Proposal PTK [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENELITIAN TINDAKAN KELAS ( PTK) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING PADA KOMPOTENSI DASAR MENGANALISIS KUE INDONESIA DARI TERIGU UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS XI SMK NEGERI 1 ROTE BARAT



OLEH : I.A KOMANG SUGIASTINI, S.Pd NIM. 19241585910111



PESERTA PPG DALAM JABATAN TAHAP 4 KULINER UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2019



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING



PADA



KOMPOENSI



DASAR



MENGANALISIS



KUE



INDONESIA DARI TERIGU UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS XI SMK NEGERI 1 ROTE BARAT” tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga proposal penelitian ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada: 1. Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd selaku dosen pembimbing PTK. 2. Dr. Meda Wahini, M.Si selaku Dosen pembimbing PTK 3. Teman-teman PPGJ angkatan 4 yang telah berjuang bersama-sama penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini. Meskipun telah berusaha menyelesaikan proposal peelitian ini sebaik mungkin, penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan proposal penelitian ini. Akhir kata, penulis berharap semoga proposal penelitian ini berguna bagi para pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.



Surabaya, September 2019



Penulis



DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar…………………………………….....................................



i



Daftar isi…………………............................................................................



ii



BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang………………………………………………...........



1



B. Perumusan Masalah…………………………………………………



6



C. Tujuan Penelitian……………………………………………………



7



D. Manfaat Hasil Penelitian……………………..................................



7



BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjuan Pustaka……………………………………………………..



9



a. Hakekat Model Pembelajaran Problem Based Learning……………………………………………………………



9



b. Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil pembelajaran…………………………………………...



11



c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning…………………………………………....



12



B. Hasil Belajar…………………………………………………………....



14



a. Hakikat Hasil Belajar……………………………………………..



14



b. Klasifikasi Hasil Belajar…………………………………………..



14



C. Mata Pelajaran Cake dan Kue Indonesia KD. Menganalisis Kue Indonesia dari Terigu………………………..



19



a. Hakikat Kue Indonesia dari Terigu……………………………...



19



D. Penelitian Yang Relevan……………………………………………….



21



E. Kerangka Berpikir dan hipotesis Tindakan…………………………



21



a. Kerangka Berpikir………………………………………………...



21



b. Hipotesis Tindakan……………………………………………….



22



BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian…………………………………………………



23



1. Perencanaan……………………………………………………



24



2. Pelaksanaan…………………………………………………….



25



3. Pengamatan……………………………………………………..



25



4. Refleksi………………………………………………………….



26



B. Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………….



26



C. Subjek Penelitian……………………………………………………....



26



D. Variable Penelitian dan Definisi Operasional……………………….



26



1. Variable Penelitian……………………………………………..



26



2. Definisi Operasional…………………………………………....



27



E. Metode Pengumpulan Data……………………………………………



28



F. Instrumen Penelitian…………………………………………………..



28



DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah



Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum SMK, yaitu (1) menyiapkan peserta didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak, (2) meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik, (3) menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung jawab, (4) menyiapkan peserta didik agar memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia, dan (5) menyiapkan peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki wawasan lingkungan, pengetahuan dan seni. Tujuan khusus, yaitu (1) menyiapkan peserta didik agar dapat bekerja, baik secara mandiri atau mengisi lapangan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan bidang dan program keahlian yang diminati, (2) membekali peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetensi dan mampu mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminati, dan (3) membekali peserta didik dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) agar mampu mengembangkan diri sendiri melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Dikmenjur, 2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional “berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untukberkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi Warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Kemendikbud, 2015:1).



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



1



SMK adalah lembaga pendidikan formal tingkat menengah yang bertujuan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkarakter, terampil dan terlatih untuk memasuki lapangan pekerjaan. Sebagai sekolah menengah kejuruan, SMK Negeri 1 Rote Barat juga turut melaksanakan berbagai



kegiatan



pendidikan



formal



dengan



tujuan



mewujudkan



ketercapaian lulusannya. Sekolah ini menerapkan berbagai rumpun pembelajaran yang disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dicapai. Salah satu rumpun pembelajarannya adalah Program Keahlian Tata Boga Produk Cake dan Kue Indonesia adalah salah satu mata pelajaran yang terdapat pada Program Keahlian Tata Boga kelas XI di SMK Negeri 1 Rote Barat. Dalam mata pelajaran ini terdapat pembelajaran Kue Indonesia dari terigu, yang menuntut peserta didik bukan hanya mempelajari pengetahuan teori saja melainkan juga menuntut keterampilan. Pada pembelajaran Cake dan Kue Indonesia, proses pembelajaran di SMK Negeri 1 Rote Barat selama ini guru menggunakan metode ceramah, penugasan dan sedikit tanya jawab. Guru mengajar mengacu pada kurikulum 2013, menggunakan bahan ajar yang disesuaikan dengan silabus. Diharapkan dengan proses pembelajaran tersebut siswa dapat berperan aktif. Berdasarkan pengamatan selama proses pembelajaran, kenyataan menunjukkan bahwa dengan tugas yang diberikan sudah nampak motivasi dari siswa, namun beberapa peserta didik masih kurang memperhatikan proses pembelajaran. Peserta didik cenderung masih kurang aktif dan kurang berinteraksi dengan peserta didik lain selama proses pembelajaran berlangsung. Peserta didik kurang antusias ketika mengikuti pembelajaran dikarenakan pembelajaran yang lebih dominan diisi oleh guru sehingga peserta didik kurang berperan dalam proses pembelajaran. Guru juga tidak terlihat berkeliling memperhatikan pekerjaan peserta didik, sehingga peserta didik terlihat santai dan tidak memperhatikan pembelajaran. Hal tersebut membuat beberapa peserta didik berbincang-bincang namun tidak berkaitan dengan materi yang diberikan oleh guru. Selain itu dalam pemberian tanya jawab hanya beberapa peserta didik saja yang berani mengemukakan



