Referat Ginek PUA [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL



A. PENDAHULUAN1,2 Menstruasi disebut normal ketika perdarahan uterus terjadi setiap 21 hingga 35 hari dan tidak berlebihan. Durasi normal dari menstruasi berkisar antara 2-7 hari. Perdarahan uterus abnomal (PUA) didefinisikan sebagai setiap perubahan yang terjadi dalam frekuensi, jumlah dan lama perdarahan menstruasi. Perdarahan uterus abnormal meliputi PUD dan perdarahan lain yang disebabkan oleh kelainan organik. Perdarahan uterus abnormal terjadi ketika frekuensi atau kuantitas perdarahan uterus berbeda dari yang telah disebutkan diatas atau seorang wanita dengan perdarahan atau spotting diantara periode menstruasi. Perdarahan uterus abnormal dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang bervariasi. Dua penyebab utama adalah abnormalitas struktural dari sistem reproduksi dan gangguan ovulasi. Wanita post-menopuse harus lebih diperhatikan oleh seorang dokter jika datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir, perlu dicari tahu penyebabnya karena hal ini berbeda dengan yang terjadi pada wanita usia reproduktif. Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan menstruasi abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan, penyakit sistemik, atau tumor/kanker.



B. KLASIFIKASI Perdarahan uterus abnormal dapat dibagi menjadi 8 golongan yang antara lain sebagai berikut:2,3



1.



Menorrhagia, merupakan suatu keadaan dimana terjadi perdarahan menstruasi yang banyak dengan jumlah darah haid > 80 cc dan atau durasi menstruasi yang memanjang (> 7 hari) pada interval yang teratur



2.



atau reguler. Metrorrhagia, merupakan perdarahan yang terjadi pada waktu-waktu diantara periode menstruasi atau perdarahan pada interval yang tidak teratur atau ireguler. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks), kelainan



3.



fungsional dan penggunaan estrogen eksogen. Menometrorrhagia, merupakan perdarahan yang terjadi pada interval yang



ireguler.



Kondisi



apapun



yang



menyebabkan



perdarahan



intermenstrual dapat menyebabkan menometrorrhagia. Onset yang tibatiba dari perdarahan dapat mengindikasikan adanya keganasan atau 4.



komplikasi dari kehamilan. Polymenorrhea, merupakan perdarahan menstruasi yang terjadi pada interval < 21 hari. Hal ini biasanya berhubungan dengan anovulasi dan



5.



pemendekan fase luteal pada siklus menstruasi. Oligomenorrhea, merupakan panjang siklus menstruasi yang lebih dari



6.



35 hari. Amenorrhea, hilangnya periode menstruasi atau tidak menstruasi selama



7.



> 6 bulan. Intermenstrual bleeding, merupakan perdarahan yang terjadi diatara dua



8.



periode menstruasi yang teratur. Postmenopausal bleeding, perdarahan yang terjadi setelah > 1 tahun masa menopause.



Beberapa cara untuk menilai bahwa volume perdarahan > 80 cc, yakni:1,2 1.



Penilaian terhadap diri sendiri Gejala perdarahan menstruasi yang banyak dapat dilihat dari beberapa gejala: adanya penambahan volume darah yang keluar dari yang biasa, perdarahan > 7 hari, perdarahan hingga menembus pakaian walaupun sudah menggunakan pembalut/tampon yang besar, ukuran



2.



bekuan darah > 3 cm. Pictorial Blood Loss Assessment Charts (PBAC) Pada metode pengukuran tidak langsung ini wanita akan menilai derajat perdarahan yang terserap di pembalut atau tampon yang biasanya mereka gunakan dan kemudian dikonversi dalam angka/skor. Jika skor PBAC > 150 maka dapat ditegakkan bahwa perdarahan > 80%.



3.



Tes alkaline hematin Tes ini merupakan metode pengukuran langsung dengan cara mengekstrak hemoglobin dari pembalut/tampon kemudian dikonversi ke hematin lalu dinilai menggunakan spektrofotometer.



C. EPIDEMIOLOGI Perdarahan



uterus



abnormal



merupakan



suatu



kondisi



yang



mempengaruhi sekitar 30% wanita selama tahun-tahun reproduktif mereka 4, dan merupakan masalah yang paling sering dikeluhkan pada dokter keluarga ataupun seorang ginekologist.5 Gangguan ini menyebabkan peningkatan morbiditas sosial dan fisik pada semua kalangan. Menorrhagia mempengaruhi



10-30% wanita yang menstruasi pada waktu kapanpun, dan dapat terjadi pula pada 50% wanita menopause.5 Di Amerika Serikat sendiri terdapat > 10 juta wanita yang menderita PUA.2



D.ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI1,2,5,6,7,8 Pada tahun 2009, the International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) World Congress of Gynecology and Obstetrics membagi penyebab PUA ke dalam suatu klasifikasi yang dikenal dengan The PALMCOEIN Classification System. PALM berkaitan dengan kriteria struktur objektif (penyakit pada organ reproduksi), COEI berkaitan dengan keadaan diluar penyakit struktural, dan N berkaitan dengan keadaan yang belum atau tidak terklasifikasi.



