Pterygium [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PTERIGIUM RS DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA



DISUSUN OLEH : Kurniawan Alim Prayoga



(P1337420217021)



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO 2018



LAPORAN PENDAHULUAN PTERIGIUM RS DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA



A. Pengertian Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium merupakan massa ocular eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea. Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas sampai yang besar sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea. Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya penglihatan si penderita. Evakuasi medis dari dokter mata akan menentukan tindakan medis yang maksimal dari setiap kasus, tergantung dari banyaknya pembesaran pterygium. Dokter juga akan memastikan bahwa tidak ada efek samping dari pengobatan dan perawatan yang diberikan.



B. Etiologi



Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga merupakan suatu neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada mereka yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik matahari. Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab paling umum adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara panas) yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen, kimia dan zat pengiritasi lainnya. Pterigium Sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang anak-anak. C. Patofisiologi Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan ploriferasi fibrovaskular,



dengan permukaan yang menutupi



epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase. Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadangkadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea bagian atas. D. Pathways PATWAYS



Sinar Ultra Violet



Angin



Asap



Debu



Semua alergi menuju ke bagian nasal orbita



Meatus nasi inferior



Tenjadi iritasi



Penebalan dan pertumbuhan Konjungtiva bulbi



Menjalar ke kornea



Perubahan rasa nyaman Perubahan rasa nyaman (Rasa kemeng di mata, (sensasi benda asing di Sensasi benda asing) mata)



Menutupi kornea



Pandangan kabur



Perubahan persepsi sensori



Dilakukan tindakan operatif



Risiko cidera



Ansietas



Terjadi trauma jaringan (luka)



Perubahan persepsi sensori



Nyeri



Risiko Infeksi



Risiko Cidera E. Manifestasi Klinis 1. Mata iritatatif, merah, gatal, dan mungkin menimbulkan astigmatisme.



2. Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone Optic). 3. Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis besi yang terletak di ujung pteregium. F. Klasifikasi Dan Grade 1. Klasifikasi Pterygium: a. Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja. b. Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal. 2. Grade pada Pterygium : a. Grade 1: Tipis (pembuluh darah konjungtiva yang menebal dan konjungtiva sklera masih dapat dibedakan), pembuluh darah sklera masih dapat dilihat. b.Grade 2: Pembuluh darah sklera masih dapat dilihat. c. Grade 3: Resiko kambuh, hiperemis, pada orang muda (20-30 tahun), mudah kambuh. d.Grade 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan. G. Pemeriksaan Dan Penegakan Diagnostik 1. Anamnesis Menanyakan pasien tentang keluhan yang diderita, durasi keluhan, faktor risiko seperti pekerjaan, paparan sinar matahari dan lain-lain. 2. Pemeriksaan Fisik Melihat kedua mata pasien untuk morfologi pterygium, serta memeriksa visus pasien. Diagnosa dapat didirikan tanpa pemeriksaan lanjut. Anamnesa positif terhadap faktor risiko dan paparan serta pemeriksaan fisik yang menunjang anamneses cukup untuk membuat suatu diagnosa pterygium. 3. Pemeriksaan Slit Lamp



Jika perlu, dokter akan melakukan Pemeriksaan Slit Lamp untuk memastikan bahwa lesi adalah pterygium dan untuk menyingkirkannya dari diagnosa banding lain. Pemeriksaan slit lamp dilakukan dengan menggunakan alat yang terdiri dari lensa pembesar dan lampu sehingga pemeriksa dapat melihat bagian luar bola mata dengan magnifikasi dan pantulan cahaya memungkinkan seluruh bagian luar untuk terlihat dengan jelas. H. Penatalaksanaan Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterygium yang telah menutupi media penglihatan. Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor (prednisone asetat) maka perlu kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan. Tindakan Operatif : Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan bila pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata. Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk mengangkat pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi penglihatan atau secara tetap meradang dan teriritasi. Paska operasi biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti penggunaan sinar radiasi B atau terapi lainnya.