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



2



pendapatnya sehingga terjadi pendominasian bagi peserta didik yang lainnya yang cenderung pasif. Dengan kata lain bahwa keterampilan proses peserta didik belum berkembang atau belum dimaksimalkan dengan sepenuhnya. Dari hasil observasi dan wawancara dengan guru, pada peserta didik kelas XI Tata Boga SMK Negeri 1 Rote Barat yang berjumlah 25 orang peserta didik dalam mata pelajaran Produk Cake dan Kue Indonesia, sekitar 70 % yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah 70. Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran Produk Cake dan Kue Indonesia di SMK Negeri 1 Rote Barat, yang menjadi permasalahan saat proses pembelajaran



Produk Cake dan Kue Indonesia



sehari-hari



berlangsung adalah kurangnya perhatian peserta didik dan partisipasi peserta didik ketika guru menjelaskan materi, dan kurangnya respon positif dari peserta didik ketika guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menyampaikan pendapatnya. Sehingga pada akhirnya peserta didik tidak mampu memahami dan mengingat materi dengan baik. Salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab hal tersebut terjadi adalah karena proses pembelajaran selama ini masih berorientasi pada guru. Guru belum pernah memberikan permasalahan pada peserta didik. Oleh karena itu guru dianggap membutuhkan model pembelajaran yang bisa membantu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menerima materi pembelajaran.



Guru



perlu



mengadakan



perbaikan



dalam



kegiatan



pembelajaran. Di mana guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik lebih berperan aktif dalam proses. Hal tersebut selain untuk meningkatkan aktivitas peserta didik untuk belajar secara langsung peserta didik akan lebih memahami terhadap materi yang dipelajari dan akan meningkatkan hasil belajar peserta didik. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin menerapkan model pembelajaran yang lebih banyak melibatkan peserta didik dimana siswa diberlakukan dalam subyek belajar, sehingga nantinya peserta didik dapat berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran tersebut. Salah satu model



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



3



pembelajaran yang bisa diterapkan untuk mengatasi masalah di atas yang sesuai dengan karakter peserta didik dan pelajaran Produk Cake dan Kue Indonesia sehari hari adalah model pembelajaran Problem Based Learning. Delisle dalam Abidin (2014: 159) menyatakan bahwa model Problem based Learning merupakan model pembelajaran yang dikembangkan untuk membantu guru mengembangkan kemampuan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah pada peserta didik selama mereka mempelajari materi pembelajaran.



Model



Problem Based Learning (PBL) berakar dari keyakinan Jhon Dewey dalam Abidin (2014: 158 ) bahwa guru harus mengajar dengan menarik naluri alami peserta didik untuk menyelidiki dan menciptakan. Dewey menulis bahwa pendekatan utama yang seyogyanya digunakan untuk setiap mata pelajaran di sekolah adalah pendekatan yang manpu merangsang pikiran peserta didik untuk memperoleh segala keterampilan belajar yang bersifat non skolastik. Berdasarkan pandangan tersebut model PBL selanjutnya berkembang menjadi sebuah model pembelajaran yang berbasiskan masalah sebagai hal yang muncul pertama kali pada saat proses pembelajaran. Masalah tersebut disajikan sealamiah mungkin dan selanjutnya peserta didik bekerja dengan masalah yang menuntut peserta didik mengaplikasikan pengetahuan dan kemampuannya



sesuai



dengan



tingkat



kematangan



psikologis



dan



kemampuan belajarnya. Konsep pembelajaran ini selanjutnya dipandang sebagai konsep pembelajaran yang sangat sesua dengan tuntutan belajar pada abad ke-21



yang mengharuskan siswa senantiasa mengembangkan



kemampuan berfikir, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan melaksanaka penelitian sebagai kemampuan yang diperlukan dalam konteks dunia yang cepat berubah. Kemendikbud (2013b) dalam Abidin (2014:159) memandang model PBL suatu model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik sebelum peserta didik



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



4



mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, model PBL merupakan model pembelajaran yang menyediakan pengalaman otentik yang mendorong siswa untuk belajar aktif, mengonstruksi pengetahuan, dan mengintegrasikan konteks belajar disekolah dan belajar di kehidupan nyata secara alamiah. Model ini menempatkan situasi bermasalah sebagai pusat pembelajaran, menarik dan mempertahankan minat siswa, yang keduanya digunakan agar siswa mampu mengungkapkan pendapatnya tentang sesuatu secara multi perspektif. Dalam praktiknya siswa terlibat secara langsung dalam memecahkan masalah, mengidentifikasi akar masalah dan kondisi yang diperlukan untuk menghasilkan solusi yang baik, mengajar makna dan pemahaman, dan menjadi pembelajaran mandiri. Berdasarkan uraian tersebut, maka diharapkan



model pembelajaran



Problem Based Learning dapat diterapkan dalam pembelajaran Produk Cake dan Kue Indonesia pada kompetensi dasar menganalilis Kue Indonesia dari Terigu, ntuk itu peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar peserta didik Pada Pembelajaran Kue Indonesia dari Terigu di Kelas XI Tata Boga SMK Negeri 1 Rote Barat”.



B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning pada kompetensi dasar Kue Indonesia dari Terigu dapat Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik, Kelas XI Tata Boga SMK Negeri 1 Rote Barat?



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



5



C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Kelas XI Tata Tata Boga SMK Negeri 1 Rote Barat mealui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning.



D. Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini memiliki manfaat teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis merupakan manfaat jangka panjang dalam pengembangan teori pembelajaran. Manfaat praktis memberikan dampak secara langsung terhadap komponen-komponen



pembelajaran.



Secara



umum



dari penelitian ini



diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan atau menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan di bidang pendidikan, khususnya dalam mata pelajaran Produk Cake dan Kue Indonesia di SMK. Penerapan Model Pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan hasil belajar peserta



didik



ini



menjadi



pertimbangan



dalam



pengembangan



teori



pembelajaran dan mempengaruhi serta membenahi kualitas pendidikan dan pembelajaran khusunya pada peserta didik kelas XI Tata Boga di SMK Negeri 1 Rote Barat.



b. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini dijabarkan sebagai berikut. a. Bagi peserta didik Mempermudah



siswa



untuk



memahami,



dan



menggali



sendiri



pengetahuannya, karena melalui penerapan model pembelajaran Problem Based Learning ini dapat membantu mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013.



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



6



a) Bagi guru Model pembelajaran Problem Based Learning dapat dijadikan alternatif dalam proses pembelajaran untuk membantu meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran Produk Cake dan Kue Indonesia khususnya kue Indonesia dari terigu. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengevaluasi terhadap pembelajaran yang sudah berlangsung dan mengembangkan kurikulum di tingkat kelas, serta untuk mengembangkan dan melakukan inovasi pembelajaran. b) Bagi sekolah Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam mengelola pembelajaran agar sesuai dengan karakteristik pembelajaran Produk cake dan Kue Indonesia khususnya kue Indonesia dari terigu, sehingga mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik khususnya pada kompetensi dasar anaalisis kue Indonesia dari terigu. c) Bagi peneliti Dapat



digunakan sebagai



suatu



acuan bagi



peneliti



untuk



mengembangkan kemampuan diri dalam mempersiapkan diri sebagai guru yang berkompeten dan mengingkatkan pemahaman mengenai kurikulum 2013 dengan penerapan model pembelajaran Problem based Learning



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



7



BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka a. Hakekat Model Pembelajaran Problem Based Learning Problem Based Learning (PBL) di Indonesia lebih dikenal dengan belajar berbasis masalah. Beberapa ahli menyebut PBL sebagai model pembelajaran tetapi ada pula ahli yang menyebutnya sebagai metode pembelajaran. Perbedaan pokok antara model pembelajaran dengan metode pembelajaran adalah pada model pembelajaran sintaksnya relatif sudah ada langkah-langkahnya



sesuai



dengan



yang



ditetapkan



oleh



ahli



yang



mengungkapkannya, sedangkan dalam metode pembelajaran guru masih diberi keleluasaan dalam bervariasi (Warsono &Hariyanto, 2013: 147). Jadi, dalam suatu model pembelajaran sintaksnya sangat bergantung pada sumber yang digunakan. Menurut Egen & Kauchak (2012: 307) Problem Based Learning (PBL) adalah seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi, pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri. Sejalan dengan itu,Ali, et al. (2010: 68) mengungkapkan bahwa “in the problem based learning approach the students’ turn from passive listeners of information receivers to active, free self-learner and problem solver”. Artinya bahwa PBL merupakan sebuah model pembelajaran yang berpusat pada siswa dari pendengar informasi pasif menjadi aktif, mengembangkan masalah dan keterampilan pemecahan masalah. PBL merupakan suatu model pembelajaran yang menyajikan masalah sebagai titik awal untuk mempelajari suatu materi pelajaran. Pembelajaran dengan model PBL dapat terjadi jika guru merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran



yang



dimulai



dengan



memberikan



masalah



kepada



siswa.Pembelajaran dengan PBL memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks untuk belajar tentang



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



8



keterampilan pemecahan masalah, memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objekobjek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya . Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya.



Secara



sederhana



enactive, iconic dan symbolic adalah



teori anak



perkembangan menjelaskan



dalam fase



sesuatu



melalui



perbuatan (ia bergeser ke depan atau ke belakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001). Dalam mengaplikasikan metode Problem Based Learning menuntut guru mempersiapkan bahan pembelajaran yang kompleks. Guru juga harus memahami dan melaksanakan langkah-langkah dalam Problem Based Learning (PBL). Menurut Tan(2004: 9) proses pembelajaran PBL terdiri dari beberapa langkah yaitu: 1) menemukan masalah; 2) menganalisis masalah; 3) menemukan dan melaporkan; 4) mempresentasikan solusi dan merefleksi;5) melihat kembali, mengevaluasi dan belajar secara mandiri. Meskipun



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



9



kemampuan individual dituntut bagi setiap peserta didik, tetapi dalam proses pembelajaran PBL peserta didik belajar dalam bentuk kelompok untuk memahami persoalan yang dihadapi guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan Peserta didik sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145).



b. Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil Pembelajaran. Berdasarkan



fakta



dan



hasil



pengamatan,



penerapan



pendekatan Problem Based Learning dalam pembelajaran memiliki kelebihankelebihan dan kelemahan-kelemahan, antara lain : 1. Kelebihan Penerapan Problem Based Learning 1) Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan



dan



proses-proses



kognitif.



Usaha



penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya. 2) Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. 3) Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. 4) Model ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri. 5) Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. 6) Membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. 7) Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai peserta didik, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi. 8) Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



10



9) Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik. 10) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru. 11) Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. 12) Mendorong peserta didik berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri. 13) Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik. 14) Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang. 15) Proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada pembentukan manusia seutuhnya. 16) Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa. 17) Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar. 18) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.



c. Langkah - Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning



Aris Shoimin (2014:131) mengemukakan bahwa langkah-langkah dalam model pembelajaran Problem Based Learning adalah sebagai berikut: a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. b. Guru membantusiswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll). c. Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, dan pemecahan masalah. d. Guru membantu peserta didik dalam merencanakan serta menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagai tugas dengan temannya.



