"Restless Leg Syndrome": Tinjauan Pustaka Februari 2015 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TINJAUAN PUSTAKA



Februari 2015



“Restless Leg Syndrome”



Nama



: Sakina Usman



No. Stambuk : N 111 14 011



BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU 2015



1



BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Restless Legs Syndrome (RLS) atau Sindrom Kaki Gelisah merupakan penyakit umum yang sering dijumpai namun sering terlihat sebagai penyebab dari insomnia. RLS sering disamakan dengan “anxiety” atau kecemasan karena sebagian besar pasien mengeluhkan rasa gelisah ketika mau tidur. Diagnosis dari RLS juga sering keliru oleh karena cara penggambaran yang berbeda dari setiap penderitanya. Kebanyakan dari penderitanya tidak menggunakan istilah “gelisah” dalam penggambaran rasa ketidaknyamanan pada kaki mereka. Contoh beberapa perasaan yang mereka alami pada kaki mereka, seperti rasa berdenyut, tertekan, geli, pegal, kram, terbakar, nyeri.1 Penjelasan mengenai hubungan RLS dengan gangguan tidur pada tahun 672 oleh seorang dokter asal Inggris yang bernama sir Thomas Willis.2 Pada abad ke-19 dan ke-20 beberapa orang juga memberi nama pada kelainan tersebut, seperti “anxietas tibiarum”, oleh Wittmaack 3, Leg Jitter oleh Allison4. Karl Axel Ekbom adalah orang yang pertama kali memberikan penjelasan rinci mengenai ciri dari kelainan ini, dan menamainya dengan “asthenia crurum paraesthetica” 5. Pada tahun 1945 Ekbom memberikan istilah baru, yaitu “Restless Legs Syndrome” untuk membedakan dengan kelainan lainnya. Selain itu dia juga melaporkan bahwa RLS dapat diturunkan dalam keluarga dan mudah terjadi pada wanita hamil dan anemia. Karena jasanya yang sudah memberikan penjelasan yang terperinci mengenai kelainan ini, maka kelainan ini disebut juga Ekbom Syndrome. 6



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi RLS adalah kelainan neurologis yang dikarakteristikkan dengan adanya dorongan yang sangat kuat untuk menggerakkan ekstremitas yang berhubungan dengan parestesia, yang terjadi pada sebagian atau seluruh kaki, yang dapat berkurang dengan pergerakan, dan yang biasanya terjadi saat istirahat atau pada malam hari, yang nantinya dapat menyebabkan timbulnya gangguan tidur.7 Nama lain: Ansietas tibiarum, Leg Jitters, Asthenia crurum parasthetica, Focal akathisia of the legs, Ekbom Syndrome.7 2. Epidemiologi -



Terjadi pada 1-10% dari populasi umum7



-



Lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 2:1.8,9



-



Risiko untuk terjadinya RLS semakin meningkat dengan semakin bertambahnya usia7-9



-



50% orang dengan RLS memiliki First degree relative yang juga menderita RLS9



-



Populasi yang berisiko tinggi terjadinya RLS adalah ibu hamil,pasien dengan defisiensi besi, pasien dengan end-stage renal disease, pasien sering melakukan hemodialysis atau donor darah, anak dengan ADHD (attention deficit hyperactivity disorder). 7-9



3. Etiologi Penyebab pasti dari RLS belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, ditemukan bahwa RLS berhubungan dengan genetic, defisiensi besi atau asam folat, defisiensi dopamine, dan tingginya hormone estradiol. 7-9



3



4. Diagnosis Banding -



Gangguan dari system saraf perifer seperti neuropati perifer



-



Sindroma iritaasi nerve root atau kompresi dari nervus perifer



-



Gangguan system vascular seperti arterial peripheral disease



-



Gangguan



psikiatri,



seperti



anxietas



disorder,



attention



deficit



hyperactivity disorder7 -



Gangguan tidur, seperti periodic limb movements in sleep



-



Obat-obatan:



antipsychotic-induced



akathisia,



antidepressant



and



antipsychotic induced RLS.7,8 Tabel.1 Diagnosis Banding RLS dengan penyakit lainnya.9 NO Diagnosis Banding 1. Neuropati perifer



2.



3.



4. 5.



