Referat DKI (Repaired) 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat



DERMATITIS KONTAK IRITAN



Oleh; Felly Novelia, S.Ked 04108705116



Dosen Pembimbing: dr. Yuli Kurniawati Sp.KK (K)



DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT MOH. HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2012



HALAMAN PENGESAHAN



Referat dengan judul “Dermatitis Kontak Iritan”



oleh: Felly Novelia, S.Ked 04108705116



telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr. Moh. Hoesin Palembang periode 6 Maret – 16 April 2012.



Palembang,



April 2012



dr. Yuli Kurniawati Sp.KK (K)



DERMATITIS KONTAK IRITAN Felly Novelia, S.Ked Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNSRI/RSMH Palembang 2012



PENDAHULUAN „Eksema‟ atau „dermatitis‟ adalah peradangan pada kulit (epidermis dan dermis) yang pada fase akut ditandai secara objektif adanya efloresensi polimorfi (misalnya eritem, vesikel dan erosi) dan keluhan subjektif gatal, sedangkan pada fase kronis efloresensi yang dominan adalah skuama, fisura, kulit kering dan likenifikasi.1 Dermatitis kontak adalah peradangan kulit akibat pajanan lokal kulit dengan bahan dari luar. Jika bahan dari luar tersebut adalah iritan primer maka yang terjadi adalah dermatitis kontak iritan, dan jika pajanan kulit dengan sensitizer yang terjadi adalah dermatitis kontak alergi.1 Klasifikasi dermatitis dapat dilakukan berdasarkan etiologi, bentuk dari dermatitis, lama penyakit dan lokasi dermatitis.1 Dermatitis kontak iritan adalah dermatitis yang terjadi akibat respon kulit yang berkontak dengan bahan dari luar seperti bahan kimia, fisik, agen biologik, sedangkan faktor endogen yang berperan seperti fungsi barrier kulit dan adanya dermatitis sebelumnya.1 Beda yang kontras dengan dermatitis kontak alergi (DKA) adalah pada dermatitis kontak iritan (DKI) tidak perlu adanya kontak sebelumnya terhadap bahan tesebut untuk terjadinya DKI. DKI menempati 80% dari dermatitis kontak, dan sering berhubungan dengan pekerjaan.1 Gambaran klinis dermatitis kontak iritan pada beberapa orang berupa gejala subjektif seperti rasa terbakar, tersengat. Dapat juga sensasi nyeri beberapa menit setelah terpajan, misalnya terhadap asam, kloroform dan metanol.1



DKI mempunyai spektrum klinis yang dibagi atas beberapa kategori tergantung pada iritan dan pola pajanannya. Paling sedikit ada 10 tipe reaksi DKI.1 Pada sari pustaka kali ini akan dibahas secara keseluruhan tentang dermatitis kontak iritan meliputi epidemiologi hingga penatalaksanaan serta prognosisnya. EPIDEMIOLOGI2 Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain banyak penderita yang tidakl datang berobat dengan kelainan ringan. Dari sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 1990 terhadap para pekerja di Swedia yang melibatkan 20 000 orang didapatkan hasil bahwa wanita 2 kali lebih sering terkena DKI berbanding laki-laki.4 Pada tahun 2004, didapatkan data dari U.S Bureau Of Labour Statistic menunjukkan bahwa 249.000 kasus penyakit akupasional nonfatal untuk kedua jenis kelamin, 15,6% (38, 900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan kedua terbesar untuk semua penaykit okupasional. DKI juga menempati 80% dari dermatitis kontak dan sering berhubungan dengan pekerjaan.1 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS1,2,3 Kelainan kulit timbul akibat reaksi kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Iritan/ zat toksik yang paling sering menyebabkan DKI adalah sabun, detergen, asam, alkali, pelarut di industri seperti turpentine, acetone, carbon dioxide dan tumbuh-tumbuhan seperti capsaicin.1,3 DKI merupakan penyakit multifaktorial dimana yang memegang peranan adalah faktor eksogen (iritan dan lingkungan) dan faktor endogen (pejamu). Faktor eksogen berupa;



(1) sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik,



konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, bahan dasar dan kelarutan; (2)



Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan sebelumnya; (3) Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor mekanis (tekanan , friksi(gesekan) , abrasi(goresan) ). Kelembapan lingkungan yang rendah dan suhu dingin menurunkan kadar air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan pada bahan iritan.2 Faktor endogen berupa; (1)faktor genetik: ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah enzim antioksida dan kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein semuanya dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan iritan.(2)Selain itu, presdisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap iritan. Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik mungkin mempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan. TNF-a polimorfis telah dinyatakan sebagai marker untuk kerentanan terhadap kontak iritan.4. (3) Faktor endogen juga dipengaruhi oleh gender (lebih banyak pada perempuan karna perenpuan lebih banyak berkontak dengan bahan kimia. (4) Umur turut menjadi salah satu faktor endogen. Usia kurang dari 8 tahun lebih rentan terhadap absorpsi perkutan bahan kimia dan reaksi iritan. Banyak studi menunjukkan bahwa tidak ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya umur. Reaksi terhadap beberapa bahan iritan berkurang pada usia lanjut. Terdapat penurunan respon inflamasi dan TEWL, dimana menunjukkan penurunan potensial penetrasi perkutaneus. (5) Untuk suku, tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan karena eritema sulit diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satu-satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai pada kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten terhadap bahan iritan daripada kulit putih. Lokasi yang rentan terhadap DKI adalah wajah, leher, skrotum dan punggung tangan. (6) Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada DKI karena rendahnya ambang iritasi kulit, lemanhnya fungsi pertahanan dan lambatnya proses penyembuhan. 1,3



Mekanisme yang melibatkan patogenesis pada DKI akut dan kronis berbeda, dimana pada reaksi yang akut menyebabkan kerusakan sitotoksk langsung pada keratinosit, sedangkan pada DKI kronis reaksi terjadi setelah pajanan berulang yang menyebabkan kerusakan yang lambat pada membran sel, merusak barrier kulit melalui hilangnya lipid pada permukaan kulit dan zat yang menahan air, kemudian menyebabkan denaturasi protein dan toksisitas seluler. 1,3 Bahan iritan terdapat 2 macam yaitu iritan lemah (perlu berkali-kali kontak baru menimbulkan dermatitis ) dan iritan kuat (cukup sekali kontak langsung menimbulkan dermatitis). Iritan lemah merusak permukaan bertanduk epidermis hingga menyebabkan permukaan menjadi kering dan bersisik dengan merusak lisosomal enzim pada lapisan bertanduk. Iritan kuat merusak membran sel dan lisosom.



1,3



Ada 4 mekanisme yang saling berhubungan dengan terjadinya DKI



yaitu (1) hilangnya lipid permukaan kulit dan zat yang dapat menahan air, (2) rusaknya membran sel, (3) denaturasi keratin epidermal dan (4)efek sitotoksik langsung.



Gambar 1: (a) bahan iritan fisik dan kimia memicu pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut sinyal bahaya. (b) sel epidermis dan dermis merespon sinyal bahaya tersebut. (c) setelah itu, sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan sel inflamasi yang sudah terinfiltrasi. Sitokin utama pada proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang dikenal sebagi IL-8) (d)Sebagai akibatnya, dari produksi sitokin inflamasi, banyak sel inflamasi termasuk



neutrofil



diserang



dan



dibawah



pengaruh



picuan



inflamasi



mengeluarkan mediator inflamasi. Dikutip dari kepustakaan (5) . Pada respon iritan, jelas terdapat terdapat komponen imunologic –like yang ditandai oleh lepasnya mediator pro-inflamasi terutama sitokin dari keratinosit (sel kulit non- imun) dalam merespons stimuli bahan kimia. Proses ini tidak memerlukan sensitasi. Rusaknya barrier kulit menyebabkan keluarnya



sitokin seperti interleukin 1-ac (IL-1-a), IL-1-B dan tumor nekrosis factor-a (TNFa). TNF-a merupakan 1 dari sitokin kunci pada DKI, menyebabkan meningkatnya ekspresi major histocompatibilty complex class II dan molekul adhesi intra seluler-1 pada keratinosit.1



