REFERAT Corpus Aleanum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SMF/ BAGIAN ILMU PENYAKIT THT-KL



REFERAT



RSU DR. TC. HILLERS



AGUSTUS 2021



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA



CORPUS ALIENUM DI BIDANG THT-KL



Disusun oleh : Vinsensius Apolonaris Bessie (1021010024)



Pembimbing : dr. Fransiska Tricia Da Lopez, Sp.THT-KL



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK SMF/ BAGIAN ILMU THT-KL RSU DR. TC. HILLERS MAUMERE 2021



1



DAFTAR ISI DAFTAR ISI............................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2 2.1.



Anatomi dan Fisiologi Telinga..........................................................................2



2.2



Anatomi dan Fisiologi Hidung..........................................................................6



2.3.



Anatomi Dan Fisiologi Rongga Mulut dan Tenggorok......................................9



2.4.



Corpus Alienum pada Telinga..........................................................................11



2.5.



Corpus Alienum pada Hidung..........................................................................13



2.6.



Corpus Alienum Pada Mulut dan Tenggorok...................................................14



2.7. Corpus Alienum Pada Faring................................................................................17 2.8 Corpus Alienum pada Esofagus............................................................................18



BAB III PENUTUP...............................................................................................24 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25



2



1



BAB I PENDAHULUAN Corpus Alienum atau benda asing pada telinga, hidung dan tenggorok adakalanya merupakan masalah kesehatan keluarga, yang biasanya terjadi pada anak-anak. Benda asing yang biasanya ditemukan berupa makanan, mainan, peralatan rumah tangga yang kecil. Diagnosis pada pasien sering terlambat karena biasanya tidak terlihat dan gejalanya tidak spesifik. Pengeluaran benda asing lazim dilakukan dengan forsep, irigasi dengan air, dan kateter hisap. Benda asing pada faring dan trakea merupakan kegawatdaruratan dan biasanya memerlukan konsultasi bedah. Hasil pemeriksaan radiografi biasanya normal. Endoskopi lunak ataupun kaku sering digunakan untuk memperkuat diagnosis dan untuk mengeluarkan benda asing. Benda asing pada bidang THT terjadi pada anak maupun dewasa dengan atau tanpa penyakit mental. Pengeluaran benda asing dapat dilakukan dengan melihat beberapa faktor seperti lokasi dari benda asing, bahan material, mudah diambil (lembut dan ireguler) atau tidak mudah diambil (keras dan bulat).



Sebuah penelitian pada tahun 2017 mengenai benda asing pada telinga, hidung, dan tenggorok menunjukan bahwa 67.2% pasien THT merupakan pasien dengan benda asing pada saluran Telinga, hidung, dan tenggorok. Gejala tersering adalah gatal pada telinga, diikuti oleh nyeri telinga, sekret telinga, penurunan pendengaran, rasa penuh di dalam telinga, telinga berdenging dan yang paling jarang adalah perdarahan.



Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologik dan pemeriksaan bronkoskopi. Bronkoskopi merupakan cara yang aman untuk mengeluarkan benda asing di trakeobronkial, meskipun dalam beberapa kasus harus dilakukan torakotomi. Perkembangan



2



teknologi bronkoskop dan peralatan penyertanya, dan ditemukannya forsep yang disertai teleskop dapat mempermudah ekstraksi benda asing saluran napas.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.



Anatomi dan Fisiologi Telinga Telinga merupakan organ penerima gelombang suara yang kemudian



diubah menjadi impuls listrik dan diteruskan ke korteks pendengaran melalui saraf pendengaran. Telinga merupakan organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga manusia menerima dan mentransmisikan gelombang bunyi ke otak dimana bunyi tersebut akan di analisa dan di intrepretasikan. Telinga dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.



3



Gambar : Anatomi Telinga



Telinga luar



Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna), saluran telinga (canalis auditorius externus) dan pada ujung terdapat gendang telinga (membran timpani). Canalis auditorius externus berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas telinga dalam regio 3000 Hz - 4000 Hz. Kanal ini berukuran panjang sekitar 2,5 cm dengan sepertiga adalah tulang rawan sementara dua pertiga dalamnya berupa tulang. Kanal ini dapat diluruskan dengan cara mengangkat daun telinga ke atas dan ke belakang. Membran timpani berfungsi menyalurkan getaran di udara ke tulang-tulang kecil telinga tengah. Tekanan suara yang melebihi 160 dB dapat memecahkan gendang telinga. Apabila gendang telinga pecah, biasanya dapat sembuh kembali seperti jaringan lainnya. Karena gendang telinga sendiri terdiri dari sel-sel hidup.



Telinga tengah



Telinga tengah atau rongga timpani adalah bilik kecil yang mengandung



4



udara. Rongga tersebut terletak sebelah dalam membran timpani yang memisahkan rongga itu dari meatus auditorius externa. Dalam telinga tengah bagian yang paling utama adalah osikulus. Yang terdiri dari : maleus, inkus, dan stapes. Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga akan disampaikan ke tulang pendengaran. Setiap tulang pendengaran akan menyampaikan getaran ke tulang berikutnya. Tulang stapes yang merupakan tulang terkecil di tubuh meneruskan getaran ke koklea. Osikulus ini berperan penting dalam menyesuaikan impedansi di gendang telinga dengan impedansi ruang-ruang berisi air di telinga dalam.



Tekanan suara di bagian dalam mengalami penguatan akibat kerja tulangtulang tersebut sebagai tuas. Bahkan terjadi penguatan yang lebih besar karena luas gendang telinga yang relatif besar dibandingkan dengan luas jendela oval.



Pinggir tuba eustachius juga termasuk dalam telinga tengah. Tuba Eustachius menghubungkan ruangan pada telinga tengah ke kerongkongan. Dalam keadaan biasa, hubungan tuba Eustachius dan telinga tengah tertutup. Dan terbuka ketika mengunyah dan menguap. Hal ini menjelaskan mengapa penumpang pesawat terasa 'pekak sementara' ketika mendarat. Rasa 'pekak' tersebut disebabkan karena perbedaan tekanan antara udara di dalam pesawat dan udara disekeliling ketika mendarat. Tekanan udara di sekitar telah menurun, sedangkan tekanan pada telinga tengah masih tekanan udara biasa. Perbedaan ini dapat diatasi dengan mekanisme mengunyah sesuatu atau menguap.