Gambar 1. Etiologi PUA1



Gambar 2. Etiologi PUA berdasarkan The PALM-COEIN Classification System5



1.



Polip Perdarahan vagina yang abnormal merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan oleh penderita polip. Sejumlah perdarahan vagina yang abnormal ditemukan pada 39% wanita pre-menopause dan 21-28% pada wanita post-menopause. Pemeriksaan yang menunjang diagnosis polip



2.



adalah dengan TVUS, sonografi infus salin, dan histeroskopi. Adenomyosis Sekitar 70% wanita dengan adenomyosis memiliki gejala PUA, 30% mengeluh dismenore, dan 19% mengeluh keduanya. Diagnosis



3.



ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan USG atau MRI. Leiomyoma Merupakan tumor ginak tersering pada traktus genitalia. Usia merupakan faktor risiko yang paling sering dengan risiko > 60% pada wanita dengan usia diatas 45 tahun. Hubungan yang lebih tinggi AUB



dengan lesi submukosa, dibandingkan dengan leiomyoma intramural dan 4.



subserosa. Malignansi/keganasan Perdarahan uterus abnormal merukan gejala utama dari neoplasia endometrial. Sekitar 70% perdarahan post-menopause dengan PUA ditemukan jinak, 15% terjadi hiperplasia, dan 15% lainnya menjadi kanker endometrial. Sekitar 50% wanita didiagnosis dengan hiperplasia endometrial yang berlanjut menjadi suatu karsinoma. Penyebab PUA akibat keganasan termasuk diantaranya lesi prekanker maupun lesi kanker.



5.



Koagulopati Sekitar 13% wanita dengan perdarahan menstruasi berat atau menoragia mempunyai gangguan hemostasis yang menyita perhatian



6.



selama diagnosis banding. Disfungsi masa ovulatori Pasien-pasien dengan haid yang tidak terprediksi/tidak teratur dengan variabel aliran yang biasanya berkaitan dengan endokrinopati, seperti sindrom ovarii polikistik atau hipotiroidisme. Perlu dilakukan evaluasi



untuk



disfungsi



ovulatori.



Hiperprolaktinemia



dan



hipotiroidisme dapat menyebabkan anovulasi dan selanjutnya amenore. Masa amenore ini berkaitan dengan perpanjangan periode aksi estrogen di endometrium, dan pada beberapa pasien menyebabkan perdarahan hebat ireguler. Pada kategori penyebab ini terbagi menjadi dua yaitu gangguan ovulatori dan anovulatori. Perdarahan uterus disfungsional (PUD) anovulatori bersifat ireguler, diperpanjang, dan biasanya disertai perdarahan yang banyak yang



disebabkan oleh karena gangguan fungsi pada poros hipotalamushipofisis-ovarium. Mekanisme pasti sendiri dari keadaan ini belum diketahui dengan pasti, namun hal ini dikaitkan dengan pengaruh estrogen unopposed yang merangsang proliferasi dan hiperplasia endometrium dan dilatasi vena-vena drainase dan menekan arteriol spiralis. Akibatnya dinding pembuluh darah menjadi rapuh dan mudah untuk berdarah. Estrogen unopposed berperan langsung pada suplai darah uterus dengan cara mengurangi tonus vaskuler, dan secara tidak langsung mungkin menghambat pelepasan vasopressin yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah. Estrogen unopposed estrogen ini juga merangsang ekspresi VEGF stoma yang dapat mengganggu proses angiogenesis. Pada wanita dengan hiperplasia endometrium, endometrium sering pecah (break down) secara tiba-tiba, walaupun ketika kadar estrogen adalah tinggi atau sedang meningkat. Perdarahan uterus disfungsional ovulatori dikarakteristikkan dengan perdarahan yang reguler dan banyak, kehilangan terbanyak yakni sekitar 90% terjadi pada 3 hari pertama menstruasi. Tidak terdapat gangguan pada poros hipotalamus-hipofisis-ovarium. Turunya level estrogen dan progesteron pada fase luteal akhir menginisiasi banyak proses yang terjadi secara simultan, menyebabkan disintegrasi kemudian reepitelialisasi dari lapisan fungsional endometrium selama menstruasi. Terdapat bukti yang mengarahkan bahwa ada sejumlah abnormalitas penting pada proses break down, regenerasi atau remodelling endometrium menyebabkan peningkatan darah yang hilang. Kelenjar-



kelenjar endometrium, stroma estrogen dan level reseptor progesteron mungkin meningkat pada fase sekresi akhir pada wanita dengan PUD dan hal ini bertanggung jawab memediasi terjadinya peningkatan estrogen. Selain itu, terdapat pula pengaruh prostaglandin (PG) dalam mekanisme perdarahan uterus disfungsional ovulatori. Prostaglandin memiliki efek vasoaktif dan dan memiliki bukti memainkan peranan penting dalam mencegah



perdarahan



menstruasi



yang



hebat.