I. Komplikasi Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut: 1. Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan 2. Kemerahan 3. Iritasi 4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan memberi kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus umumnya menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan focal kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi. Komplikasi postooperasi pterygium meliputi: 1. Infeksi 2. Reaksi material jahitan 3. Diplopia 4. Conjungtival graft dehiscence 5. Corneal scarring 6. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan vitreous, atau retinal detachment. Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada pterygium adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus ini dapat memiliki tingkat kesulitan untuk mengatur. I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas pasien yang meliputi :  Nama  Umur  Jenis kelamin  Kebangsaan / suku



 Berat badan, tinggi badan  Tingkat pendidikan  Pekerjaan  Status perkawinan  Anggota keluarga  Agama  Kondisi medis, prosedur pembedahan  Masalah emosional  Di rawat RS sebelumnya  Pengobatan sebelumnya  Alergi  Review sistem tubuh b. Identitas penanggung jawab yang meliputi :  Nama  Umur  Jenis kelamin  Pendidikan  Agama  Pekerjaan  Alamat  Hubungan dengan pasien c. Riwayat kesehatan  Keluhan utama : keluhan yang paling pasien rasakan yang membuat pasien masuk RS.  Keluhan tambahan : keluhan lain yang pasien rasakan.  Riwayat kesehatan sekarang : berisikan informasi rinci kesehatan sekarang.  Riwayat kesehatan dahulu : penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya.  Riwayat kesehatan keluarga : riwayat yang berisikan informasi keluarga pasien yang pernah menderita penyakit yang sama atau yang lainnya. d. Pola fungsional Gordon  Pola persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan  Pola eliminasi  Pola nutrisi  Pola aktivitas dan latihan  Pola persepsi dan kognitif  Pola konsepsi diri dan persepsi diri  Pola istirahat dan tidur  Pola peran dan hubungan



e.



f. g. h.



 Pola reproduksi seksual  Pola koping  Pola keyakinan dan nilai Pemeriksaan fisik  Keadaan umum  Tanda-tanda vital  Pemeriksaan head to toe Pemeriksaan penunjang Terapi Analisa data



A. Diagnosa Keperawatan Pre operasi 1. Perubahan rasa nyaman (sensasi benda asing) berhubungan dengan adanya penebalan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea. 2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler 3. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan. 4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani. Post Operasi 1. Perubahan



kenyamanan



(nyeri



akut)



berhubungan



dengan



diskontinuitas jaringan akibat pembedahan. 2. Risiko infeksi berhubungan dengan port de entry sebagai akibat diskontinuitas jaringan. 3. Perubahan dalam presepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan luka post operasi. 4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan. 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah.



B. Intervensi Pre Operasi 1. Perubahan rasa nyaman (rasa kemeng, sensasi benda asing) berhubungan dengan adanya penebalan konjungtifa bulbi yang menjalar ke kornea. a. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien merasa nyaman, dan dapat memahami penjelasan perawat. b. Kriteria Hasil :  Pasien merasa nyaman.



 Pasien dapat rileks



Intervensi 1) Kaji



dan



Rasional



dokumentasikan 1) Untuk mengetahui penyebab



keluhan pasien. penyakit pasien. 2) Beri pemahaman kepada pasien 2) Agar pasien paham tentang penyakitnya.



dan



mengerti dengan penyakitnya



3) Beri penjelasan kepada pasien mengenai tindakan yang dapat membantu pasien agar merasa lebih nyaman seperti: memakai



sehingga



mampu



menjalani



pengobatan sesuai saran dokter. 3) Untuk mengurangi pemaparan sunar ultraviolet maupun debu pada mata.



kaca mata gelap pada siang hari, beerusaha memperkecil kemunginan



kontak



dengan 4) Untuk



angin, asap, debu, dan sinar matahari. 4) Sarankan kepada pasien agar segera



berkonsultasi



dengan



dokter bila terjadi perubahan



mengetahui



perkembangan penyakit mata yang pasien alami. 5) Untuk



mempercepat



proses



penyembuhan.



yang signifikan pada matanya. 5) Sarankan kepada pasien untuk memakai



obat



yang



telah



diresepkan oleh dokter. 6) Kolaborasi dalam pelaksanaan eksterpasi pterygium.



