Referat Bedah Sepsis Sarah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatdan hidayah-Nya jugalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaikbaiknya. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada dr. Jefferson Marampe, SpB, FINACS, FICS selaku konsulen yang telah memberi bimbingan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas di stase bedah dengan judul sepsis pada kepaniteraan klinik di RS Bhayangkara tk. I RS Sukanto, Jakarta. Dalam penyusunan makalah ini penulis masih merasa banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun guna perbaikan ke depan. Penulis berharap makalah ini dapat memberi banyak manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca sekalian pada umumnya. Semoga makalah ini dapat memberi masukan bagi rekan-rekan yang ingin mengetahui masalah sepsis.



Jakarta, 2 Oktober 2019



Penulis Sarah Fathiynah Putri



1



BAB I PENDAHULUAN



Berdasarkan buletin yang diterbitkan oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2010, sepsis adalah penyebab kematian utama di ruang perawatan intensif pada negara maju, dan insidensinya mengalami kenaikan. Setiap tahunnya terjadi 750.000 kasus sepsis di Amerika Serikat. Hal seperti ini juga terjadi di negara berkembang, dimana sebagian besar populasi dunia bermukim. Kondisi seperti standar hidup dan higienis yang rendah, malnutrisi, infeksi kuman akan meningkatkan angka kejadian sepsis. Sepsis dan syok septik adalah salah satu penyebab utama mortalitas pada pasien dengan kondisi kritis. Pada tahun 2004, WHO menerbitkan laporan mengenai beban penyakit global, dan didapatkan bahwa penyakit infeksi merupakan penyebab tersering dari kematian pada negara berpendapatan rendah. Berdasarkan hasil dari Riskesdas 2013 yang diterbitkan oleh Kemenkes, penyakit infeksi utama yang ada di Indonesia meliputi ISPA, pneumonia, tuberkulosis, hepatitis, diare, malaria. Dimana infeksi saluran pernafasan dan tuberkulosis termasuk 5 besar penyebab kematian di Indonesia. Kondisi serupa juga terjadi di negara Mongolia, dimana penyakit infeksi merupakan 10 penyebab kematian tertinggi di negara tersebut. Dan pada suatu penelitian yang diadakan pada tahun 2008, angka kejadian sepsis pada pasien yang masuk ke ICU di RS Mongolia didapatkan dua kali lebih besar dibandingkan dengan angka di negara maju. ISI Istilah sepsis berasal dari bahasa Yunani “sepo” yang artinya membusuk dan pertama kali dituliskan dalam suatu puisi yang dibuat oleh Homer (abad 18 SM). Kemudian pada tahun 1914 Hugo Schottmuller secara formal mendefinisikan “septicaemia” sebagai penyakit yang disebabkan oleh invasi mikroba ke dalam aliran darah. Walaupun dengan adanya penjelasan tersebut, istilah seperti “septicaemia:, sepsis, toksemia dan bakteremia sering digunakan saling tumpang tindih. Oleh karena itu dibutuhkan suatu standar untuk istilah tersebut dan pada tahun 1991, American College of Chest Physicians (ACCP) dan Society of Critical Care Medicine (SCCM) mengeluarkan suatu konsensus mengenai Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, dan sepsis berat. Sindrom ini merupakan suatu kelanjutan dari inflamasi yang memburuk dimulai dari SIRS menjadi sepsis, 2



sepsis berat dan septik syok. Dan pada bulan Oktober tahun 1994 European Society of Intensive Care Medicine mengeluarkan suatu konsensus yang dinamakan sepsis-related organ failure assessment (SOFA) score untuk menggambarkan secara kuantitatif dan seobjektif mungkin tingkat dari disfungsi organ. Hal penting dari aplikasi dari skor SOFA ini adalah: 1. Meningkatkan pengertian mengenai perjalanan alamiah disfungsi organ dan hubungan antara kegagalan berbagai organ. 2. Mengevaluasi efek terapi baru pada perkembangan disfungsi organ.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2. 1 Definisi Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah. Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan: 



Hyperthermia/hypothermia (>38°C; 20/menit)







Tachycardia (pulse >100/menit)







>10% cell immature







Suspected infection



Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT); Creactive Protein (CrP).



