Referat Dry Eye Iim [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



DRY EYE



Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Senior Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro



Disusun oleh: GABRIELLA DIAH PRADANINGPURI 22010118220140



Pembimbing: dr. Raissa Vaniana Hartanto



Penguji Kasus: dr. Riski Prihatningtias, Sp.M(K)



PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2020



HALAMAN PENGESAHAN



Judul Referat



: Dry Eye



Dosen Penguji



: dr. Riski Prihatningtias, Sp.M(K)



Residen Pembimbing



: dr. Raissa Vaniana Hartanto



Dibacakan oleh : Gabriella Diah Pradaningpuri (22010118220140) Dibacakan tanggal



: 19 Juni 2020



Diajukan guna memenuhi tugas kepaniteraan senior di bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas



Semarang, … Juni 2020



Mengetahui Dosen Penguji



Residen Pembimbing



dr. Riski Prihatningtias, Sp.M(K)



dr. Raissa Vaniana Hartanto



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL................................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii DAFTAR ISI..........................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 BAB II ANATOMI..................................................................................................3 2.1



Palpebra.....................................................................................................3



2.2



Konjungtiva...............................................................................................4



2.3



Kornea........................................................................................................5



2.4



Aparatus lakrimal.......................................................................................5



2.5



Tear film.....................................................................................................7



BAB III DRY EYE....................................................................................................9 3.1



Definisi.......................................................................................................9



3.2



Klasifikasi..................................................................................................9



3.3



Faktor risiko.............................................................................................11



3.4



Diagnosis.................................................................................................13



3.4.1 Anamnesis...........................................................................................13 3.4.2 Pemeriksaan........................................................................................16 3.5



Tatalaksana..............................................................................................20



3.6



Komplikasi...............................................................................................22



3.7



Prognosis..................................................................................................22



3.8



Edukasi.....................................................................................................23



BAB IV PENUTUP...............................................................................................24 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26



iii



DAFTAR GAMBAR



Gambar 1. Anatomi palpebra .............................................................................1 Gambar 2. Aparatus lakrimal..............................................................................6 Gambar 3. Sistem ekskresi aparatus lakrimal......................................................7 Gambar 4. Lapisan air mata.................................................................................8 Gambar 5. Klasifikasi Dry Eye beserta etiologinya menurut DEWS 2007.........10 Gambar 6. Kuisioner Ocular Surface Disease Index (OSDI)..............................15 Gambar 7. Interpretasi kuisioner Ocular Surface Disease Index (OSDI)...........15 Gambar 8. Tear film break-up time (TBUT).......................................................16 Gambar 9. Klasifikasi fluorescein break-up patterns..........................................16 Gambar 10. Skala Oxford untuk menilai hasil pewarnaan permukaan bola mata 17 Gambar 11. Pewarnaan permukaan bola mata......................................................18 Gambar 12. Ilustrasi pemeriksaan Schirmer pada pasien......................................19 Gambar 13 Konsep tear film-oriented therapy (TFOT)........................................20



iv



BAB I



PENDAHULUAN



Dry eye (juga dikenal sebagai sindrom dry eye) mengacu pada sekelompok gangguan lapisan air mata yang disebabkan oleh berkurangnya produksi air mata atau ketidakstabilan lapisan air mata.1 Penyakit ini adalah salah satu masalah paling umum yang mempengaruhi populasi umum dan dapat menyebabkan berbagai masalah mulai dari ketidaknyamanan mata dan / atau gejala visual dan penyakit radang pada permukaan mata, hingga mengganggu kualitas hidup seseorang.2 Dry eye terjadi akibat penurunan produksi aqueous atau peningkatan evaporasi air mata dengan penyebab tersering ialah disfungsi kelenjar meibom. Angka kejadian dry eye bervariasi karena definisi dan kriteria diagosis untuk setiap penelitian yang sangat beragam. Berdasarkan data Dry Eye Workshop (DEWS) 2007, 5-30% penduduk usia diatas 50 tahun menderita dry eye.3 Beberapa studi yang dilakukan di Asia Tenggara mendapati hasil prevalensi dry eye simptomatik berkisar antara 20 – 52,4%. Sebagai pembanding, studi di Spanyol dan Amerika mendapati hasil prevalensi dry eye simptomatik 18,4% dan 14,5% secara berurutan. Mayoritas studi yang ada menunjukkan prevalensi lebih tinggi pada wanita, sekitar 1,33 sampai 1,74 kali. 10-20% kasus dry eye simptomatik terjadi pada rentang umur 20 – 40 tahun.4 Gejala utama dry eye adalah kering dan rasa berpasir pada mata. Gejala tambahan seperti rasa panas atau gatal, sensasi benda asing, air mata berlebihan, nyeri, mata kemerahan, dan fotofobia. Air mata berfungsi untuk melindungi permukaan mata dari infeksi sehingga penyakit dry eye dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi. Sebagian besar kasus konjungtivitis terkait dry eye bersifat ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus, tetapi apabila peradangan menjadi parah dan kronis, terapi yang tepat harus diterapkan sebelum kerusakan permukaan kornea yang