Pelepasan



PG



endometrium dipengaruhi oleh level steroid dalam sirkulasi. PGF2α menginduksi terjadinya vasokonstriksi, sedangkan PGE2 dan PGI2 menginduksi vasodilatasi. PGI2 juga merupakan substansi penting yang diketagui dapat mencegah agregasi trombosit dan pembentukan plug haemostatik. Pada PUD ovulatori, terjadi peningkatan pelepasan PG total dan disproporsi PGE2. Terjadi pula peningkatan reseptor PGE2 dan 7.



PGI2 sehingga menjadi predisposisi vasodilatasi. Penyebab endometrial Sebagian besar pasien dengan kategori ini memiliki siklus yang teratur, ovulasi yang normal dan penyebab PUA yang tidak terdefenisikan. Biasanya pasien akan mengeluh keluar darah haid yang banyak, yang mungkin mengindikasikan suatu gangguan dari hemostasis endometrial. Adapula yang hadir dengan perdarahan intermenstrual, yang mungkin merupakan akibat sekunder dari inflamasi, infeksi, atau respon



8.



inflamasi yang abnormal. Iatrogenik Penyebab iatrogenik termasuk diantaranya IUD, steroid gonadal eksogen, dan agen sistemik lainnya yang mempengaruhi koagulasi darah



atau ovulasi. Perdarahan akibat terapi antikoagulan masuk kedalam penyebab koagulopati dibandingkan dengan penyebab iatrogenik. Tabel 1. Daftar obat-obat yang berhubungan dengan onset menoragia2



Penggunaan IUD dapat meningkatkan aktivitas enzimatik dari lisosom, lisosom ini yang kemudian berkontribusi terhadap abnormalitas proses breakdown dan remodelling jaringan endometrium. Perdarahan ringan



dan



spotting



akibat



penggunaan



obat



kontrasepsi



oral



menyebabkan paparan lanjutan endometrium terhadap sejumlah dosis progesteron yang relatif konstan, dengan paparan simultan terhadap level estrogen yang rendah. Permukaan endometrium pun mengalami breakdown yang bersifat tidak menentu dan tidak terjadi secara sinkron 9.



pada keseluruhan permukaan endometrium. Penyebab yang belum terklasifikasi Termasuk didalamnya adalah keadaan-keadaan



yang



sulit



diidentifikasi, tingkat identifikasi yang rendah atau pula tidak terperiksa dengan baik, seperti malformasi arterivenous dan hipertrofi miometrial. Dengan bukti yang lebih, dapat saja masuk kedalam kategori-kategori penyebab PUA yang telah dijelaskan sebelumnya. Etiologi PUA berdasarkan usia:



1.



Masa kanak-kanak (Usia muda < 10 tahun) Beberapa penyebab perdarahan pervaginam pada masa kanak-kanak termasuk benda asing, vaginitis, ataupun trauma. Penemuan trauma genitalia perlu diinvestigasi sebagai suatu kekerasan pada anak. Hadirnya karakteristik seks sekunder pada anak dengan perdarahan pervaginam mungkin mengindikasikan adanya tumor ovarii atau berkaitan dengan



2.



pubertas prekok. Masa remaja (12 – 18 tahun) Anovulasi merupakan penyebab tersering PUA pada range usia ini. Hal ini dikarenakan perlunya 2 – 3 tahun untuk perdarahan ovulatori yang teratur untuk ditegakkan setelah menarche; jika periode ireguler tetap berlanjut, maka perlu dilakukan evaluasi. Masih belum diketahui tentang mekanisme patofisiologi karena tidak semua wanita postmenarche anovulatori memiliki bentuk PUA. Penyebab kedua tersering PUA pada masa ini adalah gangguan koagulasi. Jenis gangguan koagulasi yang paling sering ditemukan adalah Von Willebrand’s desease merupakan penyakit defisiensi faktor Von Willebrand. Faktor ini memegang peranan penting sebagai jembatan antara platelet dan endotel pembuluh darah yang mengalami injuri. Faktor ini bersirkulasi di plasma sebagai suatu kompleks dengan faktor VIII, yang mana akan melindunginya dari degradasi proteolitik.



