REFERAT Toxoplasma Okular [PDF]

  • Author / Uploaded
  • dwi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Toxoplasma okular Dwi fatmala,Stella Lengkong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit obligat intraselluler yang banyak menimbulkan infeksi pada manusia dan hewan peliharaan. Transmisi penyakit ini dimulai dari tertelannya kista yang terinfeksi T. gondii melalui daging mentah atau air maupun makanan lainnya secara tidak langsung. Apabila penyakit toksoplasmosis mengenai wanita hamil dapat mengakibatkan aborsi, retardasi mental, hidrosefalus dan kebutaan.1 Toksoplasmosis pada mata dikenal dengan istilah ocular toxoplasmosis, dipercaya terjadi akibat reaktivasi infeksi kongenital toksoplasmosis. Temuan paling umum pada toksoplasmosis kongenital adalah manifestasi oftalmologis retinochoroiditis yang terlihat pada 75-80% kasus dan bilateral pada 85% kasus. Pada toksoplasmosis yang didapat, bentuk okular dari penyakit terjadi jauh lebih jarang. Sebelumnya, hanya 1-3% dari pasien dengan infeksi yang didapat diyakini mengembangkan toksoplasmosis okular. Labalette dalam penelitiannya mendapatkan bahwa diatas usia 50 tahun, toksoplasmosis tetap merupakan penyebab yang penting pada uveitis posterior. Sekitar 7 % - 15 % kasus uveitis disebabkan oleh toksoplasmosis. 2,3 Kelainan mata pada bayi akibat infeksi kongenital Toxoplasma gondii pertama kali diketahui pada tahun 1923. Pengetahuan tentang penyakit ini berkembang pesat pada tahun 1950-an, dimana retinokoroiditis akibat toksoplasmosis diketahui sebagai kasus infeksi retina yang paling banyak dan 1



merupakan penyebab tersering uveitis posterior. Hogan dalam penelitiannya menyampaikan dugaannya bahwa banyak anak-anak dengan retinokoroiditis toksoplasmosis berulang sebenarnya telah terinfeksi secara kongenital. Tahun 1964, Hogan dkk berkesimpulan bahwa infeksi kongenital merupakan faktor penting pada kasus-kasus toksoplasmosis okular4 Sekitar 10-20% wanita hamil yang terinfeksi T gondii menjadi bergejala. Tanda-tanda infeksi paling umum adalah limfadenopati dan demam. Jika ibu terinfeksi sebelum kehamilan, hampir tidak ada risiko infeksi janin, selama dia masih imunokompeten.5



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Mata Bola mata orang dewasa hampir mendekati bulat, dengan diameter anteroposterior sekitar 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga memiliki 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan yaitu: 6 1.



Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.



2.



Jaringan Uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.



3.



Retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak



Gambar 1. Struktur intraocular 7



3



Gambar 2. Retina koroid4 Retina merupakan lapisan sel yang menyelubungi bagian dalam bola mata. Retina melapisi sekitar 72% permukaaan dalam bola mata, membentang dari saraf optik sampai ke ora serata. Retina merupakan bagian yang berfungsi menerima rangsang cahaya dan merubahnya menjadi impuls saraf yang diteruskan ke kortek serebri. Retina berkembang dari invaginasi vesikel optik yang membentuk lapisan luar, berupa epitel pigmen retina dan lapisan dalam yaitu neurosensori retina. Lapisan terluar berbatasan dengan koroid, dan lapisan paling dalam berhubungan dengan vitreous. Lapisan retina dari luar ke dalam adalah epitel pigmen retina beserta lamina basal, sel kerucut dan batang, membran limitans eksterna, lapisan inti luar, lapisan pleksiform luar, lapisan inti dalam, lapisan pleksiform dalam, lapisan sel ganglion, lapisan serabut saraf, dan membran limitans interna. Sebagian besar retina terbentuk komplit saat janin berumur 9 bulan, kecuali makula yang mencapai matur saat anak berumur 15-24 bulan.4 Berdasarkan histologi dan fungsinya, retina dibedakan menjadi beberapa regio yaitu ora serata, retina sentral, dan retina perifer. Ora serata merupakan batas anterior retina, berjarak 6 mm dari limbus korneoklera. Pada area ini lapisan sensori retina berlanjut sebagai epitel siliaris. Area retina sentral disebut juga makula, yang berdiameter 4,5 mm. Makula merupakan area yang mengandung lebih dari satu lapisan sel ganglion. Area ini juga mengandung lebih