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



11



e. Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. Sedangkan langkah-langkah dalam model pembelajaran yang diakses pada



tanggal



12



Juni



2016



dari



www.infoduniapendidikan.com/2015/06/pengertiandanlangkahmodelpembelaja ran-problem-based-learning.html?m=1 menyatakan bahwa langkah-langkah pembelajarannya adalah: a. Orientasi peserta didik kepada masalah. Kegiatan yang pertama dilakukan dalam model ini adalah dijelaskannya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh guru, selanjutnya disampaikannya terkait logistik yang dibutuhkan, diajukannya suatu masalah yang harus dipecahkan peserta didik, memotivasi para peserta didik agar dapat terlibat secara langsung untuk melakukan aktivitas pemecahan masalah yang menjadi pilihannya. b. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. Guru dapat melakukan perannya



untuk



membantu



siswa



dalam



mendefinisikan



dan



mengorganisasikan tugas belajar yang terkait dengan masalah yang disajikan. c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Guru melakukan usaha untuk mendorong peserta didik dalam mengumpulkan informasi yang relevan, mendorong siswa untuk melakukan eksperimen, dan untuk mendapat pencerahan dalam pemecahan masalah. d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karyaGuru membantu para siswasiswinya dalam melakukan perencanaan dan penyiapan karya yang sesuai misalnya laporan, video atau model, serta guru membantu para siswa untuk berbagi tugas antar anggota dalam kelompoknya. e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu para siswa dalam melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dalam setiap proses yang mereka gunakan. Dari beberapa pendapat di atas mengenai langkah-langkah dalam model pembelajaran Problem Based Learning dapat diambil kesimpulan bahwa langkah-langkah dalam model PBL ini dimulai dengan menyiapkan logistic



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



12



yang dibutuhkan lalu penyajian topik atau masalah, dilanjutkan dengan peserta didik melakukan diskusi dalam kelompok kecil, mencari solusi dari permasalahan dari berbagai sumber secara mandiri atau kelompok, menyampaikan solusi dari permasalahan dalam kelompok berupa hasil karya dalam bentuk laporan, dan kemudian melakukan evaluasi terhadap proses apa saja yang mereka gunakan.



B. Hasil Belajar a. Hakikat Hasil Belajar Abdurrahman (dalam Jihad dan Haris, 2013:14) menyatakan bahwa, hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Menurut Benjamin S. Bloom (dalam Jihad dan Haris, 2013:14) ada 3 ranah hasil belajar, yaitu kognitif, afektif dan psikomotoris. Hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif dan psikomotoris dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu.



b. Klasifikasi Hasil Belajar Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom yang secara garis besar terbagi menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek,



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



13



yakni



gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan



perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif serta interpretetatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian. Adapun penjelasan mengenai ketiga ranah sebagai berikut (Sudjana, 2013:22-33). 1) Ranah Kognitif a) Tipe Hasil Belajar Mengingat Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan knowledge dalam taksonomi Bloom. Istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual, disamping pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, dan nama-nama kota. Dilihat dari segi proses belajar, istilah-istilah tersebut perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep lainnya. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar pengetahuan menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. b) Tipe Hasil Belajar Memahami Tipe hasil belajar dalam arti sebenarnya, misalnya dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia atau mengartikan Bhineka Tunggal Ika. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan menghubungkan



beberapa



bagian



yang diketahui berikutnya atau dari



grafik



dengan



kejadian,



membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Menghubungkan pengetahuan tentang konjugsi kata kerja subjek, dan possesive pronoun, sehingga mampu menyusun kalimat dengan baik dan benar. Tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Pemahaman ekstrapolasi diharapkan untuk membentuk siswa yang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



14



c) Tipe Hasil Belajar Aplikasi Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulangulang menerapkannya



pada



situasi



lama



akan



beralih menjadi



pengetahuan hafalan atau keterampilan. Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila tetap terjadi proses pemecahan masalah. d) Tipe Hasil Belajar Analisis Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya. Analisis diharapkan untuk



membentuk siswa yang



mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahkan integritas menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu, untuk beberapa hal memahami prosesnya, untuk hal lain memahami cara bekerjanya, untuk hal lain lagi memahami sistematikanya. Bila kecakapan analisis telah dapat



berkembang



pada



siswa,



maka



siswa



akan



dapat



mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif. e) Tipe Hasil Belajar evaluasi Penyatuan unsur atau bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis.Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, berpikir pemahaman, berpikir aplikasi, dan berpikir analisis dapat dipandang sebagai berpikir konvergen yang satu tingkat lebih rendah dari berpikir divergen. Dalam berpikir konvergen, pemecahan atau jawabannya akan sudah diketahui berdasarkan yang sudah dikenalnya. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen. Dalam berpikir divergen, pemecahan atau jawabannya belum dapat dipastikan. Mensintesiskan unit-unit tersebar tidak sama dengan mengumpulkannya ke dalam satu kelompok besar. Berpikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk menjadikan seseorang menjadi lebih kreatif. Berpikir kreatif merupakan salah satu hasil yang hendak dicapai dalam pendidikan. Kreativitas juga beroperasi dengan cara berpikir



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



15



divergen. Kemampuan sintesis dapat membantu seseorang untuk menemukan hubungan kausal atau urutan tertentu, atau menemukan abstraksi atau operasionalnya. f) Tipe Hasil Belajar Mencipta Mencipta



meminta



siswa



membuat



produk



baru



dengan



mereorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi satu pola atau struktur yang



tidak



pernah



ada



sebelumnya.