Telinga Dalam



Telinga dalam terdiri dari koklea, yaitu sebuah struktur kecil berbentuk spiral berisi cairan. Ketika gendang telinga bergerak, osikulus di telinga tengah menyebabkan stapes menekan membran lentur yang menutupi jendela oval koklea dan menyalurkan tekanan ke cairan ke dalam koklea. Getaran ini



5



menyebabkan gerakan di membran basilaris fleksibel. Gerakan inilah yang merangsang sel-sel rambut atau hair cells di organ corti untuk kemudian menghasilkan pulsa-pulsa listrik (potensial aksi). Sinyal ini kemudian disalurkan ke otak melalui saraf auditorius. Saraf ini memberikan informasi mengenai frekuensi dan intensitas suara yang kita dengar. Dalam koklea terdapat jendela oval yang terletak di salah satu ujung rongga vestibular, pada ruang tengah adalah duktus koklearis, dan ruang ketiga adalah rongga timpani.



Fisiologi Pendengaran



Suara merupakan suatu sinyal analog/kontinyu yang secara teoritis mengandung informasi yang tak terhingga jumlahnya, yang direpresentasikan pada tak terhingga banyaknya jumlah frekuensi dan tiap frekuensi tersebut memiliki informasi fasa dan magnituda. Suara yang didengar telinga manusia mengalami perubahan dari sinyal akustik yang bersifat mekanik menjadi sinyal listrik yang diteruskan saraf pendengaran ke otak. Proses mendengar tidak lepas dari organ pendengaran manusia yakni telinga.



Proses pendengaran ini diawali dengan masuknya gelombang bunyi yang ditangkap oleh daun telinga melewati meatus acusticus eksternus. Daun telinga dan meatus acusticus eksternus ini menyerupai pipa kira-kira sepanjang 2 cm sehingga memiliki mode resonansi dasar pada frekuensi sekitar 4 kHz. Kemudian gelombang suara yang telah ditangkap akan membuat membran timpani telinga bergetar. Seseorang menerima suara berupa getaran pada membran tympani dalam daerah frekuensi pendengaran manusia. Getaran tersebut dihasilkan dari sejumlah variasi tekanan udara yang dihasilkan oleh sumber bunyi dan dirambatkan ke medium sekitarnya, yang dikenal sebagai medan akustik. Variasi tekanan pada atmosfer disebut tekanan suara, dalam



6



satuan Pascal (Pa). Setelah melalui membran tympani, getaran tersebut akan menggetarkan ketiga tulang pendengaran (maleus, incus, stapes). Pada saat maleus bergerak, incus ikut bergerak karena maleus terikat kuat dengan inkus oleh ligamen-ligamen. Artikulasi dari incus dan stapes menyebabkan stapes terdorong ke depan pada cairan cochlear. Ketiga tulang pendengaran tadi mengubah gaya kecil dari partikel udara pada gendang telinga menjadi gaya besar yang menggerakkan fluida dalam koklea. Impedansi matching antara udara dan cairan koklea ialah sekitar 1 kHz.



Pada telinga bagian dalam terdapat koklea dan di dalam koklea terdapat membran basiliar yang bentuknya seperti serat panjangnya sekitar 32 mm. Getaran dari tulang pendengaran diteruskan melalui jendela oval, yang kemudian akan menggerakkan fluida sehingga membran basiliar ikut bergetar akibat resonansi. Bentuk membran basiliar memberikan frekuensi resonansi yang berbeda pada suatu bagian membran. Gelombang dengan frekuensi tertentu akan beresonansi secara sempurna dengan membran basiliar pada titik tertentu, menyebabkan titik tersebut bergetar dengan keras. Prinsip ini sama dengan nada tertentu yang akan membuat garputala bergetar. Frekuensi tinggi menyebabkan resonansi pada titik yang berada di dekat jendela oval dan frekuensi rendah menyebabkan resonansi pada titik yang berada lebih jauh dari jendela oval. Organ korti yang terletak di permukaan membran basiliar yang terdiri dari sel-sel rambut ini akan mengubah getaran mekanik menjadi sinyal listrik. Laju firing (firing rate) sel rambut dirangsang oleh getaran membran basiliar. Kemudian sel saraf (aferen) menerima pesan dari sel rambut dan meneruskannya ke saraf auditori, yang akan membawa informasi tersebut ke otak, yaitu korteks serebri area pendengaran (area Boadmann 41 dan 42) dan disadari sebagai rangsang pendengaran.



7



2.2



Anatomi dan Fisiologi Hidung



Gambar : Anatomi Hidung Hidung luar Hidung terhubung dengan os frontal (tulang dahi) dan maksila melalui pangkal hidung yang dibentuk fosa nasali. 2/3 bawah jembatan hidung, ujung hidung, dan sisi hidung terbentuk dari bagian tulang hialin. Kedua lubang hidung disekat oleh septum nasi. Septum nasi memiliki komponen tulang dan komponen kartilago. Kulit pembungkus hidung tertambat erat pada dasar hidung dan memiliki kelenjar sebasea, yang dapat mengalami hipertrofi pada keadaan rhinophyma. Hidung luar dipendarahi oleh arteri fasialis dan arteri oftalmika. Di area ini, aliran vena berarti penting, karena terdapat hubungan dengan sinus cavernosus melalui vena fasialis dan vena oftalmika. Infeksi permukaan di daerah hidung dapat meluas dan menimbulkan komplikasi intrakranial yang serius. Kavitas Nasi Bagian dalam hidung terbagi menjadi dua rongga hidung oleh septum nasi. Bagian yang terbuka di setiap sisi disebut vestibulum nasi, yang bersambung dengan rongga utama hidung. Di bagian belakang, kedua rongga hidung bermuara



