Referat Talasemia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT HEMATOLOGI “THALASEMIA”



Oleh: Rona Qurrotul Aina 111110300014



Pembimbing: Dr. Srie Enggar, SpA



MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 1



KATA PENGANTAR



Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat berjudul “Thalasemia”. Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUP Fatmawati. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Srie Enggar, SpA selaku dokter pembimbing, serta rekan-rekan koas yang ikut membantu memberikan dorongan semangat serta moril. Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat kekurangan serta kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang Ilmu Kesehatan Anak dan Remaja khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.



Jakarta, April 2016



Penulis



DAFTAR ISI 2



Kata Pengantar .................................................................................................................



2



Daftar isi ...........................................................................................................................



3



BAB I



PENDAHULUAN .........................................................................................



4



BAB II



ISI ...................................................................................................................



5



2.1 Fisiologi Hematopoesis ........................................................................... 2.2 Thalasemia ............................................................................................... 2.2.1 Definisi ............................................................................................ 2.2.2 Epidemiologi ................................................................................... 2.2.3 Patofisiologi .................................................................................... 2.2.4 Klasifikasi ........................................................................................ 2.2.5 Gejala Klinis .................................................................................... 2.2.6 Diagnosis ......................................................................................... 2.2.7 Terapi ............................................................................................... 2.2.8 Skrinning ......................................................................................... 2.2.9 Prognosis .........................................................................................



5 12 12 12 13 21 27 29 33 37 38



KESIMPULAN .............................................................................................



39



BAB III



Daftar Pustaka...................................................................................................................



40



BAB I PENDAHULUAN Darah memegang peranan inti dalam kehidupan manusia. Darah beredar dalam pembuluh darah membentuk suatu sistem sirkulasi, dengan jantung sebagai pompanya. Darah mengalir membawa oksigen untuk metabolisme sel dan berbagai zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh. Gangguan pada darah atau sirkulasinya tentu membawa dampak yang sangat serius bagi tubuh. Salah satu jenis gangguan hematologi yang diturunkan secara genetik adalah talasemia.1 3



Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yaitu anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara autosomal resesif dengan disebabkan oleh defek genetik pada pembentukan rantai globin. Penyakit ini baru muncul pada seseorang apabila ia memiliki dua gen talasemia yang berasal dari kedua orang tuanya yaitu satu dari ayah dan satu dari ibu.2 Thalasemia tersebar diseluruh ras di mediterania, Timur tengah, India sampai Asia tenggara dan presentasi klinisnya bervariasi dari asimptomatik sampai berat hingga mengancam jiwa, tetapi tidak menutup kemungkinan penyakit ini dapat ditemukan dimana saja diseluruh dunia.4 Saat ini, penyakit thalasemia merupakan penyakit genetika yang cukup banyak di Indonesia. Frekuensinya terus meningkat per tahun. Walupun begitu, masyarakat tidak menaruh perhatian yang cukup besar terhadap penyakit yang sudah menjadi salah satu penyakit genetika terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena gejala awal dari penyakit sangat umum. Padahal gejala akhir yang ditimbulkan akan sangat fatal jika tidak ditangani secara akurat, cepat, dan tepat. Melihat kenyataan ini, maka sebaiknya kita harus mewaspadai dengan cara mengetahui dengan benar informasi tentang penyakit ini, sehingga penyakit ini dapat diidentifikasi dan penanganannya pun dapat dilakukan secara dini dengan cara yang tepat.



4



BAB II PEMBAHASAN 2.1 FISIOLOGI HEMATOPOESIS Sistem hematopoitik mempunyai karakteristik berupa pergantian sel yang konstan untuk mempertahankan populasi leukosit, trombosit dan eritrosit.(3) Sistem hematopoitik dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Sel Stem (progenitor awal) yang menyokong hematopoiesis. 2. Colony forming unit (CFU) sebagai pelopor yang selanjutnya berkembang dan berdiferensiasi dalam memproduksi sel. 3. Faktor regulator yang mengatur agar Sistem berlangsung beraturan. Sel Stem merupakan satu sel induk (klonal) yang mempunyai kemampuan berdiferensiasi menjadi beberapa turunan, membelah diri dan memperbaharui populasi sel stem sendiri di bawah pengaruh faktor pertumbuhan hematopoitik. Hematopoitik membutuhkan perangsang untuk pertumbuhan koloni granulosit dan makrofag yang disebut "Colony Stimulating Factor" (CSF) yang merupakan glikoprotein. 2.1.1 Pembentukan dan asal darah (3) Perkembangan sistem vaskuler dan hematopoisis dimulai pada awal kehidupan embrio dan berlangsung secara paralel / bersamaan sampai masa dewasa mempunyai hubungan dengan lokasi anatomi yang menyokong hematopoisis tersebut.



Gambar 1. Hematopoiesis prenatal dan postnatal (dikutip dari Hasan R,1985)



5



Secara garis besar perkembangan hematopoisis dibagi dalam 3 periode: 1.



Hematopoisis Yolk Sac (mesoblastik atau primitif) Sel darah dibuat dari jaringan mesenkim 2-3 minggu selelah fertilisasi. Mula-mula terbentuk dalam blood island yang merupakan pelopor dari sistem vaskuler dan hematopoisis. Selanjutnya eritrosit dan megakariosit dapat diidentifikasi dalam yolk sac pada masa gestasi 16 hari. Sel induk primitif hematopoisis berasal dari mesoderm mempunyai respons terhadap faktor pertumbuhan antara lain eritropoetin, IL-3, IL-6 dan faktor sel stem. Sel induk hematopoisis mulai berkelompok dalam hati janin pada masa gestasi 5-6 minggu dan pada masa gestasi 8 minggu blood island mengalami regresi. (3)



2.



Hematopoisis hati (Definitif) Hematopoisis hati berasal dari sel stem pluripoten yang berpindah dari yolk sac. Perubahan empat hematopoisis dari yolk sac ke hati dan kemudian sumsum tulang mempunyai hubungan dengan regulasi perkembangan oleh lingkungan mikro, produksi sitokin dan komponen merangsang adhesi dari matrik ekstraseluler dan ekspresi pada reseptor. Pada masa gestasi 9 minggu, hematopoisis sudah terbentuk dalam hati. Hematopoisis dalam hati yang terutama adalah eritropoisis, walaupun masih ditemukan sirkulasi granulosit dan trombosit. Hematopoisis hati mencapai puncaknya pada masa gestasi 4-5 bulan kemudian mengalami regresi perlahan-lahan. Pada masa pertengahan kehamilan, tampak pelopor hematopoetik terdapat di limpa, thymus, kelenjar limfe dan ginjal. (3)



6



Gambar 2. Perkembangan embrional dan fetal serta ontogeni hematopoesis 3.



Hematopoisis medular Merupakan periode terakhir pembentukan sistem hematopoisis dan dimulai sejak masa gestasi 4 bulan. Ruang medular terbentuk dalam tulang rawan dan tulang panjang dengan proses reabsorpsi. Sel mesemkim yang mempunyai kemampuan untuk membentuk sel darah menjadi kurang tetapi tetap ada dalam sumsum tulang, hati, limpa, kelenjar getah bening dan dinding usus, dikenal sebagai sistem retikuloendotelial. Tabel 1. Tempat terjadinya hemopoiesis3 Usia



Lokasi pembentukan 0-2 bulan (kantung kuning telur)



Janin



2-7 bulan (hati,limpa)



Bayi



5-9 bulan (sumsum tulang) Sumsum tulang (pada semua tulang) Vertebra, tulang iga, tulang tengkorak, sakrum



Dewasa



dan pelvis, ujung proksimal femur)



7



Gambar 3. Pembentukan sel darah 2.1.2 Eritropoiesis Proses eritropoiesis dimulai sejak fetus dan dalam masa ini eritropoiesis dikendalikan oleh erythroid growth factor (eritropoietin) yang dihasilkan oleh fetus sendiri.1 Proses eritropoiesis melibatkan beberapa sel yang berbeda dalam tingkat maturasi, yang awali dengan sel induk sampai pada sel eritrosit yang matang. 2 Progenitor eritroid merupakan sel eritroid imatur yang sulit diidentifikasi secara morfologis namun dapat dideteksi dari fungsinya yaitu kemampuannya membentuk koloni eritroblas secara invitro. Istilah eritroblas digunakan untuk semua sel eritrosit berinti sedangkan sel prekursor eritrosit disebut sebagai pronormoblas atau proeritroblas.3 Pada fase ini, hanya sedikit kandungan hemoglobin yang dapat dideteksi begitu pula zat besi, fase berikutnya ialah normoblas basofilik, atau eritroblas basofilik yang tidak lagi mengandung anak inti. 1 Pematangan berlanjut menjadi normoblas polikromatofilik atau normoblas asidofilik dengan kandungan RNA ribo-somal yang makin sedikit dan hemoglobin yang lebih banyak.1 Eritrosit yang kehilangan inti disebut sebagai retikulosit dengan ukuran lebih besar dari sel eritrosit matur dan mengandung organel sitoplasmik. Retikulosit akan masuk ke sirkulasi darah dan akan bertahan selama 1 hari untuk kemudian menjadi 8



eritrosit matur.1 Perhitungan nilai retikulosit dapat digunakan sebagai parameter aktifitas eritropoiesis sumsum tulang.5



Gambar 4 Tahapan proses eritropoiesis5



Destruksi eritrosit



Gambar 4. Dekstruksi Eritrosit 2.1.3 Hemoglobin 9



Merupakan kompleks protein yang terdiri dari heme yang mengandung besi dan globin dengan interaksi dianatar heme dan globin menyebabkan hemoglobin (Hb) merupakan perangkat yang ireversibel untuk mengangkut oksigen. Sesuai dengan rangkaian hematopoisis yang dimulai dari yolk sac, limpa, hati dan sumsum tulang diikuti juga dengan variasi sintesis hemoglobin.3 Sejak masa embrio, janin, anak dan dewasa sel darah merah mempunyai 6 hemoglobin antara lain: Hemoglobin embrional : Gower-1, Gower-2, Portland Hemoglobin fetal : Hb-F Hemoglobin dewasa : Hb-A1 dan Hb-A2



Gambar 5. Hemoglobin1 Hemoglobin embrional(4) Selama masa gestasi 2 minggu pertama, eritroblas priomitif dalam yolk sac membentuk rantai globin-epsilon () dan zeta (Z) yang akan membentuk hemoglobin primitive Gower-1 (Z22). Selanjutnya mulai sintesis rantai α mengganti rantai zeta; rantai γ mengganti rantai  di yolk sac, yang akan membentuk Hb-Portland (Z2γ2) dan Gower-2 (α22) Hemoglobin yang ditemukan terutama pada masa gestasi 4-8 minggu adalah HbGower-1 dan Gower-2 yaitu kira-kira 75% dan merupakan hemoglobin yang disintesis di yolk sac, tetapi akan menghilang pada masa gestasi 3 bulan. Hemoglobin fetal(4) Migrasi pluripoten stem cell dari yolk sac ke hati, diikuti dengan sintesis 10



hemoglobin fetal dan awal sintesis rantai β. Setelah masa gestasi 8 minggu Hb-F paling dominan dan setelah janin berusai 6 bulan merupakan 90% dari keseluruhan hemoglobin, kemudian berkurang bertahap dan pada saat lahir ditemukan kira-kira 70% Hb-F. sintesis Hb-F menuurun secara cepat setelah bayi lahir dan setelah usia 6-12 bulan hanya sedikit ditemukan. Hemoglobin dewasa(4) Pada masa embrio telah dapat dideteksi HbA (α2β2) karena telah terjadi perubahan sintesis rantai γ menjadi β dan selanjutnya globin β meningkat pada ,masa gestasi 6 bulan ditemukan 5-10% HbA, pada waktu lahir mencapai 30% dan pada usia 6-12 bulan sudah memperlihatkan gambaran hemoglobin dewasa. Hemoglobin dewasa minor (HbA2) ditemukan kira-kira 1% pada saat lahir dan pada usia 12 bulan mencapai 2-3,4%, dengan rasio normal antara HbA dan HbA 2 adalah 30:1.Perubahan hemoglobin janin ke dewasa merupakan proses biologi berupa diferensiasi sel induk eritroid, sel stem pluripoten, gen dan reseptor yang mempengaruhi eritroid dan dikontrol oleh factor humoral.



Gambar 6. Sintesis rantai globin primitive dan definitive selama periode embrional, fetal dan pascanatal dalam hubungannya dengan perubahan tempat eritropoisis.



2.2 THALASEMIA 2.2.1



DEFINISI Thalassemia adalah kelainan sintesis hemoglobin yang diturunkan dimana terjadi ketidakseimbangan antara produksi rantai α-globin dan β-globin. Talasemia merupakan 11



sekelompok heterogen anemia hipokromik herediter dengan berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau parsial gen globin dan substitusi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb.2 2.2.2



EPIDEMIOLOGI Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.6 Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia. Talasemia o ditemukan terutama di Asia Tenggara dan kepulauan Mediterania, talasemia + tersebar di Afrika, Mediterania, Timor Tengah, India dan Asia Tenggara. Angka kariernya mencapai 40-80%.1 Thalassemia  memiliki distribusi sama dengan thalassemia  Dengan kekecualian di beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di mediterania dan bervariasi di Timor Tengah, India dan Asia Tenggara. HbE yang merupakan varian thalassemia sangat banyak dijumpai di India, Birma dan beberapa negara Asia Tenggara. Adanya interaksi HbE dan thalassemia   menyebabkan thalassemia HbE sangat tinggi di wilayah ini.6 Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000 anak lahir di dunia dengan Thalassemia mayor. Di Indonesia sendiri, tidak kurang dari 1.000 anak kecil menderita penyakit ini. Sedang mereka yang tergolong thalassemia trait jumlahnya mencapai sekitar 200.000 orang.4 Di RSCM sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien thalassemia mayor yang berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5 % pasien thalassemia β homozigot, 46,2 % pasien thalassemia HbE, serta thalassemia α 1,3%. Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya. 4 12



Gambar 7. Daerah Penyebaran Thalassemia/Sabuk Thalassemia.(2) 2.2.3



PATOFISIOLOGI Produksi Rantai Globin Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu mengenali dengan baik proses fisiologis dari produksi rantai globin pada orang sehat atau normal. Suatu unit rantai globin merupakan komponen utama untuk membentuk Hb, bersamasama dengan Heme, rantai globin menghasilkan Hb. Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin porfirin dalam ikatan dengan Fe dan globulin yang merupakan protein pendukung. Satu molekul hemoglobin mengandung 4 sub-unit. Masing-masing sub-unit tersusun atas satu molekul globin dan satu molekul heme.10 Globulin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang rantai α dan sepasang rantai non alpha (β,γ,δ). Kombinasi rantai polipeptida tersebut akan menentukan jenis hemoglobin. HbA (2α2β) merupakan > 96 % Hb total, HbF (2α2γ) 75% Hb Bart Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4



-



a. Silent carrier thalassemia-α Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak pada kromosom 16. Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.6 Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.6 b. Trait thalassemia-α Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah. Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ 4) dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal. 6



22



Gambar 12. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel (6) c. Penyakit Hb H Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah merah yang abnormal.2 Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies. 6



Gambar 8. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang menunjukkan Heinz-Bodies 23



d. Thalassemia-α mayor Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.2 Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ 4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.7 Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi. 11



2.



Thalassemia-β (8) Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β; antara lain :



a. Trait thalassemia-β+ heterozigot (Thalassemia minor) Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya. Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.



24



2



Gambar 13. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel



Gambar 14. Sapuan darah tepi tampak sel target b. Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor) Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan. Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.6



25



Gambar 14. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley) Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.8



Gambar 12. Splenomegali pada thalassemia Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.8 26



Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit. 6 2.2.4



GEJALA KLINIS (STADIUM THALASSEMIA) Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan adalah tingkat keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala. Gejala klinis biasa berupa tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah,letih,lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang bermain dengan teman seusianya, sesak nafas kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan facies Cooley, conjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesarah lien dan atau hepar. 5,8 Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan thalassemia-β mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : 1. Stadium I Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram 2.



(EKG) dalam 24 jam normal. Stadium II Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada EKG



3.



dalam 24 jam. Stadium III 27



Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan ventrikular.



2.2.5



DIAGNOSIS9



1. Anamnesis  Pucat yang lama (kronis)  Terlihat kuning  Mudah infeksi  Perut membesar akibat splenomegali  Pertumbuhan terhambat atau pubertas terhambat  Riwayat transfusi berulang (jika sudah pernah transfusi sebelumnya)  Riwayat keluarga yang memderita talasemia 2. Pemeriksaan Fisik  Pucat  Ikterus  Facies cooley  Hepatosplenomegali  Gizi kurang atau buruk  Perawakan pendek  Hiperpigmentasi kulit  Pubertas terlambat 3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalassemia ialah: a. Darah(2) Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah :



-



Darah rutin 28



Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit, peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit. -



Indeks eritrosit MCV,MCH dan MCHC menurun, RDW meningkat. Bila tidak menggunakan cell counter, dilakukan uji resistensi osmotik.



-



Hitung retikulosit Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.



-



Gambaran darah tepi Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target sel.



Gambar 13. Sapuan darah tepi pada thalassemia



-



Serum Iron & Total Iron Binding Capacity 29



Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.6 -



Tes Fungsi Hepar Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.6



b. Elektroforesis Hb Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA2. Tidak ditemukannya HbA dan meningkatnya HbA 2 dan HbF. Petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.8 



Jenis Hb kualitatif  menggunakan elektroforesis cellulose acetate







HbA2 kuantitatif  menggunakan metode mikrokolom







HbF  menggunakan alkali denaturasi modifikasi Betke







HbH badan inklusi  menggunakan pewarnaan supravital (retikulosit)



c. Pemeriksaan sumsum tulang 30



Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.6



Gambar 14. Sapuan sumsum tulang May-Giemsa stain, x1000 d. Pemeriksaan rontgen Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.8



31



Gambar 15. Gambar rontgen kepala “Hair on end” dan tulang panjang yang terjadi penipisan korteks. e. EKG untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya. Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya. 2.2.6



TERAPI Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit thalassemia berat.4 Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi. a. Transfusi Darah (4) -



Prinsip dalam tranfusi darah adalah pertimbangkan matang-matang sebelum memberikan transfusi darah. Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL sepanjang waktu. 4 Tranfusi darah pertama kali diberikan bila :  Hb < 7 g/dL yang diperiksa 2 kali berturutan dengan jarak 2 minggu  Hb ≥7 g/dL disertai gejala klinis :  Perubahan muka/ facies cooley  Gangguan tumbuh kembang  Fraktur tulang  Curiga adanya hematopoietik ekstrameduler, antara lain massa mediastinum 32







Pada penanganan selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb ≤8 g/dL sampai kadar Hb 10-11. Bila tersedia, transfusi darah diberikan dalam bentuk PRC



-



rendah leukosit9 Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel



-



darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis. Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang



-



adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan. Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk mencegah demam dan reaksi alergi.



Komplikasi Transfusi Darah 4 Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO).



b.



Terapi Medikamentosa -



Asam folat, 2 x 1 mg/hari Vitamin E, 2 x 200 IU/hari Vitamin C, 2-3 mg/kg/hari (maksimal 50 mg pada anak < 10 tahun dan 100 mg pada anak ≥ 10 tahun, tidak melebihi 200 mg/hari) dan hanya diberikan saat pemakaian deferoksamin (DFO), tidak dipakai pada pasien dengan gangguan fungsi jantung9



-



Kelasi besi 33



Tujuan utama terapi pengikat besi adalah untuk mengontrol besi tubuh secara optimal. Ini berarti harus diminimalkan baik resiko komplikasi dari kelebihan besi maupun efek samping dari deferoksamin yang akan meningkat bila terjadipenurunan yang besar dari beban besi tubuh.4 Dimulai bila feritin ≥ 1000 ng/mL, bila pemeriksaan feritin tidak tersedia, dapat digantikan dengan pemeriksaan saturasi transferin ≥55%. Bila tidak memungkinkan dilakukannya pemeriksaan laboratorium maka digunakan kriteria sudah menerima 3-5 liter atau 10-20 kali transfusi.9 Kelasi besi yang pertama kali dimulai adalah dengan Deferioksamin/DFO yang merupakan kompleks hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan). Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi kelasi dapat menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung tersebut. Dosis dewasa dan anak ≥3 tahun adalah 30-50 mg/kgBB/hari, 5-7 kali seminggu subkutan selama 8-12 jam dengan syringe pump. Jika tidak ada syringe pump dapat diberikan bersama NaCl 0,9% 500 ml melalui infus (selama 8-12 jam). Dosis anak usia