Referat Struma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



STRUMA



Oleh : Baiq Indah Kusumawaty H1A 004 007



Pembimbing : dr. H. Santyo Wibowo Sp.B



DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/SMF BEDAH RUMAH SAKIT PROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2014



BAB I PENDAHULUAN Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak mempengaruhi fungsi. Struma merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai pada kehidupan sehari hari, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, struma dengan atau tanpa kelainan fungsi metabolism dapat didiagnosis secara tepat. Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan oleh 4 mekanisme: yaitu sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, dimana hormone pelepas tirotropin hipotalamus (THR) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormone perangsang tiroid hipofisis anterior (TSH) yang kemudian pada gilirannya merangsang sekresi hormone dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid, kemudian doidininase hipofisis dan perifer, yang memodifikasi efek dari T4 dan T3, autoregulasi dari sintesis hormone oleh kelenjar tiroid sendiri dalam hubungannya dengan suplai iodinnya, dan stimulasi atau inhibisi dari funngsi tiroid oleh a tiantibodi reseptor TSH dan tiroksin bebas, didasari atas patofisiologi yang terjadi sehingga akan didapatkan pengelolaan yang menyeluruh.



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Anatomi kelenjar tyroid Tyroid berarti organ berbentuk perisai segi empat, kelenjar tyroid merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher bagian bawah disebelah anterior trakea, kelenjar tiroid mempunyai panjang 5 cm, lebar 3 cm dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid orang dewasa beratnya 20 gram, namun berat kelenjar ini akan beraneka ragam sesuai berat badan dan asupan iodine. Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia prevertebralis. Didalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid (De Jong & Syamsuhidayat, 1998). Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak (Djokomoeljanto, 2001 Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung yodium



Gambar 1. Kelenjar Tiroid9 2.2.Vaskularisasi Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a. Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymphoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular (Djokomoeljanto, 2001). Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan (Djokomoeljanto, 2001).



Gambar 2. Vaskularisasi9 2.3.Fisiologi Hormon Tyroid Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan\ selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid. (De Jong & Syamsuhidayat, 1998). Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre- albumine, TPBA) (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).



2.4.Metabolisme T3 dan T4 Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang



tidak



aktif,



yang



digunakan



mengatur



metabolisme



pada



tingkat



seluler



(Djokomoeljanto, 2001). Pengaturan faal tiroid : Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : (Djokomoeljanto, 2001) 1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone) Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi 2. TSH (thyroid stimulating hormone) Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSHreseptor- TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat 3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback). Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH. 4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri. Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid Efek metabolisme Hormon Tyroid : (Djokomoeljanto, 2001) 1. Kalorigenik 2. Termoregulasi



3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik 4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat. 5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat. 6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia. 7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme 2.5. Definisi Struma Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan



elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia 2.6.Patogenesis Struma Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH Kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.20 Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma endemik). 2.7.Klasifikasi Struma 2.7.1. Dari faalnya, struma dibedakan menjadi 1. Eutyroid Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya



tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea 2. Hipotyroid Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis



dari hormon tiroid menjadi



berkurang. Kegagalan dari



kelenjar untuk



mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormone, kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara 3. Hipertyroid Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.29 Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, ,mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.



2.7.2. Berdasarkan Klinisnya Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut : 1. Struma Toksik Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu:



a) struma diffusa toksik yaitu pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus, seperti yang ditemukan pada Graves disease. b) struma nodusa toksik yaitu pembesaran kelenjar tyroid hanya mengenai salah satu lobus, seperti yang ditemukan pada Plumers disease. 2. Struma non toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi: a) struma difusa non toksik, seperti yang ditemukan pada endemic goiter b) struma nodusa non toksik, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid



a). struma difusa toksik. Disebut juga penyakit graves, merupakan penyakit autoimun dengan p[redisposisi family yang kuat, lebih banyak pada wanita (5:1), insiden puncak pada usia 40-60 tahun. Karekteristiknya yaitu tirotoksikosis, struma difusa dan kondisi ektratiroidal termasuk oftalmologi, dermatopati (pretibial mixedema), tiroid acropacy, ginekomasti dan manifestasi lainnya. 



