Rahminda Nur Islamy Ermus 17011292 Psikologi Forensik Pertemuan 9 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERTEMUAN 9 Nama/NIM



: Rahminda Nur Islamy Ermus/17011292



Mata Kuliah



: Psikologi Forensik



Dosen Pengampu



: Rida Yanna Primanita, S.Psi., M.Psi., Psikolog



Uraian Materi Poligrafy in Book title “Introduction to Forensic and Criminal!!! A. Psikologi Kebohongan Ekman berpendapat bahwa kebohongan terdiri atas dua komponen yakni adanya niatan untuk menyesatkan korban melalui perkataannya dan peristiwa tidak diberitahu terlebih dahulu kepada korban. Namun apabila hanya mempergunakan kedua komponen ini maka pemaknaan dari kebohongan sendiri hanya sebatas apabila seseorang tidak mengungkapkan informasi dengan tujuan untuk menipu. Sehingga perlu adanya cangkupan pengakurasian dari setiap pertanyaan yang diberikan apabila memang tujuan awal tidak untuk menipu korban. Penilaian akan kebenaran merupakan pekerjaan yang bersifat professional dikalangan psikologi dan forensik secara khusus. Sehingga perlunya pelatihan yang dilakukan untuik meningkatkan metode dalam mendeteksi kebohongan. Menurut pada peneliti bahkan teknik yang akurat untuk menilai keabsahan pernyataan didasari pada psikologi memori. Karena tidak dapat dijelaskan bahwa kebohongan dapat dinilai secara langsung, melainkan perlunya perbedaan antara memori untuk peristiwa yang benar dan “ingatan palsu”. Para ahli sangat minim mempergunakan istirlah pendeteksi kebohongan, hal ini disebabkan tidak terdapat pola tertentu meskipun itu seperti bahasa tubuh, bahasa dan tanda-tanda fisiologis.



B. Teori Ekman Terhadap Deteksi Kebohongan Mendeteksi kebohongan dapat dikatakan sebagai skill atau bakat yang amat terampil dan langka. Bahkan pada beberapa studi yang telah dilakukan terhadap polisi, psikolog, pengacara, dan profesi medis hanya dapat mendeteksi kebohongan pada tingkat kebetulan dalam kondisi standar (Ekman, 1992, 1996). Dalam kajiannya Garrido dan Masip (1999) terhadap kemampuan para polisi untuk mengidentifikasi kebohongan dan kebenarana, menyimpulan bahwa: 1.



Para petugas kepolisian yang berpengalaman ataupun yang baru direkrut tidak memiliki perbedaan dalam kemampuan mendeteksi kebohongan dan kebenaran terdakwa.



2.



Polisi tidak memiliki kemampuan yang leboh baik dibandingkan masyarakat umum untuk mendeteksi kebohongan.



3.



Biasanya polisi tidak ingin mencoba untuk mengidentifikasikan kebohongan dan kebenaran.



4.



Pemikiranan mereka terhadap skill dalam mengidentifikasikan kebohongan tidak sesuai dengan kenyataannya.



5.



Petugas kepolisian memiliki kepercayaan diri yang terlalu tinggi terhadap kemampuannya.



6.



Umumnya polisi menggunakan indicator kekhawatiran sosial dan ketegasan untuk menentukan pernyataan sesorang. Hasil penelitian yang dilakukan bahwa petugas yang memiliki jumlah pengalaman



sebagai polisi dan pengalaman mewawancarai tersangka yang cukup lama tidak memiliki kaitan dengan keakuratan hasil yang didapatkan. Meskipun petugas dengan pengalaman wawancara akan lebih percaya diri tehadap penilaian mereka. Sejumlah jenis alasan diberikan oleh para petugas karena keputusan mereka tentang berbohong. Misalnya, mereka sering menyebutkan hal-hal seperti emosi palsu, emosi nyata, dan perasaan antipati. Meskipun demikian, tidak ada hubungan antara alasan-alasan ini dan kesaksamaan dengan satu perkecualian. Artinya, orang-orang yang menyebut emosi yang sebenarnya kurang akurat untuk mendeteksi kebohongan dibandingkan dengan yang tidak. Ekman (dalam O 'Sullivan dan Frank, 1999) berpendapat bahwa tidak terdapat metode yang sederhana dalam mendeteksi kebohongan melalui satu indicator seperti postur tubuh, yang nantinya akan berguna untuk semua orang. Permasalahan mengenai kebohongan menurut Ekman 1992 sebagai berikut: 1.