Karakteristik - Tidak ada perubahan pada sikardian - Tidak terdapat PLMS - Konduksi saraf normal - Tidak ada perbaikan dengan pergerakan Akathisia - Tidak mengikuti pola sikardian - Tidak terdapat parestesia - Membaik dengan penggunaan dopamine blocker Peripheral vaskular - Memburuk dengan pergerakan, dan disease membaik dengan istirahat - Pada pemeriksaan fisik terdapat perubahan pada pembuluh darah dan kulit Nocturnal leg cramps - Unilateral, fokal terdapat onset yang mendadak Painful legs and - Tidak ada keinginan yang sangat untuk moving toes menggerakkan kaki - Gejalanya tidak memburuk saat istirahat dan tidak membaik dengan pergerakan - Tidak ada perubahan sikardian



5. Manifestasi Klinis



4



-



Keinginan yang amat sangat untuk menggerakkan karena adanya sensasi yang tidak nyaman, yang dapat berkurang dengan pergerakan dan biasanya terjadi pada saat istirahat atau malam hari. Kebanyakan orang dengan RLS dapat menjelaskan gejala ini dengan saat terperinci



-



Keluhan tipikal yang umum dan membuat pasien dengan RLS datang mencari pengobatan adalah gangguan tidur (insomnia)



-



Keluhan dapat membaik jika diberikan terapi dengan levodopa7-9



-



Meningkatnya sensitivitas terhadap rasa nyeri



Definisi RLS pada saat ini juga tidak mengikutsertakan adanya komponen nyeri pada gejala sensoris dari RLS. Akan tetapi, sensasi nyeri dapat merupakan bagian dari RLS. Dan adanya penelitan yang mengemukakan bahwa terdapat 56-85% pasien dengan RLS mendeskripsikan symptom yang mereka alami sebagai rasa nyeri. Pasien dengan RLS juga diduga mengalami peningkatan sensitivitas nyeri, sebagai contohnya static mechanical hyperalgesia. Menariknya, rasa nyeri ini berkurang dengan pengobatan levodopa jangka panjang (1 tahun) namun tidak dengan jangka pendek. Akan tetapi, sensitivitas terhadap rasa nyeri juga berhubungan dengan kualitas tidur yang jelek dan depresi. Gejala rasa nyeri pada orang dengan RLS dapat membaik hika diberikan opiodergic agent. 7 6. Diagnosis Kriteria diagnosis RLS (2003) 10 1. Kriteria Diagnostic Esensial RLS (dewasa) a. Keinginan yang sangat kuat untuk menggerakkan kaki, biasanya diikuti atau disebabkan oleh sensasi tidak nyaman atau tidak menyenangkan pada kaki b. Keinginan yang sangat untuk menggerakkan atau sensasi yang tidak menyenangkan dimulai atau menjadi lebih parah pada saat istirahat atau tidak beraktivitas seperti baring atau duduk



5



c. Keinginan yang sangat untuk menggerakan atau sensasi tidak menyenangkan yang terjadi sebagian atau seluruhnya yang dapat membaik dengan pergerakan, seperti berjalan atau melakukan peregangan tubuh sekurang-kurangnya selama aktivitas dilakukan. d. Keinginan yang sangat untuk menggerakkan atau sensasi yang tidak menyenangkan yang memburuk pada waktu malam hari daripada siang hari atau hanya terjadi pada malam hari. 2. Manifestasi klinis yang berhubungan dengan RLS a. Riwayat keluarga Prevalensi dari RLS diantara keluarga tingkat pertama dari orang yang memiliki RLS adalah 3-5 kali lebih besar daripada orang tanpa RLS b. Berespon dengan terapi dopaminergic Hampir semua orang dengan RLS memperlihatkan sekurangkurangnya respon positif pada terapi awal dengan menggunakan Ldopa atau dopamine receptor agonist yang dosisnya jauh lebih rendah daripada dosis biasa yang digunakan pada pasien dengan Parkinson c. Periodic Limb Movement (PLM) Periodic Limb Movement in Sleep (PLMS) terjadi (ada 85% orang dengan RLS). Akan tetapi, PLMS juga umumya terjadi pada kelainan lainnya dan pada orang-orang tua. PLMS lebih tidak umum terjadi dikalangan anak-anak daripada orang dewasa 3. Karakteristik lain yang berhubungan dengan RLS a. Perjalanan penyakit Bervariasi. Akan tetapi, ada pola tertentu yang dapat diidentifikasi yang dapat membantu untuk mendiagnosis. Ketika onset terjadi kurang dari 50 tahun, gejala awalnya muncul secara mendadak dan lebih parah. Dan beberapa pasien, RLS dapat terjadi secara intermiten dan dapat menghilang sendiri selama bertahun-tahun b. Gangguan tidur