menyebabkan ulserasi dan jaringan parut terjadi dan tidak dapat diperbaiki. Referat



ini



akan



membahas



mengenai



dry



eye



dari



definisi



hingga



penatalaksanaannya, sehingga diharapkan referat ini dapat membantu mahasiswa kedokteran maupun dokter untuk mendiagnosis dan melakukan tatalaksana serta edukasi yang tepat terkait dry eye.



2



BAB II



ANATOMI



2.1



Palpebra



Palpebra atau kelopak mata merupakan pelindung bola mata dan terletak di bagian terdepan mata. Palpebra memiliki fungsi untuk distribusi lapisan tear film pada permukaan mata, drainase air mata, melindungi permukaan mata serta sebagai aspek kosmetik.5,6



Gambar 1. (A) Anatomi palpebra dan konjungtiva tampak depan. (B) Detail anatomi palpebra pada potongan sagital.5



Palpebra terdiri atas palpebra superior dan inferior. Batas pinggir palpebra disebut margo palpebralis. Celah antara margo palpebralis superior dan inferior disebut rima palpebra. Bagian lateral rima palpebra disebut kantus lateralis dan bagian medial disebut kantus medialis. Pada daerah kantus medialis terdapat karunkula yang berwarna kekuning-kuningan. Disebelah lateral karunkula, terdapat penebalan konjungtiva bulbi yang disebut plika semiilunaris. Di daerah kantus medialis ini air mata berkumpul sebelum masuk ke punktum lakrimalis. Pada margo palpebralis superior dan inferior dibagian medial terdapat lubang saluran mata yaitu punktum lakrimalis.5 Struktur palpebra terdiri atas 4 lapisan, yaitu: 1) Kulit 2) Lapisan otot -



M. orbicularis oculi



-



M. levator palpebra



-



M. muller



3) Lapisan tarsus Merupakan pemadatan jaringan ikat fibrosa yang secara structural memberi bentuk dan menyokong palpebra. Pada lapisan ini, terdapat kelenjar Meiobom. 4) Lapisan mukosa Lapisan mukosa ini disebut juga konjungtiva palpebralis, merupakan mukosa tipis dan transparan. 2.2



Konjungtiva



Konjungtiva merupakan membran mukosa yang melapisi bagian dalam palpebra hingga bagian anterior sklera. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:6 -



Konjungtiva palpebralis yang melapisi bagian dalam palpebra



-



Konjungtiva bulbi yang melapisi bagian depan dari sklera



-



Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan peralihan antara konjungtiva palpebralis dan konjungtiva bulbi. Terdapat dua



4



konjungtiva fornises yaitu superior dan inferior. Pada konjungtiva fornises superior terdapat muara kelenjar lakrimalis. 2.3