3.



Masa reproduktif (19 – 39 tahun) Komplikasi terkait kehamilan merupakan sumber tersering PUA pada masa ini, dan tes kehamilan harus dilakukan sebagai permulaan evaluasi dari wanita reproduktif yang hadir dengan PUA. Endokrinopati



tersering yang dipertimbangkan yakni PCOS (oligo- atau anovulasi yang dikombinasikan dengan hiperandrogenism). Fibroid atau leiomyoma merupakan tumor jinak uterus yang berkembang pada sel otot polos, dengan gejala nyeri, infertilitas, dan PUA, namun bisa juga tanpa gejala. Penyebab leiomyoma yang berlokasi di submukosa yang dapat menyebabkan PUA masih belum jelas dipahami. Salah satu teori menyebutkan



bahwa



leiomyoma



submukosa



meningkatkan



area



permukaan dari endometrium, yang menghasilkan suatu bentuk vena yang abnormal, dengan stasis dan perubahan drainase vena. Disrupsi dari pembuluh



darah



inilah



yang



mengakibatkan



PUA.



Hiperplasia



endometrial merupakan proliferasi kelenjar endometrial dengan ukuran dan bentuk yang ireguler, dengan kelenjar-kelenjar yang padat dan peningkatan ratio kelenjar-stroma. Proses ini mungkin terjadi akibat 4.



respon terhadap stimulasi estrogen yang unopposed. Masa reproduktif akhir (40 – 45 tahun) Wanita perimenopause memiliki tingkat insidens yang meningkat pada perdarahan uterus anovulatori sebagaimana gudang oosit di ovarium telah berkurang. Produksi estrogen terpelihara dan biasanya meningkat akibat tingginya level FSH, sehingga hiperplasia endometrial juga



5.



meningkat. Masa transisi menopause dan post-menopause (> 45 tahun) Walaupun perubahan pada pola menstruasi dan aliran merupakan suatu bagian yang normal dari masa transisi menopause, hal ini abnormal pada pasien yang melaporkan adanya perdarahan yang lebih banyak dari biasanya, perdarahan yang berkepanjangan, periode menjadi lebih sering



setiap 3 minggu, perdarahan intermenstrual, atau perdarahan saat berhubungan



badan.



Pada



wanita



peri-menopause,



perdarahan



anovulatori adalah sering, dan akan berlanjut hingga penghentian akhir dari periode menstruasi. Perdarahan anovulatori ini berkaitan dengan insidens yang tinggi dari hiperplasia endometrial dan kemungkinan adenokarsinoma sekunder terhadap aktivitas berkepanjangan dari estrogen yang unopposed.



E.DIAGNOSIS1,8,9,10,11,12 1.



Anamnesis Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk menegakkan diagnosis. Perlu ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului siklus yang pendek atau oleh oligomenore/amenore, bagaimana sifat perdarahan (banyak, sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainya. Tanyakan juga mengenai faktor profokasi seperti aktivitas seksual (sexual intercourse) yang secara bersamaan berkaitan pula dengan gejala dismenore, dispareunia, discharge vagina yang abnormal, dan tekanan pelvis. Perlu pula untuk menanyakan kondisi-kondisi yang terkait dengan penyebab terjadinya PUA, apakah pasien ada kemungkinan hamil, apakah terdapat penyakit baik pada traktur genitalia maupun diluar traktus genitalia, penyakit tersebut akut ataukah kronis, apakah ada gejala-gejala penyakit metabolik, dan lainlain.



Tabel 2. Keluhan dan gejala PUA dikaitkan dengan penyebabnya10



2.



Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan hemodinamik, selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk: a. Menilai: 1) Indeks massa tubuh (IMT > 27 termasuk obesitas) 2) Tanda-tanda hiperandrogen 3) Pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipo / hipertiroid 4) Galaktorea (kelainan hiperprolaktinemia) 5) Gangguan lapang pandang (karena adenoma hipofisis) 6) Faktor risiko keganasan endometrium (obesitas, nulligravida, hipertensi, diabetes mellitus, riwayat keluarga, SOPK) b. Menyingkirkan: 1) Kehamilan, kehamilan ektopik, abortus, penyakit trofoblas 2) Servisitis, endometritis 3) Polip dan mioma uteri 4) Keganasan serviks dan uterus 5) Hiperplasia endometrium 6) Gangguan pembekuan darah



Gambar 3. Beberapa kelainan berdasarkan etiologi yang dapat dinilai saat pemeriksaan fisik10



3.