Ketidakmampuan dalam menfokuskan pada setiap aspek yang ada dalam mendeteksi kebohongan sepeti pembicaraan mereka, ekspresi wajah, tinggi rendah suara, gerakan tangan, postur, gerak tubuh, gerak tubuh dan sebagainya. Bahkan terkadang kita lebih fokus kepada aspek verbal dan wajah terdakwa, yang merupakan aspek dimana mereka bisa membohongi sang petugas dalam menyatakan pernyataan.



2.



Perbedaan yang dimiliki setiap individu dalam memanipulasi dirinya dalam proses identifikasi, sehingga perlunya pengetahuan mengenai perilaku dasar individu ketika melakukan penilaian kebenaran.



3.



Proses pendeteksian kebohongan yang alurnya sulit dan berbelit-belit, sehingga memerlukan pemahaman yang kompleks terhadap ekspresi emosi karena terkadang penggunaan ekspresi emosi dipergunakan pada situasi tertentu yang menjadikan pendeteksi menyalahartikan makna dari ekspresi emosi tersebut.



4.



Konteks kebohongan yang bervariasi. Mengakibatkan sulit untuk diidentifikasi apabila kebohongan yang dilakukan secara tidak terduga.



5.



Emosi yang digambarkan oleh terdakwa terkadang tidak selaras dengan isu pernyataan yang diberikan. Pada dasarnya emosi merupakan petunjuk yang sulit diandalkan dalam mengungkapkan kebohongan seseorang.



Meskipun begitu, ada beberapa hal yang menjadi petujujuk untuk mendeteksi kebohongan. Ekman (1992) berpandangan bahwa emosi terkadang memungkinkan untuk terunkap sesuai pemaknaanya dalam proses berbohong. Berikut petunjuk yang diperiksa antara lain: a.



Jeda dan kesalahan bicara, hal ini menyiratkan kurangnya persiapan 'cerita' atau perasaan negatif yang kuat, khususnya rasa takut.



b.



Meninggikan nada suara - terkait dengan kemarahan dan atau ketakutan.



c.



Lebih keras bicara - kemungkinan besar marah.



d.



Sering menelan, napas yang lebih cepat atau dangkal, berkeringat, kedipan yang meningkat, pembesaran mata, semua ini merupakan tanda emosi meskipun tidak mungkin untuk mengatakan emosi macam apa.



e.



Memutihkan wajah marah atau takut.



Selain itu, ada petunjuk bahwa ekspresi wajah emosi tidak nyata. Ini menawarkan petunjuk tambahan untuk penipuan: a.



Ekspresi wajah yang asimetris adalah indikator kepalsuan: yaitu, jika kedua sisi wajah tidak mengungkapkan emosi yang sama.



b.



awal emosi hendaknya tidak terlalu mendadak karena hal ini merupakan tanda bahwa hal itu tidak jelas.



c.



pernyataan emosi hendaknya berada pada tempat yang cocok dalam kisah lisan.



d.



emosis-emosi negatif yang tidak melibatkan keringat, napas yang berubah atau meningkatnya penggunaan para manipulator lebih besar kemungkinannya untuk menipu.



e.



kebahagiaan harus melibatkan otot mata, jika tidak, itu palsu.



f.



ketakutan dan kesedihan berkaitan dengan ekspresi dahi yang khas khususnya menyangkut alis.



Terdapat beberapa hal yang membedakan pandangan terhadap detail proses mengevaluasi kebenaran pada bukti riset dan kelompok ahli professional antara lain: a.



Kurangnya perincian: ketiga kelompok profesional cenderung percaya bahwa pernyataan yang tidak benar memuat sedikit perincian. Hal ini didukung oleh sejumlah penelitian yang relevan dalam hubungan antara kebenaran dan jumlah detail.



b.



Pembohong menghindari kontak mata (lebih banyak menatap): kebanyakan polisi meyakini kepercayaan ini. Sedangkan berdasarkan bukti studi bahwa tidak ada hubungan antara berbohong dan menghindari tatapan, bahkan beberapa penelitian bahkan menyarankan bahwa pendusta melakukan kontak mata lebih.



c.