Dalam



mencipta



siswa



mengumpulkan elemen-elemen dari banyak sumber dan menggabungkan mereka jadi sebuah struktur atau pola baru yang bertalian dengan pengetahuan siswa sebelumnya. Mencipta berisikan tiga proses kognitif: 1) merumuskan yang melibatkan proses menggambarkan masalah dan membuat pilihan atau hipotesis yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu; 2) merencanakan yang melibatkan proses merencanakan metode penyelesaian masalah yang sesuai dengan kriteria- kriteria masalahnya, yakni membuat rencana untuk menyelesaikan masalah; 3) memproduksi melibatkan proses melaksanakan rencana untuk menyelesaikan masalah yang



memenuhi



spesifikasi-spesifikasi



tertentu



(Anderson



&



Krathwohl,2010:128-132). 2) Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatian siswa terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan dan hubungan sosial. Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategori dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks adalah sebagai berikut. a) Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginana untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



16



b) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.



c) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus. Dalam evaluasi ini termasuk dalam kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai.



d) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan priortitas nilai yang dimilikinya.



e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.



3) Ranah Psikomotoris Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni gerakan refleks, keterampilan pada gerakan-gerakan dasar, kemampuan perseptual (membedakan visual, auditif, motoris, dan lain-lain), kemampuan di bidang fisik, gerakan-gerakan skill, dan kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. Tipe hasil belajar psikomotoris berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah peserta didik menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotoris sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak kecenderungan untuk berperilaku.



C.



Mata pelajaran Produk Cake dan Kue Indonesia Kompetensi Dasar Menganalisis Kue Indonesia dari Terigu



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



17



Dalam mata pelajaran terdapat kompetensi dasar menganalisis kue Indonesia dari terigu. a. Hakikat Kue Indonesia dari Terigu Kue Indonesia bahan terigu dapat diartikan sebagai kudapan yng berbahan dasar tepung terigu. Makanan kecil ini dapat dikonsumsi sebagai makanan selingan pada suatu hidangan pesta atau selamatan, dapat pula sebagai pengiring minum teh yang disajikan kepada tamu atau sebagai bekal ke kantor atau ke sekolah. Setiap Negara mempunyai kekhasan makanan kecil atau kue kuenya, seperti “English cake” adalah kue yang berasal dari Inggris, kue donat berasal dari Amerika, sedangkan dodol dari Indonesia. Kue tradisional Indonesia sangat banyak jenisnya, yang masingmasing berbeda sesuai dengan daerah asalnya dan mempunyai ciri khas masing-masing daerah. Dari jenisnya, kita bisa mengenal kue tersebut berasal dari daerah mana. Contohnya wingko dari Jawa Tengah disebut juga dengan wingko babat, kerak telor berasal dari Jakarta/Betawi, dodol berasal dari Garut, bika ambon dari Medan, dan bolu koja dari Palembang. Ada juga kue yang terdapat hampir di setiap daerah Nusantara, seperti kue mangkok namun memiliki nama yang berbeda walaupun mempunyai bentuk, rupa, rasa yang sama. Dodol juga termasuk kue yang terdapat di seluruh daerah di Indonesia, namun namanya berbeda-beda. Kalau di Jawa namanya dodol maka di Sumatera Barat/Minang namanya adalah kalamai, di Sulawesi Utara dinamakan koyabu sedangkan di Jawa Tengah namanya iwel-iwel. Disamping perbedaan nama, kue Indonesia dapat juga berbeda dari segi fungsi atau kegunaannya. Misalnya kue cucur di daerah tertentu mempunyai arti yang penting karena digunakan sebagai suatu hidangan pada upacara selamatan atau syukuran. Berdasarkan karakteristiknya kue Indonesia ada dua macam yaitu kue basah dan kue kering. Bila diperhatikan karakteristik kue basah salah satunya yaitu mempunyai tekstur basah/lembab. Karakteristik kue kering yaitu mempunyai tekstur kering dan umumnya dengan teknik pengolahan digoreng dan dibakar.



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



18



Macam-mcam kue dari terigu. Kue Indonesia yang terbuat dari tepung terigu antara Lain: a. Pisang Molen Merupakan kue tradisional yang menggunakan tepung terigu pada bahan dasar kulitnya dengan isian buah pisang di dalamnya. Pisang molen merupakan salah satu jenis kue Indonesia yang diolah dengan cara digoreng. b. Pastel Pastel adalah semacam pastry yang dibuat dengan meletakkan isian di atas adonan, lalu dilipat dan ditutup rapat membentuk setengah lingkaran. Pastel dapat terasa manis atau gurih tergantung dari isian. Pastel umumnya diolah dengan cara digoreng c. Pukis Pukis adalah sebuah kue khas Indonesia. Kue ini dibuat dari adonan telur, gula pasir, tepung terigu, ragi dan santan. Adonan itu kemudian dituangkan ke dalam cetakan setengah bulan serta dipanggang di atas api (bukan oven). d. Kue lumpur adalah penganan ringan dengan bahan utama santan, kentang, tepung terigu, dan telur. Sebagai pewangi digunakan vanila dan seringkali diberi hiasan kismis dan kelapa muda iris di permukaannya. Kue ini tergolong kue basah sehingga tidak tahan disimpan lama e. Kue putu ayu adalah kue basah indonesia yang termasuk kategori jajanan pasar khas nusantara. Kue putu ayu dapat dibuat dengan berbagai macam variasi warna, umumnya dicetak menggunakan cetakan berbentuk bunga dengan parutan kelapa di atasnya. Kue ini diolah dengan cara dikukus



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



19



D.



