Rangkuman Hukum Harta Kekayaan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

I PENDAHULUAN



Dalam membicarakan hukum harta kekayaan, tidak boleh lepas dari pemahaman pengertian dari hukum perdata. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur tentang kepentingan antara warga negara perseorangan yang satu dengan warga perseorangan yang lain. Hukum perdata itu ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis. Hukum perdata yang tertulis adalah hukum perdata sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata atau KUH Perdata, sedangkan hukum perdata yang tidak tertulis ialah hukum adat. Hukum perdata itu juga merupakan suatu sistem, dengan mempersoalkan sebagai sebuah sistem berarti mempersoalkan hukum perdata sebagai suatu bangunan yang tersusun teratur terdiri dari bagian – bagian atau sub – sub sistem. Pada umumnya sistem hukum perdata bersifat mengatur, tetapi dalam sistem hukum perdata juga terdapat sifat memaksa. Ini ada kaitannya dengan hukum itu sendiri yang merupakan sistem terbuka. Hukum perdata pada umumnya menganut sistem terbuka khususnya Buku Ketiga KUH Perdata yang mengatur tentang perikatan. Pengertian sistem terbuka berarti peraturan – peraturan dalam sistem tersebut membuka kemungkinan untuk perbedaan interpretasi. Didalam sistem hukum perdata yang bersifat terbuka juga terdapat sistem tertutup, di mana sistem tertutup dalam hukum keluarga dan hukum benda tidak memungkinkan hakim untuk menciptakan hak – hak kebendaan yang baru selain yang sudah ditentukan dalam KUH Perdata. Sistem hukum perdata dikenal ada dua macam: 1. Sistematika hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum (doktrin), yaitu



hasil



pemikiran







pemikiran



para



ahli



hukum,



mengelompokkan ke dalam empat bidang atau sub sistem, yaitu: 1.1. Bidang Hukum Orang, 1.2. Bidang Hukum Keluarga, 1.3. Bidang Hukum Harta Kekayaan, 1.4. Bidang Hukum Waris.



dengan



2. Sistematika hukum perdata yang dipakai di dalam KUH Perdata, yang juga disusun dalam empat kelompok yang disebut dengan buku dan masing – masing buku dibagi dalam beberapa bab, kemudian bab tersebut terdiri dari beberapa pasal, ada kemungkinan dalam pasal tersebut terdiri dari beberapa ayat, terdiri dari; 2.1. Buku Pertama, mengatur tentang Orang, 2.2. Buku Kedua, mengatur tentang Benda, 2.3. Buku Ketiga, mengatur tentang Perikatan/ Perutangan, 2.4. Buku Keempat mengatur tentang Pembuktian dan Daluarsa. Dalam kaitannya dengan hukum harta kekayaan, hukum perdata diartikan sebagai hukum yang mengatur hubungan hukum dalam keluarga dan pergaulan masyarakat untuk tujuan memenuhi kepentingannya, dengan melahirkan dua cabang hukum perdata, yaitu: 1. Hukum tentang orang/ badan pribadi, dan 2. Hukum tentang keluarga. Pembidangan hukum perdata pada dasarnya mengikuti pembidangan yang terdapat dalam Hukum Romawi. Memnurut hukum romawi, pembidangan pokok dalam hukum perdata didasarkan pada ajaran mengenai subyek hukum dan obyek hukum. Ajaran mengenai subyek hukum menimbulkan hukum badan pribadi, sedangkan ajaran mengenai obyek hukum menimbulkan hukum harta kekayaan yang dibagi atas hukum benda uang mengatur tentang hak – hak kebendaan, dan hukum perikatan yang mengatur tentang hak – hak perseorangan. Dari Uraian tersebut diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa hukum harta kekayaan tersebut pengaturannya terdapat dalam Buku kedua dan Buku ketiga KUH Perdata yang mengatur tentang Hukum Benda dan Hukum Perikatan. Pengertian hukum harta kekayaan sendiri adalah ketentuan – ketentuan yang mengatur tentang harta kekayaan berupa benda dan hak – hak atas benda tersebut, serta hubungan hukum antara dua orang atau lebih sehubungan dengan benda tersebut untuk memenuhi kebutuhan manusia. Antara hukum benda dan hukum perikatan, sangat erat kaitannya karena keduanya merupakan pembentuk dari hukum harta kekayaan, yang dalam KUH Perdata dibedakan pengaturannya dalam buku yang berbeda, yaitu hukum benda