4



banyak pigmen kerucut. Sedangkan bagian retina selain makula dan ora serata adalah area retina perifer yang terutama mengandung sel batang.4 Retina mendapat suplai darah dari dua sumber. (1) Cabang arteri retina sentral, yang mensuplai darah ke bagian dalam retina, dari membran limitans interna sampai dengan lapisan inti dalam. (2) Koriokapilaris koroid, yang memperdarahi bagian luar retina, dari epitel pigmen retina sampai dengan lapisan pleksiform luar. Vaskularisasi retina dimulai sejak umur janin 16 minggu pada bagian papil saraf optik. Secara normal vaskularisasi akan mencapai ora serrata saat janin lahir (Basri, 2017). Koroid merupakan lapisan vaskular yang menyediakan suplai darah ke epitel pigmen retina dan setengah lapisan luar sensoris retina melalui pembuluh darah koriokapilaris. Koroid terbentang dari saraf optik di posterior sampai dengan 7 badan siliar di anterior. Lapisan ini melekat erat ke sklera pada area saraf optik yang merupakan tempat masuknya arteri siliar posterior ke dalam mata dan tempat keluar vena vorteks. Aliran darah koroid berasal dari satu arteri siliar posterior pendek, dua arteri siliar posterior panjang dan tujuh arteri siliar anterior.4 Bagian terluar koroid adalah lamina fuska dan bagian terdalam dibatasi oleh membrana Bruch. Tiga lapisan pembuluh darah yang menyusun koroid adalah koriokapilaris, lapisan pembuluh darah Sattler, dan lapisan pembuluh darah Haller.15 Koriokapilaris koroid dari arteri siliar posterior terbentuk saat janin berumur 8 minggu, sedangkan bagian yang mensuplai darah ke anterior terbentuk saat janin berumur 3 bulan. Pembentukan pembuluh darah Haller terjadi pada umur 4 bulan, diikuti pembuluh darah Sattler saat umur 5 bulan.4



B. Definisi Toksoplasmosis okular adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Toxoplasma gondii melalui kongenital atau didapat. Penglihatan kabur adalah keluhan utama pasien toksoplasma okular. Uveitis posterior rekuren adalah bentuk khas dari penyakit ini, ditandai dengan retinitis nekrotikans dengan 5



koroiditis sekunder, dan berhubungan dengan terjadinya vaskulitis retina dan vitritis. Toksoplasmosis okular pada dewasas diasumsikan merupakan sebagai rekuren dari infeksi yang didapat saat masih dalam kandungan.8,9



C. Epidemiologi T. gondii adalah parasit yang hampir dapat menginfeksi semua spesies mamalia dan burung di semua benua. Sekitar 25-30% populasi manusia terinfeksi T. gondii. Namun, seroprevalensi sangat bervariasi antara negara. Seroprevalensi rendah telah dilaporkan dari Asia Tenggara, Amerika dan Eropa Utara. Sedangkan seroprevalensi tinggi diamati di Amerika Latin dan di negara-negara Afrika tropis. 10 Prevalensi retinochoroiditis toksoplasma mengikuti pola geografis yang sama. Infeksi kongenital sering mengakibatkan retinochoroiditis rekuren kronik,. Secara klinis, OT adalah penyebab utama uveitis posterior di banyak negara tetapi jarang ditemukan data epidemiologis. Di Jerman, 4,2% dari semua pasien uveitis yang dicatat disebabkanoleh T. gondii . Gambaran umum dari studi yang didapatkan adalah pasien dengan OT relatif muda (sekitar 20 tahun), meskipun OT juga dapat berkembang pada orang tua, ketika kekebalan terhadap T. gondii berkurang. Pada toksoplasmosis yang didapat, bentuk okular dari penyakit terjadi jauh lebih jarang. Sebelumnya, hanya 1-3% dari pasien dengan infeksi yang didapat diyakini mengembangkan toksoplasmosis okular2,10 Sekitar 40-60% lebih wanita yang terinfeksi selama kehamilan akan menularkan parasit kepada janin. Insiden penularan infeksi berbeda-beda selama masa kehamilan. Angka penularan terbesar terdapat pada trimester ketiga kehamilan sebesar 50-65% dan angka penularan terkecil terjadi pada trimester pertama kehamilan sebesar 10%-20%. Wanita yang terinfeksi pada trimester kedua akan menyebabkan infeksi pada 20-25% janin. Infeksi yang terjadi sebelum kehamilan memiliki kemungkinan penularan pada janin sebesar 1%.4



6



D. Siklus Hidup T. gondii T.gondii memiliki 2



siklus



hidup yaitu seksual dan aseksual. siklus



seksual dimulai ketika kucing menelan ookista atau jaringan yang terinfeksi kista bradzoit. Siklus ini terbatas pada usus kucing dan mengahsilkan ookista pada kotorannya. Setelah ookista matang (setelah dikeluarkan menjadi kotoran kucing), ookista menjadi sangat menular dan bertahan hidup di lingkungan selama berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun. Hospes yang menelan ookista infeksius ini menjadi inang bagi siklus aseksual. Sporozoit yang dilepaskan dari ookista akan menginfeksi epitel usus dan berdiferensiasi menjadi tahap tachyzoit. Setelah infeksi akut, ditandai dengan penyebaran tachyzoites ke seluruh tubuh, kista jaringan muncul sebagai akibat dari diferensiasi ke tahap bradyzoite. Setelah menelan kista jaringan pada daging mentah atau yang dimasak dari inang yang terinfeksi secara kronis, bradyzoit akan menginfeksi intestinal epithelium dari inang yang rentan berikutnya dan berdiferensiasi kembali ke tahap tachyzoit untuk menyelesaikan siklus aseksual.11



7



Gambar 3. Siklus hidup T. gondii10



E. Etiopatogenesis Toksoplasmosis okuler diduga disebabkan oleh infeksi kongenital atau didapat. Selama infeksi kongenital, janin terinfeksi melalui aliran darah plasenta, sedangkan selama infeksi yang didapat, transfer parasit dimediasi secara melalui saluran pencernaan.8 Terdapat 3 target utama patologi dalam tubuh manusia yaitu plasenta, otak dan mata. Kondisi imun seperti tinggi nya level TGF –β dapat membuat



8



kondisi keseimbangan antara invasi parasit dan daya tahan hospes. Infeksi primer ditandai oleh takizoit yang menginvasi dan berproliferasi pada hampir semua tipe sel mamalia kecuali eritrosit yang tidak mempunyai inti. Saat parasit mencapai mata melalui aliran darah, tergantung pada status imun hospes, akan dimulai fase klinis atau subklinis yang terjadi di retina. Jika imun hospes memberi respon maka takizoit akan merubah dirinya menjadi bradizoit dan terbentuklah kista. Kista sangat resisten terhadap pertahanan tubuh hospes, dan akan terjadi infeksi laten yang menjadikannya kronis. Walaupun takizoit dapat ditemukan dalam aliran darah, bukan berarti parasit tersebut dapat menyerang langsung ke jaringan okular. Sel dendrit dan makrofag akan berperan sebagai “Trojan horses” yang mengarahkan parasit menuju organ target. 10 Kista dapat tetap tidak aktif di bekas luka atau disekitrnya untuk waktu yang lama. Namun, ketika kista pecah dengan melepaskan organisme ke retina di sekitarnya, akan terjadi retinitis kembali. Kadang-kadang, lesi baru ditemukan di lokasi yang jauh dari bekas luka yang lama. Mekanisme yang tepat dari temuan ini pada pasien toksoplasma okular belum diketahui.



8



Sebagian besar toksoplasmosis akut pada host normal cenderung subklinis. Jika terjadi infeksi subklinis, tidak ada perubahan yang terjadi pada pemeriksaan funduskopi. Kista akan menetap pada retina yang nampaknya normal. Saat status imun host menurun oleh karena sebab apapun, dinding kista akan hancur, melepaskan organism-organisme tersebut ke retina, dan proses inflamasi pun dimulai kembali. Jika terjadi lesi klinis aktif, terjadi proses penyembuhan dan terbentuk chorioretinal scar. Parasit toxoplasma jarang teridentifikasi pada sampel aqueous humor dari pasien dengan toksopasmosis okular aktif. Hal ini menunjukkan bahwa proliferasi parasit terjadi hanya pada fase awal infeksi dan bahwa kerusakan retina mungkin disebabkan oleh respon inflamasi lanjutan. Gejala visual saat retinokoroiditis akut merupakan gejala sekunder dari vitritis atau dari perkembangan infeksi di macula atau saraf optic.



9



Pengelihatan menurun dapat menjadi permanen sesuai dari formasi skar di macula atau atrofi optik.8,10 Saat sel epitel berpigmen retina terinfeksi oleh toxoplasma gondii, terdapat peningkatan produksi sitokin – sitokin tertentu termasuk IL-17A. Pasien dengan toxoplasmic retinochoroiditis didapat mempunyai level IL-17A yang lebih tinggi dibanding pasien – pasien asimptomatis. IL-17 dapat mencegah terjadinya apoptosis dalam proses aktif uveitis. Namun disisi lain IL-17 juga dapat berperan dalam respon proinflamasi. 10



F. Diagnosis 1. Manifestasi Klinis Toksoplasmosis okular sering tidak diketahui pada anak-anak. Namun Anak-anak yang dapat berbicara mengeluhkan penurunan penglihatan atau nyeri pada mata. Orang dewasa sering mengalami floaters, yang mungkin terkait dengan penglihatan yang berubah. Tanda 'klasik' infeksi, yaitu, nidus berwarna putih, retinitis nekrotikans atau retinochoroiditis yang berdekatan dengan bekas luka. Bergantung pada ukuran dan ketebalan retina yang terlibat. Lesi besar, cenderung memicu vitritis yang lebih parah dan menghasilkan tanda klasik 'headlight in the fog'. Resolusi spontan retinochoroiditis aktif, dengan atau tanpa pengobatan, diharapkan dalam 1 hingga 2 bulan pada orang yang imunokompeten, sementara remisi tanpa pengobatan akan menjadi luar biasa pada individu dengan sindrom imunodefisiensi (AIDS) . 9 Bosch-Driessen et al.5 menemukan usia rata-rata pada presentasi pertama untuk infeksi simtomatik 29,5 tahun. Usia onset yang tepat sulit untuk dipastikan, namun 72% dari pasien ini ditemukan memiliki bekas luka retinochoroidal yang sudah ada, menunjukkan penyakit subklinis sebelumnya. Pada sebagian besar host imunokompeten (yaitu 72% -83%), toksoplasmosis okular terjadi secara unilateral. Parasit memiliki kecenderungan kurang dipahami untuk uvea posterior, mempengaruhi bagian retina ini lebih besar dari 50% kasus.10 10



Meskipun



OT



bisa



tanpa



gejala,



terutama



jika



ada



perifer



lesi chorioretinal, gejala yang paling umum selama fase aktif adalah penglihatan kabur, floaters, fotofobia, dan nyeri mata.12 Gejala obyektif berupa : 8,13 1) Mata tampak tenang. Pada anak-anak sering ditemukannya strabismus. Ini terjadi bila lesi toksoplasmosis kongenital terletak di daerah makula yang diperlukan untuk penglihatan tajam dan dalam keadaan normal berkembang sejak lahir sampai usia 6 tahun. Akibat adanya lesi, mata tidak dapat berfiksasi sehingga kedudukan bola mata ini berubah ke arah luar. 2) Pada pemeriksaan oftalmoskop tampak gambaran sebagai berikut : -



Retinitis atau retinikoroiditis yang nekrotik. Lesi berupa fokus putih kekuningan yang soliter atau multipel, yang terletak terutama di polus posterior, tetapi dapat juga di bagian perifer retina.



-



Papilitis atau edema papil.



-



Kelainan vitreus atau vitritis. Sering sekali vitritis begitu berat, sehingga visualisasi fundus okuli terganggu.



-



Uveitis anterior atau iridosiklitis, dan skleritis. Gejala ini dapat mengikuti kelainan pada segmen posterior mata yang mengalami serangan berulang yang berat. Toxoplasma jarang sekali menginvasi korpus vitreum karena sifatnya



yang merupakan parasit intraseluler. Retina merupakan bagian yang paling sering terinfeksi dan mengalami kerusakan terparah. Tingkat keparahan dari uveitis anterior dapat berupa reaksi minimal hingga inflamasi intens dari segmen posterior. Uveitis anterior bisa didapati baik granulomatous maupun non granulomatous. Pada anak dengan toksoplasmosis kongenital, katarak dapat berhubungan dengan retinokoroiditis yang diikuti dengan iridosiklitis. Gejala klinis lain dari toksoplasmosis okular meliputi lesi satelit, skar retinokoroid, vaskulitis fokal, dan hipertensi ocular yang disebabkan karena inflamasi. 8 11



2. Pemeriksaan Funduskopi Secara klinis, OT dapat diklasifikasikan sebagai berikut:12



 Primer, jika ada lesi retina focal putih krem aktif tanpa terkait bekas luka retinochoroidal berpigmen di kedua mata; dan



 Reccurent, jika lesi retinochoroidal aktif terjadi di hadapan bekas luka retinochoroidal berpigmen lama di kedua mata.



Gambar 4. retinochoroiditis yang aktif12



Gambar 5. ocular toxoplasmosis (OT): neuroretinitis, papillitis, dan Retinochoroiditis12



Toxoplasma congenital Tujuh puluh persen sampai 90% bayi yang terinfeksi toksoplasma tidak menunjukkan gejala klinis saat lahir, karena itu banyak kasus yang tidak terdiagnosis sejak awal. Pada kondisi ini, satu-satunya tanda klinis adalah limfadenopati setempat yang terdapat pada sekitar kepala dan leher. Infeksi dapat juga ditunjukkan oleh adanya antibodi dalam serum. Manifestasi klinis



12



spesifik yang disebut triad klasik toksoplasmosis kongenital adalah retinokoroiditis, kalsifikasi intrakranial dan hidrosefalus.4 Derajat gejala klinis toxoplasmosis kongenital bervariasi tergantung pada saat terjadinya infeksi selama masa kehamilan. Semakin cepat janin terinfeksi selama masa kehamilan, semakin berat gejala klinis okular yang muncul kemudian. Manifestasi klinis penderita toksoplasmosis kongenital juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, diantaranya virulensi Toxoplasma dan daya tahan tubuh ibu dan bayi. Bayi prematur sering mengalami kelainan sistem saraf pusat dan mata yang berat pada umur 3 bulan. Bayi terinfeksi yang lahir cukup bulan memperlihatkan gejala yang lebih ringan disertai tanda-tanda umum infeksi seperti hepatosplenomegali dan limfadenopati pada umur beberapa bulan.4 Tanda dan gejala toksoplasmosis dapat muncul saat anak bertambah besar meskipun lahir dengan infeksi subklinis. Pemeriksaan klinis selama masa kanak-kanak dengan umur rata-rata 8 tahun menunjukkan bahwa 11 dari 13 anak terinfeksi yang lahir tanpa gejala memperlihatkan kelainan berupa retinokoroiditis, yang muncul saat umur anak rata-rata 3,7 tahun. Tiga anak mengalami kebutaan salah satu matanya, lainnya hanya retinokoroiditis tanpa kelainan penglihatan. 4 Retinokoroiditis merupakan suatu fokus retinitis yang melibatkan lapisan dalam retina dengan gambaran berupa lesi keputih-putihan disertai edema retina. Retina merupakan tempat primer infeksi dengan keterlibatan koroid sebagai bentuk respon inflamasi akibat perluasan peradangan.23 Infeksi yang aktif ditunjukkan dengan vitritis berupa kekeruhan vitreus yang dapat menyeluruh.4



13



Gambar 6. Gambaran retinokoroiditis.4 Lesi sering terdapat di makula dengan atau tanpa lesi di perifer retina. Lesi pada makula bilateral merupakan salah satu karakteristik toksoplasmosis okular kongenital. Bosch-Driessen dkk melaporkan adanya lesi di makula pada 58% penderita toksoplasmosis congenital4



Gambar 7. Tampak sikatrik makula pada penderita toksoplasmosis kongenital.4



3. Pemeriksaan Penunjang lainnya



a. Tes serologis Tes serologis termasuk titer anti-Toxoplasma serum IgM dan IgG mungkin diperlukan untuk mendukung diagnosis. Titer antibodi T. gondii dalam cairan mata untuk mengkonfirmasi diagnosis. Serum titer antibodi antitoksoplasma dapat ditemukan dengan beberapa tehnik : EnzymeLinked immunosorbent assay (ELISA) , Imunofluorescent antibody test,



14



classic gold standard serology test, Complement fixation, Sabin-feldman dye tes. Sebagian besar laboratorium diagnostik hanya mampu mengukur kadar



antibodi



IgG



dan



IgM



menggunakan



enzyme-linked



immunosorbent assay (ELISA) atau Imunofluorescent antibody test. Uji pewarna Sabin-Feldman, tes serologi standar emas klasik, menggunakan tachyzoit T. gondii hidup untuk mendeteksi antibodi IgG . Meskipun sensitivitas dan spesifisitasnya tinggi, tes ini tidak sering dilakukan, karena risiko infeksi yang didapat di laboratorium, dan tersedia di sangat sedikit laboratorium rujukan di Amerika Utara.14 Antibodi IgM dan IgG serum terhadap T. gondii berkembang dalam 1-2 minggu setelah infeksi. Pasien yang dicurigai toksoplasmosis akut awalnya dapat dianalisis untuk serologi IgG, dan jika hasilnya positif untuk IgG, kadar antibodi IgM dapat diukur. IgG yang tidak reaktif mengesampingkan



diagnosis



toksoplasmosis



pada



pasien



imunokompeten. Level IgM meningkat dalam minggu pertama dan menjadi tidak terdeteksi setelah 6-9 bulan. Deteksi Toxoplasma - antibodi spesifik atau DNA dari parasit dalam spesimen okular adalah dasar utama dari diagnosis. Produksi antibodi intraokular oleh koefisien GoldmannWitmer (GWC), yang membandingkan antibodi spesifik Toxoplasma di cairan okular dan serum. Meskipun rasio> 1 menunjukkan produksi antibodi intraokular, namun dapat juga terjadi pada kontrol yang sehat, dan karenanya rasio minimal 3 digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis14 b. Imaging 2 1. Flourescein angiography (FA) dari lesi yang aktif akan menunjukkan hypoflourescent selama infeksi 2. Indocyanine green (ICG) dari lesi aktif sebagian besar hipofluoresen. ICG telah mnunjukkan lesi hipofluoresen yang tidak terlihat oleh FA dan



tidak



terlihat



selama 15



pemeriksaan



klinis.



Etiologi



lesi



hipofluoresen tersebut tidak diketahui tetapi diduga sebagai reaksi inflamasi perilesional yang tidak menular. Iskemia koroidal akut dapat dilihat bersamaan dengan ablasi retina serosa 3. Optical



coherence



tomography



(OCT)



membantu



dalam



mengidentifikasi potensi komplikasi, termasuk membran epiretinal, edema makula sistoid, traksi vitreoretinal, neovaskularisasi koroid, dan ablasi retina serosa. 4. Ultrasonografi diindikasikan dengan adanya kekeruhan media okular, terutama kekeruhan vitreous. Temuan yang paling umum termasuk intravitreal punctiform echoes, penebalan dari hyaloids posterior, parsial atau total vitreous detachment, dan penebalan fokal retinokoroid. c.



Histopatologi Pemeriksaan ini adalah kriteria standar untuk diagnosis. Pada pemeriksaan ditemukan, takizoit tampak oval atau bulan sabit. Pewarnaan takizoit dengan menggunakan pewarnaan Giemsa. Pada pewarnaan akan tampak sitoplasma berwarna biru dan nucleus berwarna merah dan berbentuk sferis.2 Pada



bentuk



kista,



pada



dindingnya



ditemukan



eosinofil,



argyrophilic dan PAS positif. Bentuk kista terdiri dari 50-3000 bradyzoit. Peradangan tampak nyata pada retina, vitreous dan koroid. Koroid yang berdekatan dengan retina menunjukkan inflamasi granulomatosa. Retina mengalami parsial nekrosis dengan batas yang jelas. Setelah menyembuh, area retina yang terinfeksi hancur dan terdapat adhesi corioretina.2



d. Staging Area zona 1 didefinisikan di mana ada risiko tinggi mengalami kehilangan penglihatan permanen. Area ini didefinisikan sebagai 2 diameter dari fovea atau 1500 µm dari margin diskus optik. Jika



16



retinochoroiditis toksoplasma terjadi dalam zona 1, pengobatan agresif harus segera dilakukan.2



G. Penatalaksanaan 1. Terapi Farmakologis Karena kondisi ini merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri, sehingga



tatalaksana



sistemik



dari



toksoplasmosis



didapat



tidak



direkomendasikan. Terjadinya retinokoroiditis tidak selalu merupakan indikasi pengobatan. Pada umumnya, lesi yang kecil di perifer dapat sembuh dengan spontan. Tetapi lesi pada arcade pembuluh darah, lesi dekat optic disk, lesi dekat papil optic harus diberikan pengobatan14 Dalam kasus toksoplasmosis okular, beberapa rejimen terapi telah direkomendasikan. Terapi triple drug antara lain : pirimetamin (dosis inisiasi 75-100 mg selama hari pertama, diikuti oleh 25-50 mg pada hari berikutnya), sulfadiazin (dosis inisiasi 2-4 g selama 24 jam pertama diikuti oleh 1 g q.i.d) , dan prednison. Terapi quadruple