Kornea



Kornea adalah jaringan transparan yang berhubungan dengan sklera melalui bagian tepinya yang disebut limbus.7 Adanya konveksitas kornea yang lebih besar daripada sklera, membuat kornea tampang lebih menonjol bila dilihat dari lateral. Kornea transparan, sensitif terhadap sentuhan, diinervasi oleh nervus oftalmikus, dan avaskuler.5,6 Kornea memiliki 5 lapisan yang bila diurutkan dari anterior ke posterior adalah:7 1) Epitelium Terdiri dari lima hingga enam lapisan sel 2) Membrana Bowman Merupakan bagian jernih aselular yang adalah modifikasi dari stroma 3) Stroma Menyusun sekitar 90% dari keseluruhan tebal kornea. Stroma disusun oleh anyaman lamella dan fibrin kolagen 4) Membrana Descemet Merupakan lapisan homogen yang tampak terang pada pemeriksaan dengan mikroskop dan membentuk lamina basalis dari endotel kornea 5) Endotelium Terdiri atas satu lapisan sel, namun bertanggung jawab untuk mempertahankan deturgensi stroma 2.4



Aparatus lakrimal



Aparatus lakrimal terbagi menjadi dua sistem, bagian pertama adalah sistem sekresi dan sistem ekskresi. Sistem ekreksi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimal, meatus inferior. Sistem sekresi terdiri atas kelenjar lakrimal yang merupakan organ yang menghasilkan air mata. Sistem ekskresi terdiri atas kanalikuli hingga duktus nasolakrimalis.8 5



Gambar 2. Aparatus lakrimal.9



Sistem sekresi dapat dibagi menurut fungsi sekresinya menjadi kelenjar lakrimal utama dan kelenjar lakrimal aksesorius. Kelenjar lakrimal utama terbagi menjadi dua lobus, yaitu lobus orbita dan palpebra yang dipisahkan secara anatomis oleh aponeurosis levator bagian lateral.8 Kelenjar lakrimal merupakan kelenjar yang terletak pada lapisan atas terluar orbita pada inferior dari tulang frontalis. Pada area tersebut terdapat suatu ruang yang dinamakan fossa glandula lakrimalis. Batas permukaan superior kelenjar ini adalah tulang frontalis sedangkan batas inferiornya adalah permukaan bola mata yang di antaranya dipisahkan oleh aponeurosis levator. Hubungan yang erat dengan sisi lateral dari aponeurosis levator menyebabkan kelenjar ini memiliki bentuk yang bervariasi. Adanya aponeurosis ini seolah membentuk suatu celah yang hampir membagi kelenjar menjadi dua lobus, yaitu lobus orbita yang terletak di atas aponeurosis dan lobus palpebra di bawahnya. Di atas dan di belakang celah aponeurosis terdapat kelanjutan dari kelenjar lakrimal.8 Untuk sistem ekskresi dimulai dari kanakuli lakrimalis yang melewati batas kelopak mata (ampula) sekitar 2mm secara vertikal. Kanalikuli superior dan inferior rata-rata bersatu membentuk kanalikulus. Ujung terbuka kanalikulus



6



berada di dinding lateral sakus lakrimalis. Sakus lakrimalis atau yang biasa disebut kantong lakrimal memiliki panjang sekitar 10 mm dan terletak di fossa lakrimalis, yaitu depresi tulang antara tulang lakrimal dan prosesus frontalis tulang maksila antara puncak anterior dan posterior. Sakus lakrimalis memanjang dan berlanjut ke duktus nasolakrimalis. Bagian ini mempunyai panjang sekitar 12 mm. Duktus ini menurun dan sudutnya sedikit lateroposterior membuka ke meatus nasal inferior dan ke bawah turbinasi inferior. Membukanya duktus secara parsial tertutupi oleh lipatan mukosa seperti katup atau disebut valve of Hasner.8



Gambar 3. Sistem ekskresi aparatus lakrimal.8



2.5



Tear film



Lapisan air mata (tear film) yang terdapat pada permukaan mata berfungsi untuk membasahi serta melumasi mata agar tidak iritasi atau infeksi. Lapisan air mata terdiri atas 3 lapis/komponen:10 1) Lapisan lemak ini merupakan lapisan paling luar dengan ketebalan 0,1 µm yang berfungsi untuk mencegah penguapan berlebihan. Lapisan ini mengandung ester, gliserol dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar Meibom yang terdapat pada kelopak mata atas dan bawah. Infeksi atau kerusakan berulang pada kelenjar ini (seperti hordeolum, kalazion serta