6



Gangguan tidur merupakan alasan utama pasien datang mencari pengobatan. Oleh karena itu harus dipertimbangka pada rencana terapi yang akan dilakukan. c. Terapi medis dan pemeriksaan fisik Umumnya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan umum dan tidak berhubungan dengan diagnosis kecuali kondisi-kondisi komorbid atau secara sekunder menyebabkan RLS. Kadar besi harus diperiksa karena menurunnya cadangan besi merupakan faktor risiko potensial yang signifikan yang dapat diobati. Adanya neuropati



perifer



dan



radikulopati



seharusnya



juga



dipertimbangkan karena adanya kondisi-kondisi ini mungkin dapat berhubungan dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda Untuk mendiagnosis RLS pada anak, harus ada minimal 4 kriteria esensial dari orang dewasa yang dipenuhi yang didapatkan secara autoanamnesis atau setidaknya terdapat 2 kriteria berikut ini: 1) Gangguan tidur 2) Saudara atau orangtua yang secara biologis memiliki RLS 3) Terdapat lebih dari 5 periodik bergerakknya PLM per jam pada waktu tidur 4) Dideteksi oleh polysomnography7 d. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah serum ferritin, vitamin B12, elektrolit dan fungsi renal. Pasien dengan kadar serum ferritin yang kurang dari 50% dapat didiagnosis sebagai iron deficiency associated RLS.9 Konsentrasi serum ferritin yang kurang dari 50 ng/ml dihubungkan dengan adanya penurunan efisiensi dari tidur, meningkatnya pergerakan kaki sewaktu tidur, dan RLS. e. Pemeriksaan penunjang o Nerve conduction velocities dan electromyogram7



7



Dilakukan jika terdapat manifestasi klinis yang tidak khas dan menyerupai neuropati perifer7 o Polysomnography Biasanya dilkukan pada pasien yang memiliki gangguan tidur lainnya seperti sleep breathing related disorder (SBRD) atau jika ingin mengukur derajat gangguan tidur yang terjadi pada pasien 7. Patofisiologi Pathogenesis dari RLS masih belum diketahui. Kebanyakan hipotesa berpusat pada dopamine dan besi, beberapa bukti lainnya juga menghubungkan dengan system opiod, mekanisme spinal cor, hormone seks steroid, neuropati perifer atau kelainan vascular. a. Defisiensi besi Konsentrasi besi dalam darah mengikuti ritme sikardian konsentrasi besi dalam darah akan menjafi lebih rendah 50-60% pada malam hari dibandingkan dengan munculnya atau memburuknya gejala RLS pada waktu malam. Saat kadar besi dalam darah mencapai kadar terendah, disinilah terjadi gejala RLS yang paling maksimal. 9 Penelian yang menggunakan cairan serebrospinal, MRI dan materi otopis untuk menctukan status besi pada orang dengan RLS menyimpulkan adanya kekurangan zat besi pada otak pasien dengan RLS. Lebih menariknya lagi, besi adalah kofaktor dari tyrosine hidroksilase, yang merupakan enzim yang diperlukan untuk sintesis dopamine. Oleh karena itu, besi diperlukan untuk sintesis dopamine dan defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan produksi dopamine. 7 b. Defisiensi dopamine Respon positif dan pengobatan dengan menggunakan dopamine dosis terendah dan memburuknya gejala dengan dopamine release blocker (metocloporamide dan pimozise) menegaskan adanya peran penting dopamine dalam patofisiologi RLS. 1