8



bersama-sama ke dalam nasofaring di belakang septum. Septum merupakan suatu pembatas di tengah-tengah, dinding bawahnya membentuk palatum durum dan menjadi batas atas antara rongga hidung dan lamina cribrosa. Melalui lamina cribrosa, terjulur fila olfaktoria dari sel-sel sensorik epitel penghidu menuju ke bulbus olfaktorius, yaitu pusat penghidu primer. Di dinding tulang sebelah lateral, terdapat konka hidung yang tersusun dari bawah ke atas pada kerangka hidung. Meatus medialis berperan sangat penting secara klinis sebagai muara/saluran keluar dari sinus maksilaris, sinus frontalis, dan sel-sel cellulae etmoidales anteriores. Di meatus inferior, bermuara duktus lakrimalis dan, di meatus superior, bermuara cellulae etmoidales posterior serta sinus sfenoidalis. Bagian dalam hidung sebagian didarahi oleh arteri karotis interna dan juga oleh arteri karotis ekterna. Pangkal meatus medialis dapat dipandang sebagai batas kasar suplai darah tersebut. Area di atasnya dipendarahi oleh arteri etmoidalis anterior atau arteri etmoidalis posterior, sementara bagian bawah kavitas nasi memperoleh darah dari cabang akhir arteri maksilaris (arteri sfenopalatina). Di septum anterior, suplai darah kedua area tersebut saling beranastomosis menjadi rete arteriosum di lobus Kiesselbach. Karena itu, daerah ini dapat mengalami perdarahan hebat. Persarafan sensorik bagian dalam hidung diberikan oleh saraf maksilaris (saraf trigeminus), serabut sensorik kelenjar mukosa hidung berasal dari ganglion pterygopalatinum. Saraf parasimpatis merangsang dan saraf simpatis menghambat aktivitas kelenjar ini. Muara sinus maksilaris dan cellulae etmoidalis anterior dan media secara anatomis terletak berdekatan di infundibulum meatus medialis. Muara cellulae etmoidalis posterior berada di belakang konka media tengah di meatus superior. Sinus Paranasalis Sinus paranasal merupakan perluasan rongga hidung yang berisi udara. Sinus tersebut berhubungan dengan konka nasalis melalui saluran penghubung. Terdapat kelompok sinus anterior (sinus maksilaris, sinus frontalis dan cellulae etmoidalis anterior), yang berhubungan melalui konka nasalis medialis, dan kelompok sinus posterior (cellulae etmoidalis posterior dan sinus sfenoidalis),



9



yang bermuara ke dalam rongga hidung melalui meatus superior. Kompleks osteomeatal adalah dinding lateral hidung bersama dengan muara-muara sinus kelompok anterior. Unit fungsional tersebut sering mengalami pembengkakan mukosa, variasi anatomis, atau perubahan struktural lainnya. Kongesti di daerah ini menimbulkan peradangan sinus paranasal yang ada didekatnya, yang disebut sebagai sinusitis. Fisiologi Hidung Hidung mempunyai fungsi respirasi, penghidu, fonetik, mekanis, dan berhubungan dengan dengan sistem organ lain seperti saluran cerna dan kardiovaskular. Udara respirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring. Aliran udara ini membentuk arkus atau lengkungan. Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh lendir. Pada musim panas udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh lendir, sedangkan pada musim dingin sebaliknya. Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisaran 37 derajat celcius. Suhu ini diatur oleh pembuluh darah pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum nasi. Partikel debu, virus, bakteri, dan jamur yang terhirup akan disaring di hidung oleh rambut pada vestibulum nasi, silia, dan lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada lendir dan partikel-partikel besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Hidung juga bekerja sebagai indera penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior, dan sepertiga atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dari lendir dan bila menarik nafas dengan kuat. Fungsi hidung juga membantu indera pengecap membedakan suatu rasa dari berbagai sumber makanan, misalnya rasa manis dari strawberi, jeruk, pisang, dan coklat.



Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan



10



beryanyi. Sumbatan hidung dapat mengurangi resonansi sehingga terdengar suara sengau. Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan saluran cerna , kardiovaskular, dan pernapasan. Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur dan lambung. Iritasi mukosa hidung juga menyebabkan terhentinya refleks bersin dan batuk. 2.3.



Anatomi Dan Fisiologi Rongga Mulut dan Tenggorok Rongga Mulut Rongga mulut dicapai melalui vestibulum oris. Vestibulum oris berbatasan



di sebelah frontal dan lateral dari bibir dan pipi, dan di sebelah dorsal dan medial dari deretan gigi. Di belakang deretan gigi, rongga mulut terbentang hingga mencapai isthmus fausium (lubang yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan) yang dibentuk oleh arkus palatini anterior dan merupakan daerah peralihan menuju orofaring. Di sebelah atas, palatum durum dan palatum mole berbatasan dengan uvula, dan juga membatasi rongga mulut dari rongga hidung dan nasofaring. Pada dasar mulut yang tertutup, terdapat lidah. Bibir, pipi dan mukosa palatum tidak terdiri atas epitel bertanduk. Di dalam mukosa, terdapat juga sejumlah besar kelenjar liur seromukosa. Lidah hampir mengisi penuh rongga mulut saat mulut tertutup. Lidah terdiri atas berbagai serabut otot yang tertambat pada dasar mulut dan os hyoideum (tulang hyoid/lingual). Permukaan lidah dilapisi dengan papil (tonjolan) kuncup kecap dan di belakang bersambung dengan pangkalnya ke dalam faring. Batas antara dasar dan badan lidah terbentuk oleh sulkus terminalis (bagian yang memisahkan anterior dan posterior lidah). Di belakang sulkus terminalis terdapat tonsila lingualis. Frenulum lingua hanya dapat terlihat bila ujung lidah terangkat. Frenulum ini menghubungkan sisi bawah lidah dengan dasar mulut. Selain frenulum, terdapat karunkula di kiri dan kanan. Di tempat tersebut, duktus ekskretorius kelenjar saliva sublingual dan submandibular bermuara ke dalam dasar mulut.