Penelitian yang Relevan Berdasarkan kajian teori yang terdapat pada penelitian ini, dan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hartono dari SMAN 1 Karang Rayun dan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Gina Rosarina, Ali Sudin dan Atep Sujana dari Program Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang, sehingga dapat dilakukan penelitian tindakan kelas mata pelajaran Produk Cake dan Kue Indonesia kompetensi dasar kue Indonesia dari terigu



1. Penelitian dilakukan oleh Hartono dari SMAN 1 Karang Rayun dengan judul “Model Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika



Bagi Siswa Kelas X6 Sman 1 Karangrayung Semester 1 Tahun Pelajaran 2015/2016” dan hasil penelitiannya adalah hasil penelitian 1) hasil belajar aspek pengetahuan sebelum tindakan 56%, siklus 1 68% dan siklus 2 88%



2) hasil belajar aspek keterampilan sebelum tindakan 73%, siklus



1 80% dan siklus 2 100% 3) hasil belajar aspek sikap jumlah kategori amat baik dan baik sebelum tindakan 68%, siklus 1 94% dan siklus 2 100% 2. Jurnal penelitian dengan judul penerapan model Problem Based Learning



untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perubahan wujud benda oleh Gina Rosarina1 , Ali Sudin dan Atep Sujana dari Program Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang dan hasil penelitiannya terjadi Peningkatan yang dilihat dari persentase ketuntasan tiap siklus. Siswa yang dinyatakan tuntas pada siklus I berdasarkan hasil tes ada 7 siswa (26,92%), siklus II menjadi 17 siswa (65,38%) dan siklus III 23 siswa (88,46%). 3. Riska Labdulla. 2013. PengaruhModel Problem Based Learning terhadap



Hasil Belajar Siswa Kelas VIII pada Materi Luas Permukaandan Volume Prisma Tegakdan Limas. Hasil penelitian ini menunjukanbahwa penerapan modelPBLdapat meningkatkan hasil belajar siswapada pembelajaran Materi Luas Permukaan Dan Volume Prisma Tegak Dan Limas. Hasil belajar yang didapat dari hasil test diperoleh nilai rata-rata untuk kelas eksperimen adalah60,2273dan untuk kelas kontro ladalah



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



20



40,8182. Hal ini menunjukkan bahwa kelas yang dibelajarkan dengan menggunakan model PBL hasil belajarnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas yang dibelajarkan dengan tanpa menggunakan PBL. 4. Dwita Purnama Sari.2013. Pengaruh Model Problem Based Learning



Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pendidikan Kewaganegaraan Sekolah Dasar. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh penggunaan model PBL terhadap hasil belajar. Hal ini terlihat dari ratarata hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen yaitu 75,56, di mananilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu sebesar70,24. Yang juga berpengaruh pada nilai signifikansinya. 5. Yuda Cipta Nuari.2014. PengaruhModel Problem Based Laerning



Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa SDN 04 Rasau Jaya. Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan antara hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran PBL dengan hasil belajar siswa yang diajar tanpa menggunakan model PBL. Pada penelitian ini model pembelajaran PBL memberikan pengaruh sebesar 0,76 terhadap peningkatan hasil belajar IPS.



E. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian a. Kerangka Berpikir Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu siswa, guru,metode, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada kurikulum, sertalingkungan fisik, sosial,budayayang merupakan input untuk melaksanakan proses pengajaran. Guru merupakan tenaga pengajar dan pendidik peserta didik. Karakteristik peserta didik termasuk remaja akhir karena



telah berusia antara 17-18 tahun dimana keadaan perasaan maupun



emosinya belum stabil, sudah mampu berpikir kritis, dan kemauannya tinggi. Metode pembelajaran yang serta



digunakan belum bervariasi, dominan



ceramah



tanya jawab



diskusi. Metode



yang



kurang



bervariasi



tersebut



menyebabkan keaktifan kurang dan hasil belajar siswa belum



optimal.Terkait dengan hal tersebut, perlu adanya suatu tindakan yang



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



21



dapat membantu meningkatkan keaktifan dan hasil belajar peserta didik. Tindakan yang cocok



adalah diterapkannya model pembelajaran



yang



melibatkan peserta didik secara langsung. Hal itu dapat dilakukan dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL), karena dalam model tersebut peserta didik dapat terlibat untuk



aktif berpikir, menemukan konsep



baru dalam memecahkan permasalahan pembelajaran yang dikaitkan dengan masalah dunia nyata (a real world problems). Pada proses pembelajaran dengan penerapan model Problem Based Learning diharapkan dapat meningkatkan



hasil belajar peserta didik. Tetapi, apabila antara input dan



proses pembelajaran tidak saling mendukung, maka tidak akan terjadi peningkatan hasil belajar peserta didik.



b. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah suatu keadaan atau peristiwa yang diharapkan dan dilandasi oleh generalisasi, dan biasanya menyangkut hubungan di antara variabel penelitian. Hipotesis dalam penelitian merupakan jawaban yang paling mungkin diberikan dan memiliki tingkat kebenaran jawaban lebih tinggi daripada opini (Setyosari, 2013: 123). Berdasarkan teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan tersebut, maka dapat diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut. “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning



pada Kompetensi Dasar. Menganalisis Kue Indonesia dari Terigu dapat Meningkatkan Hasil Belajar peserta didik Kelas XI SMK Negeri 1 Rote Barat”