7



blefaritis) akan menyebabkan gangguan lapisan lemak sehingga terjadi lipid deficiency dry eye akibat penguapan berlebihan. 2) Lapisan aqueous (air mata) ini memiliki ketebalan 7µm. Lapisan ini dihasilkan oleh kelenjar lakrimal, merupakan komponen yang paling besar., berfungsi sebagai pelarut bagi oksigen, karbondioksida dan mengandung elektrolit, protein, antibodi, enzim, mineral, glukosa, dan sebagainya. Lysozyme, suatu enzim glikolitik, merupakan komponen protein terbanyak (20-40%), bersifat alkali dan mampu menghancurkan dinding sel bakteri yang masuk ke mata. Lactoferrin memiliki sifat antibakteri serta antioksidan sedangkan epidermal growth factor (EGF) berfungsi mempertahankan integritas permukaan mata normal dan mempercepat



penyembuhan



luka



kornea.



Albumin,



transferrin,



immunoglobulin A (IgA), immunoglobulin M (IgM), dan immunoglobulin G (IgG) juga terdapat dalam lapisan ini. 3) Lapisan musin: sangat tipis 0,02-0,05 µm, dihasilkan oleh sel Goblet yang banyak terdapat pada selaput konjungtiva (konjungtiva bulbi, forniks dan caruncula). Lapisan musin ini akan melapisi sel-sel epitel kornea dan konjungtiva yang bersifat hidrofobik sehingga menjadikannya bersifat hidrofilik



agar



air



mata



dapat



membasahinya,



mempertahankan stabilitas lapisan air mata.



Gambar 4. Lapisan air mata 8



serta



berfungsi



9



BAB III



DRY EYE



3.1



Definisi Dry eye (juga dikenal sebagai sindrom dry eye) mengacu pada sekelompok



gangguan lapisan air mata yang disebabkan oleh berkurangnya produksi air mata atau ketidakstabilan lapisan air mata, yang berhubungan dengan ketidaknyamanan mata dan / atau gejala visual dan penyakit radang pada permukaan mata. 1 Dry eye menurut DEWS (Dry eye Workshop) didefinisikan sebagai penyakit multifaktorial dari tear film dan permukaan mata yang menghasilkan gejala seperti gangguan visual, rasa tidak nyaman di mata, dan ketidakstabilan film air mata yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada permukaan bola mata.11 Dry eye (mata kering) adalah salah satu masalah paling umum yang mempengaruhi populasi umum dan dapat menyebabkan berbagai masalah mulai dari iritasi ringan hingga mengganggu kualitas hidup seseorang. Sindrom dry eye adalah istilah umum yang menggambarkan keadaan dimana bagian depan mata merespons terhadap kerusakan lapisan air mata atau tear film. Biasanya, lapisan air mata ini adalah lapisan stabil dan homogen yang tidak hanya menyediakan buffer yang sehat terhadap kornea dan konjungtiva yang rusak akibat terusmenerus terpapar udara, tetapi media antara lapisan air mata dan udara ini juga bertanggung jawab untuk membantu kekuatan fokus mata. Ketika lapisan air mata menjadi tidak sehat, terjadi kerusakan di beberapa tempat yang berbeda pada kornea dan konjungtiva, tidak hanya akan menyebabkan gejala iritasi, tetapi juga menyebabkan perubahan pandangan yang tidak stabil dan intermiten.2 3.2



Klasifikasi Dry eye dapat terjadi sendiri atau secara bersamaan dengan kelainan lain.



Berdasarkan etiopatologi, dry eye dikelompokkan menjadi dua, yaitu aqueous tear deficiency (ATD) dan evaporative tear deficiency (ETD).3



Gambar 5. Klasifikasi Dry Eye beserta etiologinya menurut DEWS 2007.3



1) Aqueous Tear Deficiency (ATD) Disebabkan oleh kegagalan sekresi air mata lakrimal akibat disfungsi kelenjar lakrimal asinar atau penurunan volume sekresi air mata. Keadaan ini menyebabkan hiperosmolaritas karena evaporasi tetap berlangsung normal. Hiperosmolaritas menstimulasi mediator inflamasi (IL-1α, IL-1β, TNF α, matriks metaloproteinase 9, MAP kinase, dan NFkβ pathway). ATD dikelompokkan menjadi dua sub-kelas, yaitu sindrom dry eye Sjogren dan sindrom dry eye bukan Sjogren.3 ATD merupakan penyakit autoimun yang menyerang kelenjar lakrimal, kelenjar saliva, dan beberapa organ lain. Infiltrasi sel T pada kelenjar saliva dan lakrimal menyebabkan kematian sel asinar dan duktus serta hiposekresi air mata atau saliva. Aktivasi mediator inflamasi memicu ekspresi autoantigen di permukaan sel epitel (fodrin, Ro, dan La) dan