11



Anatomi Faring Faring terbagi menjadi tiga bagian anatomis: 1. Nasofaring: terbentang dari basis cranii hingga palatum molle dan berbatasan di sebelah depan dengan koana. 2. Orofaring : terbentang dari palatum mole hingga tepi atas epiglotis dan berlanjut ke arah depan ke dalam rongga mulut. 3. Hipofaring : berbatasan dengan tepi atas epiglotis di sebelah kranial, di sebelah kaudal bersambung dengan esofagus setingkat lempeng belakang cincin kartilago. Nasofaring berfungsi sebagai sirkulasi udara. Sewaktu menelan, nasofaring akan tertutup oleh palatum mole. Nasofaring dilapisi dengan epitel respiratorik bersilia. Di dinding lateral, setiap corong telinga bermuara melalui ostium tuba ke dalam nasofaring. Atap nasofaring dibentuk dari dasar sinus kuneiformis. Di tempat tersebut dan di dinding belakang, terdapat tonsila faringealis [11]. Orofaring dilapisi dengan epitel tak bertanduk seperti pada hipofaring, karena selain udara, makanan harus melewati daerah ini. Di antara arkus palatini terdapat tonsila palatina. Dari pangkal lidah, terjulur lipatan mukosa yang menuju epiglotis. Di antara lipatan tersebut terdapat valleculae epiglotticae. Epiglotis bergerak ke bawah saat proses menelan dan dengan demikian menutup jalur ke laring dan saluran napas. Hipofaring membentuk daerah peralihan dari faring ke saluran cerna. Hipofaring membuka sewaktu menelan. Bila tidak membuka, hipofaring terletak berdekatan dengan dinding belakang laring. Melalui recessus piriformes, laring menonjol ke dalam hipofaring dalarn keadaan istirahat. Otot internal faring dibentuk oleh meatus konstriktor faringes (otot konstriktor faringis). Ketiga lapis otot tersebut berserta bagian kranialnya melekat pada basis cranii melalui fascia faringobasilaris. Di bagian atas dan tengah, serabut otot tersusun diagonal, sedangkan bagian bawah memperlihatkan susunan horisontal.



12



Gambar : Anatomi Faring 2.4.



Corpus Alienum pada Telinga Gejala Pada beberapa kasus benda asing di telinga tanpa gejala dan biasanya



ditemukan tidak sengaja. Pasien yang lain mungkin merasa nyeri telinga, pendengaran berkurang, suara gaduh dalam telinga atau rasa penuh di telinga. Kasus benda asing sering ditemukan pada anak berumur kurang dari 8 tahun.



Gambar : Corpus Alienum Telinga Benda asing pada anak kecil sering berupa kacang hijau, manik, mainan, karet penghapus, terkadang baterai. Sedangkan pada orang dewasa relatif sering ditemukan adalah kapas cotton bud yang tertinggal, kadang-kadang ditemukan serangga kecil seperti kecoak, semut, dan nyamuk.



13



Diagnosa Benda asing dalam telinga dapat dilihat langsung di dalam telinga dengan menggunakan otoskop. Pada anak-anak perlu dicurigai adanya benda asing yang jumlahnya lebih dari satu ataupun lubang lain yang terlibat (mulut dan hidung).



Gambar : Pemeriksaan menggunakan Otoskop



Tata Laksana Prinsip mengeluarkan benda asing dari telinga adalah mengetahui apakah benda asing tersebut adalah benda hidup atau mati. Jika benda hidup, maka terlebih dahulu dimatikan dengan memasukan tampon basah ke dalam liang telinga lalu ditetesi larutan rivanol atau anastesi lokal ke dalam telinga selama 10 menit lalu diirigasi dengan air bersih atau diambil menggunakan pinset. Jika benda mati, harus dibedakan antara benda antara yang besar dan permukaan bulat dengan benda yang kecil. Jika permukaannya bulat (seperti manik-manik), dapat diambil menggunakan pengait (hook). Jika benda asing kecil dapat diambil dengan cunam, sedangkan benda asing kecil dan lunak dapat diambil dengan forsep aligator. Benda asing berupa baterai sebaiknya jangan dibasahi mengingat efek korosif yang timbul.



14



2.5.



Corpus Alienum pada Hidung Gejala Gejala yang umum pada Corpus Alienum adalah obstruksi unilateral dan



sekret berbau. Benda asing umumnya ditemukan di anterior vestibulum atau pada meatus inferior sepanjang dasar hidung. Benda asing yang dibiarkan di dalam hidung memiliki komplikasi nekrosis dan infeksi sekunder yang mungkin timbul dan kemungkinan aspirasi ke dalam saluran pernapasan bawah.



Gambar : Corpus Alienum Hidung Corpus alienum dapat juga menyebabkan hidung tersumbat, rinorea unilateral dengan cairan kental dan berbau, kadang-kadang terdapat rasa nyeri, demam, epistaksis, dan bersin. Diagnosa Untuk melihat corpus alienum di dalam hidung dapat dilakukan pemeriksaan rinoskopi anterior. Pada inspeksi menggunakan spekulum hidung dan lampu kepala akan terlihat benda asing yang terjepit di dalam kavum nasi. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi ulserasi. Benda asing biasanya ditutupi oleh mukopus dan dapat timbul rinolith di sekitar benda asing.



15



Gambar : Pemeriksaan Rinoskopi Anterior Tatalaksana Dengan



menggunakan



spekulum



hidung



dapat



diinspeksi



dan



diidentifikasi benda asing dan kemudian dilakukan ekstraksi secara hati-hati. Jika permukaan benda bulat misalnya manik-manik, ekstraksi dilakukan dengan pengait tumpul. Pengait dimasukan ke dalam hidung bagian atas, menyusuri atap kavum nasi melewati benda asing. Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan ditarik ke depan sehingga akan ikut terbawa ke luar. Dapat juga menggunakan cunam Nortman dan wire loop. Jika benda lunak misalnya cutton bud, ekstraksi dilakukan dengan forsep. Pada anak kecil yang tidak kooperatif mungkin memerlukan anastesi umum sebelum melakukan ekstraksi benda asing. 2.6.