Pemeriksaan ginekologi Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan Pap smear dan harus dicari apakah ada atau tidak kelainankelainan organik yang menyebabkan perdarahan abnormal seperti adanya mioma uteri, polip, hiperplasia endometrium atau keganasan, atau



4.



kehamilan terganggu. Pemeriksaan penunjang Setelah dilakukan



anamnesis



dan



pemeriksaan



fisik



baik



pemeriksaan fisik umum maupun pemeriksaan ginekologi, seorang dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan penunjang sebagai tambahan untuk memperkuat diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang



dapat dilakukan untuk menunjang dan memperkuat diagnosis PUA adalah sebagai berikut: a. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, tes kehamilan, pemeriksaan urin, pemeriksaan hemostasis, pemeriksaan



kadar-kadar



hormon



(tiroid,



FSH,



dehidroepiandrosterone sulfat, testosteron). b. Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG dapat dilakukan diatas abdomen dan atau pelvis (transabdominal) atau bisa juga dilakukan transvaginal atau yang dikenal dengan TVUS. Kebanyakan ahli menggunakan echo endometrium sebesar 5 mm sebagai cut off untuk menentukan penyakit endometrium yang signifikan.Sejumlah peneliti telah mencatat bahwa ketebalan endometrium pada hiperplasia seringkali berkisar antara 8 mm – 15 mm pada perempuan pasca-menopause. c. Histeroskopi Histeroskopi merupakan salah satu teknik penilaian endometrium dengan menggunakan suatu instrumen seperti teleskop tipis yang dimasukkan ke serviks hingga masuk kedalam uterus dan akan tampak cavitas uterus.



Gambar 4. Pemeriksaan histeroskopi1



Pemeriksaan ini dapat membantu dokter untuk menilai struktur endometrium sekaligus melakukan pengambilan untuk spesimen biopsi atau kerokan endometrium. Tabel 3. Ringkasan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus PUA10



Beberapa langkah penegakkan diagnosis PUA, yaitu:



1.



Lakukan



anamnesis



dan



pemeriksaan



fisik



menyeluruh



untuk



2.



menyingkirkan diagnosis diferensial perdarahan uterus abnormal. Pada wanita usia reproduksi, kehamilan merupakan kelainan pertama yang harus disingkirkan. Perdarahan yang terjadi dalam kehamilan dapat disebabkan oleh abortus, kehamilan ektopik atau penyakit trofoblas



3.



gestasional. Penyebab iatrogenik yang dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal antara lain penggunaan obat-obatan golongan antikoagulan,



4.



sitostatika, hormonal, anti psikotik, dan suplemen. Setelah kehamilan dan penyebab iatrogenik disingkirkan langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap kelainan sistemik meliputi fungsi tiroid, fungsi hemostasis, dan fungsi hepar. Pemeriksaan hormon tiroid dan fungsi hemostasis perlu dilakukan bila pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala dan tanda yang mendukung. Bila



5.



terdapat galaktorea maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap hormon prolaktin



6.



untuk menyingkirkan kejadian hiperprolaktinemia. Bila tidak terdapat kelainan sistemik, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan pada saluran reproduksi. Perlu ditanyakan adanya riwayat hasil pemeriksaan pap smear yang abnormal atau riwayat operasi ginekologi sebelumnya. Kelainan pada saluran reproduksi yang harus dipikirkan adalah servisitis, endometritis, polip, mioma uteri, adenomiosis, keganasan serviks dan



7.



uterus serta hiperplasia endometrium. Bila tidak terdapat kelainan sistemik dan saluran reproduksi maka gangguan haid yang terjadi digolongkan dalam PUD.



8.



Bila terdapat kelainan pada saluran reproduksi dilakukan pemeriksaan



9.



dan penanganan lebih lanjut sesuai dengan fasilitas. Pada kelainan displasia serviks perlu dilakukan pemeriksaan kolposkopi



untuk menentukan tata laksana lebih lanjut. 10. Bila dijumpai polip endoserviks dapat dilakukan polipektomi. 11. Bila dijumpai massa di uterus dan adneksa perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan USG transvaginal atau saline infusion sonography (SIS). Ultrasonografi transvaginal merupakan lini pertama untuk mendeteksi kelainan pada kavum uteri. Sedangkan tindakan SIS diperlukan bila 12. penilaian dengan USG transvaginal belum jelas. 13. Bila dijumpai massa di saluran reproduksi maka dilanjutkan dengan tata laksana operatif. 14. Diagnosis infeksi ditegakkan bila pada pemeriksaan bimanual uterus teraba kaku dan nyeri. Pada kondisi ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan



Chlamydia



dan



Neisseria.