GAMBARAN KLINIS Pada beberapa orang keluhan hanya berupa gejala subjektif seperti rasa terbakar, tersengat. Dapat juga sensai nyeri beberapa menit setelah terpajan misalnay asam, kloroform dan metanol. Rasa seperti tersengat agak lambat terjadinya (delayed type) yaitu dalam 1-2 menit puncaknya 5-10 menit dan berkurang dalam 30 menit, yang disebabkan oleh aluminium klorid, fenol, propilen glikol dan lain-lain. DKI mempunyai spektrum klinis yang dapat dibagi atas beberapa kategori tergantung pada iritan dan pola pajanannya. Paling sedikit terdapat 10 tipe DKI yaitu reaksi iritan, DKI akut, DKI delayed-acute, DKI chronic cumulative, DKI subjektif/simptomatik, DKI eritematosa, dematitis friksional, reaksi traumatik, rekasi pustular atau acneiform, dan exsication eczematid. Reaksi iritan klinis sebagai reaksi monoformik dapat berupa skuamasi, eritem ringan, vesikel atau erosi biasanya terjadi pada orang-orang yang bekerja sering terkena air.1 DKI akut akibat pajanan tunggal oleh bahan iritan kuat/ bahan kimia kaustik seperti asam/ basa atau sebagai satu seri pajanan singkat dengan bahan kimia/ fisik, biasanya akibat kecelakaan kerja. Keluhan pasien setelah berkontak terdapat sensitasi seperti rasa terbakar, gatal atau atau rasa seperti tersengat. Klinis terilhat eritem, edema, vesikulasi dan eksudasi dengan pembentukan bula, dan pada kasus yang berat dapat nekrosis. Proses penyembuhan DKI akut terjadi secara fenomena descrendo yaitu reaksi iritan segera mencapai puncak lalu segera membaik setelah bahan iritan dibuang. Penyembuhan sempurna dapat terjadi 4 pekan dengan prognosis baik.1



Gambar 2: DKI akut. Dikutip dari kepustakaan (4). DKI delayed-acute adalah peradangan akut tetapi tidak terdapat gejala 8-24 jam atau lebih setelah terpajan. Sebaliknya gambarannya klinisnya seperti DKI akut. Gambaran klinisnyadapat juga menyerupai dermatitis kontak alergi (DKA) sehingga untuk membedakannnya kita memerlukan tes tempel.1 DKI chronic cumulative



merupakan tipe paling banyak ditemukan di



praktek klinik. Penyakit ini timbul akibat kontak berulang pada kulit dimana zat kimia yang terlibat sering multipel dan lemah yang kurang cukup untuk menyebabkan DKI seperti sabun, detergen, surfaktan, pelarut oragnik dan kosmetik. Penyakit dimulai dari rasa gatal, nyeri dan beberapa bercak kulit kering lokalisata, kemudian eritem, hiperkeratosis dan fisura. Gejal tidak terlihat langsung setelah terkean iritan, tetapi beberapa hari , bulan atau beberapa tahun kemudian. Dengan seringnya pajanan kulit, kulit menjadi keras dan bahkan dapat menjadi resisten terhadap pajanan berikutnya.1



Gambar 3. DKI kronis akibat efek korosif dari semen. Dikutip dari kepustakaan (6). Pasien DKI subjektif/ simptomatik biasanya mengeluh gatal, seperti tersengat, terbakar beberapa menit setelah berkontak dengan iritan tersebut, tetapi tidak ada lesi kulit yang terlihat. Penyakit sering terjadi di wajah, kepala, dan leher. Penyebab biasanya kosmetik, sunscreen, pakaian wool dan iritan lain seperti asam laktat dan garam aluminium.1 Dermatitis friksional merupakan iritasi mekanis akibat mikro trauma berulang dan friksi/ gesekan misalnya karena bra, adhesive tape. Klinis kulitnya tampak kering dan hiperkeratotik. 1



Gambar 5. DKI gesekan. Dikutip dari kepustakaan (8).