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



22



BAB III METODE PENELITIAN



A. Rancangan Penelitian



Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan tahun pelajaran 2015/2016. Menurut Arikunto, dkk (2015:1) mendefinisikan bahwa “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang



memaparksn



terjadinya



sebab-akibat



dari



perlakuan,



sekaligus



memaparkan seluruh poses sejak awal pemberian perlakuan sampai dengan dampak dari perlakuan tersebut”. Dengan demikian, dapat dikatakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah jenis penelitian yang memaparkan baik proses maupun hasil, yang melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di kelasnya untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini akan dilakukan secara bersiklus untuk mendapatkan hasil terbaik agar diperoleh data yang valid. Masing-masing siklus terdiri atas empat tahapan, yakni (1) perencanaan tindakan (2) tahap pelaksanaan tindakan, (3) tahap pengamatan, dan (4) tahap refleksi. Setiap siklus direncanakan tiga kali pertemuan. Jika sudah memenuhi hasil yang diharapkan maka siklus tidak dilanjutkan lagi. Rancangan penelitian ini menggunakan model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dari Arikunto (2015:41), penelitian ini direncanakan dalam 2 siklus dengan mempertimbangkan cakupan materi yang akan dibelajarkan, waktu yang tersedia, serta kemampuan peneliti sendiri. Jika hasil yang diperoleh siklus I kurang memuaskan maka dilanjutkan ke siklus ke II. Tiap siklus terdiri atas empat tahapan, yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, refleksi. Jika sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang ditentukan, maka siklus akan diakhiri dan tidak lagi dilanjutkan. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



23



Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas (sumber: Arikunto, 2015:42)



1. Perencanaan



Berdasarkan hasil refleksi awal, maka diterapkan alternatif tindakan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Tindakan tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada pembelajaran produk cake dan kue Indonesia . Hal-hal yang dipersiapkan adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis silabus. 2. Membuat RPP yang berisikan langkah-langkah kegiatan dalam pembelajaran dengan model pembelajaran problem based learning 3. Menyediakan alat, bahan dan materi ajar lain yang mendukung. 4. Membuat tes siklus I untuk mengukur tingkat kemampuan peserta didik pada pembelajaran produk cake dan kue Indonesia



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



24



2. Pelaksanaan Setelah perencanaan tindakan I disusun, maka tahap selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan I, yaitu sebagai berikut. 1. Melakukan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Dimana peneliti berkolaborasi dengan guru dalam kegiatan pembelajaran. 2. Membentuk kelompok belajar. 3. Membagikan permasalah kepada siswa dan menugaskan siswa untuk berdiskusi menyelesaikan permasalahan tersebut dengan kelompok masingmasing. 4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan tanya jawab tentang soal yang diberikan dan tentang materi yang kurang dipahami. 5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi bersama dengan kelompoknya. 6. Pada akhir tindakan I, diberikan tes kepada siswa untuk mengetahui hasil belajar peserta didik pada pembelajaran kue Indonesia dari terigu seharihari.



3. Pengamatan 1) Mengobservasi secara langsung proses pembelajaran di kelas dengan cara mengamati secara langsung pelaksanaan pembelajaran yang diberikan oleh guru 2) Mengevaluasi



proses



pembelajaran



dengan



menggunakan



model



pembelajaran Problem Based Learning yang meliputi tes hasil belajar kue Indonesia dari terigu, rubrik observasi aktivitas dan angket respon peserta didik untuk mengetahui hasil belajar, aktivitas dan respon peserta didik terhadap pembelajaran yang telah disampaikan setelah penerapan model pembelajaran Problem Based Learning



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



25



4. Refleksi Refleksi merupakan perenungan terhadap tuntas tidaknya pelaksanaan tindakan pada siklus I, jika siklus I belum mencapai ketuntasan yang direfleksikan maka diadakan perbaikan pada pembelajaran siklus II.



B. Lokasi dan Waktu Penelitian



Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri Rote Barat pada semester ganjil tahun pelajaran 2019/2020 di kelas XI Tata Boga. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan ....sampai bulan ... 2020



C. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah peserta didik kelas XI Tata Boga tahun pelajaran 2019/2020 sebanyak 25 orang peserta didik. Kelas XI Tata Boga dipilih sebagai subjek penelitian karena kelas ini memiliki hasil belajar serta aktivitas belajar peserta didik yang masih rendah. Hal ini terjadi karena di kelas tersebut terungkap permasalahan-permasalahan yang telah diungkapkan pada bagian latar belakang. Di samping itu, di sekolah ini belum pernah diadakan penelitian terkait dengan permasalahan tersebut, sehingga dirasa perlu melakukan penelitian di tempat ini.



D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional a. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan dalam penelitian (Setyosari, 2010:108). Menurut Agung (2012:44), variabel adalah objek penelitian atau segala sesuatu yang menjadi titik fokus perhatian dalam suatu penelitian. Variabel dalam penelitian tindakan kelas ini adalah hasil belajar, sedangkan variabel bebasnya adalah penerapan model pembelajaran Problem Based Learning.



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



26



b. Definisi Operasional Pada hakikatnya dalam perumusan definisi operasional variabel penelitian mengandung definisi teoritik dan segala sesuatu yang menjadi ciri-ciri (karakteristik) variabel tersebut yang secara operasional dapat diukur (Agung, 2012:46). Dalam penelitian ini ada tiga definisi operasional menurut variabel dalam penelitian ini, yang diantaranya adalah sebagai berikut. Hasil Belajar Hasil belajar adalah ketercapainya setiap kompetensi dasar baik kognitif, afektif, maupun psikomotor yang diperolah peserta didik dari kegiatan pembelajaran yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman. Hasil belajar ranah kognitif dalam pembelajaran kue Indonesia menilai pengetahuan peserta didik dalam pembelajaran kue Indonesia dari terigu, diukur dengan menggunakan tes pilihan ganda (multiple choice) yang tediri dari 25 soal, kemudian hasil belajar ranah afektif pada pembelajaran kue Indonesia dari terigu menilai sikap peserta didik selama proses pembelajaran kue Indonesia dari terigu berlangsung, diukur dengan menggunakan lembar observasi sikap yang terdiri dari 4 indikator yang mencakup rasa ingin tahu, kerjasama, disiplin, dan rasa percaya diri dan hasil belajar ranah psikomotor pada pembelajaran kue Indonesia dari terigu



menilai



keterampilan peserta didik dalam melakukan kinerja dalam menganalisis kue Indonesia dari terigu yang diukur dengan menggunakan lembar observasi kinerja



