Pungutan Liar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS PBAK KELOMPOK 8 PUNGUTAN LIAR



Disusun oleh : 1. Tiara Rizkananda Isnaini



(P27220019135)



2. Tri Wulandari



(P27220019136)



3. Vazella Putri Cegame



(P27220019137)



4. Yesi Isdiati



(P27220019138)



5. Yuliana Nur Kolifah



(P27220019139)



PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2020



A. PENGERTIAN Pungutan liar adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau Pegawai Negeri atau Pejabat Negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut. Dapat disamakan dengan perbuatan pemerasan, penipuan atau korupsi. Tingginya tingkat ketidakpastian pelayanan sebagai akibat adanya prosedur pelayanan yang panjang dan melelahkan menjadi penyebab dari semakin banyaknya masyarakat yang menyerah ketika berhadapan dengan pelayanan publik yang korupsi. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat cenderung semakin toleran terhadap praktik pungutan liar dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pungutan liar merupakan perbuatan-perbuatan yang disebut sebagai perbuatan pungli sebenarnya merupakan suatu gejala sosial yang telah ada di Indonesia, sejak Indonesia masih dalam masa penjajahan dan bahkan jauh sebelum itu. Namun penamaan perbuatan itu sebagai perbuatan pungli, secara nasional baru diperkenalkan pada bulan September 1977, yaitu saat Kaskopkamtib yang bertindak selaku Kepala Operasi Tertib bersama Menpan dengan gencar melancarkan Operasi Tertib (OPSTIB), yang sasaran utamanya adalah pungli. Pada masa Undang-Undang №3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dikeluarkan Instruksi Presiden №9 tahun 1977 tentang Operasi Penertiban (1977–1981), dengan tugas membersihkan pungutan liar, penertiban uang siluman, penertiban aparat pemda dan departemen. Untuk memperlancar dan mengefektifkan pelaksanaan penertiban ini ditugaskan kepada Menteri Negara Penertiban



Aparatur



Negara,



untuk



mengkoordinir



pelaksanaannya



dan



Pangkopkamtib untuk membantu Departemen/Lembaga pelaksanaanya secara operasional. Pungutan liar juga termasuk dalam kategori kejahatan jabatan, di mana dalam konsep kejahatan jabatan di jabarkan bahwa pejabat demi menguntungkan diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.Dalam rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf e UU No 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 423 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 12 UU No 31 Tahun



1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No 20 Tahun 2001 (Tindak Pidana Korupsi), menjelaskan definisi pungutan liar adalah suatu perbuatan yang dilakukan pegawai negeri atau penyelenggara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Istilah lain yang dipergunakan oleh masyarakat mengenai pungutan liar atau pungli adalah uang sogokan, uang pelicin, salam tempel dan lain lain. Pungutan liar pada hakekatnya adalah interaksi antara petugas dengan masyarakat yang didorong oleh berbagai kepentingan pribadi. B. FAKTOR PENYEBAB Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan pungutan liar, yaitu: 1.



Penyalahgunaan wewenang. Jabatan atau kewenangan seseorang dapat melakukan pelanggaran disiplin oleh oknum yang melakukan pungutan liar.



2.



Faktor mental. Karakter atau kelakuan dari pada seseorang dalam bertindak dan mengontrol dirinya sendiri.



3.



Faktor ekonomi. Penghasilan yang bisa dikatakan tidak mencukupi kebutuhan hidup tidak sebanding dengan tugas/jabatan yang diemban membuat seseorang terdorong untuk melakukan pungli.



4.



Faktor kultural & Budaya Organisasi. Budaya yang terbentuk di suatu lembaga yang berjalan terus menerus terhadap pungutan liar dan penyuapan dapat menyebabkan pungutan liar sebagai hal biasa.



5.



Terbatasnya sumber daya manusia.



6.



Lemahnya sistem kontrol dan pengawasan oleh atasan.



C. TINDAK PIDANA



Dalam kasus tindak pidana pungutan liar tidak terdapat secara pasti dalam KUHP, namun demikian pungutan liar dapat disamakan dengan perbuatan pidana penipuan, pemerasan dan korupsi yang diatur dalam KUHP sebagai berikut: -



Pasal 368 KUHP: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.