Pernyataan yang tidak benar tidak konsisten seraya waktu berlalu: semua kelompok profesional cenderung mempercayai hal ini. Ada beberapa bukti riset yang memperlihatkan bahwa seraya waktu berlalu, pernyataan yang tidak benar mungkin akan lebih konsisten daripada yang benar.



d.



Pergerakan tubuh: polisi cenderung percaya bahwa pendusta membuat lebih banyak pergerakan tubuh sedangkan jaksa dan hakim percaya bahwa gerakan tubuh tidak dapat digunakan sebagai tanda dusta. Bukti riset memperlihatkan bahwa pendusta sebenarnya lebih sedikit bergerak daripada benar.



e.



Nada suara: pada umumnya tidak dianggap sebagai indikator kebohongan dalam kelompok profesional mana pun. Kepercayaan yang paling umum adalah bahwa nada suara tidak membuat perbedaan apakah seseorang berbohong atau tidak. Bukti penelitian tidak, bagaimanapun, menunjukkan bahwa ada hubungan.



f.



Lebih mudah untuk mendeteksi seorang pembohong dalam situasi bertatap muka: para profesional cenderung percaya bahwa interogator yang berinteraksi dengan saksi-saksi dalam situasi tatap muka lebih baik mengidentifikasi dusta. Observers akan lebih buruk mendeteksi kebohongan. Pandangan para profesional ini membalikkan apa yang ditunjukkan bukti riset.



Disimpulkan bahwa rendahnya kinerja professional dalam mengidentifikasikan kebohongan dikarenakan kurangnya umpan balik yang diterimanya akan kinerja yang dilakukannya. Bahkan para professional memiliki wawasan yang sedikit terhadap isyarat kebohongan yang diberikan oleh terdakwa karena mereka mampu merencanakan tindakan-tindakan yang terkesan sebuah kejujuran bukan kebohongan. C. Meningkatkan Kecepatan Dalam Mendeteksi Kebohongan Dalam perkembangannya berbagai situasi yang mengakibatkan peningkatan dalam proses pengidentifikasian kebohongan dengan cara merubah situasi interview dengan deteksi kebohongan, misalnya interviewee diminta untuk merincikan setiap kejadikan yang mereka katakan. Dengan kata lain, meningkatkan beban kognitif pada pewawancara untuk meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan mengungkapkan tanda-tanda penipuan. Vrij, Mann dan Fisher (2006) memberikan bukti lebih lanjut bahwa gaya mewawancarai yang diadopsi polisi mungkin berkaitan dengan seberapa jauh petunjuk untuk penipuan hadir dalam wawancara dan, sebagai akibatnya, kemungkinan bahwa wawancara akan mengungkapkan petunjuk untuk penipuan.



D. Poligrafi Poligrafi merupakan alat pendeteksi kebohongan yang bekerja dengan cara mengukur perubahan psikis dengan merekam perubahan denyut nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan lain-lain. Larson (1922) dan Keeler (1934) merancang sebuah mesin bernama polograf, yang memiliki sensor untuk dipasang pada berbagai bagian tubuh untuk mendeteksi beragam tanggapan. Kata “Poligraf” memiliki artian banyak gambar, maksudnya pena yang menggambar pada frafik kertas yang bergerak. Gerakan pena ini berada pada dibawah kontrol listrik untuk menerima setiap respon fisiologis tubuh. Perubahan fisiologis ini akan menunjukkan pola gelombang yang mungkin mengalami peningkatan frekuensinya. Sendor yang terpasang pada bagian tubuh seseorang akan mengeluarkan beberapa respon antara lain: a.



Variasi tekanan darah mencerminkan peubahan kardiovaskular (jantung dan vena).



b.



Tingkat pernapasan dan amplitude diungkur berdsarkan perubahan tekanan pada tabung yang ditepatkan pada bagian tubuh tertentu.



c.



Telapak tangan yang berkeringat. Bagian ini merupakan respon kulit galvanic.



Adapun rangkaian tes poligraf ialah sebagai berikut:



1.



Pre-phase: mengumpulkan infomrasi dan menulis kuesioner. Penguji memperoleh informasi dari polisi mengenai kasus untuk menulis kuesioner poligraf.