2



(Buku II) dan hukum perikatan (Buku III). Jadi dalam hukum harta kekayaan dimuat aturan atau ketentuan tentang kebendaan dan hubungan hukum yang bersifat kebendaan yaitu; perikatan, seperti perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa dan lain – lain. Masalah hukum perikatan merupakan bagian kedua pembentuk hukum harta kekayaan setelah hukum benda. Kalau hukum benda mempersoalkan benda an sich, maka perikatan mempersoalkan lalu lintas hukum dengan benda sebagai obyeknya. Sebagai suatu sistem, hukum harta kekayaan juga berkaitan dengan peraturan hukum lainnya atau dengan keseluruhan sistem hukum yang berkaitang dengan undang – undang dimaksud. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa ketentuan – ketentuan mengenai hukum kebendaan Indonesia dewasa ini diatur dalam: 1. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, dan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta benda – benda yang berkaitan dengan Tanah beserta peraturan pelaksanaannya, yang mengatur mengenai tanah dan hak atas tanah, beserta bentuk penjaminan atau pengagunannya; 2. Buku II KUH Perdata, mengatur mengenai benda bergerak dan benda tidak bergerak lainnya (selain tanah); 3. Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang; 4. Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri; 5. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; 6. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 7. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten; 8. Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis; Secara Umum sistematika hukum kebendaan Indonesia adalah: a. Hukum kebendaan materiil, yang dibagi ke dalam: 1) Benda bergerak, yang dibagi ke dalam: (a) Benda bergerak yang berwujud (b) Benda bergerak yang tidak berwujud 2) Benda tidak bergerak, yang selanjutnya dibagi lagi ke dalam;



3



(a) Benda tidak bergerak berupa tanah dan hak atas tanah, beserta benda – benda yang berkaitan dengan tanah (b) Benda tidak bergerak selain Tanah dan Hak atas Tanah b. Hukum Kebendaan immateriil, yang dibagi ke dalam: 1) Rahasia Dagang, 2) Desain Industri, 3) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, 4) Hak Cipta, 5) Paten, 6) Merek dan Indikasi geografis. Selain untuk dimiliki dan dinikmati, harta kekayaan memiliki fungsi – fungsi tertentu yaitu; sebagai jaminan utang piutang. Jaminan atas utang piutang terbagi atas dua jenis yaitu jaminan atas benda bergerak yang diatur dengan gadai dan jaminan atas benda yang tidak bergerak diatur dengan hipotik. Dalam KUH Perdata, hukum waris yang diatur pada Buku II, karena pada kenyataannya dalam hukum waris ada unsur harta benda meskipun tidak boleh dilupakan bahwa hukum waris itu tidak hanya benda tetapi juga harus ada pewaris dan ahli waris yang pengaturannya terdapat dalam hukum orang. Terkait dengan harta perkawinan, tidak dimasukkan dalam ruang lingkup harta kekayaan disebabkan karena anggapan bahwa perkawinan bukanlah salah satu cara untuk mendapatkan/ memperoleh harta/ kekayaan. Meskipun diakui bahwa perkawinan akan berakibat kepada kedudukan seseorang terhadap harta kekayaan. Dikuatirkan jika harta benda perkawinan dimasukkan dalam lapangan hukum harta kekayaan yang dianut oleh sistem KUH Perdata, maka makna perkawinan sebagai suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, akan bergeser menjadi suatu perikatan yang bertujuan memndapatkan harta kekayaan atau dianggap sebagai perikatan.