Corpus Alienum Pada Mulut dan Tenggorok Benda asing pada saluran napas dapat berupa benda asing di hidung,



nasofaring, laring, trakea, dan bronkus. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada lokasi, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk, dan ukuran benda asing. Terdapat 3 stadium aspirasi benda asing pada saluran napas : 1. Stadium pertama : batuk hebat secara tiba-tiba, rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorok, bicara gagap, obstruksi jalan napas yang terjadi dengan segera. 2. Stadium kedua : gejala pada stadium pertama disertai dengan interval asimptomatik. Hal ini dikarenakan benda asing tersebut tersangkut, refleks-refleks melemah, dan gejala rangsangan akut menghilang. Stadium ini berbahaya karena menyebabkan keterlambatan diagnosis



16



dan cenderung mengabaikan kemungkinan aspirasi benda asing karena gejala dan tanda tidak jelas. 3. Stadium ketiga : telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi, atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap benda asing, sehingga timbul batuk, hemoptisis, pneumonia, dan abses paru. Benda asing pada Laring Benda asing pada pada laring dapat menutup laring, tersangkut di pita suara atau berada di subglotis. Gejalanya tergantung pada besar, bentuk, dan posisi benda asing. Sumbatan total laring dapat menimbulkan spasme laring sehingga menyebabkan disfonia sampai afonia, apnea, sianosis, bahkan kematian. Sumbatan parsial pada laring menyebabkan suara parau, disfonia sampai afonia, batuk yang disertai sesak, odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis, rasa subjektif dari benda asing, dispnea. Penting untuk melakukan pertolongan secepat mungkin dikarenakan dapat menimbulkan asfiksia. Pada anak dapat dilakukan abdominal thrust dan chest thrust. Sedangkan pada orang dewasa dapat dilakukan heimlich manuver. Jika manuver-manuver tersebut gagal mengeluarkan benda asing dari laring, dapat dilakukan krikotiroidektomi atau trakeostomi darurat. Jika sudah tidak ada lagi tanda kegawatan napas atau pasien sudag stabil, benda asing dapat dikeluarkan dengan bantuan laringoskopi direk. Benda asing pada Trakea Benda asing pada trakea dapat menimbulkan gejala berupa batuk tiba-tiba yang berulang disertai rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorok, audible slap, palpatory thud, asthmatoid wheeze. Selain itu juga terdapat gejala suara serak, dispnea, dan sianosis bergantung pada besarnya benda asing dan lokasinya. Pengeluaran benda asing di trakea dapat menggunakan bronkoskopi. Bila tidak terdapat fasilitas bronkoskopi, maka dapat dilakukan trakeostomi dan benda asing dikeluarkan dengan menggunakan



17



cunam / alat penghisap melalui trakeostomi. Bila tidak berhasil, dapat dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas endoskopi.



Gambar : Corpus Alienum Trakea Benda asing pada Bronkus Benda asing pada bronkus lebih sering pada bronkus kanan karena bronkus kanan lebih besar dan hampir merupakan garis lurus dengan trakea sedangkan bronkus kiri membuat sudut dengan trakea. Benda asing organik, misalnya kacang-kacangan memiliki sifat higroskopik, mudah menjadi lunak dan mengembang oleh air sehingga menyebabkan iritasi pada mukosa. Mukosa bronkus menjadi edema dan meradang, dan dapat pula timbul jaringan granulasi di sekitar benda asing, sehingga gejala sumbatan bronkus



menjadi



semakin



berat.



Akibatnya



timbul



gejala



laringotrakeobronkitis, toksemia, batuk, dan demam. Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan yang lebih ringan dan lebih mudah didiagnosis dengan pemeriksaan radiologik, karena umumnya benda asing anorganik bersifat radiopak.



18



Terdapat 2 fase sumbatan bronkus : 1. Fase asimptomatik : keadaan umum masih baik, foto rontgen thorax belum menunjukan adanya kelainan. 2. Fase pulmonum : benda asing ada di bronkus dan dapat bergerak ke perifer. Pada fase ini udara yang masuk ke paru terganggu secara progresif dan pada auskultasi terdengar ekspirasi memanjang disertai dengan mengi. Derajat sumbatan bronkus dan gejala yang ditimbulkan bervariasi tergantung pada bentuk, ukuran, dan sifat benda asing dan dapat timbul emfisema, atelektasis, drowned lung, serta abses paru. Benda asing yang lama di bronkus dapat menyebabkan perubahan patologik jaringan, sehingga timbul komplikasi antara lain penyakit paru kronik supuratif, bronkiektasis, abses paru, dan jaringan granulasi yang menutupi benda asing. Pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen. Benda asing bersifat radiolusen, misalnya kacang lakukan rontgen 24 jam setelah kejadian karena sebelum 24 jam belum ditemukan kelainan radiologis yang berarti. Setelah 24 jam akan tampak atelektasis atau emfisema. Untuk benda asing yang bersifat radiopak, lakukan rontgen segera setelah kejadian. Mengeluarkan benda asing pada bronkus dapat dilakukan dengan bronkoskopi. Jika benda asing tidak dapat dikeluarkan dengan bronkoskop, maka dilakukan torakotomi. 2.7. Corpus Alienum Pada Faring Benda asing pada faring biasanya dijumpai pada bagian orofaring dan hipofaring yang dapat tersangkut diantara tonsil,valekula dan sinus piriformis yang dapat menimbulkan rasa nyeri ketika menelan makanan.Jenis benda asing yang biasanya dijumpai pada faring adala tulang ikan ataupun tulang ayam. Terdapat rasa nyeri pada saat menelan (odinofagia) terutama bila benda asing tajam seperti tulang ikan ataupun tulang ayam. Pada



hidung dilakukan dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior dengan



menggunakan rhinoskop dan spekulum untuk melihat jenis benda asing dan lokasinya. Pemeriksaan rhinoskopi posterior juga dapat dilakukan untuk melihat



19



keadaan pada bagian nasofaring dengan menggunakan spatula lidah dan kaca nasofaring. Pada penegakan kasus benda asing



pada saluran nafas yaitu hidung,



faring dan trakea dapat dilakukan juga dengan pemeriksaan penunjang. a.