2.



Phase 1: wawancara pra-tes. Penguji memperkenalkan diri kepada tersangka dan menjelaskan setiap prosedur kepada tersangka untuk mendapatkan jawaban-jawaban atas pernyataan yang diberikannya.



3.



Phase 2: tes. Penguji memberikan jawaban kepada tersangka dengan ya/tidak, tersangka diharapkan fokus pada pertanyaan yang sifatnya mengamcam sehingga penguji mampu mengidentifikasi respon fisiologis yang dimunculkan.



4.



Phase 3: pasca tes. Tersangka akan dinilai berbohong dan diberika kesempatan untuk berterus terang dengan pernyataannya.



Biro investigasi Federasi Amerika Serikat menyatakan bahwa poligraf memiliki ragam kegunaan seperti: d.



Mampu mengidentifikasi orang yang bersalah



e.



Mampu membuktikan kebenaran yang dibuat oleh saksi atau informan



f.



Mampu menghemat uang apabila penyelidikan dalam dilakukan secara singkat.



g.



Mampu mengingkatkan keyakinan pemeriksa dengan mengajukan pengakuan orang yang telah berbohong sebelum pemeriksaan poligraf. Ada beberapa survei psikolog tentang keabsahan poligrafi. Para anggota sebuah



masyarakat yang mengabdikan diri untuk penelitian fisiologis psikologis secara konsisten menolak satu-satunya penggunaan dengan tidak adanya informasi lain, tetapi itu dianggap sebagai alat diagnostik yang berguna ketika digunakan dalam hubungannya dengan informasi lain. Survei terbaru secara spesifik menyebutkan berbagai jenis tes poligraf. Teknik pertanyaan kontrol umum (yang relevan versus pertanyaan kontrol) hanya terlihat sekitar sepertiga dari dua kelompok psikolog yang berbeda yang didasarkan pada prinsipprinsip psikologis yang sehat. Hanya sekitar seperempat yang mendukung penggunaan poligraf di pengadilan. Rata-rata, para psikolog berpikir bahwa teknik pertanyaan kontrol adalah 63 persen akurat dengan tersangka yang tidak bersalah dan 60 persen akurat dengan tersangka yang bersalah. Angka-angka ini akan menunjukkan proporsi yang tinggi kesalahan. Poligrafi merupakan fitur yang menonjol dalam sistem hukum di Amerika Serikat meskipun ada Undang-Undang yang membatasi penggunaan tes poligraf dalam hal



pemilihan karyawan. Meskipun ribuan tes poligraf masih diberikan setiap tahun, di Amerika Serikat UU perlindungan poligraf karyawan tahun 1988 pada dasarnya mengurangi polimer pra-pekerjaan menjadi aliran 15% dari angka sebelumnya. Setidaknya ada 70 negara di dunia tempat tes poligraf digunakan secara ekstensif (Grubin dan Madsen, 2005). Penting juga untuk diperhatikan bahwa penggunaan poligraf dapat meningkat bahkan di negeri-negeri yang menghindari penggunaan poligraf sebagai bukti kesalahan atau ketidakbersalahan terdakwa. Di inggris, misalnya, pemerintah telah memulai uji coba penggunaan poligraf dalam pengawasan dan manajemen para pelaku pedofilia yang terbukti bersalah sewaktu kembali ke masyarakat. Ini adalah penggunaan pasca-keyakinan dari poligraf meskipun jauh lebih terbatas dalam lingkup daripada, katakanlah, di amerika serikat di mana itu digunakan di sebagian besar negara sebagai kondisi percobaan dan pembebasan bersyarat. Banyak program perawatan pelanggar seks juga menggunakan poligrafi. Analisis film Lie To Me Season 1 Episode Pilot Lie to Me Judul 2009 Tahun 48 Episode 3 Seasons Crime drama, police procedural Genre Vahan Moosekian Producer United States Country Samuel Baum Created by Film ini mengisahkan tentang seorang ahli psikologi dan Sinopsis microexpression yang jenius dan hampir tidak pernah salah mendeteksi kebohongan yakni dr. Cal Lightman. Dr. Cal merupakan seorang deception expert yakni ahli yang mampu mengetahui kebohongan hanya melalui reaksi fisiologis. Dr. Cal dan bersama dengan rekannya yakni Dr.Gillian Foster mendirikan sebuah perusahaan The Lightman Group yang menerima berbagai kasus dari firman hukum dan kepolisian Amerika untuk mengintrograsi orang-orang yang terlibat dalam suatu kasus. Dr. Cal memiliki empat rekan kerja dalam menyelidiki dan mengidentifikasikan setiap kasus yang diterimanya. Tugas utama dari The Lightman Group yakni berbicara, berinteraksi dan