Etiologi, pathogenesis dan patologi Factor pemicu proses autoimun pada penyakit graves diantaranya yaitu kondisi seperti



keadaan post partum, kelebihan yodium, terapo lithium, dan infeksi bakteri serta virus. Factor genetic juga berperan. T-helper yang peka merangsang limfosit B yang memproduksi antibody yang diarahkan melawan reseptor Hormone tiroid, antibody tyroid stimulating meranngsang tyrocites untuk tumbuh dan mensintesis hormone tyroid berlebih, yang merupakan cirri dari penyakit gaves.







Gambaran klinis



Manifestasi klinis dari penyakit graves dapat dibagi menjadi yang berhubungan dengan hipertiroidisme dan yang khusus untuk penyakit graves. Gejala hipertiroid: intoleransi panas, sering berkeringat dan haus dan penurunan berat badan meskipun asupan kalori yang memadai, gejala peningkatan stimulasi adrenergic termasuk jantung berdebar, gelisah, kelelahan, emosi, hyperkinesis dan tremor. Pada pemeriksaan fisik:  penurunan berat badan  kemerahan pada wajah  kulit hangat dan lembab  takikardi atau fibrilasi atrium dengan vasodilatasi kulit  tremor halus, muscle wasting dan kelemahan kelompok otot proksimak dengan reflex tendon hiperaktif  oftalmopati dan dermopaty  ginekomastia, biasanya pada pria muda.







Pemeriksaan penunjang Diagnosis hipertiroid dibuat jika hasil pemeriksaan TSH yang rendah dengan atau



tanpa disertai peningkatan free T4atau T3, uptake tinggi dengan kelenjar difus membesar, menegaskan diagnose penyakit graves dan membantu untuk membedakannya dengan penyebab lain hipertiroidisme. Jika kadar T4 bebas normal maka kadar T3 bebas juga harus ditentukan, Karena sering sekali meningkat pada awal penyakit graves atau Plummer (T3 toksikosis). Anti-Tg dan anti TPO antibody meningkat sampai dengan 75% tetapi tidak spesifik.peningkatan TSH-R atau tyroid stimulating antibody (TSAb) meningkat pada sekitar 90% pasien. MRI orbita berguna dalam mengevaluasi opthalmopathy Graves.







Tatalaksana Terapi



penyakit



graves



ditujukan



pada



pengendalian



keadaan



tiroktoksisitas/hipertiroidisme dengan pemberian antitiroid, seperti propel tiourasil (PTU) atau karbimazol. Terapi definitive dapat dipilih antara pengobatan anti tiroid jangka panjang, ablasio dengan yudium radioaktif, atau tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroid dilakukan terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal dan kelenjar tiroid membesar. Pembedahan yang baik biasanya memberikan hasil kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroid dan komplikasi yang minimal.



b). Struma nodusa toksik Adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus yang disertai dengan tandatanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi pada usia dewasa muda sebagai suatu struma non toksik. Bila tidak diobati dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik. 



Patofisiologi Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar tiroid yang



tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun jika tidak jika tidak segera diobati dalam 15-20 tahun dapat menimbulkan hipertiroid. Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut dari non toksik menjadi toksik antara lain adalah nodul tersebut berubah menjadi otonom sendiri (berhubungan dengan penyakit autoimun), pemberian hormone tiroid dari luar, pemberian yodium radioaktif sebagai pengobatan. 



Gejala klinis



Saat anamnesa sulit membedakan antara graves disease dengan plummers disease karna sama-sama menunjukkan gejala hipertiroid. Yang membedakan adalah pada saat pemeriksaan fisik, dimana pada saat palpasi kita dapat merasakan pembesaran yang hanya terjadi pada satu lobus.



2.8.Penegakan diagnose struma. 2.8.1. Anamnesis Pada anamnesis keluhan utama yang di utarakan oleh pasien bisa berupa benjolan pada leher yang sudah berlangsunng lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau hipotiroidnya, jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali terlebih dahulu apakah pembesaran terjadi dengan progresif atau lamban, disertai dengan gangguan menelan, gangguan bernafas dan perubahan suara, setelah itu baru ditanyakan ada tidahnya gejala-gejala hiper atau hipofungsi kelenjar tiroid. Perlu juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk mengetahui apakah ada kecenderungan kea rah struma endemic. Sebaliknya jika pasien dating dengan keluhan kea rah gejala-gejala hiper maupun hipofungsi dari tiroid harus digali lebih jauh kea rah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher. Index wayne untuk menentukan apakah pasien mengalami hipertiroid atau bukan. Gejala subjektif



angka



Gejala objektif



ada



tidak



Dispneu d’effort



+1



Tiroid teraba



+3



-3



Palpitasi



+2



Bruit diats systole



+2



-2



Capek/lelah



+2



Eksoftalmus



+2



-



Suka panas



-5



Lid retraksi



+2



-



Suka dingin



+5



Lid lag



+1



-



Keringat banyak



+3



Hiperkinesis



+4



-2



Nervous



+2



Tangan panas



+2



-2



Nafsu makan ↑



+3



Tangan basah



+1



-1



Nafsu makan ↓



-3



Fine finger tremor



+1



0



BB ↑



-3



Atrial fibrilasi



+4



JUMLAH:



Nadi



90x/m



-3



+3



2.8.2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada region coli anterior, yang paling pertama dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak, timbul tanda-tanda gangguan pernafasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau tidak. Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakan benjolan tersebut adalah benar kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening, perbedaannya terasa pada saat pasien diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran kelenjar tiroid maka benjolan akan ikut bergerak saat menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, pembesaran yang teraba harus dideskripsikan: 1. lokasi: lobus kanan, lobus kiri, ismus 2. ukuran: dalam centimeter, diameter panjang 3. jumlah nodul: satu (uninodusa) atau lebih dari satu (multinodusa 4. konsistensi: kistik, lunak, kenyal, keras 5. nyeri: ada atau tidaknya nyeri pada saat dilakukan palpasi 6. mobilitas:



ada



atau



tidak



perlengketan



terhadap



trakea,



muskulus



sternocleidomastoidea. 7. Kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada pembesaran atau tidak. Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkan adanya hipertiroid.



Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit tiroid terbagi atas: 1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemeriksaan untuk mengetahui kadar T3 dan T4\ serta TSH paling sering menggunakan teknik radioimmunoassay (RIA) dan ELISA dalam serum atau plasma darah, kadar normal T4 total pada orang dewasa adalah 50-120 ng/dl. Kadar normal untuk T3 pada orang dewasa adalah 0,65-1,7 ng/dl. 2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibody terhadap bermacam-macam antigen tiroid yang ditemukan pada serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun, seperti antibody triglobulin dan tiroid stimulating hormone antibody. 3. Pemeriksaan radiologis a. Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis sudah bias diduga. Foto rontgen leher posisi AP dan lateral biasanya menjadi pilihan. b. USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah nodul, membedakan antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi adanya jaringan kangker yang tidak menangkap iodium dan bias melihat dengan scanning tiroid. c. Sidik tiroid dasarnya adalah persentasi uptake dari I 131 yanng di distribusikan tiroid. Dari upyake dapat ditentukan teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalah fungsi bagian-bagian tiroid ( distribusi dalam kelenjar). Uptake normal 15-40% dalam 24 jam. Dari hasil scanning tiroid dapat dibeedakan dalam 3 bentuk, yaitu cold nodule bila uptake nihil atau kurang dari normal dibandingkan dengan daerah disekitarnya, ini menunjukkan fungsi yang rendah dan sering terjadi pada neoplasma. Bentuk yang kedua adalah



warm nodule bila uptakenya sama dengan sekitarnya, menunjukkan fungsi yang nodule sama dengan bagian tiroid lain. Terakhir adalah hot nodule bila uptake lebih dari normal, berarti aktifitasnya berlebih dan jarang pada neoplasma. 4. FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%, hal ini perlu diingat agar jangan sampai menentukan terapi definitive hanya berdasarkan hasil FNAB saja. 5. Pemeriksaan histopatologis, merupakan diagnostic utama jaringan diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolabektomi. Untuk kasus inoperable, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biopsy insisi.