2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler a. Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan. b. Kriteria Hasil :



 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.  Mengidentifikasi/memperbaiki



potensial



bahaya



dalam



lingkungan Intervensi 1) Tentukan



Rasional ketajaman



1) Penemuan



dan



penanganan



penglihatan, kemudian catat



awal



apakah satu atau dua mata



mengurangi resiko kerusakan



terlibat dan observasi tanda-



lebih lanjut.



tanda disorientasi. 2) Orientasikan klien tehadap lingkungan. 3) Perhatikan tentang



suram



atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi



bila



menggunakan



tetes mata. 4) Ingatkan klien menggunakan



komplikasi



2) Meningkatkan



dapat



keamanan



mobilitas dalam lingkungan. 3) Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah penggunaan tetes mata dilator. 4) Membantu penglihatan pasien.



kacamata. 3. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan. a. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami cedera. b.Kriteria Hasil: Pasien melaporkan tidak mengalami cedera (jatuh, tergores, tertusuk, dsb).



Intervensi



Rasional



1)



Orientasikan pasien dengan



1) Agar pasien terbiasa dan hafal



2)



lingkungannya. Awasi pasien selama proses



dengan situasi disekelilingnya. 2) Mencegah terjadinya risiko



3)



pemeriksaan berlangsung. Bimbing pasien berjalan



cidera pada pasien. 3) Agar pasien merasa aman dan



selama 4)



pemeriksaan



bila



pengelihatannya sangat kabur. Bersihkan jalan yang dilewati pasien dan yakinkan ruangan



5)



6)



terjadinya



cidera



pada pasien. 4) Untuk menghindari



risiko



cidera, dan lebih memperjelas



dalam keadaan terang. Libatkan keluarga dalam



penglihatan pasien. 5) Mencegah terjadinya



cidera



pengawasan pasien



pada pasien. 6) Mencegah terjadinya



cidera



sehari-



hari. Anjurkan untuk menjauhkan benda-benda yang berbahaya



7)



mencegah



di sekitar lingkungan pasien. Anjurkan untuk menghindari



pada pasien. 7) Mencegah



terjadinya



cidera/jatuh pada pasien.



pasien melintasi lantai licin. 4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani. a. Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan kecemasan pasien berkurang. b. Kriteria Evaluasi  Pasien tidak cemas  Pasien tampak rileks



Intervensi



Rasional



1) Kaji tingkat ansietas, derajat



1) Factor



ini



mempengaruhi



pengalaman nyeri/ timbulnya



persepsi



gejala



ancaman diri, potensial siklus



tiba-tiba



dan



pengetahuan kondisi saat ini. 2) Berikan



informasi



yang



akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan



bahwa



pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan. 3) Dorong pasien untuk



pasien



ansietas,



dan



mempengaruhi



upaya



terhadap dapat medic



untuk mengontrol TIO. 2) Menurunkan ansietas sehubungan ketidaktahuan/harapan



dengan yang



akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan



informasi



tentang



mengakui



masalah



dan



mengekspresikan perasaan.



pengobatan. 3) Memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata,



4) Jelaskan



dengan



jujur



mengenai prosedur tindakan operatif



yang



akan



mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah. 4) Pasien mengerti tentang



dijalaninya. 5) Identifikasi sumber/ orang yang menolong.



prosedur



operasi



kecemasan



sehingga



pasien



akan



berkurang. 5) Memberikan keyakinan bahwa pasien



tidak



sendiri



dalam



menghadapi masalah.