Pengobatan



direkomendasikan adalah doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari.



yang



Tabel 4. Keseluruhan ringkasan diagnosis PUA11



F. TERAPI1,2,8,10,11 Terapi PUA dibagi menjadi dua yaitu terapi medikamentosa dan terapi operatif. 1. 1.



Terapi medikamentosa Terapi emergensi Pasien dengan perdarahan pervaginam yang banyak dan berat hingga menyebabkan penurunan hemoglobin (atau hematokrit) dan atau menyebabkan keadaan hemodinamik yang tidak stabil harus mendapat terapi emergensi. Langkah-langkah penanganan emergensi pada perdahan akut dan banyak: a. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik dan atauHb < 10 g / dl perlu dilakukan rawat inap.



b.



Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan, kemudian lanjutkan



c.



ke D. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter per menit dantransfusi darah jika Hb < 7,5 g / dl, untuk



d.



perbaikan hemodinamik. Stop perdarahan dengan estrogen equine konjugasi (EEK) 2.5 mg per oral setiap 4-6 jam, ditambah prometasin 25 mg peroral atau injeksi IM setiap 4-6 jam untukmengatasi mual. Asam traneksamat 3 x 1 gram dapat diberikan bersama EEK. Bilanyeri



e.



ditambahkan asam mefenamat 3 x 500 mg. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam, lakukan dilatasi



f.



dan kuretase(D&K). Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan PKK 4 kali 1 tabletperhari (4 hari), 3 kali 1 tablet perhari (3 hari), 2 kali 1 tablet perhari (2 hari)dan 1 kali 1 tablet sehari (3 minggu), kemudian stop 1 minggu, dilanjutkan PKKsiklik sebanyak 3



g.



siklus. Jika terdapat kontraindikasi PKK, berikan progestin selama 14 hari kemudian stop14 hari. Ulangi selama 3 bulan. Untuk riwayat perdarahanberulang sebelumnya, injeksi gonadotropinreleasing hormone (GnRH)agonis dapat diberikan bersamaan dengan pemberian PKK untuk stop perdarahan. GnRH agonis



h.



diberikan 2-3 siklus dengan interval 4 minggu. Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk mencari penyebabperdarahan. Lakukan pemeriksaan USG transvaginal/ transrektal, periksa darah perifer lengkap (DPL)



dan fungsi hemostasis(hitung trombosit, PT, aPTT dan TSH). Tindakan SIS dapatdilakukan pada keadaan endometrium yang tebal, untuk melihat adanyapolip endometrium atau mioma submukosum.



Jika



perlu



dapat



dilakukanpemeriksaan



i.



histeroskopi “office”. Dapat diberikan suplemen hematinik 1 x 1 tablet dan anti



j.



oksidan. Jika terapi medikamentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, maka dapatdilakukan terapi pembedahan seperti ablasi endometrium, miomektomi, polipektomiatau histerektomi.



Gambar 5. Algoritma penanganan perdarahan akut dan banyak10



2.



Terapi non-emergensi a. Terapi non-hormonal 1) Pemberian tablet besi Pemberian terapi tablet besi dipertimbangan sebagai suatu terapi standar atau adjuvan. Jika darah menstruasi



yang hilang > 60 cc maka dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Pada beberapa kasus, dapat diberikan tablet besi harian dengan dosis 60 -180 mg. 2) Inhibitor sintetase prostaglandin Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid akan meningkat. AINS ditujukan untuk menekan



pembentukan



siklooksigenase,



dan



akan



menurunkan kadar prostaglandin pada endometrium. AINS dapat mengurangi jumlah darah haid hingga 20-50 persen. Pemberian AINS dapat dimulai sejak haid hari pertama dan dapat diberikan untuk 5 hari atau hingga haid berhenti. Efek samping: gangguan pencernaan, diare, perburukan asma pada penderita yang sensitif, ulkus peptikum hingga kemungkinan terjadinya perdarahan dan peritonitis. 3) Antifibrinolotik Agen antifibrinolotik yang digunakan adalah asam traneksamat (Cyklokapron), hal ini dipercaya bahwa perdarahan menstruasi yang banyak disebabkan karena aktivitas berlebihan sistem fibrinolitik endometrium. Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen. Plasminogenakan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah fibrin menjadi fibrindegradation products (FDPs). Oleh karena itu obat ini berfungsi sebagai agenanti fibrinolitik. Obat ini akan menghambat faktor-faktor yang memicu terjadinyapembekuan darah, namun tidak akan



menimbulkan kejadian trombosis. Efek samping:gangguan b.



pencernaan, diare dan sakit kepala. Terapi hormonal 1) Estrogen Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak. Sediaan yang digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1 dalam waktu 48 jam. Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai dengan pemberian obat anti-emetik seperti promethazine 25 mg per oral atau intra muskular setiap 4-6 jam sesuai dengan kebutuhan. Mekanisme kerja obat ini belum jelas, kemungkinan aktivitasnya tidak terkait langsung dengan endometrium. Obat ini bekerja untuk memicu vasospasme pembuluh kapiler dengan cara mempengaruhi kadar fibrinogen, faktor IV, faktor X, proses agregasi trombosit dan permeabilitas pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor progesteron akan meningkat sehingga diharapkan pengobatan selanjutnya dengan menggunakan progestin akan lebih baik. Efek samping berupa gejala akibat efek estrogen yang berlebihan seperti perdarahan uterus, mastodinia dan retensi cairan. 2) PKK Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi akibat endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan akut adalah 4 x 1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3 x 1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan dengan 2 x 1 tablet selama 2 hari,



dan selanjutnya 1 x 1 tablet selama 3 minggu. Selanjutnya bebas pil selama 7 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi paling tidak selama 3 bulan.