4



II PEMBAHASAN Dalam hukum harta kekayaan yang menjadi obyeknya adalah harta kekayaan. Harta kekayaan merupakan segala benda baik berwujud maupun tidak berwujud, benda bergerak maupun tidak bergerak yang memiliki nilai ekonomi maupun nilai estetis, yang diakui serta dilindungi oleh hukum serta dapat dialihkan kepemilikannya pada orang lain. Selain kebendan yang menjadi obyek hukum harta kekayaan, harus dipahami juga bahwa obyek perikatan yaitu apa yang harus dipenuhi oleh si berutang dan merupakan hak si berpiutang. Pada perikatan untuk memberikan sesuatu prestasinya berupa menyerahkan sesuatu barang atau berkewajiban memberikan kenikmatan atas sesuatu barang. Pada perikatan berbuat sesuatu adalah setiap prestasi untu melakukan sesuatu yang bukan berupa memberikan sesuatu. Obyek perikatan harus memenuhi beberapa syarat tertentu, yaitu: 1. obyeknya harus tertentu; 2. obyeknya harus diperbolehkan; 3. obyeknya dapat dinilai dengan uang; 4. obyeknya harus mungkin; Secara garis besar, benda dapat dibedakan menjadi barang dan hak. Barang adalah kebendaan berwujud (bertubuh) dan hak kebendaan tidak berwujud (tak berwujud), ini merupakan pembedaan dilihat dari segi wujudnya. Selain dari itu, kemudian benda dapat dibedakan dengan cara atau tolok ukur lain yaitu; 1. benda bergerak dan benda tidak bergerak yang dibedakan berdasarkan sifat dan ketentuan peraturan perundang – undangan; 2. benda yang habis kerena pemakaian dan benda yang tidak habis karena pemakaian yang dibedakan berdasarkan kriteria pemakaiannya. Pembedaan benda atas benda bergerak dan tidak bergerak merupakan pembedaan paling penting di dalam KUH Perdata, karena pembagian tersebut mempunyai akibat – akibat yang sangat penting dalam hukum. Untuk lebih memahami hak



5



kebendaan, berikut dikemukakan sifat – sifat umum dari hak kebendaan dengan cara membandingkannya dengan hak perorangan, yaitu: 1. Hak Kebendaaan bersifat absolut: dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Setiap orang dapat dipaksa untuk menghormati adanya hak itu, sedangkan hak perorangan sifatnya relatif, dalam arti hak tersebut hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu saja; 2. Hak kebendaan menganut sistem tertutup: yang dikenal hanyalah hak kebendaan yang diatur di dalam undang – undang dan tidak boleh melahirkan hak lain yang tidak dikenal di dalam undang – undang, sedangkan hak perorangan sifatnya terbuka, karena mengenal hak – hak lain yang tidak diatur di dalam undang – undang; 3. Jangka waktu kebendaan tidak terbatas, yaitu selama benda masih ada, sedangkan hak perorangan jangka waktunya terbatas, yaitu sesuai dengan batas yang diberikan di dalam hubungan hukum (perikatan) yang melahirkan hak itu; 4. Hak kebendaan memberikan kewenangan yang luas kepada pemegang haknya, sedangkan hak perorangan memberikan yang kewenangan yang terbatas, yaitu sebatas isi dari hubungan hukumitu; 5. Hak kebendaan bersifat zaaksgevolg (droit de suite) yaitu hak kebendaan mengikuti bendanya, hak kebendaan melekat pada benda. Sehubungan dengan hak kebendaan dan hak atas benda maka dikenal beberapa hak kebendaan yaitu: 1. hak menguasai (benzit); 2. hak milik (eigendom); 3. hak jaminan. Pasal 548 KUH Perdata mengemukakan sejumlah hak yang dipunyai oleh bezitter yang beritikad baik sebagai berikut: 1) berhak untuk dianggap sebagai pemilik sampai kebendaan itu dituntut kembali di pengadilan; 2) berhak memperoleh hak milik dengan jalan daluarsa;