11



retensi sel T CD4 dan CD8. Detail kriteria klasifikasi sindrom Sjogren berdasarkan American-European Consensus Group.3 Sindrom dry eye bukan Sjogren merupakan kelompok ATD akibat disfungsi kelenjar lakrimal yang bukan bagian dari autoimun sistemik. Keadaan yang paling sering ditemukan adalah dry eye berkaitan dengan usia. Defisiensi kelenjar lakrimal juga dapat terjadi akibat penyakit lain seperti sarkoidosis, AIDS, Graft vs Host Disease (GVHD) atau keadaan obstruksi duktus kelenjar lakrimal akibat trakoma juga berperan dalam sindrom dry eye bukan Sjogren. Pada Beave Dam study ditemukan angka kejadian dry eye pasien DM 18,1% dibandingkan dengan pasien non-DM (14,1%).3 2) Evaporative Tear Deficiency (ETD) ETD terjadi akibat kehilangan air mata di permukaan mata, sedangkan kelenjar lakrimasi berfungsi normal. Keadaan ini dapat dipengaruhi oleh faktor intrinsik (struktur kelopak mata) dan ekstrinsik (penyakit permukaan mata atau pengaruh obat topikal), keterkaitan kedua faktor masih sulit dibedakan.3 a) Intrinsik -



Defisiensi lipid dari kelenjar Meibom



-



Gangguan penutupan kelopak mata



-



Rata-rata reflex kedip yang rendah



-



Reaksi obat-obatan



b) Ekstrinsik -



Defisiensi vitamin A



-



Pengawet topikal



-



Pemakaian lensa kontal



-



Penyakit pada permukaan bola mata



12



3.3



Faktor risiko Terdapat beberapa hal yang merupakan faktor risiko terjadinya dry eye,



yaitu:12,13,14 1) Usia Lanjut Dry eye dialami oleh hampir semua penderita usia lanjut, 75% di atas usia 65 tahun baik laki-laki maupun perempuan 2) Hormonal Faktor ini membuat dry eye lebih sering dialami oleh wanita seperti kehamilan, menyusui, pemakaian obat kontrasepsi, dan menopause. 3) Penyakit Tertentu Beberapa penyakit seringkali dihubungkan dengan dry eye, seperti : artritis rematik, diabetes, kelainan tiroid, asma, lupus erythematosus, pemphigus, sindrom Stevens-johnsons, sindrom Sjogren, scleroderma, polyarteritis, nodosa, sarcoidosis, sindrom Mickulick. 4) Obat Obat-obatan yang dapat menurunkan produksi air mata di antaranya adalah antidepresan, dekongestan, antihistamin, antihipertensi, kontrasepsi, oral, diuretik,



obatobat



tukak



lambung,



tranquilizers,



beta



bloker,



antimuskarinik, anestesi umum. 5) Lensa Kontak Pemakaian lensa kontak mata terutama lensa kontak lunak yang mengandung kadar air tinggi akan menyerap air mata sehingga mata terasa perih, iritasi, nyeri, menimbulkan rasa tidak nyaman/intoleransi saat menggunakan lensa kontak, dan menimbulkan deposit protein. 6) Lingkungan Faktor lingkungan seperti, udara panas dan kering, asap, polusi udara, angin, berada diruang ber-AC terus menerus meningkatkan evaporasi air mata. 7) Kerja Mata



13



Mata yang menatap secara terus menerus sehingga lupa berkedip seperti saat membaca, menjahit, menatap monitor TV, komputer, dan ponsel. 8) Riwayat Operasi Pasien yang telah menjalani operasi refraktif seperti PRK, LASIK akan mengalami dry eye untuk sementara waktu. 3.4