Reaksi traumatik merupakan tipe yang terjadi akibat trauma kulit akut misalnya terbakar, laserasi dan paling sering terjadi di tangan dan menetap selama 6 pekan atau lebih. Proses penyembuhan dermatitis ini lebih lama dapat timbul eritem, papul atau vesikel. Lesi dapat menyerupai dermatitis numularis. 1 Reaksi pustular atau acneiform merupakan reaksi yang terjadi akibat pekerjaan, misalnya berkontak dengan minyak, tar, logam berat dan halogens, tetapi dapat juga setelah memakai kosmetik. Pustulnya steril dan transient dan dapat timbul beberapa hari setelah pajanan. Tipe ini sering terjadi pada pasien dermatitis atopik dan dermatitis seboroik. 1 DKI yang timbul pada orang dewasa yang sering menggunakan shower tanpa pelembab setelah mandi disebut sebagai exsitacation eczematid. Tanda penyakit ini adalah gatal sekali, kulit kering, dan skuama menyerupai iktiosis. 1



DIAGNOSIS Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI. Pada anamnesis ditanyakan secara mendalam mengenai pekerjaan pasien (apakah berhubungan dengan pekerjaan basah, kontak sabun, detergen, kontak dengan bahan pelarut organik/ alkali), hobi. Pada pasien ini ditanyakan juga onset dari gejala; jika terjadi beberapa menit sampai jam untuk DKI akut. DKI lambat dikarakteristikkan oleh kausa pajannanya, seperti benzalkonium klroida (biasanya terdapat pada cairan disinfektan), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24 jam setslah pajanan. Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga bermingguminggu adalah DKI kumulatif (DKI kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan berulang dari suatu bahan iritan yang merusak kulit. Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak nyaman akibat pruritus yang terjadi.



Pada anamnesis ditanyakan juga riwayat pengobatan sebelumnya, adanya friksi dan lain-lain.1



PEMERIKSAAN FISIK Untuk pemeriksaan fisik bisa ditegakkan dengan melihat lesi berdasarkan Diagnostic Criteria of Irritant Contact Dermatitis MAYOR



MINOR



Sujektif -Onset simptom biasanya dalam menit -Onset dermatitis dalam 2 minggu hingga beberapa jam setelah terpajan



setelah terpajan



-nyeri, panas, kesemutan -Banyak orang yang di lingkunagnn yang sama mengalami gejala yang sama. Objektif -makula eritem, hiperkeratosis, atau -Bentuk simsumkrip yang tajam pada adanya fisura -gambaran



permukaan kulit mengkilat,



kering



melepuh pada kulit



atau -terdapat pengaruh gravitasi seperti efek dripping (tetesan).



-proses penyembuhan dimulai segera -tedensi dermatitis untuk menyebar pada bagian yang tereksposur terhadap berkurang agen



-perubahan



-patch tes negatif



sedikit perbedaan konsentrasi atau waktu kontak



morfologi



menghasilkan



menunjukkan



perbedaan



besar



dalam kerusakan kulit.



PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mendiagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada tes spesifik yang dapat memperlihatkan efek yang



didapatkan dari setiap pasien jika terkena dengan bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya merupakan hasil dari efek berbagai iritan. Patch test digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunkana untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang digunkan harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch tes dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicata. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI. Pemeriksaan patch tes digunakan untuk pasien kronis dengan dermatitis kontak yang rekuren.2 Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder bakteri. Pemeriksaan KOH dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikologi pada infeksi jamur superfisial infeksi kandida, pemeriksaan ini tergantung tempat dan morfologi dari lesi. Pemeriksaan IgE untuk memeriksa peningkatan imunoglobulin E yang dapat mendukung adanya riwayat atopik.



DIAGNOSIS BANDING Berbeda dengan DKI, pada DKA , terdapat sensitasi dari pajanan/ iritan. Gambaran lesi secara klinis muncul pada pajanan selanjutnya setelah interpretasi ulang dari dari antigen oleh sel T (memori) dan keluhan utama pada penderita DKA adalah gatal pada daerah yang terkena pajanan. Pada patch tes, didapatkan hasil positif untuk alergen yang telah diujikan, dan sensitifitasnya berkisar antara 70-80%.2 Dermatitis atopi merupakan keadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anaknya. Sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga penderita. Oleh karena itu, pemeriksaan IgE pada penderita



dengan suspek DKI dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan diagnosis dermatitis atopi. 2,9