Endoskopi: dilakukan dengan memasukkan alat berupa selang kecil



yang dilengkapi dengan kamera.Nasofaringoskop digunakan untuk melihat keadaan visual pada nasofaring. b. Pemeriksaan radiologik leher: penilaian pada jaringan lunak leher dan postero anterior thoraks.Pemeriksaan thorax lateral dilakukan dengan lengan dibelakang punggung,leher keadaan fleksi dan kepala ekstensi untuk dapat melihat keseluruhan jalan nafas. 2.8 Corpus Alienum pada Esofagus



Benda asing esofagus adalah benda yang tajam atau tumpul atau makanan yang tersangkut dan terjepit di esofagus baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Peristiwa tertelan dan tersangkutnya benda asing merupakan masalah utama pada anak usia 6 bulan - 6 tahun dan dapat terjadi pada semua umur pada tiap lokasi di esofagus, baik di tempat penyempitan fisiologis maupun patologis dan dapat pula menimpulkan komplikasi fatal akibat perforasi. Etiologi dan faktor predisposisi Secara klinis masalah yang timbul akibat benda asing esofagus dapat dibagi dalam golongan anak dan dewasa. Penyebab pada anak antara lain, anomali kongenital, web, fistel trakeoesofagus dan pelebaran pembuluh darah. Faktor predisposisi antara lain belum tumbuhnya gigi molar untuk dapat menelan dengan baik,koordinasi proses menelan dan sfingter laring yang belum sempurna pada kelompok usia 6 bulan – 1 tahun, retardasi mental, gangguan pertumbuhan dan penyakit-penyakit neurologik lain yang mendasarinya. Pada orang dewasa tertelan benda asing sering dialami oleh pemabuk atau pemakai gigi



20



palsu yang telah kehilangan sensasi rasa dari palatum, pada pasien gangguan mental dan psikosis. Faktor predisposisi lain adanya penyakit esofagus yang menimbulkan gejala disfagia kronis yaitu penyakit esofagitis refluks, striktur pasca esofagitis korosif, akhalasia, karsinoma esofagus atau lambung, cara mengunyah yang salah dengan gigi palsu yang kurang baik pemasangannya, mabuk, dan intoksikasi. Epidemiologi Mati lemas karena sumbatan jalan napas akibat tertelan atau terasprasi benda asing, merupakan penyebab ketiga kematian mendadak pada anak di bawah umur 1 tahun dan penyebab kematian ke empat pada anak berusia 1-6 tahun. Morbiditas dan mortalitas yang tinggi tergantung pada komplikasi yang terjadi. Benda asing di esofagus sering ditemukan di daerah penyempitan fisiologis esofagus. Benda asing yang bukan makanan, kebanyakan tersangkut di servikal esofagus, biasanya di otot krikofaring atau arkus aorta, kadang-kadang di daerah penyilangan esofagus dengan bronkus utama kiri atau pada sfingter utama kardio-esofagus. Tujuh puluh persen dari 2394 kasus benda asing esofagus ditemukan di daerah servikal , di bawah sfingter krikofaring, 12% di daerah hipofaring, dan 7,7% di esofagus torakal. Dilaporkan 48% kasus benda asing yang tersangkut di daerah esofagogaster menimbulkan nekrosis tekanan atau infeksi lokal. Pada orang dewasa, benda asing yang tersangkut dapat berupa makanan atau bahan yang tidak dapat dicerna, seperti biji buah-buahan, gigi palsu, tulang ikan, atau potongan daging yang melekat pada tulang. Insidens benda asing berupa batu baterai 500900 kasus tiap tahun di Amerika Serikat. Patogenesis Benda asing yang terlalu lama di esofagus dapat menimbulkan berbagai komplikasi, antara lain jaringan granulasi yang menutupi benda asing, radang periesofagus. Benda asing tertentu seperti baterai akali mempunyai toksisitas intrinsik lokal dan sistemik dengan reaksi edema dan inflamasi lokal, terutama bila terjadi pada anak-anak.



21



Batu baterai mengandung elektrolit, baik natrium atau kalium hidroksida dalam larutan kaustik pekat. Pada penelitian in vitro dan in vivo, bila baterai berada dalam lingkungan yang lembab dan basah, maka pengeluaran elektrolit akan terjadi dengan cepat, sehingga terjadi kerusakan jaringan dengan ulserasi lokal, perforasi dan pembentukan striktur. Absorbsi bahan metal dalam darah menimbulkan toksisitas sistemik. Oleh karena itu benda asing batu baterai harus segera dikeluarkan. Diagnosis Diagnosis benda asing di esofagus ditegakan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dengan gejala dan tanda, pemeriksaan radiologik dan endoskopik. Tindakan endoskopi dilakukan untuk tujuan diagnostik dan dan terapi. Diagnosis tertelan benda asing, harus dipertimbangkan pada setiap anak dengan riwayat rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di tenggorok (gangging), batuk, muntah. Gejala-gejala ini diikuti dengan disfagia, berat badan menurun, demam dan gangguan napas. Harus diketahui dengan baik ukuran, bentuk, dan jenis benda asing dan apakah mempunyai bagian yang tajam. Gejala dan tanda Gejala sumbatan akibat benda asing esofagus tergantung pada ukuran, bentuk, dan jenis benda asing, lokasi tersangkutnya benda asing (apakah berada di daerah penyempitan esofagus yang normal dan patologis), komplikasi yang timbul akibat benda asing tersebut dan lama benda asing tertelan. Gejala permulaan benda asing esofagus adalah rasa nyeri di daerah leher bila benda asing tersangkut di daerah servikal. Bila benda asing tersangkut di daerah esofagus bagian distal, timbul rasa tidak enak di daerah substernal atau nyeri di punggung. Gejala disfagia bervariasi tergantung pada ukuran benda asing. Disfagia lebih berat bila telah telah terjadi edema mukosa yang memperberat sumbatan, sehingga timbul rasa sumbatan esofagus yang persisten. Gejala lain ialah odinofagia yaitu