Post operasi 1. Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat pembedahan. a. Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan nyeri pasien berkurang atau terkontrol. b. Kriteria hasil : 



Pasien mengeluh tidak nyeri







Skala nyeri 0 dari skala 0-10 yang diberikan. Intervensi



Rasional



1) Monitor TTV pasien



1) Mengetahui keadaan umum pasien.



2) Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien. 3) Berikan



posisi



yang



2) Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien. 3) Membantu



pasien



untuk



nyaman.



rileks.



4) Ajarkan



kepada



tekhnik



klien



4) Untuk



/



nyeri.



distraksi



mengurangi



rasa



relaksasi. 5) Anjurkan



pasien



untuk



tidak melakukan aktifitas yang dapat meningkatkan vasokontraksi, mengedan



seperti



dan



batuk



tempat



tidur



beruntun. 6) Ciptakan



dengan



tim



medis untuk pemberian



dapat



meningkatkan tekanan bola mata



sehinggan



dapat



meningkatkan nyeri yang dirasakan.



6) Memberikan



yang nyaman. 7) Kolaborasi



5) Vasokontraksi



kenyamanan



pada pasien 7) Mengurangi nyeri secara farmakokinetik.



analgetik



2. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur (invasif) bedah. a. Tujuan: setelah diberikan askep diharapkan tidak terjadi infeksi pada pasien. b. Kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien: kalor, dolor, rubor, tumor, fungsiolaesa.



Intervensi 1) Kaji



luka,



1) Mengetahui keadaan umum



tanda



luka dan mengidentifikasi



infeksi (rubor, kalor, dolor,



adanya tanda-tanda infeksi.



pantau



karakteristik



Rasional



adanya



tumor, dan fungsiolaesa).



2) Gunakan tehnik aseptik dalam



perawatan



post



operatif.



kontaminasi



3) Beri tahu klien tentang pentingnya kebersihan dan cara mencuci tangan yang baik. Yaitu cuci tangan dibawah air mengalir dan gunakan 6 langkah cuci tangan



yang



baik



dan



benar. Informasikan untuk melakukan cuci tangan yg benar



2) Untuk mencegah terjadinya



sebalum



dan



terhadap



mikroba 3) Mencegah



terjadinya



infeksi. Bila tangan yang menyentuh kotor



daerah maka



mempermudah



mata akan jalan



masuknya mikrooorganisme pathogen ke dalam luka.



sesudah menyentuh daera mata. 4) Ajarkan



untuk



membersihkan



mata



dengan



yang



dibasahi



kapas dengan



air



4) Air



hangat-hangat



dapat membunuh beberapa



hangat-hangat kuku bila



jenis



mata tersa gatal.



pathogen



5) Kolaborasi



kuku



mikroorganisme



dalam



pemberian antibiotika.



5) Membantu membunuh mikroorganisme patogen.



3. Perubahan dalam pesepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan luka post operasi.



a. Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan. b. Kriteria Hasil :  Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.  Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan



Intervensi 1) Tentukan



Rasional ketajaman



penglihatan.



1) Mengetahui ketajaman



tingkat pengeliatan



pasien. 2) Orientasikan



klien



pada



lingkungan, staf, orang lain di sekitar. 3) Letakkan sering



barang



yang



diperlukan



dalam



jangkauan .



2) Memudahkan berkomunikasi



pasien dengan



orang disekitar. 3) Memudahkan pasien mengambil barang-barang yang sering digunakan. 4) Buah-buahan yang berwarna kuning memiliki



4) Anjurkan



klien



untuk



kandungan vit. A yang



mengkonsumsi nutrisi yang



tinggi dan baik untuk



bergizi,



misalnya



mata. Dan asupan nutrisi



buahan



yang



kuning,



seperti



buah-



berwarna pepaya,



wortel dan lain-lain.



5) Berikan obat-obatan sesuai terapi.



yang baik dapat mempercepat proses penyembuhan luka.



5) Mempercepat penyembuhan secara



farmakokinetik.