-



Pasal 415 KUHP: “Seorang pegawai negeri atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat-surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.



-



Pasal 418 KUHP: “Seorang pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.



-



Pasal 423 KUHP: “Pegawai negeri yang dengan maksud menguntungkan diri



sendiri



atau



orang



lain



secara



melawan



hukum,



dengan



menyalahgunakan kekuasaannya memaksa orang lain untuk menyerahkan sesuatu, melakukan suatu pembayaran, melakukan pemotongan terhadap suatu pembayaran atau melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun”.



Berdasarkan ketentuan pidana tersebut di atas, kejahatan pungutan liar dapat dijerat dengan tindak pidana di bawah ini: a. Tindak pidana penipuan Penipuan dan pungutan liar adalah tindak pidana yang mana terdapat unsur-unsur yang sama dan saling berhubungan, antara lain untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kebohongan untuk atau agar orang lain menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya. b. Tindak pidana pemerasan Penipuan dan pungutan liar adalah tindak pidana yang mana terdapat unsur-unsur yang sama dan saling berhubungan, antara lain untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kekerasan atau dengan ancaman agar orang lain menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya. c. Tindak pidana korupsi Tindak pidana korupsi yang sangat erat kaitannya dengan kajahatan jabatan ini, karena rumusan pada pasal 415 pasal penggelapan dalam KUHP diadopsi oleh UU No 31 tahun 1999 yang kemudian diperbaiki oleh UU No 20 tahun 2001, yang dimuat dalam pasal 8. D. CONTOH PUNGLI Tertangkapnya oknum PNS Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Laut dalam operasi tangkap tangan (OTT) Mabes Polri dan Polda Metro Jaya terkait pungutan liar yang juga di hadiri Presiden Jokowi patut diberi apresiasi. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memerangi penyakitpenyakit oknum aparat yang dapat merugikan masyarakat. Menindak lanjuti laporan masyarakat dan keluhan supir truck pengangkut komoditas, Walikota Jambi Sy Fasha langsung turun ke lokasi untuk tangkap tangan para terduga petugas Dinas Perhubungan Kota Jambi. Alhasil, Walikota Jambi ini pun berhasil tangkap tangan petugas Dishub yang melakukan pungli. Yang perlu menjadi perhatian kita bersama adalah bahwa celah untuk melakukan pungli itu terbuka lebar dan hidup di dalam masyarakat. Pimpinan instansi terkait



yang menyangkut segala persoalan perizinan dan administrasi mustahil tidak mengetahui. Pada hakikatnya, pungutan liar bukanlah kegiatan sepihak, melainkan terjadi karena adanya hubungan, misalnya antara aparat pemerintah dengan pengusaha. Oleh karena interaksi itulah , maka kemungkinan pungutan liar itu terjadi. Ironisnya, keluhan serupa juga dirasakan oleh para PNS yang nota bene adalah sejawat atau sesame aparat birokrasi pada saat menyelesaikan urusan kepegawaian, seperti usul kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala, usul jabatan structural dan fungsional, cuti, bantuan kesejahteraan dan sejenisnya. Keluhan itu seringkali dikaitkan dengan adanya budaya amplop yang harus disediakan jika mereka berurusan di BKD, BKN atau instansi terkait lainnya.



E. Dasar Pertimbangan Presiden Menetapkan Kebijakan Untuk Memberantas Pungutan Liar (Pungli) yang Bertentangan Dengan Undang-Undang. Adapun rasiolegis legisiator berinisiatif memberantas pungutan liar karena praktek pungutan liar telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, efisien, dan mampu menimbulkan efek jera, perlu dibentuk melaui satuan tugas sapu bersih pungutan liar dengan landasan hukum berbentuk Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Pelaku praktek-praktek pungli, sangat serius diupayakan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dalam rapat koordinasi dengan gubernur dari seluruh Indonesia di Istana Negara, Presiden membicarakan langkah langkah konkret pemberantasan pungli di semua lapisan pelayanan masyarakat. Pungutan liar yang sudah terlalu lama dibiarkan menjadi budayatersendiri dalam pelayanan masyarakat. Tak ingin hal tersebut terjadi terusmenerus, Presiden Joko Widodo menegaskan kepada jajarannya di daerah untuk menyelaraskan langkah dengan pemerintah pusat dalam upaya pemberantasannya di Indonesia. Hasilnyapun sangat signifikan setelah Perpres itu disahkan dan dilaksanakan, puluhan ribu laporan dan atau