22



rasa nyeri ketika menelan makanan atau ludah, hipervalisasi, regurgitasi dan muntah. Kadang-kadang ludah berdarah. Nyeri di punggung menunjukan tanda perforasi atau mediastinitis. Gangguan napas dengan gejala dispne, stidor dan diagnosis terjadi akibat penekanan trakea oleh benda asing. Pemeriksaan fisik, terdapat kekakuan lokal pada leher bila benda asing terjepit akibat edema yang timbul progresif. Bila benda asing ireguler menyebabkan perforasi langsung ke rongga pleura dan pneumotoraks jarang terjadi, tetapi dapat timbul sebagai komplikasi tindakan endoskopi. Pada anak-anak, gejala nyeri atau batuk dapat disebabkan oleh aspirasi ludah atau minuman dan pada pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi, mengi (wheezing), demam, abses leher, atau tanda emfisema subkutan. Tanda lanjut berat badan menurun dan gangguan pertumbuhan. Benda asing yang berada di daerah servikal esofagus dan di bagian distal krikofaring, dapat menimbulkan gejala obstruksi saluran napas dengan stridor, karena menekan dinding trakea bagian posterior. Radang dan edema periesofagus. Gejala aspirasi rekuren akibat obstruksi esofagus sekunder dapat menimbulkan pneumonia, bronkiektasis dan abses paru. Komplikasi Benda asing dapat menimbulkan laserasi mukosa, perdarahan, perforasi lokal dengan abses leher atau mediastinitis. Perforasi esofagus dapat menimbulkan selulitis esofagus lokal, fistel trakeoesofagus. Benda asing bulat atau tumpul dapat juga menimbulkan perforasi, sebagai akibat sekunder dari inflamasi kronik dan erosi. Jaringan granulasi di sekitar benda asing timbul bila benda asing berada di esofagus dalam waktu yang lama. Gejala dan tanda perforasi esofagus servikal dan torakal oleh karena benda asing atau alat, antara lain emfisema subkutis atau mediastinum, krepitasi kulit di daerah leher atau dada, pembengkakan leher, kaku leher, demam dan mengigil, gelisah, nadi dan pernapasan cepat, nyeri yang menjalar ke punggung, retrosternal dan epigastrium. Bila terjadi perforasi ke pleura dapat timbul pneumotoraks atau pyotoraks.



23



Pemerisaan penunjang Foto rontgen polos esofagus servikal dan torakal anteroposterior dan lateral, harus dibuat pada semua pasien yang diduga tertelan benda asing. Benda asing radioopak seperti uang logam, mudah diketahui lokasinya dan harus dilakukan foto ulang sesaat sebelum tindakan esofagoskopi untuk mengetahui kemungkinan benda asing sudah pindah ke bagian distal. Letak uang logam umumnya koronal, maka hasil foto rontgen sevikal / torakalpada posisi PA akan dijumpai bayangan radioopak yang sejajar dengan kolumna vertebralis. Benda asing seperti tulang, kulit telur dan lain-lain cenderung berada pada posisi koronal dalam esofagus sehingga lebih mudah dilihat pada posisi lateral. Benda asing radiolusen seperti plastik, aluminium dan lain-lain, dapat diketahui dengan tanda inflamasi periesofagus atau hiperinflamasi hipofaring dan esofagusbagian proksimal. Foto rontgen leher posisi lateral dapat menunjukan tanda perforasi, dengan trakea dan laring tergeser ke depan, gelembung udara di jaringan, adanya bayangan cairan atau abses bila perforasi telah berlangsung beberapa hari. Gambaran radiologi benda asing batu baterai menunjukan pinggiran bulat dengan gambaran densitas ganda, karena bentuk bilaminer. Foto polos sering tidak menunjukan gambaran benda asing, seperti daging dan tulang ikan, sehingga memerlukan



pemeriksaan



esofagus



dengan



kontras



(esofagogram).



Esofagogrampada benda asing radiolusen akan memperlihatkan “filing defect persistent”. Pemeriksaan esofagus dengan kontras sebaikanya tidak dilakukan pada benda asing radioopak karena densitas benda asing biasanya sama dengan zat kontras, sehingga akan menyulitkan penilaian ada tidaknya benda asing. Resiko lain adalah terjadi aspirasi bahan kontras. Bahan kontras barium lebih baik dari pada zat kontras yang larut di air, seperti gastrografin, karena sifatnya kurang toksik terhadap saluran nafas bila terjadi aspirasi kontras, sedangkan gastrografin bersifat mengiritasi paru, oleh karena itu pemakaina kontras gastrografin harus dihindari terutama pada anak-anak,



xeroradiografi dapat menunjukan



penyengatan pada daerah pinggir benda asing. CT-Scan esofagus dapat menunjukan inflamasi jaringan lunak dan abses. MRI dapat menunjukan