4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan. c. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami cedera. d.Kriteria Hasil: Pasien melaporkan tidak mengalami cedera (jatuh, tergores, tertusuk, dsb). Intervensi 1) Orientasikan



pasien



lingkungannya. 2) Bimbing pasien selama



Rasional dengan



1) Agar pasien terbiasa dan hafal



berjalan



dengan situasi disekelilingnya. 2) Agar pasien merasa aman dan



pemeriksaan



bila



pengelihatannya sangat kabur. 3) Bersihkan jalan yang dilewati pasien dan yakinkan ruangan dalam keadaan terang. 4) Anjurkan pasien



tidak



mencegah



terjadinya



cidera



pada pasien. 3) Untuk menghindari



risiko



cidera, dan lebih memperjelas penglihatan pasien. 4) Peningkatan tekanan pada bola



melakukan aktifitas yang dapat



mata



meningkatkan



berisiko memperparah cidera



tekanan



pada



bola mata seperti menunduk, mengedan, dan batuk beruntun. 5) Anjurkan pasien agar tidak miring kearah mata yang sakit/



yang



terdapat



luka



pada mata yang luka. 5) Tidur kearah mata yang sakit dapat



menyebabkan



meningkatnya tekanan pada



luka pada saat tidur.



bola mata yang sakit, sehingga 6) Anjurkan pasien untuk makan makanan tinggi serat (sayursayuran dan buah-buahan) agar pencernaan menjadi lancar. 7) Libatkan keluarga dalam pengawasan



pasien



dan



membantu pasien memenuhi



berisiko menyebabkan cidera/ pendarahan pada luka. 6) Pencernaan yang mengurangi



lancar



kemungkinan



pasien mengedan saat BAB, sehingga



mengurangi



risiko



kebutuhan sehari-hari. 8) Anjurkan keluarga



untuk



menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien misalnya menjauhkan benda-benda yang berbahaya



di



cidera. 7) Mencegah



terjadinya



cidera



terjadinya



cidera



pada pasien. 8) Mencegah pada pasien.



sekitar



lingkungan pasien dan gunakan tempat



tidur



yang



rendah



dengan pagar pengaman di tepi tempat tidur untuk pasien. 9) Anjurkan untuk menghindari



9) Mencegah



terjadinya



cidera/jatuh pada pasien



pasien melintasi lantai licin



5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah. a. Tujuan: setelah diberikan askep diharapkan pasien mengetahui tentang penyakitnya. b. Kriteria hasil: pasien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya dan cara perawatannya.



Intervensi



Rasional



1) Berikan penjelasan mengenai



1) Menambah pengetahuan pasien



kondisi



penyakit,



sebelumnya



dan



proses



tentang penyakitnya.



sesudah



dilakukan pembedahan. 2) Menambah pengetahuan pasien



2) Jelaskan



dan



ajarkan



tentang cara perawatannya.



perawatan secara teratur di pelayanan kesehatan terdekat. 3) Libatkan orang terdekat klien dalam melaksanakan aktivitas



3) Memudahkan dalam membantu pasien dalam melakukan ADL.



kehidupan sehari-hari.



C. IMPLEMENTASI Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien. D. EVALUASI 1. S (subjektif)



: Data subektif Berisi data dari pasien melalui



anamnesis (wawancara) yang merupakan ungkapan langsung 2. O (objektif) : Data objektif Data yang dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik 3. A (assesment) : Analisis dan interpretasi Berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya dilakukan tindakan segera. 4. P (plan) : Perencanaan Merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis atau labolatorium, serta konseling untuk tindak lanjut.



DAFTAR PUSTAKA Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Kedokteran EGC,



Pendokumentasian



Perawatan



Pasien,



Penerbit



Buku



Jakarta.



Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran



EGC, Jakarta.



Salim S Anissa (2005), Asuhan Keperawatan pada Pasien Pterigium, www.google.com,