Diagnosis Pemeriksaan yang praktis digunakan dalam penegakan diagnosis dry eye



adalah:12 1) Pengumpulan riwayat penyakit, bila perlu menggunakan kuisioner berorientasi gejala 2) Pemeriksaan tear film break-up time dengan menggunakan fluorescein 3) Pewarnaan permukaan mata dengan fluorescein, Lissamine Green, dan Rose Bengal 4) Test Schirmer dengan atau tanpa anestesi 5) Pemeriksaan tepi palpebra dan kelenjar Meibom 3.4.1 Anamnesis



Tanda dan gejala tergantung dari keparahan sindrom dry eye, sebagian besar penderita mengeluhkan keadaan sebagai berikut:2,15 -



Sensasi beda asing, mata kering, dan berpasir



-



Sensasi terbakar atau pedas



-



Gatal



-



Sering berkedip



-



Hiperemis (mata merah)



-



Mucoid discharge



-



Iritasi mata



-



Bulu mata yang lengket (biasanya lebih buruk saat bangun tidur)



-



Pengeluaran air mata yang berlebihan



-



Fotofobia



14



-



Penglihatan kabur



-



Kelopak mata tebal



-



Kelelahan mata Keluhan-keluhan tersebut di atas sering memberat pada lingkungan berasap



atau lingkungan kering, ruangan panas, dan aktifitas lama di depan komputer atau membaca lama. Beberapa kuisioner telah dikembangkan untuk mengetahui pengalaman subjektif pasien terkait gejala dry eye dalam rangka mendapatkan data yang lebih objektif serta memberikan terapi yang lebih baik. Kuisioner tersebut adalah: 1) National Eye Institue Visual Function Questionnaire-25I (NEI-VFQ25) 2) Ocular Surface Disease Index (OSDI) 3) Standard Patient Evaluation of Eye Dryness Questionnaire (SPEED) 4) Canadian Dry Eye Epidemiology Study (CANDEES) 5) Dry Eye Screening for Dry Eye Epidemiology Projects (DEEP) 6) Dry Eye Questionnaire (DEQ) 7) Contact Lens Dry Eye Questionnaire (CLDEQ) 8) Impact of Dry Eye in Everyday Life (IDEEL) 9) McCarty Symptom Questionnaire 10) McMonnies Questionnaire 11) Ocular Comfort Index (OCI) 12) Symptom Assessment in Dry Eye (SANDE) 13) Schein Questionnaire 14) Texas Eye Research and Technology Center Dry Eye Questionnaire (TERTC-DEQ) 15) Women’s Health Study Questionnaire Dari seluruh kuisioner tersebut, yang paling sering digunakan saat ini adalah National Eye Institute Visual Function Questionnaire-25 dan Ocular Surface Disease Index karena sifatnya yang multidimensi dan dapat menilia perubahan



15



kualitas hidup pada pasien.16 Kuisioner gold standard dry eye adalah Ocular Surface Disease Index (OSDI).



Gambar 6. Kuisioner Ocular Surface Disease Index (OSDI)



16



Gambar 7. Interpretasi kuisioner Ocular Surface Disease Index (OSDI) 3.4.2 Pemeriksaan



1) Stabilitas tear film Tear film break-up time (TBUT) merupakan waktu yang dibutuhkan oleh tear film untuk pecah mengikuti kedipan mata. Pemeriksaan kuantitatif ini berguna untuk menilai kestabilan lapisan air mata, semakin lama break-up time, semakin stabil lapisan air mata tersebut. Nilai BUT > 8-10 detik dapat dianggap normal.17



Gambar 8. TBUT ialah waktu dari esaat setelah kedipan awal mata dan pemberian fluorescein (A) hingga timbulnya bitnik hitam pada kornea (B). 18



2) Fluorescein break-up pattern Sebuah studi baru-baru ini melaporkan bahwa break-up pattern air mata mungkin digunakan untuk mengetahui lapisan mana dari tear film yang paling terpengaruh, seperti lapisan air mata air / lendir sekretori atau