pengakuan masuk ke pemerintahan terkait adanya pungli, dan banyak juga yang tertangkap tangan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh petugas saber pungli yang dibentuk. Pungutan tidak sah mencakup pelaku dan adanya perbuatan, pelaku tergolong anasir subyektif dan perbuatan termasuk ke dalam unsur obyektif. Unsur obyektif dan subyektif dalam pungutan tak resmi diatur dalam UndangUndang Pemberantasan Korupsi dengan pasal pengaturan awalnya dari hukum pidana materiil, meliputi tergolong Pegawai Negeri Sipil (PNS)/ Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan segala bentuk perbuatan pidananya. Unsur subyektif, dilakukan oleh orang guna kepentingan pribadi yang bertentangan dengan hukum positif.



Terdapat beberapa faktor penyebab



pelaku melakukan pungli, yaitu : 



Penyalahgunaan wewenang, punya kesempatan sebagai pejabat negara







Moral, etika buruk







Kekurangan penghasilan, gaji yang diberikan pemerintah sangat terbatas







Budaya yang terbentuk berjalan terus-menerus di suatu lembaga terhadap pungli dapat menyebabkan hal tersebut sangat biasa.







Kesadaran hukum rendah.







Kurang memahami ajaran agama.



Dalam kasus terindikasi masuk pemungutan secara tidak sah yang dilakukan dalam operasi sapu bersih, tidak formal tercantum dalam ketentuan hukum pidana materiil sebagai kejahatan atau pelanggaran hanya ditafsirkan kedalam pasalpasal yang dilanggar oleh oknum seperti Pasal 368, 421, dan 378 KUHP. Semua pasal itu masuk klasifikasi korupsi. Kejahatan pungutan liar dapat diklasifikasikan sebagai pemerasan dan penipuan. Sektor pelayanan publik sangat luas bidang dan cakupan/lingkup kerjanya, sehingga sulit dikontrol oleh lembaga pengawasnya. Pemerintah dalam menyelenggarakan dan memenuhi pelayanan publik memerlukan aturan-aturan kebijakan yang harus dikeluarkan dan dijalankan. Salah satu kebijakan pemerintah yang dibuat



untuk mencegah dan memberantas kejahatan dibidang pungutan liar adalah berupa Perpres No: 87 Tahun 2016 ini, yang dikenal dengan Saber Pungli Perpres merupakan salah satu produk hukum, yakni dikeluarkan oleh Presiden sebagai langkah kebijakan guna mengatasi perkembangan konfigurasi politik. Politik disini diartikan penulis sebagai perkembangan politik hukum dibidang politik hukum pidana. Moh. Mahfud MD menyatakan bahwa pada intinya peraturan politik nampak mempengaruhi hasil legislasi yang punya wawasan untuk kemajuan.Terkait dikeluarkannya Perpres No. 87 ini dari Presiden Joko Widodo maka karakter Perpres ini responsif dalam mencegah kejahatan pungutan liar yang marak sedang terjadi. Sejalan dengan pandangan diatas dalam penanggulangan dan pemberantasan kejahatan, dikaitkan dengan keberadaan maksud dan tujuan dikeluarkannya Perpres No. 87 tersebut juga merupakan bentuk upaya penanggulangan kejahatan dibidang pungutan liar, terkait dengan esensi Perpres tersebut masuk dalam kategori tiga baikan hukum sosial dan untuk kesejahteraan masyarakat.8 Semua langkah kebijakan yang dicanangkan tersebut sudah tentu dilengkapi dengan perangkat aturan sanksi, terutama sanksi penal (penal policy) untuk tegaknya hukum pidana dalam penegakan hukum yang berkeadilan (due process of law). F. Aparatur/Petugas yang Berperan Dalam Memberantas Pungutan Liar Satgas Saber Pungli berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Satgas Saber Pungli mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah.Dalam melaksanakan tugas dan fungsi Satgas Saber Pungli mempunyai wewenang: 