2.9.Penatalaksanaan 1. Konservatif/ medikamentosa 



Indikasi:







Usia tua







Pasien sangat awal







Rekurensi pasca bedah







Pada persiapan operasi







Dtruma residif







Pada kehamilan, missal trimester ke-3



a). Struma non toksik: iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl b). Struma toksik: 



Obat-obat yang menekan produksi hormone tiroid: o PTU 100-200 mg ( propilthiouracil) o Merupakan obat anti tiroid dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4).



Diberikan dosis 3x 100 mg/ hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid maka dilanjutnya dengan dosis maintenance 2x5 mg/hari selama 12-18 bulan. o Methimazole dosis 1/10 dari dosis PTU. 



Obat-obat yang menekan pengaruh “sympathetic over stimulation”.







Beta bloker: propanolol







Sedative/ minor tranquilizer







Roborantia: multivitamin dengan mineral



2. Radioterapi Indikasi: o Usia tua o Menolak dilakukan pembedahan o Kondisi tidak dapat dilakukan pembedahan Menggunakan I33 biasanya diberikan kepada pasien yang telah diterapi dengan obat anti tiroid dan telah menjadi eutiroid, indikasi radioterapi adalah diberikan pada pasien dengan resiko tinggi untuk operasi, untuk pasien dengan tiroid rekuren dan hipertiroidesme yang kambuh sesudah dioperasi.Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.



3. Pembedahan Indikasi operasi pada struma adalah o Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa o Struma uni atau multinodusa dengan kemungkinan keganasan o Struma dengan gangguan kompresi



o Kosmetik. Kontraindikasi pada pasien struma o Struma toksik yang belum dipersiapkan sebelumnya o Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik lainnya yang belum terkontrol o Struma besar yang melekat erat pada jaringan leher dan sulit digerakkan karena karsinoma. Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tindakan biopsy insisi untuk keperluan histopatologis. Tindakan operasi yang dilakukan tergantung dari jumlah lobus tiroid yang terkena, bila hanya pada satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi, jika terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher, maka dilakukan juga deseksi kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal atau modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luas ekstensi di luar kelenjar getah bening. Macam-macam tindakan operasi o Isthmulobektomi: mengangkat istmus o Lobektomi: mengangkat 1 lobus bila subtotal sisa 3 gram o Tiroidektomi total: semua kelenjar tiroid diangkat o Tiroidektomi subtotal bilateral: mengangkat sebagian lobus kanan dan sebagian lobus kiri. o RND ( radikal neck disesion) mengangkat seluruh jaringan linfoid pada sisi leher yang bersangkutan dengan menyertakan nervus assesorius, vena jugularis interna dan eksterna, musculus sternocleidomastoideus dan musculus ommohiudeus dan kelenjar ludah submandibularis. Komplikasi pembedahan tiroid



o Perdarahan dari arteri tiroidea superior o Dispnue o Paralisis nervus rekuren laringeus akibat terjadi kelemahan otot- otot laring o Paralisis nervus laringues superior akibatnya suara penderita lebih lemah dan sukar mengontrol suara tinggi karena terjadi pemendekan pita suara oleh karena relaksasi muskulus krikotiroid, kemungkinan nervus terligasi saat operasi.



DAFTAR PUSTAKA



1. Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi., Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya 2. Adediji. Oluyinka S.,2004. Goiter, Diffuse Toxic.eMedicine., http://www.emedicine.com/med/topic917.htm 3. Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular., eMedicine., http://www.emedicine.com/med/topic920.ht 4. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC., Jakart 5. Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam : Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta 6. Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine., http://www.emedicine.com/med/topic919.htm 7. Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta 8. Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine., http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm 9. Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed., McGraw-Hill., Newyork.