6



3) berhak menikmati segala hasil sampai dituntut pengembaliannya di pengadilan; 4) berhak untuk dipertahankan dalam kedudukannya apabila ada gangguan, atau dipulihkan kedudukannya apabila ia kehilangan kedudukannya itu. Sebaliknya bezitter yang beritikad buruk, menurut Pasal 549 KUH Perdata, mempunyai hak sebagai berikut: 1) berhak dipandang sebagai pemilik sampai bendanya dituntut kembali di pengadilan; 2) berhak menikmati segala hasil dari kebendaan dengan kewajiban mengembalikannya kepada yang berhak; 3) berhak dipertahankan atau dipulihkan kedudukannya bilamana ada gangguan atau kehilangan bezit-nya. Dalam KUH Perdata, hak milik diatur dalam Pasal 570 s/d Pasal 624 yang dibagi dalam dua bagian yaitu: pertama, tentang ketentuan umum dan kedua, tentang cara memperoleh hak milik. Pengertian hak milik diatur dalam Pasal 570 KUH Perdata yang mengartikan hak milik sebagai hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalah dengan undang – undang dan peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkan. Menurut Pasal 1332 segala kebendaan debitur menjadi baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan atas segala perikatan yang dibuatnnya. Dengan demikian ketentuan Pasal 1332 KUH Perdata tersebut menjadi dasar hukum jaminan di Indonesia. Di dalam hukum harta kekayaan terdpat dua macam hak yaitu hak kebendaan yangbersifa absolut dan hak kebendaa yang bersifat relatif. Hak yang dimaksud dalam hukum harta kekayaan diartikan sebagai suatu hubungan antara subyek hukum dengan obyek hukum yang dilindungi oleh hukum dan



7



menimbulkan kewajiban pada orang lain untuk menghormatinya. Kewwajiban adalah beban yang dikaitkan dengan hak. Hak absolut adalah hak kebendaan yang timbul dari suatu hubungan antara subyek hukum dengan obyek hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban kepada orang lain untuk menghormatinya. Hak relatif adalah hak yang timbul dari hubungan antara subyek hukum dengan subyek hukum yang lain yang dilindungi oleh hukum dengan menggunakan perantaraan benda serta menimbulkan hak dan kewajiban. Ketentuan hukum jaminan mengatur mengenai hubungan hukum antara pemberi jaminan/debitur yaitu antara pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-putang tertentu, dan menyerahkan suatu kebendaan tertentu, dan menyerahkan suatu kebendaan tertentu sebagai (benda) jaminan kepada penerima jaminan (kreditor), yaitu pihak yang berhak untuk mendapatkan pelunasan dalam hubungan utang piutang tersebut. Hak jaminan tidak dapat berdiri sendiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian utang piutang. KUH Perdata sendiri tidak mengatur secara terperinci tentang pejanjian utang piutang, namun berdasarkan Pasal 1754 KUH Perdata yang mengatur tentang perjanjian pinjam meminjam dapat dijadikan sebagai dasar dari terjadinya perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit. Ketentuan Pasal 1754 KUH Perdata menyebutkan, bahwa pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu barang yang habis karena pemakaian dengan syarat pihak lainnya akan mengembalikan sejumlah yang sama, dapat diidentikan dengan perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit, Pemberian jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan dimaksudkan sebagai jaminan (tanggungan) bagi pelunasan utang tertentu, dalam Pasal 1132 KUH Perdata diseutkan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.