Membangun sistem pencegahan dan pemberantasan pungutan liar;







Melakukan pengumpulan data dan informasi dari kementerian/lembaga dan pihak lain yang terkait dengan menggunakan teknologi informasi;







Mengoordinasikan,merencanakan,



dan



melaksanakan



operasi



pemberantasan pungutan liar; 



Melakukan operasi tangkap tangan;







Memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga serta kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;







Memberikan rekomendasi pembentukan dan pelaksanaan tugas unit







Saber Pungli di setiap instansi penyelenggara pelayanan publik kepada pimpinan kementerian/lembaga dan kepala pemerintah daerah; dan







Melaksanakan evaluasi kegiatan pemberantasan pungutan liar.



Susunan organisasi Satgas Saber Pungli terdiri atas: 



Pengendali/Penanggung jawab : Menko bidang Politik, Hukum, dan Keamanan;







Ketua Pelaksana : Inspektur Pengawasan Umum Polri







Wakil Ketua Pelaksana I : Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri;







Wakil Ketua Pelaksana II : Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan;







Sekretaris : Staf Ahli di lingkungan Kemenko bidang Polhukam;







Anggota : 1. Polri; 2. Kejaksaan Agung 3. Kementerian Dalam Negeri; 4. Kementerian Hukum dan HAM; 5. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK); 6. Ombudsman RI; 7. Badan Intelijen Negara (BIN); 8. Polisi Militer TNI.



Untuk melaksanakan tugas Satgas Saber Pungli, pengendali/penanggung jawab Satgas Saber Pungli dapat mengangkat kelompok ahli dan kelompok kerja sesuai kebutuhan. Kelompok ahli berasal dari unsur akademisi, tokoh masyarakat, dan unsur lain yang mempunyai keahlian di bidang



pemberantasan pungutan liar. Pengendali/penanggungjawab Satgas Saber Pungli melaporkan pelaksanaan tugas Satgas Saber Pungli kepada Presiden paling sedikit 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Ketua pelaksana dan wakil ketua pelaksana mempunyai tugas mengoordinasikan pelaksanaan tugas kelompok kerja dalam pelaksanaan operasi tangkap tangan. Ketua pelaksana dan wakil ketua pelaksana dan kelompok



kerja



melaporkan



hasil



pelaksanaan



tugas



kepada



pengendali/penanggung jawab Satgas Saber Pungli secara berjenjang. Perpres juga menegaskan, masyarakat dapat berperan serta dalam pemberantasan pungutan liar, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media elektronik atau non elektronik, dalam bentuk pemberian informasi, pengaduan, pelaporan, dan/atau bentuk lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bila masyarakat aktif akan banyak laporan terkait pungli pada pelayanan publik, baik di pusat maupun daerah. Partisipasi publik dipercaya menentukan keberhasilan pemberantasan pungli. Menghapuskan pungli dari Indonesia bisa memberikan kepercayaan bagi investor, dan masyarakat jadi percaya hukum dapat ditegakkan.



DAFTAR PUSTAKA



“Pungli adalah”. https://www.dosenpendidikan.co.id/pungli-adalah/ “PEMBERANTASAN PUNGUTAN LIAR (PUNGLI) SEBAGAI BENTUK KEBIJAKAN KRIMINAL DI INDONESIA” https://www.google.com/url? sa=t&source=web&rct=j&url=https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/articl e/download/46941/28256/&ved=2ahUKEwj3wJD6lO7sAhXaAnIKHVa2DEEQFj ABegQIBxAF&usg=AOvVaw2DqVL2-0-Ut13PQ6QNS67i https://medium.com/@indotesis/pengertian-pungutan-liar-atau-pung-li91d8c1399b26