8



System dopamine merupakan ekspresi sikardian. Kadar dopamine akan meningkat pada pagi hari dan mencapai kadar yang terendah pada tengah malam. Ini menjelaskan mengapa gejala RLS muncul atau lebih buruk pada malam hari dan respon neuroendokrin orang dengan RLS terhadap pemberian levodopa lebih bermakna jika diberikan pada malam hari dibandingkan pada pagi hari. 7-9 c. Opiate system Terlibatnya system opiate dalam RLS berdasarkan bukti adanya efketivitas pengobatan opiate pada pasien dengan RLS. Pemberian naloxone kepada pasien yang diterapi dengan opiate mengakibatkan reaktivitas dari gejala RLS. Akan tetapi efek ini tidak konsisten terjadi pada pasien yang diobati dengan menggunakan dopaminergic agent. Pemberian naloxone pada pasien yang tidak diterapi dengan opiate tidak menunjukkan adanya perburukan. 7 d. System medulla spinalis Ada dugaan bahwa impuls sensorik dari perifer ke korteks sensorik dipengaruhi oleh ketinggian dari medulla spinalis yang terkena. Ada beberapa laporan kasus yang menyatakan adanya hubungan antara RLS dengan kelainan pada spinal seperti lumbosacral radiculopathy, transverse myelitis, vascular injury of spinal cord, traumatic lesion or cervical spondylotic. Kebanyakan penyakit spinal ini juga memberikan respon positif terhadap terapi dopamine. Akan tetapi belum ada bukti yang dapat menegaskan adanya hubungan ini karena kelainan spinal lebih berhubungan dengan timbulnya PML. Pada kelainan spinal yang murni seperti syringomyleia atau syringobulbia ditemukan bahwa 63% pasien memiliki gejala PLM namun tidak satupun dari mereka memiliki gejala RLS.7 e. System saraf Neuropati perifer juga dikaitkan sebagai penyebab sekunder dari RLS. Akan tetapi hubungan antara neuropati perifer dan RLS sangatlah kompleks dan masih dalam penelitian. Mekanisme yang mungkin



9



terjadi adalah karena terganggunya basic perceptual level of sensory yang dapat mengakibatkan terjadinya hipersensitisasi dari jalur sensoris yang dapat menimbulkan terjadinya RLS. Walaupun sebagian besar orang dengan RLS akan menunjukkan adanya abnormalitas ketika diperiksa menggunakan electrophysiological ataupun alat lainnya, keabnormalan ini bukanlah merupakan penyebab yang mencetuskan terjadinya RLS.7 f. System vaskularisasi Pembuluh darah dilibatkan dalam terjadinya RLS karena kebanyakan orang dengan RLS akan memberikan respon yang positif terhadap terapi dengan vasodilative agent seperti carbachol dan tolazoline. Akan tetapi, penelitian dengan duplex



ultrasonografi menyatakan bahwa



gejala RLS tidak berhubungan dengan venous reflux dan gangguan vascular. Seperti neuropati perifer, gangguan dari vascular juga dapat menyebabkan terganggunya system lainnya termasuk kerusakan system saraf perifer. PLMS dan RLS juga dihipotesiskan berhubungan dengan terjadinya penyakit jantung, hipotensi dan strok. 7 g. Genetik Kebanyakan dari RLS adalah idiopatik dan first degree relative yang menderita RLS pada keluarganya. RLS dinyatakan diturunkan secara autosomal dominan. Beberapa lokus yang berhubungan dengan RLS ditemukan pada kromosom 12q, 14q, 9p, 2q, 16p, dan 20p.1 8. Tatalaksana RLS merupakan kelainan jangka panjang sehingga harus dipikirkan jika adanya lost of effectiveness, efek samping dan augmentasi yang mungkin timbul. Terapi RLS diberikan secara individual berdasarkan manifestasi klinis yang ditimbulkan, tingkat keparahannya, dan sifat gejala yang biasanya timbul pada malam hari. Pengobatan RLS untuk saat ini bukan untuk menyembuhkan tetapi hanya menghilangkan gejala dalam jangka waktu lama. Terapi saat ini yang sering