24



gambaran semua keadaan patologik esofagus. Bagaimanapun juga tanpa bukti radiologik belum dapat menyingkirkan adanya benda asing di esofagus. Penatalaksanaa Benda asing di esofagus dikeluarkan dengan tindakan esofagoskopi dengan menggunakan cunam yang sesuai denagn benda asing tersebut. Bila benda asingtelah berhasil dikeluarkan, harus dilakukan esofagoskopi ulang untuk menilai adanya kelainan-kalainan esofagus yang telah ada sebelumnya. Bedang asing tajam yang tidak berhasil dikeluarkan dengan esofagoskopi harus segera dikelurkan dengan pembedahan yaitu servikotomi, thorakotomi, atau esofagotomi, tergantung lokasi benda asing tersebut. Bila dicurigai adanya perforasi yang kecil, segera dipasang pipa nasogastrik agar pasien tidak menelan baik makanan maupun ludah dan diberikan antibiotik sprektrum luas selama 7-10 hari untuk mencegah timbulnya sepsis, benda asing tajam yang telah masuk ke lambung, dapat menyebabkan perforasi di pylorus. Olah karena itu, perlu dilakukan, evaluasi dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan tanda perforasi sedini mungkin, dengan melakukan pemeriksaan radiologik, untuk mengetahui posisi dan perubahan letak benda asing, bila letak benda asing menetap selama 2 kali 24 jam maka beda asing tersebut harus dikeluarkan secara pembedahan atau laparatomi. Benda asing berupa uang logam di esofagus bukan keadaan gawat darurat namun uang logam tersebut harus dikeluarkan sesegara mungkin dengan persiapan tindakan esofagoskopi yang optimal untuk mencegah komplikasi. Benda asing baterei bundar di esofagus merupakan benda asing yang harus segera dikelurkan karena resiko perforasi esofagus yang terjadi dengan cepat dalam waktu kurang lebih 4 jam setelah tertelan akibat nekrosis esofagus.



25



BAB III PENUTUP



Corpus Alienum merupakan salah satu kasus terbanyak di bidang THT. Corpus alienum atau benda asing dapat terletak di liang telinga, rongga hidung, saluran pernapasan seperti faring, laring dan trakea serta bronkus. Sebagian besar kasus benda asing di telinga, hidung dan tenggorok terjadi pada anak-anak dan orang dewasa dengan atau tanpa gangguan mental.



Gejala klinis benda asing pada telinga biasanya tanpa gejala dan ditemukan tidak sengaja pada telinga. Biasanya juga terdapat gatal pada telinga, nyeri, pendengaran berkurang, gaduh dalam telinga, dan rasa penuh di dalam telinga. Pada hidung, benda asing dapat menyebabkan obstruksi unilateral dan sekret berbau, nyeri, epistaksis, dan bersin. Jika benda asing masuk ke dalam saluran napas maka akan muncul gejala kegawatan napas seperti batuk hebat, rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorok, dan obstruksi jalan napas yang terjadi dengan segera.



Untuk benda asing di dalam telinga dapat dilihat menggunakan otoskop dan lampu kepala dengan menarik auricula ke arah superior-posterior sehingga membuat liang telinga menjadi sejajar dan dalam posisi satu garis lurus. Untuk benda asing di hidung dapat dilakukan pemeriksaan rinoskopi anterior dengan menggunakan spekulum hidung dan lampu kepala. Sedangkan benda asing di dalam saluran pernapasan di lihat dengan menggunakan pemeriksaan laringoskopi direk atau bisa juga menggunakan bronkoskopi.



Pengangkatan benda asing pada telinga dapat menggunakan pengait (hook), cunam, pinset telinga, ataupun forsep aligator serta irigasi telinga dengan melihat sifat dari benda asing tersebut terlebih dahulu. Sedangkan benda asing pada hidung dapat menggunakan pengait, cunam Nortman, dan wireloop serta forsep.



26



Benda asing pada saluran napas dapat dikeluarkan dengan melakukan abdominal thrust, chest thrust, dan heimlich manuver jika benda asing tersebut terletak di laring, sedangkan jika terletak di trakea dan bronkus dapat dilakukan bronkoskopi,trakeostomi, bahkan torakotomi.



DAFTAR PUSTAKA



1.



Sherwood L. 2013. Introduction to human physiology. 8th ed. Canada: Nelson education, Ltd. p. 165, 204-206.



2.



Buku Mininotes THT-KL tahun 2016



3.



Arsyad Soepardi E, Iskandar N, Bashiruddin J, Dwi Restuti R, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Kepala. 7 Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2018.



4.



Schmidt H. [Foreign bodies in ENT medicine]. HNO. 2012 Sep;60(9):772780. DOI: 10.1007/s00106-012-2490-5. PMID: 22944889.



5.



Kornia GBR, Sutanegara SWD, Sucipta IW. Prevalensi benda asing pada esofagus dan bronkus di Bagian/SMF THT-KL FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar tahun 2010-2011. ISM. JanApr;5(1);1-6. Available from: http://studylibid.com/doc/1083968/pdf- --intisari-sains-medis



6.



Marasabessy SN. Benda asing esofagus di Bagian/SMF THT-KL BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2010-Desember 2014 [Skripsi]. Manado: Universitas Sam Ratulangi; 2015.



7.



Faruqi TM. Gambaran kasus benda asing esofagus di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 – 2014 [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2015.



8.



Junizar M. Benda asing esofagus. In: Soepardi AE, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung



27



Tenggorok Kepala & Leher (7th ed). Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2016; p. 245-47, 266-9. 9.



Bekkerman M, Schdev AH, Andrade J, Twersky Y, Iqbal S. Endoscopic management of foreign bodies in the gastrointestinal tract: a review of the literature. Gastroenterol Res Pract. 2016;(2016). Available from: https: //www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/artcles/P MC5078654/



10.



Zuleika P, Ghanie A. Karakteristik Benda Asing Esofagus di Bagian T.H.T.K.L Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode Januari 2013 - Desember 2015. KONAS PERHATI-KL 2016.



11.



Shetty H, Gangadhar KS. Foreign bodies in the aerodi- gestive tract and its management study of 44 cases. International Archives of Integrated Medicine. 2015;2(9):47-50.



12.



Gupta P, Jain AK. Foreign bodies in upper aerodigestive tract: a clinical study. International Journal of Research in Medical Sciences. 2014;2(3):886-91.



13.



Kadriyan, Hamsu (2019) Pelayanan THT-KL pada masa Revolusi Indusri 4.0. Refleksi dan studi kasus di NTB. Mataram University Press, Mataram. ISBN 978-602-6640-47-5



28