17



lapisan epitel permukaan / lendir yang berhubungan dengan membran. Berdasarkan pola yang diamati, rencana perawatan dapat disesuaikan.17



Gambar 9. Klasifikasi fluorescein break-up patterns.19



3) Pewarnaan permukaan bola mata 



Fluorescein Pewarnaan permukaan mata menggunakan fluorescein 2% lebih digunakan untuk menilai derajat keparahan kekeringan epitel kornea dan dinilai menggunakan skema Oxford, nilai ≥3 menunjukkan indikasi penyakit mata kering yang berat. Selain menggunakan fluorescein, dapat dilakukan pewarnaan lissamine green pada konjungtiva untuk memvisualisasi debris yang tertinggal pada tear film serta bagian dari konjungtiva yang mengalami definiensi musin.20



18



Gambar 10. Skala Oxford untuk menilai hasil pewarnaan permukaan bola mata. (sumber: Oxford Grading System oleh American Academy of Ophthalmology)







Pewarnaan Lissamine green / Rose bengal Merupakan pemeriksaan pewarnaan yang kurang sering digunakan. Lissamine green dan rose Bengal memiliki karakteristik yang mirip untuk mengevaluasi konjungtiva, memvisualisasi adanya debris pada tear film dan area okular yang tidak memiliki lapisan mucus. Pemeriksaan menggunakan kedua pewarnaan ini kurang nyaman sehingga disarankan untuk dilakukan setelah selesai dilakukannya pewarnaan dengan fluorescein.17,20



19



Gambar 11. Pewarnaan kornea dengan fluorescein (kiri), pewarnaan konjungtiva dengan lissamine green (kanan), dan pewarnaan dengan rose Bengal (bawah) pada pasien dengan aqueous deficiency. 20



4) Penilaian volume air mata 



Tes Schirmer17,20 Tes Schirmer I dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan memasukkan strip Schirmer ke dalam cul de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior dan ditunggu selama 5 menit. Tes ini dapat dilakukan tanpa menggunakan anastesi. tes ini berfungsi untuk mengukur produksi kelenjar lakrimal utama. Nilai normal pada uji ini adalah 10-30 mm dikatakan abnormal jika hasil yang didapat < 10mm.



Gambar 12. Ilustrasi pemeriksaan Schirmer pada pasien. 20



Tes Schirmer II dilakukan untuk menilai refleks sekresi kelenjar lakrimalis. Rangsangan refleks sekresi kelenjar air mata dapat diberikan dengan merangsang saraf 20 trigeminus. Pada tes ini satu mata diberikan anestesi local setelah itu kertas filter diletakkan di fornix inferior mata yang diberi anestesi, lalu pada mukosa hidung sisi 20



mata yang tidak diberi anestetik dirangsang dengan kapas kering selama 2 menit atau dengan ammonia 10% setelah itu ditunggu 2-3 menit lalu dilihat dibagian filter yang basah. 



Penilaian meniskus air mata Meniskus air mata dapat diamati pada margin palpebra inferior setelah pemberian pewarna fluorescein dan dilihat menggunakan filter Cobalt blue. Tingginya dapat diperkirakan secara kasar dibandingkan dengan ketinggian sinar slit-lamp meskipun metode ini tidak mudah untuk dilakukan. OCT segmen anterior dapat digunakan untuk mengukur ketinggian meniskus air mata secara lebih objektif; namun, analisis gambar tergantung pada teknologi dan / atau perangkat lunak yang digunakan serta operator yang melakukan pengujian.17



5) Osmolaritas air mata Tes ini relatif tidak menyakitkan dan cepat (detik) dan dapat dilakukan oleh teknisi mata. Peningkatan osmolaritas menunjukkan mata kering seperti yang disarankan oleh TFOS DEWS II. Laboratorium osmometer air mata adalah instrumen nanoliter yang menawarkan metode bebas keahlian relatif untuk pengukuran osmolaritas air mata. Kartu tes dipasang pada perangkat dan ditempatkan di atas meniskus air mata bagian bawah untuk mendapatkan hasil pembacaan. Pemeriksaan ini membutuhkan kurang dari 100 nanoliter air mata, sehingga berguna pada mata kering yang parah. Osmolaritas normal adalah