menganalisis setiap ekspresi serta emosi dari orang-orang yang mereka hadapi pada suatu kasus. Selain Dr. Gillian, rekan kerja Dr, Cal yakni anak perempuannya dari istrinya yang telah bercerai bernama Emily memiliki keahlian sebagai seorang "deception” mampu menebak isi pikiran hanya dengan memperhatikan bahasa tubuh dan microexpression serta Eli Loker dan Ria Tores yang juga memiliki keahlian seperti Emily dimana mereka berasal dari latar belakang yang berbeda dan kepribadian yang cukup bertolak belakang. Diawal cerita Dr. Cal melakukan investigasi kepada seorang terdakwa untuk mengetahui lokasi bom sementara melalui keahlian dirinya dalam memberikan pertanyaan yang menjebak serta penggambaran microexpression dirinya mampu menebak dimana bom tersebut diletakkan. Proses investigasi ini dijadikan bahan pembelajaran kepada para agen FBI mempelajari ilmu secara universal microexpressions antara budaya, ras, status ekonomi dan faktor sosial lainnya melalui perbandingan foto berbagai individu di seluruh pelosok dunia. Dalam episode 1 “Lie to me” terdapat 2 kasus yang harus dipecahkan dan diselidiki untuk mengungkap siapa pelakunya. The Lightman Group dihubungi oleh walikota Arlignton Virginia untuk menyelidiki kasus pertama yakni pembunuhan seorang guru sekolah mengenah setempat oleh mahasiswanya sendiri dan untuk kasus kedua The Lightman Group disewa oleh Komite Nasional Demokrat untuk menyelidiki skandal seks yang melibatkan anggota Kongres yang baru diangkat ke kursi Komite. Analisis



Kasus 1: Pembunuhan Susan McCartney James Cole seorang remaja berusia 16 tahun yang diduga telah melakukan tindakan pembunuhan kepada gurunya Susan McCartney. Pada awalnya James telah dilakukan proses interview secara luas dan menyeluruh oleh penegak hukum berdasarkan



bukti-bukti yang telah ditemukan. James dalam pernyataannya berdalih bahwa dirinya tidak mengetahui kematian gurunya sama sekali. Dirinya hanya mengetahui bahwa hanya sedang berada di sekitar pekarangan rumah gurunya dan tiba-tiba polisi datang dan menangkapnya. Namun setelah Dr Lightman dan Dr Foster mewawancainya, mereka menilai bahwa James telah berbohong tentang tidak mengunjungi rumah Susan dan pada akhirnya James mengatakan sejujurnya bahwa dirinya pernah mendatangi rumah Susan dan merasakan kesedihan akan kematiannya. Kemudian Dr. Ligtman dan Dr Foster mendatangi kediaman orang tua James Mr dan Mrs Cole untuk meminta keterangan lebih lanjut



setelah



mendapatkan



beberapa



keterangan



yang



bersangkutan mengenai kehidupan keluarga James terhadap keyakinan mengenai agama dari siswa di sekolah James. Bahkan ketika Dr. Cal melakukan interview kepada kepala sekolah James, dirinya terlihat gugup. Selama proses wawancara Dr. Cal mengetahui bahwa kedua orangtua James menyembunyikan beberapa fakta yang relevan terhadap kasus yang sedang diselidikinya. Kemudian Dr. James mendatangi kembali kediaman Susan dan mendapatkan beberapa bukti foto dan Jacquaelin mengaku memotretnya dan memata-matai Susan. Dalam proses ini Dr. Cal menekan Jacquaelin untuk mengatakan kesaksian terhadap apa yang dirinya ketahui bahkan mereka menggali beberapa kenyataan bahwa James menggunakan foto Susan sebagai bahan fantasi seksualnya karena kurangnya edukasi seksual dari keluarga.Pada akhirnya Dr. Cal mengetahui bahwa kepala sekolah James yang telah membunuh Susan karena Susan mengetahui bahwa kegiatan tercela yang telah dilakukan kepada siswanya. Hal ini dikarenakan Dr Gillin mendatangi Dr.Cal dan Jacquilin dan memberikan secarik kertas yang menyatakan bahwa James telah melakukan tidakn bunuh diri dan Dr. Cal memberikan