Derajat Sepsis 1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan .2 gejala sebagai berikut: a) Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; 20/menit) c) Tachycardia (nadi >100/menit) d) Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia 10% cell imature 2. Sepsis : Infeksi disertai SIRS 3. Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oliguria bahkan anuria. 4. Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik 40 mmHg). 5. Syok septik Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan (Guntur, 2008).



4



Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis Sindroma sepsis



Syok Sepsis



Takipneu, respirasi 20x/m



Sindroma sepsis ditambah dengan



Takikardi 90x/m



gejala:



Hipertermi 38 C



Hipotensi 90 mmHg



Hipotermi 35,6 C



Tensi menurun sampai 40 mmHg dari



Hipoksemia



baseline dalam waktu 1 jam



Peningkatan laktat plasma



Membaik dengan pemberian cairan



Oliguria, Urine 0,5 cc/kgBB dalam 1 jam



danpenyakit shock hipovolemik, infark miokard dan emboli pulmonal sudah disingkirkan (Dikutip dari Glauser, 1991)



2. 2 Epidemiologi Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri gram negatif di AS yaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini meningkat antara 300.000-500.000 kasus pertahun (Bone 1987, Root 1991). Shock akibat sepsis terjadi karena adanya respon sistemik pada infeksi yang seirus. Walaupun insiden shock sepsis ini tak diketahui namun dalam beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini disebabkan cukup banyak faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus, sirhosis hati, alkoholisme, leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis dan imunosupresan, nutrisi parenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal. Di AS syok sepsis adalah penyebab kematian yang sering di ruang ICU.



2. 3 Etiologi Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal (anonim, 2008). Umumnya disebabkan kuman gram negatif. Insidensnya meningkat, antara lain karena pemberian antibiotik yang berlebihan, meningkatnya penggunaan obat sitotoksik dan 5



imunosupresif, meningkatnya frekuensi penggunaan alat-alat invasive seperti kateter intravaskuler, meningkatnya jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta meningkatnya infeksi yang disebabkan organisme yang resisten terhadap antibiotik (Anonim, 2001).



2. 4 Patofisologi Sepsis sekarang dipahami sebagai keadaan yang melibatkan aktivasi awal dari respon pro-inflamasi dan anti-inflamasi tubuh. Bersamaan dengan kondisi ini, abnormalitas sirkular seperti penurunan volume intravaskular, vasodilatasi pembuluh darah perifer, depresi miokardial, dan peningkatan metabolisme akan menyebabkan ketidakseimbangan antara penghantaran oksigen zsistemik dengan kebutuhan oksigen yang akan menyebabkan hipoksia jaringan sistemik atau syok. Presentasi pasien dengan syok dapat berupa penurunan kesadaran, takikardia, penurunan kesadaran, anuria. Syok merupakan manifestasi awal dari keadaan patologis yang mendasari. Tingkat kewaspadaan dan pemeriksaan klinis yang cermat dibutuhkan untuk mengidentifikasi tanda awal syok dan memulai penanganan awal. Patofisiologi keadaan ini dimulai dari adanya reaksi terhadap infeksi. Hal ini akan memicu respon neurohumoral dengan adanya respon proinflamasi dan antiinflamasi, dimulai dengan aktivasi selular monosit, makrofag dan neutrofil yang berinteraksi dengan sel endotelial. Respon tubuh selanjutnya meliputi mobilisasi dari isi plasma sebagai hasil dari aktivasi selular dan disrupsi endotelial. Isi Plasma ini meliputi sitokin-sitokin seperti tumor nekrosis faktor, interleukin, caspase, protease, leukotrien, kinin, reactive oxygen species, nitrit oksida, asam arakidonat, platelet activating factor, dan eikosanoid.9 Sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis faktor α, interleukin-1β, dan interleukin-6 akan mengaktifkan rantai koagulasi dan menghambat fibrinolisis. Sedangkan Protein C yang teraktivasi (APC), adalah modulator penting dari rantai koagulasi dan inflamasi, akan meningkatkan proses fibrinolisis dan menghambat proses trombosis dan inflamasi. Aktivasi komplemen dan rantai koagulasi akan turut memperkuat proses tersebut. Endotelium vaskular merupakan tempat interaksi yang paling dominan terjadi dan sebagai hasilnya akan terjadi cedera mikrovaskular, trombosis, dan kebocoran kapiler. Semua hal ini akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Gangguan endotelial ini memegang 6



peranan dalam terjadinya disfungsi organ dan hipoksia jaringan global.9 (Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada gambar di bawah ini)



7



8



2. 5 Gejala Klinik 1. Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan kering. 2. Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan ekstremitas hangat. 3. Disertai tanda-tanda sepsis. 4.



Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari, perubahan status mental.



Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak toksik, takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya sepsis (tersangka sepsis). Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis keadaan tersangka sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+), LED meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-). Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok (nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan penurunan tekanan darah). Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar. (anonim, 2008)



Perubahan hemodinamik Tanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal adalah hipovolemia, baik relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan). Kejadian ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga apabila volume intravaskule adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat kemampuan kontraksi otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik) terganggu. Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada peningkatan volume sekuncup), tetapi aliran darah perifer tetap berkurang. Status hemodinamika pada sepsis berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi dan meningkatnya 9



aliran darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih mirip status hipodinamik (vasokonstriksi dan aliran darah berkurang). Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan ekstraksi oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO2 (pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septic dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan. Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah terjadinya hiperlaktataemia, mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dys-oxia jaringan (produksi energi dalam keterbatasan oksigen) (Guntur, 2008).



2. 6 Diagnosis Diagnosis awal sepsis atau syok septik tergantung pada kepekaan dokter untuk menilai pasien dengan dan tanda awal yang tidak spesifik seperti takipnnea, dispnea, takikardia dengan keadaan hiperdinamik, vasodilatasi perifer, instabilitas tempratur, dan perubahan keadaan mental. Keadaan seperti ini penting di perhatikan pada seperti pada wanita – wanita dengan resiko tinggi seperti pyelonefritis, korioamnionitis, endometritis, abortus septik, atau telah menjalani prosudur operasi emergensi. Diagnosa dan penanganan awal ini sangat menentukan keberhasilan hidup pasien. Tanda yang tampak tergantung dari fase syok septik dan tipe kerusakan organ yang terjadi, tetapi hipotensi selalu ditemukan. Kebanyakan pasien mengalami peningkatan temperatur dan lekosit dengan pergeseran ke kiri, tetapi pada beberapa pasien terjadi penurunan temperatur dan kadar leukosit dibawah normal. Sebagai akibat dari keadaan hiperdinamik jantung, terjadi gejala gejala pada jantung seperti iskemia, gagal jantung kiri, atau aritmia. Konsekuansi klinik dari DIC adalah perdarahan, trombosis dan hemolisis mikroangiopati. Karena pada syok sepsis potensi terjadinya disfungsi ginjal dan hipovulemia, manifestasi klinik dapat berupa oligouria, hematuria dan proteinuria. Dalam hal membantu menegakkan diagnosa sepsis atau syok septik, selain melalui pemeriksaan fisik, juga diperlukan pemeriksaan rongen dan kultur. Dua kuman yang sangat virulen dengan angka mortalitas yang tinggi adalah Streptokokus pyogens ( group A streptokokus ) dan Clostridium Sordeli.



10



2. 7 Penatalaksanaan Dalam melakukan evaluasi pasien sepsis, diperlukan ketelitian dan pengalaman dalam mencari dan menentukan sumber infeksi, menduga patogen yang menjadi penyebab (berdasarkan pengalaman klinis dan pola kuman di RS setempat), sebagai panduan dalam memberikan terapi antimikroba empirik.1,5,6 Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons imun maladaptif host terhadap infeksi. 1. Resusitasi Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit).6 Banyak pasien syok sepsis terjadi penurunan volume intravaskuler, sebagai respon pertama harus diberikan cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Untuk mencapai cairan yang adekuat pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam. Jika tekanan darah tidak membaik dengan pemberian cairan maka perlu dipertimbangkan pemberian vasopressor seperti dopamin dengan dosis 5-10 ug/kgBB/menit. Dopamin diberikan bila sudah tercapai target terapi cairan, yaitu MAP 60mmHg atau tekanan sistolik 90-110 mmHg. Dosis awal adalah 2-5 μmg/Kg BB/menit. Bila dosis ini gagal meningkatkan MAP sesuai target, maka dosis dapat di tingkatkan sampai 20 μg/ KgBB/menit. Bila masih gagal, dosis dopamine dikembalikan pada 2-5 μmg/Kg BB/menit, tetapi di kombinasi dengan levarterenol (noreepinefrin). Bila kombinasi kedua vasokonstriktor masih gagal, berarti prognosisnya buruk sekali. Dapat juga diganti dengan vasokonstriktor lain (fenilefrin atau epinefrin) 11