8



Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan, harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama – sama bagi semua kreditur yang memberikan hutnag kepadanya. Pendapatan, penjualan benda – benda itu dibagi – bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing – masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan – alasan sah untuk didahulukan, dan menurut Pasal 1136 KUH Perdata, semua orang berpiutang yang tingkatannya sama dibayar menurut keseimbangannya. Berdasarkan jenis hak yang dikenal dalam hukum harta kekayaan adalah hak kebendaan dan hak perorangan, maka hak jaminan hutang juga dapat dibebankan menjadi kebendaan dan jaminan perorangan atau penanggungan (borgtoch). Jaminan kebendaan yang terdapat dalam KUH Perdata, terbagi atas dua jenis yaitu jaminan atas benda bergerak yang diatur dengan ketentuan gadai dan jaminan atas benda tidak bergerak diatur dengan ketentuan hipotik. Gadai diatur pada Pasal 1150 KUH Perdata yang menyatakan suatu hak diperoleh seseorang kreditur atau suatu barang bergerak yang diserahkan kepadannya oleh seorang deitur atau oleh orang lain atas namanya, dan memberikan kekuasaan kepada kreditur mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada kreditur – kreditur lainnya dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya – biaya mana harus didahulukan. Hipotik diatur pada Pasal 1162 KUH Perdata yang menyatakan suatu hak kebendaan atas benda – benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Jika utang piutang yang melahirkan perjanjian hipotik telah dilunasi, maka perlu dilakukan penghapusan hipotik (roya), yaitu tindakan menghapus hipotik dari sertifikat hak. Dengan penghapusan ini maka hak milik tidak dibebani lagi oleh perjanjian jaminan. Dalam perkembangannya terjadi penerobosan dengan lahirnya Fidusia sebagai lembaga jaminan untuk memenuhi kebutuhan lalu lintas hukum dalam



9



hukum harta kekayaan. Disebut sebagai penerobosan, karena sistem hukum dari hukum benda yang dimuat dalam Buku II KUH Perdata sifatnya tertutup, artinya dilarang untuk menciptakan hak - hak kebendaan baru selain dari apa yang sudah ditentukan Buku II KUH Perdata tersebut. Ketentuan yang terkait dengan penerobosan lahirnya Fidusia, tercantum pada Pasal 1152 KUH Perdata, karena benda gadai yang dijadikan sebagai jaminan atas benda bergerak tersebut, yang seharusnya dibawah kekuasaan si berpiutang (asas in bezit stelling) tetap berada di tangan debitur. Dengan pertimbangan bahwa, memang dibutuhkan oleh lalu lintas hukum meskipun bertentangan dengan sistem hukum kebendaan, namun oleh Yurisprudensi, lembaga jaminan ini dibolehkan . Sehubungan dengan keluarnya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, maka perlu dipehatikan berlakunya ketentuan – ketentuan hipotik dalam KUH Perdata. Undang – Undang tersebut mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi ketentuan – ketentuan tentang hipotik sebagaimana terdapat dalam KUH Perdata mengenai tanah dan hak – hak atas tanah. Ini berarti bahwa berlakunya ketentuan hipotik dalam KUH Perdata itu semakin sempit ruang lingkupnya, yaitu hanya mengenai benda – benda tak bergerak bukan tanah. Sedangkan mengenai jaminan yang obyeknya hak – hak atas tanah, pengikatannya dan eksekusinya dilakukan sesuai dengan ketentuan undang – undang tersebut, yang pada pokoknya hampir sama dengan ketentuan tentang hipotik. Jadi, sebenarnya hak tanggungan dapat dikatakan sebagai nama yang diberikan oleh undang – undang kepada perjanjian jaminan atas (hak) tanah. Jaminan perorangan, menurut pasal 1850 KUH Perdata penanggungan adalah



suatu



perjanjian



dimana



pihak



ketiga,demi



kepentingan



kreditur,mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur,bila debitur tidak memenuhi perikatannya. Menurut subekti,jaminan perorangan merupakan suatu perjanjian antara seorang kreditur dengan seorang ketiga,yang menjamin dipenuhinya kewajiban si debitur.maksud adanya jaminan ini adalah untuk memenuhi kewajiban si debitur