beberapa pernyataan bahwa karena Jacqualine tidak ingin berkerja sama dan semua yang terjadi pada James adalah kesalahan Jacqueline, sehingga Jacqualine membeberkan kebenarannya.



Kesimpulan: Dalam kasus ini Dr.Cal berusaha mengungkapak gambaran individu menggunakan situasi komunikasi verbal secara sadar dan pertanyaan yang bersifat terbuka namun menghasilkan sebuah hasil yang nyata untuk menunjukkkan pola-pola khusus dalam kehidupan korban, terdakwa dan orang sekitarnya sehingga mampu menggali informasi yang diinginkan. Bahkan Dr. Cal serta rekannya mempel-ajari kondisi reaksi setiap individu yang mereka wawancarai sehingga mampu mengetahui hal-hal yang membuat dirinya sensitive dan masuk kedalam alur penyelidikan. Dr. Cal bahkan mengidentifikasi setiap tindakan, perilaku saksi dan pelaku sehingga mampu menafsirkan gerakan dan pernyataan.



Kasus 2: Menyelidiki skandal seks yang melibatkan anggota Kongres Zel Weil Kasus ini menyelidiki mengenai keterlibatan anggota Kongres terhadap dana korupsi melalui kegiatan protistusi. Dalam proses interview yang dilakukan Dr Cal kepada Zel Weil terhadap pertanyaan yang terbuka akan kegiatan apa yang dirinya lakukan sehari-hari, dalam proses ini dirinya mengalami kesulitan dalam menyampaikan setiap peristiwa yang dialami secara mundur dan terlihat terhenti-henti. Setelah dilakukan wawancara public memberikan spekulasi bahwa Zel memilih untuk mundur dari jabatannya sehingga karena telah terlibat dalam skandal seksual beserta ekspresi yang digambarkan sebagai ekspresi jijik. Akan tetapi ternyata semua pernyataan yang diberikan oleh Zel bukanlah sebuah kebenaran melainkan dirinya mendatangi tempat



prostitusi untuk mencari anak dari hubungan gelapnya bersama junior ketika duduk dibangku perkuliahan. Karena merasa bersalah dirinya memberikan dana untuk anaknya yang saat ini menjadi seorang tenaga seks komersial menggunakan dana yang ada pada keanggotaannya.



Kesimpulan: Dalam kasus ini tanpa adanya penekanan dan beberapa trik untuk menyatakan kebenarannya, Terdakwa secara sukarela menceritakan apa yang terjadi meskipun apa yang diceritakannya dibuat lebih rumit dan tujuan dalam kebohongan yang dilakukan ada unsur rasa bersalah kepada sang anak. Meskipun anaknya tidak mengetahui bahwa dirinya adanya ayahnya. Hubungan dengan deteksi 1. Kasus pertama dapat terlihat dari respon fisiologis yang kebohongan diberikan oleh Jacqualine dan James ketika ditanyain beberapa hal oleh penyelidik dan Dr Cal mengenai apa yang terjadi, respon fisiologis berupa wajah pucat, melirik ke kiri kanan ketika berbicara serta menghela napas. Sedangkan pada Kepala sekolah lebih kepada keringat dini dan gugup ketika memberikan pernyataan. 2. Kasus kedua ekspresi kebohongan waktu bicara Zel lebih banyak berhenti dan terlihat gugup untuk mengungkapkan kehidupan sehari-harinya. Kedua kasus ini dapat terpecahkan dengan baik, dimana Dr Cal dan Rekan2 dari Lightman mampu mempergunakan komunikasi verbal untuk mendalami setiap pernyataan yang diberikan pada saksi, terdakwa dan tersangka untuk mengungkapkan kebenaran, aspek-aspek dalam mendeteksi kebohongan yang dipergunakan dengan baik mempermudah mereka memecahkan kasus ini.