2. Eliminasi sumber infeksi Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan implan prostesis yang terinfeksi.1 Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat.6



3. Terapi antimikroba Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis.6 Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ.1 Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi. Indikasi terapi kombinasi yaitu: 



Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui







Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni







Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen (pseudomonas aureginosa, enterokokus)



4. Terapi suportif a. Oksigenasi Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan. b. Terapi cairan 



Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer laktat) maupun koloid.1,6



12







Pada keadaan albumin rendah (8μg/kg.menit,norepinefrin



90mmHg.



Dapat



0.03-1.5μg/kg.menit,



dipakai



dopamin



phenylepherine



0.5-



8μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone).1 d. Bikarbonat Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH 2,0 ug/dl



15



Na. Urin 40 mmol/L Kelainan prerenal sudah disingkirkan Hepatobilier disfunction



Bil.>34 umol/L (2,0 mg/dL) Harga alk. Fosfatase, SGOT, SGPt dua kali harga normal



Central Nervous System Disf..



GCS < 15



2. 9 Prognosis Keseluruhan angka kematian pada pasien dengan syok septik menurun dan sekarang ratarata 40% (kisaran 10 to 90%, tergantung pada karakteristik pasien). Hasil yang buruk sering mengikuti kegagalan dalam terapi agresif awal (misalnya, dalam waktu 6 jam dari diagnosa dicurigai). Setelah laktat asidosis berat dengan asidosis metabolik decompensated menjadi mapan, terutama dalam hubungannya dengan kegagalan multiorgan, syok septik cenderung ireversibel dan fatal.



16



DAFTAR PUSTAKA



1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar 2013. 2013. Hal. 65 2. Baelan I, et al.



Nationwide survey on resource availability for Implementing current sepsis guidelines in Mongolia.



3. Bernard GR, et al.



Efficacy and safety of recombinant human activated protein c for severe sepsis. N Eng J Med. 2001; 344 (10): 699-709.



4. Dries JD, editors.



Fundamental Critical Care Support. 5nd ed. Mount Prospect: Third Printing; 2014. 13. Backer



D,



Dorman



T.



Surviving



sepsis



guidelines: a continuous move toward better care of patients with sepsis. JAMA. 2017; 317(8): 807-8. 5. Howell MD, Davis AM.



Management 73 Volume X, Nomor 1, Tahun 2018 Jurnal Anestesiologi Indonesia of sepsis and septic shock. JAMA. 2017; 317(8): 847-8.



6. Mayr FB, Yende S, Angus DC.



Epidemiology of severe sepsis. Virulence. 2013; 5(1): 4-11



7. Mehta Y, Kochar G.



Sepsis and septic shock. Journal of Cardiac Critical Care TSS. 2017; 1(1): 3-5.



8. Nguyen BH, et al.



Severe sepsis and septic shock: review of the literature and emergeny department management guidelines. Annals of Emergency Medicine. 2006; 48(1): 28-50.



9. Rivers, et al.



Early goal directed therapy in the treatmenr of severe sepsis and septic shock. N Eng J Med. 2001; 345 (19): 1368-77.



10. Singer M, et al.



The third international concensus definitions for sepsis and septic shock (sepsis-3). JAMA. 2016: 315 (8): 801-10. 17



11. Surviving sepsis campaign 2016 12. Vincent JL, et al.



The SOFA (sepsis-related organ failure assessment) score to describe organ dysfunction/ failure. Intensive Care Med. 1996; 22: 707- 10.



13. World Health Organization. Indonesia: WHO statistical profile. oiy



18