10



diberikan adalah dengan levodopa, opioid, dan benzodiazepine dalam jangka waktu lama. Akan tetapi evidence based and clinical guideline menempatkan dopamine agonist sebagai lini pertama pengobatan dan gejala RLS yang terjadi sehari-hari. Keparahan dari RLS dapat berbeda-beda pada setiap subjek dan dapat dibedakan dengan frekuensi dan intensitas gejala yang terjadi di system sensorimotorik, lama terjadinya symptom selama 24 jam, dan gangguan tidur yang ditimbulkan seperti insomnia. Perlu diingat bahwa insomnia dapat terjadi secara sekunder karena RLS sehingga memerlukan terapi yang spesifik dan bias juga dikarenakan pengobatan yang digunakan untuk mengobati RLS seperti levodopa atau dopamine agonist. 6,10 a. Terapi non-farmakologi Tujuan dari terapi farmakologi adalah untuk meningkatkan kualitas tidur. Pasien harus dimotivasi untuk tidur dan bangun dalam jadwal yang teratur. Lingkungan untuk tidur diusahakan tetap tenang dan nyaman serta menghindari aktivitas yang berlebihan selama berjam-jam sebelum tidur. Pasien dengan RLS juga dianjurkan untuk menjalankan gaya hidup yang sehat dengan makanan yang seimbang dan aktivitas fisik yang adekuat. Penggunaan kafein, nikotin dan alkohol harus dihindari karena dapat memperburuk RLS. Penggunaan obat-obatan antidepresan (SSRIs atau tetrasiklin), antihistamin, dopamine



blocking agent (neuroleptic atau



metoclopramide) juga dapat memperburuk gejala RLS. Jika gejala ini muncul pada saat istirahat maka pasien disarankan untuk melakukan aktivitas



ringan



seperti



bermain



video



games,



menjahit



atau



menggambar.10 b. Terapi farmakologi Terapi non-farmakologi saja tidak akan berhasil mengobati pasien RLS dengan derajat sedang sampai berat. Pasien-pasien ini memerlukan terapi farmakologi untuk mengatasi gejala yang mereka alami.6,10 o Intermitten symptom



11



Pasien yang gejalanya terjadi secara intermittern dapat diatasi dengan menggunakan obat-obat yang hanya diminum ketika gejala RLS muncul. Obat-obatan yang dianjurkan adalah: -



Carbidopa/levodopa, dosis 25-100 mg, diminum sebelum tidur



-



Low potency opioid or opioid receptor agonist seperti:



-







Codein, dosis 30-60 mg







Propoxyphene hydrochloride, dosis 65-130 mg







Tramadol, dosis 50-100 mg



Benzodiazepine, contohnya triazolam, dosis 0,125-0,5 mg6,10.



o Daily symptoms Pasien dengan gejala RLS yang terjadi setiap harinya harus meminum obat secara rutin setiap harinya. Terapi lini pertama dari dialy RLS symptom adalah dopamine agonist. Non-ergot dopamine agonist lebih disenangi karena efeknya lebih menguntungkan. Obat non-ergot dopamine yang sering digunakan pramipexole (0,125-2 mg/hari) atau ropinirole (0,125-4 mg/hari). Proses augmentasi jarang terjadi pada obat-obatan ini, akan tetapi efek augmentasi dapat terjadi pada penggunaan promipexole jangka panjang. 10 Obat alternative lainnya yang dapat digunakan adalah antikonvulsan (seperti gabapentin) dan low potency opioid. Efek augmentasi jarang terjadi pada penggunaan jangka pendek, namun efek ini harus diperhatikan pada penggunaan jangka panjang.10 o Refractory symptoms Pasien dengan gejala refrakter memerlukan pengantian pengobatan. Bias digunakan dopamine agonist jenis lain, opioid, atau anti konvulsan. Bias juga digunakan obat kedua seperti benzodiazepine, gabapentin, atau opioid. Pada RLS derajat berat dapat digunakan opioid kuat seperti methadone (5-40 mg/hari). 7-10



12



Terapi zat besi Pasien dengan RLS harus diperiksa kadar besinya. Jika kadar besinya kurang maka perlu diberikan penambahan zat besi.1,4 penambahan zat besi pada pasien RLS terbukti tidak efektif jika kadar besi diatas 50 ng/ml. tidak ada standar baku untuk terapi besi pada pasien RLS, akan tetapi ada panduan yang menyarankan diberikannya 50-65 mg elemen besi bersama dengan 200 mg vitamin C pada saat perut kosong setiap 1-3 kali sehari tergantung dari defisiensi besi yang dialami. Tujuan dari terapi penambahan besi adalah untuk mencapai kadar besi diatas 60 ng/ml. pemeriksaan besi harus diulang setiap 3 bulan. Saturasi dari transferrin harus selalu diperhatikan dan tidak boleh meningkat melebihi 45% untuk mencegah terjadinya hemokromatosis. 9 Penambahan besi dapat dilakukan melalui oral ataupun intravena. Penambahan zat besi pada pasien RLS secara oranl dengan memberikan 200 mg ferrous sulfate sebanyak 3 kali sehari dan setiap harinya selama 8-20 minggu. Penambahan besi secara intravena dapat dilakukan melalui infus. Setiap ferrous sucrose yang mengandung 100 mg besi akan menaikkan kadar ferritin kurang lebih dari 10 ng/ml. terapi ini dapat memberikan efek samping pada system gastrointestinal seperti rasa mual sehingga terapi ini sering kali tidak efektif.9 Terapi asam folat Dosis asam folat yang dibutuhkan pada pasien dengan RLS bervariasi mulai dari 5-30 mg/hari. Tujuannya adalah mencapai kadar asam folat dalam serum yang normal yaitu 10-12 ng/ml. dengan adanya penurunan dari dosis, gejala RLS akan kembali muncul dalam 2-7 minggu.9



13



9. Prognosis RLS umumnya adalah kondisi yang terjadi seumur hidup. Terapi yang ada saat ini dapat menghilangkan atau mengurangi gejala yang dirasakan dan meningkatkan efektivitas dari tidur. Symptom ini biasanya memburuk seiring bertambahnya usia. Ada beberapa individu yang dapat mengalami fase remisi. Akan tetapi gejala ini akan kembali setelah selama beberapa hari, minggu atau bulan. Prognosis dari RLS dapat diklasifikasikan menurut etiologinyaL -



RLS primer Keparahan dan frekuensi dari gejala akan meningkat seiring dengan berjalannya waktu. 



Pada individu yang onset terjadinya RLS setelah 45 tahun, progresivitas yang terjadi akan lebih cepat







Pada individu yang onset terjadinya RLS kurang dari 45 tahun, progresivitasnya lebih tersembunyi.



-



RLS sekunder Gejala yang dialamu biasanya akan menghilang jika faktor penyebabnya dihilangkan. Pada wanita hamil, RLS biasanya akan menghilang beberapa minggu setelah melahirkan. 11



BAB III KESIMPULAN 1. RLS adalah kelainan neurologis yang dikarakteristikkan dengan adanya dorongan yang sangat kuat untuk menggerakkan ekstremitas yang berhubungan dengan parastesia, yang terjadi pada sebagian atau seluruh



14



kaki, yang dapat berkurang dengan pergerakan, dan biasanya terjadi saat istirahat atau pada malam hari, yang nantinya dapat menimbulkan gangguan tidur. 2. RLS berhubungan dengan defisiensi besi atau asam folat, defisiensi dopamine, meningkatnya hormone kortisol, gangguan system opiate, saraf dan pembuluh darah. 3. RLS dapat diobati secara non-farmakologi dan farmakologi



DAFTAR PUSTAKA 1. Buchilz DW, Sleep Disorder,5th edition, Missouri: Mosby, Johson and Griffin, 2005. 2. Gamaldo CE, Restless Leg Syndrome: a clinical update, 2006.



15



3. Allen RP et al, Restless Leg Syndrome Diagnostic Criteria. A report from the restless legs syndrome diagnosis and epidemiology workshop at the National Institute of healt, Sleep Med. 2003 4. Garcia Borreguero et al, Correlation Between Rating Scales and Sleep Laboratory Measurement in Restless Leg Syndrome, Sleep Med. 2004 5. Kohnen R, et al, Assessment of Restless Leg Syndrome. Methodological approaches for use in practice and clinical trial, Mov Disord, 2007. 6. Ondo WG, Restless Leg Syndrome, in Jankovix, Parkinson Disease and movement disorder, 5th edition, Philadelphia, Lippincot, Williams and Wilkins, 2007. 7. Fulda



S,



Restless



Leg



Syndrome,



Diagnosis,



Treatment



and



Pathophisiology, 2010. 8. Sommer et al, Epidemiology and Pathophysiology of Restless Leg Syndrome. 2007 9. Restless Leg Syndrome: Pathophysiology and the Role of Iron Folate. Alternative Medicine Review, 2007. 10. Symvoulakis E et al, Restless Leg Syndrome. Literature Review, 2010 11. National Institute of Neurological Disorder and Stroke. Restless Leg



Syndrome Fact Sheet.



16