PENGOBATAN Pengobatan yang tepat didasarkan kausa.9 Untuk pengobatan DKI penting diketahui zat iritan penyebabnya, proteksi terhadap bahan tersebut, dan melakukan substitusi dalam hal ini, mengganti bahan-bahan iritan dengan bahan lain. Tetapi seperti diketahui penyebab dermatitis multi faktor, kadang juga tidak diketahui dengan pasti. Jadi pengobatan bersifat simtomatis, yaitu dengan menghilangkan/ mengurangi keluhan dan gejala dan menekan peradangan.1,9 Jika sudah terjadi DKI pengobatan topikal penting dilakukan. Prinsip umum terapi topikal adalah sebagai berikut; untuk dermatitis akut/ basah (madidans) diobati secara basah (kompres terbuka). Bila subakut diberi losio (bedak kocok), krim, pasta, atau linimentum(pasta pendingin). Krim diberikan pada daerah yang berambut, sedang pasta pada daerah yang tidak berambut. Bila kronik diberikan salep. Peran kortikosteroid masih kontroversi, namun steroid dapat menolong karena peran anti inflamasinya. Kortikosteroid juga mempunyai khasiat lain berupa anti alergi, anti pruritus, anti mitotik dan vasokontriksi. Kortosteroid topikal umumnya dianjurkan pemakaian salap 2-3x/hari sampai penyakit tersebut sembuh. Lama pemakaian sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu. Pemilihan jenis kortikosteroid topikal bergantung pada luas/ tidaknya lesi, dalam/dangkalnya lesi dan lokalisasi lesi dan umur penderita.9 Pada pasien yang kulitnya kering dan mengalami likenifikasi diberikan emolien untuk meningkatkan perbaikan barrier kulit.1,2 Jika ada infeksi bakteri dapat diberikan antibiotika baik topikal maupun sistemik. Ketika pertahanan kulit rusak, hal tersebut berpotensial untuk terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri. Perubahan pH kulit dan mekanisme antimikroba yang telah dimiliko kulit, mungkin memiliki peranan yang penting dalam evolusi, persisten, dan resolusi dari dermatitis akibat iritan, tapi hal ini masih dipelajari. Secara klinis, infeksi



diobati



dengan



menggunakan



antibiotik



oral



untuk



mencegah



perkembangan selulit dan mempercepat penyembuhan. Terdapat percobaan klinis secara acak mengenai efisiensi antihistamin untuk dermatitis kontak iritan, dan



secara klinis antihistamin biasanya diresepkan untuk mengobati beberapa gejala simptomatis.1,7 Untuk iritasi sensoris dapat digunakan anestesi dan garam srontium. Lidokain, prokain dan beberapa anestesi lokal yang lain dapat menurunkan sensai terbakar dan rasa gatal pada kulit yang dihubungkan dengan dernatitis kontak iritan. Garam strontium juga dilakporkan dapat menekan depolarisasi neural pada hewan, dan stelah dilakukukan studi, garam ini berpotensi dalam mengurangi sensasi iritasi yang dihubungkan dengan DKI.2 Untuk pengobatan lini kedua pada kasus yang parah atau kasus yang kronis digunakan fototerapi (dengan utraviolet A (UVA) dan utraviolet B (UVB) ) atau obat sistemik seperti azathioprin dan siklosporin (imunosupresi oral). Untuk kasus yang resisten terhadap steroid misalnya pada kasus dermatitis kontak iritan tangan yang kronis juga digunakan azathioprin dan siklosporin.2,8 Salah satu penelitian acak yang dilakukan oleh Grenz menunjukkan bahwa penggunaan terapi ini mempunyai respon yang lebih baik berbanding penggunaan kortosteroid topikal pada dermatitis tangan yang kronis.2



PROGNOSIS Prognosis umumnya baik jika faktor penyebab diketahui dan dapat dieliminasi. Adanya latar belakang atopik, pengetahuan mengenai penyakit yang kurang, serta diagnosis dan terapi yang terlambat dapat memperburuk prognosis.1,2



Kerangka Konsep Dermatitis Kontak Iritan A. Definisi B. Epidemiologi C. Etologi dan patogenesis D. Gambaran klinis 10 tipe DKI 1. Reaksi iritan 2. DKI akut 3. DKI delayed-acute 4. DKI chronic cumulative 5. DKI subjektif/ simptomatif 6. DKI noneritematosa 7. Dermatitis friksional 8. Reaksi traumatik 9. Reaksi pustular/ acneiform 10. Excitation eczematid E. Cara mendiagnosis DKI Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang F. Pengobatan Umum (komunikasi, instruksi dan edukasi) Khusus (topikal dan oral) G. Prognosis (faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis).