Referat Syok Sepsis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA SYOK DAN SYOK SEPTIK



oleh: Carlven Lenim



1740312408



Sulastri



1840312268



Siti Aisya Sakinah



1840312298



Preseptor: dr. Beni Indra, Sp.An



BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG PADANG 2018



1



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Diagnosis dan Tatalaksana Syok dan Syok Septik”. Shalawat beriring salam semoga disampaikan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan umat beliau. Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Beni Indra, Sp.AN selaku pembimbing yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.



Padang, Desember 2018



Penulis



2



DAFTAR ISI Halaman Sampul Luar Daftar Isi BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Batasan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan 1.4 Metode Penulisan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sepsis 2.1.1 Definisi 2.1.2 Epidemiologi 2.1.3 Etiologi 2.1.4 Patogenesis 2.1.5 Manifestasi Klinis 2.1.6 Diagnosis 2.2 Syok 2.2.1 Definisi 2.2.2 Klasifikasi 2.2.3 Patofisiologi 2.2.4 Manifestasi Klinis 2.2.5 Diagnosis 2.2.6 Tatalaksana 2.3 Syok Sepsis 2.3.1 Definisi 2.3.2 Etiologi 2.3.3 Manifestasi Klinis 2.3.4 Diagnosis 2.3.5 Tatalaksana BAB 3. SIMPULAN Daftar Pustaka



i 1 2 2 2 3 4 5 6 7 9 10 11 12 13 14 15 19 20 21 22 23 25 26



3



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dengan dugaan infeksi (terbukti atau tidak).1 Definisi terbaru sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam jiwa akibat disregulasi respons host terhadap infeksi, yang ditunjukkan dengan peningkatan ≥ 2 total nilai Sequential Organ Failure Assessment (SOFA).2 Penyebab terbanyak sepsis adalah bakteri gram negatif dengan persentase 60%-70% kasus. Sepsis tidak hanya disebabkan oleh bakteri gram negatif, tetapi juga oleh bakteri gram positif yang mengeluarkan eksotoksin.3 Saat ini sepsis menjadi masalah kematian utama pada pasien di ruang rawatan intensif / Intensive Care Unit (ICU). 4 Insiden tahunan sepsis meningkat di seluruh dunia. Pada umumnya, terdapat sekitar 2% kasus sepsis dari seluruh pasien rawat inap di negara maju. 5 Angka mortalitas pasien sepsis berdasarkan Surviving Sepsis Campaign pada ICU Amerika Serikat dan Eropa didapatkan masing-masing adalah 28,3% dan 41,1%, sedangkan angka mortalitas pasien sepsis berat di 150 ICU di 16 negara Asia mencapai 44,5%.5 Tingginya angka mortalitas sepsis dikarenakan akibat kondisi sepsis yang dapat berkembang menjadi syok septik yaitu suatu kondisi lanjut dari sepsis yang ditandai abnormalitas sirkulasi dan metabolik atau seluler yang dapat meningkatkan risiko kematian.6 Kondisi sirkulasi yang memenuhi kriteria syok septik adalah hipotensi yang menetap sehingga membutuhkan vasopressor untuk mencapai MAP ≥65 mmHg dan serum laktat >2 mmol/L (18mg/dL) dengan resusitasi cairan yang adekuat. Syok septik dapat meningkatkan mortalitas lebih dari 40%. Pasien sepsis harus dapat diidentifikasi pada awal rawatan karena keterlambatan penilaian derajat sepsis dan pemberian antibiotik berkaitan dengan peningkatan mortalitas di rumah sakit. 7 Syok sepsis merupakan keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan segera oleh karena semakin cepat syok dapat teratasi, akan meningkatkan keberhasilan pengobatan dan menurunkan risiko kegagalan organ 4



dan kematian. Oleh karena itu, strategi penatalaksanaan syok sepsis yang tepat dan optimal perlu diketahui untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.6,7 Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan perlunya pengetahuan tentang sepsis dan syok septik serta strategi penatalaksanaan yang tepat untuk mengurangi tingkat mortalitas akibat kondisi tersebut. 1.2 Batasan Masalah Penulisan clinical science session ini adalah membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, prognosis, dan tatalaksana syok sepsis 1.3 Tujuan penulisan Penulisan ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patogenensis, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis dan pencegahan pada syok sepsis. 1.4 Metode Penulisan Penulisan



ini



disusun



dengan



menggunakan



metode



tinjauan



kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literature, termasuk buku teks dan jurnal



BAB 2 5



TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sepsis 2.1.1 Definisi Sepsis Sepsis didefinisikan sebagai respons sistemik tubuh terhadap infeksi mikrorganisme yang ditandai dengan disfungsi organ yang mengancam jiwa. Berdasarkan konsensus oleh American College of Chest Physician (ACCP) dan Society of Critical Care Medicine (SCCM) sepsis dicurigai (suspected infection) atau disertai bukti (proven infection) yang jelas dari kondisi infeksi, dan ditambah tanda klinis Systemic inflamatory response syndrome (SIRS). Systemic inflamatory response syndrome merupakan tanda berbagai kondisi klinis yang berat termasuk sepsis, dengan dua atau lebih gejala berikut:1 1. 2. 3. 4.



Suhu >380C atau 90 kali/menit Laju pernapasan >20 kali/menit atau PaCO2 12.000 sel/mm3 atau 38,30C) Hipotermia (suhu < 360C) Takikardi (>90 ×/menit atau >2 SD diatas batas normal



-



sesuai usia) Takipneu Perubahan status mental Adanya edema atau keseimbangan cairan positif (>20



-



cc/kgBB selama 24 jam) Hiperglikemia (gula darah plasma >140 mg/dL atau 7,7 mmol/L) tanpa adanya diabetes



Variabel inflamasi 11



-



Leukositosis (leukosit > 12.000/ μL) Leukopeni (leukosit < 4000/μL) Jumlah leukosit normal dengan ditemukan lebih dari 10%



-



bentuk imatur (neutrofil batang) C-reactive protein meningkat (> 2 SD diatas nilai normal) Prokalsitonin meningkat (> 2 SD diatas nilai normal)



Variabel hemodinamik -



Hipotensi arteri (tekanan darah sistolik



-



60 detik) Ileus (tidak terdengar suara usus) Trombositopenia (hitung trombosit 4 mg/dL atau 70 μmol/L)



Variabel perfusi jaringan -



Hiperlaktatemia (> 1mmol/L) Penurunan refilling capillare (pengisian kapiler)



Sepsis berat adalah hipoperfusi jaringan akibat sepsis atau disfungsi organ. Kriteria sepsis berat adalah sebagai berikut: -



Sepsis-induced hypotension Kadar laktat diatas nilai normal laboratorium (>1 mmol/L) Jumlah urine 2 mg/dL (176,8 μmol/L) 12



-



Bilirubin > 2mg/dL (34,2 μmol/L) Hitung trombosit < 100.000/μL Koagulopati (INR > 1,5)



Diagnosis yang cepat sangat dibutuhkan agar penatalaksanaan sepsis dapat dilakukan secara cepat. Permasalahan yang timbul adalah gejala klinis diatas sering tidak spesifik sehingga klinisi sangat sulit membuktikan apakah pasien benar terinfeksi atau tidak. Berbagai penanda inflamasi sistemik atau pemeriksaan biomarker saat ini dapat membantu memberikan informasi terhadap kondisi tersebut. Pemeriksaan biomarker sudah diterapkan sejak lama dan merupakan bagian dari pedoman manajemen sepsis di dunia. Penanda inflamasi yang masih dapat dikerjakan terutama di layanan primer adalah jumlah leukosit. Penanda biokimia yang saat ini juga sudah banyak dikerjakan dan sudah diakui oleh Food and Drug Administration (FDA) serta digunakan bersama dengan penilaian klinis adalah pemeriksaan kadar PCT. Prokalsitonin pada kadar tertentu dapat digunakan untuk menunjang diagnosis sepsis, sepsis berat dan syok septik, pembeda antara sepsis akibat infeksi bakteri dengan penyebab lain, evaluasi beratnya sepsis, kontrol pemberian antibiotik, serta dapat digunakan sebagai prognosis pasien.5 2.2 Syok 2.2.1 Definisi Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Kematian akibat syok terjadi bila keadaan ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolisme sel. Terapi syok bertujuan memperbaiki gangguan fisiologik dan menghilangkan faktor penyebab.14 Syok sirkulasi dianggap sebagai rangsang paling hebat dari hipofisis adrenalis sehingga menimbulkan akibat fisiologi dan metabolisme yang besar. Syok didefinisikan juga sebagai volume darah sirkulasi tidak adekuat yang mengurangi perfusi, pertama pada jaringan non vital (kulit, jaringan ikat, tulang, otot) dan kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru-paru, dan ginjal). Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik yang mengakibatkan hipoksia jaringan dan sel.14 2.2.2 Klasifikasi Syok secara umum dapat diklasifikasikan menjadi:14 13



1. Syok Hipovolemik: Terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang akibat penurunan preload, stroke volume, dan cardiac output. Hal ini dapat terjadi akibat perdarahan yang masif atau kehilangan plasma darah, perdarahan gastrointestinal, hematoma, hematotoraks, luka bakar, muntah, diare, keringat yang berlebih, asites, obstruksi usus 2. Syok Kardiogenik: gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat mengakibatkan hipoksia jaringan. Gangguan perfusi jaringan dapat disebabkan karena disfungsi jantung misalnya : aritmia, IMA (Infark Miokard Akut). 3. Syok Distributif: Berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer, seperti pada syok septic. Syok yang terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya didalam tubuh yang berakibat vasodilatasi pembuluh darah. Kompensasi dari tubuh akibat tahanan vascular sistemik adalah dengan meningkatkan cardiac output, takikardi, dan kontraksi dari ventrikel kiri. 4. Syok Obtruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung): Ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastol sehingga secara nyata menurunkan volume sekuncup dan endnya curah jantung. Misalnya : tamponade kordis, koarktasio aorta, emboli paru, hipertensi pulmoner primer. Table 2.2 Kategori syok Kategori Hemodinamik Hypovolemic preload SVR Distributive



CO preload



Penyebab Hemorrhage, GI losses, third spacing, burns Sepsis, anaphylaxis,



SVR



neurogenic shock,



/CO



pancreatitis



14



Cardiogenic



 preload



Myocardial infarction,



SVR



symptomatic bradycar-



CO



dia, valvular disease, heart blocks, end-stage



Obstructive



preload



heart failure Pulmonary embolism,



SVR



tension pneumothorax,



CO



pericardial tamponade



2.2.3 Patofisiologi Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun ada bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat sistem yang terpisah namun saling berkaitan yaitu ; jantung, volume darah, resistensi arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu faktor ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokontriksi perifer meningkat. 14



Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu : 14 1. Fase Kompensasi Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi 15



karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun. 2. Fase dekompensasi Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan. 3. Fase Irrevesibel/Refrakter Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah 16



yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea. 2.2.4 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang meliputi : 14 1. Sistem pernafasan : nafas cepat dan dangkal 2. Sistem sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah mencapai 30%. 3. Sistem saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan tidak sadar. 4. Sistem pencernaan : mual, muntah 5. Sistem ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam) 6. Sistem kulit/otot : turgor menurun, mata cekung, mukosa lidah kering. 7. Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung yang normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba.



2.2.5 Diagnosis Menegakkan diagnosis syok adalah pertama dengan memastikan ini memang keadaan syok atau bukan, tentukan fase syok (kompenasi, dekompensasi, atau refrakter), tentukan tipe syok (syok hipovolemik, distributive, kardiogenik, atau obstruktif), anamnesis, lakukan pemeriksaan fisik (kesadaran, tanda vital, CRT, urin, dan lihat warna kulit), serta pemeriksaan penunjang untuk mengetahui etiologi dari syok tersebut. 14 A. Impending shock (bakat syok) 1. Penurunan atau perubahan kesadaran 2. Hipotensi, pada orang dewasa tekanan darah sistolik di bawah 90 mmHg. Bila terdapat keraguan (pasien hipertensi), amati tanda vital ortostatik. 17



3. Tanda vital ortostatik (terutama pada syok hipovolemik), yaitu perbedaan tekanan darah dan atau frekuensi nadi pada posisi telentang dengan posisi duduk atau berdiri sebesar 10 mmHg dan atau di atas 15 kali/menit. Fenomena ini merupakan indikasi kuat kekurangan volume cairan intra vaskular ringan sampai sedang. 4. Hipotensi perifer. Kulit teraba dingin, lembab, dan isi nadi lemah. B. Tingkat syok 1. Syok ringan : kehilangan volume darah dibawah 20% dari volume total. Hipoperfusi hanya terjadi pada organ non vital seperti kulit, jaringan lemak, otot rangka, dan tulang. Gambaran klinik perasaan dingin, hipotensi postural, takikardi, pucat, kulit lembab, kolaps vena-vena leher, dan urin yang pekat. Kesadaran masih normal, diuresis mungkin berkurang sedikit dan belum terjadi asidosis metabolik. 2. Syok sedang : kehilangan 20% sampai 40% dari volume darah total. Hipoperfusi merambat ke organ non vital seperti hati, usus dan ginjal, kecuali jantung dan otak. Gambaran klinik haus, hipotensi telentang, takikardi, liguria atau anuria, dan asidosis metabolik. Kesadaran relatif normal. 3. Syok berat : kehilangan lebih dari 40% dari volem darah total. Hipoperfusi terjadi juga pada janberattung atau otak. Gambaran klinik; penurunan kesadaran (agitasi atau delirium), hipotensi, takikardia, nafas cepat dan dalam, oliguria, asidosis metabolik. 2.2.6 Terapi umum14 Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni melalui tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. A. Letakkan pasien pada posisi telentang kaki lebih tinggi agar aliran darah otak maksimal. Gunakan selimut untuk mengurangi pengeluaran panas tubuh. B. Periksa adanya gangguan respirasi. Dagu ditarik kebelakang supaya posisi kepala menengadah dan jalan nafas bebas, beri O2, kalau perlu diberi nafas buatan.



18



C. Pasang segera infus cairan kristaloid dengan kanul yang besar D. Lakukan pemeriksaan fisik yang lengkap termasuk kepala dan punggung. Bila tekanan darah dan kesadaran relatif normal pada posis telentang, coba periksa dengan posisi duduk atau berdiri. E. Keluarkan darah dari kanul intravena untuk pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, penentuan golongan darah, analisis gas darah elektrolit. Sampel darah sebaiknya diambil sebelum terapi cairan dilakukan. 1. Pada syok hipovolemik, kanulasi dilakukan pada vena safena magna atau vena basilika dengan kateter nomor 16 perkutaneus atau vena seksi. Dengan memakai kateter yang panjang untuk kanulasi vena basilika dapat sekaligus untuk mengukur tekanan vena sentral (TVS). 2. Pada kecurigaan syok kardiogenik, kanulasi vena perkutan pada salah satu vena ekstrimitas atas atau vena besar leher dilakukan dengan kateter nomor 18-20. F. Peubahan nilai PaCO2, PaO2, HCO3, dan PH oada analisis gas darah dapat dipakai sebagai indikator beratnya gangguan fungsi kardiorespirasi, derajat asidosis metabolik, dan hipoperfusi jaringan. G. Beri oksigen sebanyak 5-10 L/menit dengan kanul nasal atau sungkup muka dan sesuaikan kebutuhan oksigen PaO2. Pertahankan PaO2 tetap di atas 70 mmHg. H. Beri natrium bikarbonat 1 atau 2 ampul bersama cairan infus elektrolit untuk mempertahankan nilai Ph tetap di atas 7,1, walaupn koreksi asidosis metabolik yang terbaik pada syok adalah memulihkan sirkulasi dan perfusi jaringan. I. Terapi medikamentosa segera: 1. Adrenalin dapat diberikan jika terdapat kolaps kardivaskuler berat (tensi/nadi hampir tidak teraba) dengan dosis 0,5-1 mg larutan 1 : 1000 intra muskuler atau 0,1-0,2 mg larutan 1 : 1000 dalam pengenceran denan 9 ml NaCl 0,9 % intra vena. Adrenalin jangan dicampur dengan natrium bikarbonat karena adrenalin dapat menyebabkan inaktivasi larutan basa. 19



2. Infus cepat dengan Ringer’s laktat (50 ml/menit) terutama pada syok hipovolemik. Dapat dikombinasi dengan cairan koloid (dextran L). 3. Vasopresor diberikan pada syok kardiogenik yang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi cairan. Dopamin dapat diberikan dengan dosis 2,5 Ug/kg/menit (larutkan dopamin 200 mg dalam 500 ml cairan dekstrosa 5%. Setiap ml larutan mengandung 400 Ug dopamin). Dosis dopamin secara bertahap dapat ditingkatkan hingga 10-20 Ug/kg/menit. Pemberian vasopresor pada hipovolemia sedang sampai berat tidak bermanfaat. J. Pantau irama jantung dan buat rekaman EKG (terutama syok kardiogenik). Syok adalah salah satu predisposisi aritmia karena sering disertai gangguan keseimbangan elektrolit, asam dan basa. K. Pantau diuresis dan pemeriksaan analisis urin. L. Pemeriksaan foto toraks umumnya bergantung pada penyebab dan tingkat kegawatan syok. Semua pasien syok harus dirujuk ke rumah sakit, terutama untuk perawatan intensif 2.3 Syok sepsis15 2.3.1 Definisi Syok Septik didefinisikan sebagai kondisi sepsis dengan hipotensi refrakter (tekanan darah sistolik < 65 mmHg, atau penurunan > 40 mmHg dari ambang dasar tekanan darah sistolik yang tidak responsif setelah diberikan cairan kristaloid sebesar 20 sampai 40 mL/kg), karena maldistribusi aliran darah karena adanya vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara efektif tidak memadai untuk perfusi jaringan sehingga terjadi hipovelemia relatif. Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif yang berada dalam darah (endotoksin). Jamur dan jenis bakteri lain juag dapat menjadi penyebab septisemia. Syok septik sering diikuti dengan hipovolemia dan hipotensi. Hal ini dapat disebabkan karena penimbunan cairan di sirkulasi mikro, pembentukan pintasan arteriovenus dan penurunan tahapan vaskuler sistemik, kebocoran kapiler 20



menyeluruh, depresi fungsi miokardium. Hipotensi disebabkan karena endotoksin dan sitokin (khususnya IL-1, IFN-γ, dan TNF-α) menyebabkan aktivasi reseptor endotel yang menginduksi influx kalsium ke dalam sitoplasma sel endotel, kemudian berinteraksi dengan kalmodulin membentuk NO dan melepaskan Endothelium Derived Hyperpolarizing Factor (EDHF) yang menyebabkan hiperpolarisasi, relaksasi dan vasodilatasi otot polos yang diduga menyebabkan hipotensi. Beberapa faktor predisposisi syok septik adalah trauma, diabetes, leukimia, granulositopenia berat, penyakit saluran kemih, terapi kortikosteroid jangka panjang, imunosupresan atau radiasi. Syok septik sering terjadi pada: bayi baru lahir, usia di atas 50 tahun, dan penderita dengan gangguan sistem imun. 2.3.2 Etiologi Syok septik terjadi akibat racun yang dihasilkan oleh bakteri tertentu dan akibat sitokinesis (zat yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk melawan suatu infeksi). Racun yang dilepaskan oleh bakteri bisa menyebabkan kerusakan jaringan dan gangguan peredaran darah. 2.3.3 Manifestasi Klinis Pertanda awal dari syok septik adalah warm syok (fase cepat) sering berupa penurunan status mental dan kebingungan, yang timbul dalam waktu 24 jam atau lebih sebelum tekanan darah turun. Gejala ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah dari jantung meningkat, sementara pembuluh darah melebar sehingga tekanan darah turun. Pernafasan menjadi cepat, sehingga paruparu mengeluarkan karbondioksida yang berlebihan dan kadarnya di dalam darah menurun. Gejala awal lain berupa menggigil hebat, suhu tubuh yang naik sangat cepat, kulit hangat dan kemerahan, denyut nadi yang lemah dan tekanan darah yang turun-naik. Produksi air kemih berkurang meskipun curahan darah dari jantung meningkat.



21



Pada stadium lanjut atau cold syok, suhu tubuh sering turun sampai dibawah normal, perifer dingin, CRT memanjang, dan kulit motled. Bila syok memburuk, beberapa organ mengalami kegagalan: 1.



ginjal : produksi air kemih berkurang



2.



paru-paru : gangguan pernafasan dan penurunan kadar oksigen dalam darah



3.



jantung : penimbunan cairan dan pembengkakan.



2.3.4 Diagnosis Syok septik ditandai dengan gambaran syok dan infeksi. Setiap syok yang tidak diketahui penyebabnya harus dicurigai adanya kemungkinan septisemia. a. Tanda-tanda sistemik; febris dan kekauan, hipotermia, petekie, lekopenia, lekositosis. b. Tanda-tanda lokal; kekauan dinding abdomen, abses perirektal. Lokasi spesifik yang sering menjadi tempat infeksi terselubung adalah saluran empedu, pelvis, retroperitonium, dan perirektal. c. Lain-lain; hiperventilasi dengan hipokapnia Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung menunjukkan ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat untuk menentukan bakteri penyebab infeksi. 2.3.5 Tatalaksana Komponen dasar dari penanganan sepsis dan syok septik adalah resusitasi awal, vasopressor/ inotropik, dukungan hemodinamik, pemberian antibiotik awal, kontrol sumber infeksi, diagnosis (kultur dan pemeriksaan radiologi), tata laksana suportif (ventilasi, dialisis, transfusi) dan pencegahan infeksi. Berdasarkan pedoman tatalaksana sepsis dan syok sepsis tahun 2016, keadaan sepsis dan syok sepsis tergolong kepada kondisi gawat darurat yang 22



membutuhkan penanganan dan resusitasi segera. Pada pasien sepsis, cenderung terjadi hipotensi yang mengancam pada kecukupan perfusi jaringan. Resusitasi pada pasien sepsis dan syok sepsis dapat terjadi melebihi 1 jam, tetapi inisiasi untuk tatalaksana harus dimulai dalam 1 jam ini. Tindakan resusitasi awal yang biasanya dilakukan adalah berupa pemberian cairan kristaloid dengan target untuk menuju kadar laktat normal sebagai indikator hipoksia jaringan, pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan mikrobiologis dan terapi antibiotik tanpa penundaan serta inisiasi penggunaan vasopressor.15,16 Sepsis bundle-1 dirangkum pada tabel 1. A. Tindakan medis I.



Terapi cairan : Pada saat gejala syok septik timbul, penderita segera dimasukkan ke ruang



perawatan intesif untuk menjalani pengobatan. Cairan parenteral yang sering digunakan pada awal terapi syok septik adalah larutan garam berimbang. Penggunaan cairan koloid pada syok septik yang telah disertai kebocoran endotel kapiler dapat memperberat udem interstitial. Jumlah awal cairan kristaloid pada resusitasi syok septik untuk memperbaiki curah jantung orang dewasa dapat mencapai 1-2 L yang diberikan selama 30-60 menit. Selanjutnya terapi cairan yang bergantung pada hasil pengukuran hemodinamik (tensi, nadi, TVS, diuresis) dan keadaan umum. II.



Obat-obat vasopressor : Apabila tekanan darah pasien tetap rendah setelah diberikan resusitasi > 20



mL/kg, vasopressor (norepinefrin) harus diberikan agar MAP tetap >65 mmHg. Intra-arterial line juga harus segera dipasang pada pasien sepsis. Rekomendasi penerapan vasopressor pada SSC 2016 adalah sebagai berikut: Obat – obatan vasoaktif15,16 1. Kami merekomendasikan norepinefrin sebagai vasopresor lini pertama (strong recommendation, moderate quality of evidence). 2. Kami menyarankan penambahan vasopressin (sampai dengan 0,03 U/min) (weak recommendation, moderate quality of evidence) atau epinefrin (weak recommendation, low quality of evidence) dengan norepinefrin untuk meningkatkan MAP (mean arterial pressure) sesuai target, atau 23



menambahkan



vasopressin



(sampai



dengan



0.03



U/min)



(weak



recommendation, moderate quality of evidence) untuk menurunkan dosis norepinefrin. 3. Kami menyarankan untuk menggunakan dopamine sebagai vasopresor alternatif pada norepinefrin hanya pada pasien tertentu (misalnya pasien dengan takiaritmia resiko rendah dan bradikardi absolut atau relatif) (weak recommendation, low quality of evidence). 4. Kami merekomendasikan untuk menggunakan dopamine dosis rendah untuk melindungi ginjal (strong recommendation, high quality of evidence). 5. Kami menyarankan untuk menggunakan dobutamin pada pasien yang menunjukkan hipoperfusi persisten meskipun sudah diberikan cairan yang adekuat dan menggunakan vasopresor (weak recommendation, low quality of evidence). Jika diinisiasi, dosis harus dititrasi hingga titik akhir yang menggambarkan perfusi, dan agen dikurangi atau dihentikan bila terjadi perburukan hipotensi atau aritmia. 6. Kami menyarankan semua pasien yang membutuhkan vasopresor memiliki kateter arteri yang sudah terpasang segera bila tersedia (weak recommendation, very low quality of evidence). III.



Terapi antibiotik : Antibiotic spectrum luas harus diberikan sesegera mungkin dalam 1 jam



sebelum hasil kultur dan resistensi. Hal ini mungkin tidak dapat dilakukan pada keadaan darurat karena pemeriksaan tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebagai patokan terapi antibiotik empiris dapat dilihat tabel. Tabel 2.3 Antibiotik pada Sepsis



Keadaan klinis



Rutin



Alergi penisilin



Infeksi organisme



Penisilin G (1) +



Klindamisin (3) +



amoniglikosisd (2)



aminoglikosid (2)



Nafsilin (4) +



Klindamisin (3) +



aminoglikosid (2) +



aminoglikosid (2)



Dugaan infeksi stafilokokus



penisilin G (pilihan) 24



Dugaan infeksi anaerob



Penisilin G (1) +



Klindamisin (3) +



klindamisin (3) +



aminoglikosid (2)



aminoglikosid (2) Bersamaan terapi



Karbenisilin (5) +



Klindamisin (3) +



kortikosteroid/imunosupresa



amniglikosid (2)



aminoglikosid (2)



atau luka bakar derajat 3 yang luas Meningitis atau dugaan



Kloramfenikol, 1 gram



tifoid



tiap 6 jam intra vena



1. 20 juta unit/ hari (3-4 juta unit tiap 4 jam iv) 2. gentamisin atau tobramisin, 2 mg/kkBB tiap 8 jam IV. Bila ada infeksi nosokomial dapat ditambahkan kanamisin 8 mg/kgBB tiap 12 jam IV. Aminoglikosida juga dapat ditambah dengan sefalosporin generasi ketiga seperti moksalaktam 2 gram tiap 8 jam IV. 3. 600 mg tiap 6 jam IV. Bila klindamisin (-) atau pasien alergi, dapat diganti dengan eritromisin, 1 gram tiap 6 jam IV. 4. 1-2 gram tiap 4 jam IV, dapat ditambah metisilin atau oksasilin, 1-2 gram tiap 4 jam IV 5. 4-5 gram tiap 4 jam IV. Dapat diambahkan tikarsilin, 3 gram tiap 4 jam IV. Dosis obat-obat hanya berlaku untuk pasien dewasa B. Tindakan bedah Jaringan nekrotik, abses harus segera dieksisi, dievakuasi dan dipasang drainase. Terapi cairan dan antibiotik tidak banyak menolong bila sumber infeksi belum disingkirkan. Hal ini sangat penting pada abses intra abdomen, sumbatan empedu dengan kolangitis yang segera membutuhkan pembedahan akut. C. Tindakan lain I.



Terapi kortikosteroid:



25



Manfaat kortikosteroid pada syok septik masih kontoversi dan nampaknya terapi kortikosteroid hanya merupakan ajuvan terhadap terapi suportif dan antibiotik. Apabila penggunaan vasopressor sudah diberikan dosis tinggi, hidrokortison (50mg/ 6 jam atau 100 mg/8 jam dapat diberikan). II.



Terapi suportif, mencangkup : 



Pemberian elektrolit dan nutrisi







Terapi suportif untuk koreksi fungsi ginjal







Koreksi albumin apabila terjadi hipoalbumin







Regulasi ketat gula darah







Heparin sesuai indikasi







Proteksi mukosa lambung dengan AH-2 atau PPI







Transfuse komponen darah bila diperlukan







Kortikosteroid dosis rendah (masih kontroversial)







Recombinant



Human



Activted



Protein



C



:



Merupakan



antikoagulan yang menurut hasil uji klinis Phase III menunjukkan drotrecoginalfa yang dapat menurunkan resiko relative kematian akibat sepsis dengan disfungsi organ akut yang terkait sebesar 19,4% yang dikenal dengan nama zovant.



26



.



BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Syok bukan merupakan suatu diagnosis, syok merupakan suatu sindrom klinis yang mencakup sekelompok keadaan gawat darurat dengan manifestasi hemodinamik yang bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan 2. Syok terdiri dari 3 tahapan, diantaranya tahapan kompensasi, tahapan dekompensasi, dan tahapan irreversible. Berdasarkan etiologinya, syok terdiri dari, syok hipovolemik, syok kardiogenik, dan syok distributif. Syok distributif meliputi syok anafilaktik, syok neurogenik, dan syok sepsis.



27



3. Seluruh pasien yang ditemukan mengalami syok dan syok sepsis harus dilakukan tatalaksana gawat darurat berupa ABCD, resusitasi dan inisiasi terapi lainnya. 4. Pada pedoman penatalaksanaan sepsis dan syok sepsis yang dibuat oleh Surviving Sepsis Campaign pada tahun 2018 menggabungkan seluruh tatalaksana kepada pasien yang termasuk dalam bundle-6 dan bundle-3 menjadi bundle-1 sejak pasien ditemukan dalam konteks pelayanan kesehatan. 5. Terdapat lima langkah yang tercakup dalam bundle-1 yaitu penghitungan kadar laktat darah, pengambilan sampel kultur sebelum diberikannya antibiotik, berikan antibiotik intravena secepatnya, pemberian cairan kristaloid 30 ml/kgBB untuk resusitasi cairan dan berikan vasopressor dengan target inisial MAP ≥65 mmHg.



DAFTAR PUSTAKA 1. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al. Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock, 2012. Crit Care Med. 2013 Feb; 41:580– 637. 2. Singer M, Deutschman CS, Seymour CW. The Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3). The Jama Net. 2016 Feb 23;315(8):801-810. 3. Guntur A. Sepsis. Dalam: Setiawati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam A, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. 4. Martin GS, Mannino DM, Eaton S, Moss M. The Epidemiology of Sepsis in the United States from 1979 through 2000. NEJM. 2003 April 17; 348:1546-1554.



28



5. Phua J, Koh YS, Du B, Tang YQ, Divatia JV, Gomersall CD, et al. Management of severe sepsis in patients admitted to Asian intensive care units: prospective cohort study. BMJ. 2011 [cited 2013 dec 9];342:d3245. Available from: BMJ. 6. R. Phillip Dellinger, MD. Consultant: Volume 54 - Issue 10 - October 2014The Surviving Sepsis Campaign 2014: An Update On The Management And Performance Improvement For Adults In Severe Sepsis 7. PAPDI, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. 8. Pangalila FJV, Sugiman T, Editors. Penatalaksanaan sepsis dan syok septik: Surviving Sepsis Campaign Bundle. Jakarta;2015 9. Sukrisman L, Tambunan KL, Suhendro, Sukmana N. Diagnosis of disseminated intravascular coagulation in sepsis scoring system of a thrombosis-hemostasis center. Acta Med Indones 2004; 36(1):19-25 10. Hidayati, Arifin H, Raveinal. Kajian Penggunaan Antibiotik pada Pasien Sepsis dengan Gangguan Ginjal. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 2016 May 1; 2(2):129-137. 11. National Clinical Effectiveness Committee (NCEC). Sepsis Management National Clinival Guidline No.6, An Roine Slainte Departement of health, Ireland; 2014 Nov. 12. Angus DC, Poll T. Severe Sepsis and Septic Shock. Critical Care Medicine. NEJM. 2013;369(9):840-851. 13. Russel JA. Management of Sepsis. NEJM. 2006;355:1699-713 14. Richards JB, Wilcox SR, Diagnosis And Management Of Shock In The Emergency Department. EB Medicine; March 2014 Volume 16, Number 3 15. ProCESS Investigators, Yealy DM, Kellum JA, Juang DT, et al. A randomized trial of protocol-based care for early septic shock. N Engl J Med 2014; 370(18):1683-1693 16. Martin GS. Sepsis, Severe sepsis and septic Shock: changes in inciden, pathogens and outcomes. NIH Public Access. 2012 Jun;10(6):701-706. 17. Surviving Sepsis Campaign : International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock : 2016. Society of Critical Care Medicine and European Society of Intensive Care Medicine. Maret 2017; 53(3):494



29