Apabila



pengobatannya



ditujukan



untuk



menghentikan haid, maka obat tersebut dapat diberikan secara kontinyu, namun dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat dibuat perdarahan lucut. Efek samping dapat berupa perubahan mood, sakit kepala, mual, retensi cairan, payudara tegang, deep veinthrombosis, stroke dan serangan jantung. 3) Progestin Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan mengaktifkan enzim 17hidroksi steroid dehidrogenase pada sel-sel endometrium, sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek biologisnya lebih rendah dibandingkan dengan estradiol. Meski demikian penggunaan progestin yang lama dapat memicu efek anti mitotik yang mengakibatkan terjadinya atrofi endometrium. Progestin dapat diberikan secara siklik maupun kontinyu. Pemberian siklik diberikan selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu berulang-ulang tanpa memperhatikan pola perdarahannya. Apabila perdarahan terjadi pada



saat



sedang



mengkonsumsi progestin, maka dosis progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari pertama perdarahan tadi



sebagai hari pertama, dan selanjutnya progestin diminum sampai hari ke 14. Pemberian progestin secara siklik dapat menggantikan pemberian pil kontrasepsi kombinasi apabila terdapat kontra-indikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan pembekuan darah, riwayat stroke, riwayat penyakit jantung koroner atau infark miokard, kecurigaan keganasan payudara ataupun genital, riwayat penyakit kuning akibat kolestasis, kanker hati). Sediaan progestin yang dapat diberikan antara lain MPA 1 x 10 mg, noretisteron asetat dengan dosis 2-3 x 5 mg, didrogesteron 2 x 5 mg atau nomegestrol asetat 1 x 5 mg selama 10 hari per siklus. Apabila pasien mengalami perdarahan pada saat kunjungan, dosis progestin dapat dinaikkan setiap 2 hari hingga perdarahan berhenti. Pemberian dilanjutkan untuk 14 hari dan kemudian berhenti selama 14 hari, demikian selanjutnya berganti-ganti. Pemberian progestin secara kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya untuk membuat amenorea. Terdapat beberapa pilihan, yaitu :  Pemberian progestin oral : MPA 10-20 mg per hari  Pemberian DMPA setiap 12 minggu  Penggunaan LNG IUS Efek samping : peningkatan berat badan, perdarahan bercak, rasa begah, payudara tegang, sakit kepala, jerawat dan timbul perasaan depresi. 4) Androgen Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasal dari turunan 17a-etinil testosteron. Obat tersebut memiliki efek



androgenik yang berfungsi untuk menekan produksi estradiol dari ovarium, serta memiliki efek langsung terhadap reseptor estrogen di endometrium dan di luar endometrium. Pemberian dosis tinggi 200 mg atau lebih per hari dapat dipergunakan untuk mengobati PUD. Efek samping : peningkatan berat badan, kulit berminyak, jerawat, perubahan suara. 5) Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH) agonist Obat ini bekerja dengan cara mengurangi konsentrasi reseptor GnRH pada hipofisis melalui mekanisme down regulation terhadap reseptor dan efek pasca reseptor, yang akan mengakibatkan hambatan pada penglepasan hormon gonadotropin. Pemberian obat ini biasanya ditujukan untuk membuat penderita menjadi amenorea. Dapat diberikan leuprolide acetate 3.75 mg intra muskular setiap 4 minggu, namun pemberiannya dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan. Apabila pemberiannya melebihi 6 bulan, maka dapat diberikan tambahan terapi estrogen dan progestin dosis rendah (add back therapy). Efek samping: keluhan-keluhan mirip wanita menopause (misalkan hot flushes, keringat yang



bertambah,



kekeringan



(terutamatulang-tulang c.



trabekular



vagina), apabila



osteoporosis penggunaan



GnRH agonist lebih dari 6 bulan). Levonorgestrel-releasing intrauterine system (LNG-IUS)