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



27



E. Metode Pengumpulan Data Tabel 3.1 Metode Pengumpulan Data No



1



Variable



Aktifitas Belajar



Sumber data



Peserta Didik



Metode



Waktu



Pengumpulan Data



Pemberian



Lembar Observasi



Setiap



Peeserta Didik



Pelaksanaan Siklus



2



Respon siswa



Peserta Didik



Angket



Diakhir penelitian



No



Variable



1 2



3



Hasil belajar



Sumber data



Ranah kognitif Ranah fektif



Peserta Didik Peserta Didik



Ranah psikomotor



Peserta Didik



Metode Pengumpulan Data Tes Pilihan (pilihan gnda) Penilaian Sikap



Observasi



Waktu Pemberian



Setiap akhir Siklus Setiap pelaksanaan siklus Setiap pelaksanaan siklus



F. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang dirancang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai alat untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian tindakan kelas terdiri atas lembar soal tes untuk setiap siklus, lembar observasi dan angket. a. Instrumen Penilaian Pengetahuan (Ranah Kognitif) Untuk data hasil belajar siswa dikumpulkan melalui tes pilihan ganda (multiple choice). Multiple choice test terdiri dari satu keterangan atau pemberitahuan tentang satu pengertian yang belum lengkap dan untuk melengkapinya harus memilih satu diantara beberapa jawaban yang telah disediakan (Arikunto, 2013:183). Instrumen multiple choice yang digunakan



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



28



dalam penelitian ini mengunakan 5 pilihan (option) A, B, C, D dan E yang mengandung satu jawaban yang paling benar. Tabel 3.2 Rubrik Penilaian Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)



Jumlah soal tes yang digunakan adalah 25 soal untuk siklus I dan 25 soal untuk siklus II. Skor maksimum yang dapat diperoleh adalah 25 dan skor minimal adalah 0. Sebelum sebuah instrumen multiple choice test digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji validitas instrumen untuk memenuhi syarat instrumen yang baik. Uji validitas isi dilakukan melalui expert judgement oleh para ahli di bidangnya. Penelitian ini menggunakan uji expert judgement atau dosen ahli dan guru pengampu pembelajaran kue Indonesia dari terigu di kelas X1 Tata Boga SMK Negeri 1 Rote Barat. Mekanisme perhitungan validitas tersebut, yaitu: 1) pakar menilai setiap instrumen; 2) penilaian dikelompokkan menjadi kurang relevan dan sangat relevan; 3) hasil penilaian pakar ditabulasi ke dalam bentuk matriks; 4) melakukan tabulasi silang antara dua pakar; dan 5) menghitung validitas isi. Analisis validasi mengacu pada formula yang dikembangkan oleh Robert Gregory yakni : Tabel 3.3 Matriks Tabulasi Penilaian Dua Pakar



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



29



Hasil dari proses tabulasi silang dua pakar tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus.



Keterangan: V = validitas isi A = sel yang berisi jumlah butir instrumen yang dinyatakan tidak relevan oleh kedua pakar B = sel yang berisi jumlah butir instrumen yang dinyatakan relevan oleh pakar I dan kurang relevan oleh pakar II C = sel yang berisi jumlah butir instrumen yang dinyatakan kurang relevan oleh pakar I dan relevan oleh pakar II D = sel yang berisi jumlah butir instrumen yang dinyatakan relevan oleh kedua pakar



Nilai validitas isi yang diperoleh mencerminkan keseluruhan butir tes yang dihasilkan. Adapun kriteria untuk validitas isi (content validity) sebagai berikut: 0,80 – 1,00 = validitas sangat tinggi. 0,60 – 0,79 = validitas tinggi 0,40 – 0,59 = validitas sedang 0,20 – 0,39 = validitas rendah 0,00 – 0,19 = validitas sangat rendah Berdasarkan koreksi dari pakar (jugjes), setelah perbaikan dan konsultasikan kembali, validitas isi dapat dianalisis sebagai berikut: a. Uji Pakar Ranah Kognitif Siklus I



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



30



Tabel 3.4 Uji Koesioner Expert Judgment Tes Kognitif



Dari hasil perhitungan didapatkan nilai 0,833. Hal ini berarti tingkat validitas instrumen berada dalam kriteria sangat tinggi. Setelah diuji pakar, selanjutnya instrumen tes dapat digunakan sebagai tes untuk menilai hasil belajar ranah kognitif siswa.



Dari hasil perhitungan didapatkan nilai 0,833. Hal ini berarti tingkat validitas instrumen berada dalam kriteria sangat tinggi. Setelah diuji pakar, selanjutnya instrumen tes dapat digunakan sebagai tes untuk menilai hasil belajar ranah kognitif peserta didik



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



31



DAFTAR PUSTAKA



Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.



Bandung:



PT Remaja Rosdakarya.



Rusmono.(2014). Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning



itu



perlu. Bogor : Penerbit Ghalia IndoneSsia



Peraturan Menteri Pendidikan Nasional



Republik



Indonesia Nomor 22 Tahun



2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Menteri Pendidikan Nasional. Diakses pada tanggal 05 Maret 2016 darihttp://bsnpindonesia.org/id/wpcontent/uploads/isi/Permen_22_2006.pdf



Wina,



Sanjaya.



(2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar



Proses



Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.



Turmuzi, Ahmad. 2013.Mengingat dan Memahami Kembali tentang Teori Taksonomi Bloom. Kompasiana, 5 Februari 2013, http:// edukasi.kompasiana.com



PTK _IDA AYU KOMANG SUGIASTINI, S.Pd



32