10



yang dijamin pemenuhan seluruhnya atau sebagian,harta benda si penjamin dapat disita dan dilelang menurut ketentuan-ketentuan pelaksanaan eksekusi pengadilan. Jaminan dalam praktek perbankan,menurut pasal 8 Undang-Undang no 10 tahun 1998 tentang perbankan,jaminan adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan



debitur



untuk



diperjanjikan.pengertian



jaminan



melunasi kredit



utangnya



diartikan



juga



sesuai sebagai



yang tindakan



penyerahan kekayaaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk melakukan pembayaran kembali/pelunasan suatu utang. Dalam praktek perbankan jaminan yang diberikan oleh bank tersebut dapat berupa jaminan fisik dan non fisik.jaminan fisik berbentuk barang,sedangkan jaminan non fisik berupa penanggung atau penjamin wesel.jaminan yang bersifat perorangan dapat berupa borgtogh (personal guarantee) yang memberi jaminannnya adalah pihak ketiga secara perorangan,dan jaminan perusahaan,yang pemberi jaminannnya adalah suatu badan usaha yang berbadan hukum. Pengelolaan harta kekayaan adalah melakukan tindakan penguasaan, pengurusan, pemeliharaan dan penyimpanan berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang berlaku. Sedangkan harta kekayaaan diartikan sebagai barangbarang yang menjadi kekayaan seseorang baik yang berwujud dan tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang. Hukum pada dasarnya dibuat untuk menjamin kepentingan manusia. Manusia dalam hukum adalah pendukung hak dan kewajiban terdiri dari manusia pribadi (naturlijk persoon) dan badan hukum (recht persoon). Berbicara tentang manusia sebagai subyek hukum, dalam hal pengelolaan harta kekayaan, maka tidak semua subyek hukum mempunyai kecakapan (beckwarmheid) untuk melakukan perbuatan hukum. Adanya permintaah dari yang berkepentingan badan hukum adalah subyek hukum ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, yang diberikan hak dan kewajiban seperti manusia pribadi. Adanya fiksi atau anggapan bahwan badan



11



hukum dipersamakan juga dengan manusia sebagai sama – sama pendukung hak dan kewajiban, dan yang juga berhak memiliki kekayaan mengakibatkan terjadinya kesulitan, terutama menentukan kapankah suatu organisasi atau badan yang telah dibentuk itu memperoleh status badan hukum. Pengelolaan harta kekayaan dapat dilakukan melalui badan usaha baik dalam bentuk badan hukum maupun tidak berbadan hukum. Sebagai salah satu syarat untuk membedakan badan usaha yang berbadan hukum dengan tidak berbadan hukum adalah status harta kekayaan, dimana harta kekayaan dalam perusahaan yang berbadan hukum adalah terpisah, artinya dipisahkan dari kekayaan anggotanya, sehingga bila terjadi kerugian/ penuntutan yang berujung kepada pembayaran ganti rugi/ pelunasan hutang hanya sebatas pada harta kekayaan perusahaan, tidak termasuk harta kekayaan pribadi para pengurus/ anggotanya atau apabila perusahaannya pailit, maka harta kekayaan yang dapat disita sebagai jaminan pembayaran semua perikatan perusahaan yang hanyalah harta perusahaannya saja (harta pribadi pengurus/ anggotanya tetap bebas dari sitaan).



12



III KESIMPULAN Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan hukum harta kekayaan, tidak lepas dari pemahaman pengertian hukum perdata, karena hukum harta kekayaan merupakan bagian yang tidak terlepas dari hukum perdata. Sistematika hukum perdata menurut ilmu pengetahuan memandang hukum benda dan hukum perikatan sebagai bentuk hukum harta kekayaan, sementara sistematika hukum perdata menurut KUH Perdata membedakan keduanya dengan mengaturnya dalam buku yang berbeda, yaitu: dalam hukum benda (Buku II) dan hukum perikatan diatur dalam Buku III. Sebagai suatu sistem, hukum harta kekayaan juga berkaitan dengan peraturan hukum lainnya atau dengan keseluruhan sistem hukum yang berkaitan dengan undang – undang yang dimaksud.



13