantung Kongestif”. Jurnal Kardiologi Indonesia. 36/3: 145-150. Diperoleh tanggal 15 Desember 2019. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/Menkes/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit Pearce, Evelyn. C. 2017. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Erlangga. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar – X Radiologi Diagnostik dan Intervensional. Rasad, Sjahriar. 2015. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta. Wisnubrata, Pratama Kurnia. 2013. “Analisis Jarak Aman Terhadap Dosis Radiasi Hambur Pada Pemeriksaan Radiografi Thorax AP Di Unit ICU Rumah Sakit “X” Tahun 2012”. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.
37
JADUAL TENTATIF KEGIATAN PENELITIAN TUGAS AKHIR TAHUN AKADEMIK 2019/2020
NO
KEGIATAN
NOP
1.
Pengajuan
2.
Praproposal Rapat Penentuan
3.
Topik Praproposal Pengumumman Praproposal
4.
Topik
dan
Pembimbing Penyusunan Proposal
dan
5.
Bimbingan Pengumpulan
6. 7. 8.
Proposal Seminar Proposal Revisi Proposal Pengumpulan Data dan
Penyusunan
9. 10.
KTI Pengumpulan KTI Pelaksanaan Ujian
11. 12.
KTI Revisi KTI Yudisium
DES
JAN
BULAN FEB MAR
APR
MEI
4-20 21
22
22 Nop-20 Des 25-26 6-17 20-31 20 Jan-11 Apr 7-9 13-24 16 Apr-8 Mei
UAP
11-15
Prodi
INSTRUMENTASI PENELITIAN
Instrumentasi penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2013) merupakan alat bantu bagi penulis dalam mengumpulkan data. Instrumen penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini adalah instrumen pokok dan instrumen penunjang. 1. Instrumen pokok dalam penelitian ini adalah penulis sendiri. Penulis sebagai instrumen dapat berhubungan langsung dengan responden dan mampu memahami serta menilai berbagai bentuk dari interaksi di lapangan. 2. Instrumen penunjang yang digunakan meliputi : a. Pedoman observasi b. Pedoman wawancara c. Alat perekam suara d. Kamera e. Buku catatan f.
Alat tulis
PEDOMAN OBSERVASI Hari, tanggal
:
Waktu
:
Cara pengumpulan data
: Observasi
Tempat
: ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
Tujuan
: Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
Observer
: Ayu Wulandari
Pencatat
: Ayu Wulandari
Subjek Observasi
:
A. Persiapan Pemeriksaan 1. Persiapan peralatan, yang meliputi : a) X – Ray mobile b) Ukuran kaset yang digunakan c) Apron 2. Persiapan pasien B. Teknik Pemeriksaan yang meliputi 1. Posisi pasien 2. Posisi objek
:
3. Pengaturan arah sinar atau CR 4. Pengaturan titik bidik atau CP 5. Pengaturan FFD 6. Pengaturan Faktor Eksposi (kV dan mAs)
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN RADIOGRAFER Hari, tanggal
:
Waktu
:
Cara pengumpulan data
: Observasi
Tempat
: ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
Responden
: Radiografer
Pewawancara
: Ayu Wulandari
Pencatat
: Ayu Wulandari
Tujuan
: Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
Daftar Pertanyaan 1.
:
Bagaimana aba – aba pasien pada pemeriksaan thorax di ICU dengan klinis Congestive Heart Failure ?
2.
Bagaimana upaya proteksi radiasi yang dilakukan untuk radiografer dan petugas lain di ICU ?
3.
Bagaimana upaya proteksi radiasi yang dilakukan untuk pasien sekitar ?
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN DOKTER PENGIRIM Hari, tanggal
:
Waktu
:
Cara pengumpulan data
: Observasi
Tempat
: ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
Responden
: Dokter Pengirim
Pewawancara
: Ayu Wulandari
Pencatat
: Ayu Wulandari
Tujuan
: Untuk mengetahui tujuan dilakukannya pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
Daftar Pertanyaan
:
1. Mengapa dokter meminta untuk dilakukan pemeriksaan thorax pada klinis Congestive Heart Failure di ICU ? 2. Apakah semua pasien dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dilakukan pemeriksaan radiografi thorax ? 3. Apa saja parameter untuk menentukan klinis Congestife Heart Failure ?
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PERAWAT ICU Hari, tanggal
:
Waktu
:
Cara pengumpulan data
: Observasi
Tempat
: ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
Responden
: Perawat ICU
Pewawancara
: Ayu Wulandari
Pencatat
: Ayu Wulandari
Tujuan
: Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
Daftar Pertanyaan
:
1. Apa saja peralatan emergency pada pasien dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ? 2. Dipasang di bagian tubuh manakah peralatan emergency pada pasien dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ? 3. Bagaimana tindakan yang dilakukan terhadap peralatan emergency pada pemeriksaan radiografi thorax dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ?
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN KEALUARGA PASIEN Hari, tanggal
:
Waktu
:
Cara pengumpulan data
: Observasi
Tempat
: ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
Responden
: Keluarga Pasien
Pewawancara
: Ayu Wulandari
Pencatat
: Ayu Wulandari
Tujuan
: Untuk mengetahui riwayat penyakit pasien dengan klinis Congestive Heart Failure di ICU RSUD Dr. R. goeteng Taroenadibrata Purbalingga
Daftar Pertanyaan
:
1. Bagaimana gejala yang dialami oleh keluarga Bapak/Ibu? 2. Sudah berapa lama keluarga Bapak/Ibu dirawat di ICU RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ? 3. Apakah sudah pernah dilakukan pemeriksaan lain sebelumnya ?