LNG-IUS merupakan salah satu alat kontrasepsi primer yang dikembangkan tanpa menekan ovulasi. LNG-IUS terdiri dari alat berbentuk huruf T yang akan dimasukkan intrauterin (Tshaped intrauterine device)yang dibungkus dengan suatu reservoir levonogestrel yang akan terlepas 20μg perhari. Level hormon yang rendah ini akan meminimalisir efek progesteron sistemik, dan pasien akan lebih menyukai menggunakan terapi ini dibandingkan dengan terapi progesteron siklikal. LNG-IUS mencegah proliferasi endometrium dan mengurangi baik jumlah maupun lama perdarahan. Terapi ini dapat menjadi terapi pilihan jika tidak dilakukan terapi operatif serta lebih baik dibandingkan terapi medikamentosa. Efek samping: kehamilan ektopik, ekspulsi alat dan efek progesteron seperti bloating, penambahan berat badan dan nyeri tekan payudara atau payudara tampak 2.



tegang. Terapi operatif/pembedahan Terapi pembedahan dipilih ketika terapi medikamentosa gagal atau berkaitan dengan keluhan lain seperti nyeri. Terapi ini tidak dapat dilakukan pada wanita yang masih ingin memiliki anak. Beberapa prosedur pembedahan yang dapat dilakukan antara lain histerektomi, reseksi dan ablasi endometrium, dilatasi dan kuretase (D&C). Namun sayangnya, teknik D&C tidak lagi diterima sebagai pilihan terapeutik oleh National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health tahun 2007. 1. Histerektomi



Histerektomi



merupakan



terapi



pembedahan



defenitif



untuk



menoragia dan gangguan menstruasi. Histrektomi berhubungan dengan 100% kesuksesan dalam mengobati perdarahan menstruasi 2.



yang hebat dan kepuasaan pasien mencapai 95%. Ablasi dan reseksi endometrium Prosedur ini meliputi destruksi dari seluruh lapisan tebal endometrium sekaligus permukaan miometrium termasuk kelenjar basalis profunda. Pada pasien-pasien yang melakukan operasi ini, masih dapat terjadi kehamilan. Wanita pre-menopause harus mendapatkan metode kontrasepsi post-operatif karena dapat menimbulkan beberapa komplikasi serius seperti abortus spontaneus, prematuritas, ruptur uterus, dan adhesi plasenta yang merupakan



3.



komplikasi kehamilan setelah melakukan operasi ini. Dilatasi dan kuretase (D&C) Teknik ini tidak lagi diterima sebagai pilihan terapeutik oleh National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health tahun 2007.



Algoritma penanganan PUA berdasarkan jenisnya



Gambar 6. Algoritma penanganan perdarahan ireguler10



Gambar 7. Algoritma penanganan menoragia10



. Gambar 8. Algoritma penanganan perdarahan karena efek samping PKK10



Gambar 9. Algoritma penanganan perdarahan karena efek samping kontrasepsi progestin10



Gambar 10. Algoritma penanganan perdarahan karena efek samping AKDR10



DAFTAR PUSTAKA



1.



American Society For Reproductive Medicine. Abnormal uterine bleeding. 2012.



2.



Curtis MG, Overholt S, Hopkins MP. Glass’s office gynecology. 6 th Edition.



3.



Lippincott Williams & Wilkins. 2006. Mansjoer Arif, editors.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta. Media



4.



Aesculapius. 1999. Farrukh JB, Towriss K, McKee N. Abnormal uterine bleeding. Canadian



5.



Family Physician. Vol 61. 2015. Livingstone M, Fraser IS. Mechanisms of abnormal uetrine bleeding. Human



6.



Reproductive Update. Vol 18. 2002. FIGO. Abnormal Uterine Bleeding (AUB): New Standardized Terminology,



7.



Definitions, Classification. 2009. Munro MG, Critchley HOD, Broder MS, Fraser IS. FIGO classification system (PALM-COEIN) for causes of abnormal uterine bleeding in nongravid women of reproductive age. International Journal of Gynecology and



8.



Obstetrics 113 (2011) 3–13. Winkjosastro H, editors. Ilmu kandungan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono



Prawirohardjo. 2009. 9. Florida A. A case of abnormal uterine bleeding. 2011. 10. Hestiantoro, editors. Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD). Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia-POGI. 2007. 11. Corbacioglu A. The Management of Dysfunctional Uterine Bleeding. Bakirkoy Women’s and Children’s Teaching Hospital, Department of Obstetrics and Gynaecolog.Turki. 12. Djuwantono T. Peran TVUS dalam penegakan diagnosis perdarahan uterus abnormal. FK UNPAD. 2012. Cavazos AG, Mola JR. Abnormal uterine bleeding: New definition and contemporary terminology. The female patient. 2012;37:27-36. Hoffman BL, Scorge JO, Schaffer JL, et all. Abnormal uterine bleeding. In