antara lain pirimetamin, sulfadiazin,



klindamisin, dan prednison (1 mg / kg berat). Pirimetamin harus dikombinasikan dengan asam folinat untuk menghindari komplikasi hematologis. Durasi perawatan bervariasi tergantung pada respon pasien tetapi biasanya berlangsung selama 4-6 minggu.2 Kombinasi 60 mg trimetoprim dan 160 mg sulfametoksazol diberikan setiap 3 hari digunakan sebagai profilaksis terhadap kekambuhan retinochoroiditis toksoplasma. Setelah tindak lanjut 20 bulan, kekambuhan terlihat pada hanya 6,6% pasien yang menggunakan kombinasi. 2 Selama kehamilan, spiramisin dan sulfadiazin dapat digunakan pada trimester pertama. Sepanjang trimester kedua, spiramisin, sulfadiazin, pirimetamin, dan asam folat direkomendasikan. Spiramisin, pirimetamin, dan asam folinat dapat digunakan selama trimester ketiga.2



17



Kortikosteroid topikal digunakan apabila terdapat reaksi pada bilik mata depan. Terapi depot steroid dikontaraindikasikan untuk terapi Ocular toxoplasmosis. Steroid dosis tinggi yang diberikan pada jaringan mata akan menekan sistem imun dari host, sehingga akan menimbulkan nekrosis jaringan yang tak terkendali dan potensial menimbulkan kebutaan. Kostikosteroid



sistemik



digunakan



sebagai



terapi



tambahan



untuk



meminimalkan reaksi peradangan. Dosis steroid (Prednisone) 20-40 mg p.o. q.d setiap 12-24 jam.2 Agen antitoxoplasmic termasuk yang berikut:2 -



Sulfadiazin Clindamycin - Clindamycin intravitreal (0,1 mg / 0,1 mL) dilaporkan bermanfaat sebagai terapi penyelamatan mata yang tidak



berespon



terhadap pengobatan oral konvensional -



Pirimetamin



-



Atovaquone - 750 mg qid; telah digunakan sebagai terapi lini kedua untuk toksoplasmosis



-



Azitromisin - 250 mg / hari atau 500 mg setiap hari dalam kombinasi dengan pirimetamin 100 mg pada hari pertama diikuti oleh 50 mg / hari pada hari berikutnya; juga telah digunakan sebagai alternatif . Klindamisin plus deksametason intravitreal dapat menjadi alternatif



yang dapat diterima dan efektif pada pasien tertentu dengan retinochoroiditis toksoplasma dan dapat menawarkan kenyamanan yang lebih besar kepada pasien, profil efek samping sistemik yang lebih aman, ketersediaan lebih besar. Kombinasi trimethoprim (60 mg) dan sulfamethoxazole (160 mg) terbukti menyebabkan penurunan 59% dalam ukuran lesi.2 2. Terapi pembedahan Fotokoagulasi, Cryotherapy, dan Vitrektomi. Perhatian yang harus dilakukan jika fotokoagulasi atau cryotherapy sedang dipertimbangkan dalam pengobatan toksoplasmosis intraokular. Perdarahan intraretinal, perdarahan 18



vitreous, dan ablasio retina telah dilaporkan sebagai komplikasi dari tindakan tersebut. Vitrektomi pars plana dapat diindikasikan pada kasus ablasio retina sekunder akibat traksi vitreous atau dalam kasus di mana kekeruhan vitreous menetap.2 H. Pencegahan Tindakan pencegahan yang dianjurkan adalah menghindari kontak dengan kucing, mencuci sayur dan buah sebelum dimakan, menghindarkan menyentuh mukosa mulut atau mata saat memegang buah dan sayur yang belum dicuci, mencuci tangan dengan sabun setelah memegang daging mentah dan tidak mengkonsumsi daging yang belum dimasak. Daging sebaiknya dimasak pada suhu 66 derajat Celcius atau lebih untuk menghancurkan jaringan kista. Daging yang didinginkan sampai suhu -200C atau lebih selama 24 jam juga dapat membunuh bentuk kista toxoplasma.4 Tindakan pencegahan lain adalah menjauhi tempat-tempat yang terkontaminasi dengan feses kucing, seperti bak pasir atau tanah. Menggunakan sarung tangan bila berkebun. Bak pasir sebaiknya ditutup bila tidak digunakan untuk menghindari kontak dengan feses kucing yang mengandung ookista.4 Pencegahan infeksi terhadap janin dimungkinkan bila dilakukan identifikasi segera melalui pemeriksaan serologis pada wanita hamil dan pengobatan pada kasus seropositif. Pemeriksaan serologis pada wanita hamil yang dilanjutkan dengan pengobatan dapat mendeteksi awal mula infeksi dan mengurangi angka infeksi pada janin. Pemeriksaan serologis terhadap wanita hamil dapat dilakukan setiap bulan. Bila diperoleh hasil positif, maka dilakukan pengobatan dengan spiramisin pada htrimester pertama kehamilan dilanjutkan dengan pirimetamin-sulfadiazin pada trimester ketiga.4



19



I.



Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi akibat okular toksoplasmosis antara lain: 10,15 -



Katarak



-



Glaukoma



-



Oklusi vena retina



-



Oklusi arteri retina



-



Neovaskularisasi



-



Sinekia posterior Kerusakan N.Opticus Retinokoroiditis yang disebabkan oleh okular



toksoplasmosis akan merangsang keluarnya sel-sel inflamasi yang dapat menyumbat pembuluh darah dan terjadilah oklusi vena-arteri retina. Pembuluh darah yang tersumbat akan menyebabkan iskemik dan endotel menjadi rusak sehingga mengeluarkan vascular endothelial growth factor (VEGF) dan terjadilah neovaskularisasi. Sel-sel inflamasi juga akan menyumbat trabecular meshwork sehingga akan menyebabkan glaukoma. Selain itu sel inflamasi akan melepaskan radikal bebas yang direspon dengan keluarnya sel neutrofil dan makrofag. Zat ini selain fungsi protektif juga berpotensi merusak jaringan lokal termasuk epitel lensa, terjadilah kekeruhan di epitel dan subkapsular sehingga dapat terjadi katarak. Eksudasi sel radang, fibrin dan protein akan menyebabkan iris melekat ke permukaan lensa anterior sehingga akan terjadi sinekia posterior J.



Prognosis Pasien imunokompeten memiliki prognosis yang baik, limfadenopati dan gejala lainnya umumnya sembuh dalam beberapa minggu setelah infeksi. Toksoplasmosis pada pasien imunodefisiensi sering kambuh jika pengobatan dihentikan. Terapi supresif dan perbaiakn imunitas secara signifikan mengurangi risiko infeksi berulang. Beberapa komplikasi dapat terjadi pada orang dengan toksoplasmosis kongenital, termasuk keterbelakangan mental, kejang, tuli, dan kebutaan.5 20



Prognosis lebih buruk pada pasien dengan immunocompromised Retinitis toxoplasma seringkali kambuh, dan berulang dengan rata-rata mencapai 80% dalam 5 tahun. Pasien dengan penyakit yang rekuren nampaknya lebih beresiko memiliki cacat visual permanen.8



21



DAFTAR PUSTAKA 1.



Saki J, dkk. 2015. Seroprevalence of Toxoplasma gondii in Women Who Have Aborted in Comparison with the Women with Normal Delivery in Ahvaz, Southwest of Iran. The Scientific World Journal.



2.



Wu L, dkk. 2017. Ocular Toxoplasmosis.Medscape.



3.



Labalette P, dkk. 2002. Ocular Toxoplasmosis After The Fifth Decade. Am J Ophthalmol. Vol. 133.



4.



Basri S. 2017. Toksoplasmosis Okular Kongenital. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Vol. 17.



5.



Hokelek M, dkk. 2019. Toxoplasmosis.Medscape.



6.



Ilyas S. 2015. Ilmu Penyakit Mata edisi kelima. Jakarta: FKUI.



7.



Duong H.V dan Gest T.R. 2017. Eye Globe Anatomy. Medscape. https://emedicine.medscape.com/article/1923010-overview



8.



Park Y.H dan Nam H.W. 2013. Clinical Features and Treatment of Ocular Toxoplasmosis. Korean J Parasitol. Vol.51 .



9.



Butler, N.J, dkk. 2013. Ocular Toxoplasmosis II: Clinical Future, Pathology and management. NIH Public Acces.Vol. 41.



10. Pleyer U, dkk. 2014. Ocular Toxoplasmosis: Recent Aspects of Patophysiology and Clinical Implications. Elseiver.Vol. 52 11. Black M.W dan Boothyroid J.C. 2000. Lystic Cycle of Toxoplasma Gondii. Departement of microbiology and immunology. Vol. 64. 12. Cifuentes L.A.D.L.T. 2014. Ocular Toxoplasma: Immunopathhology and Virulence. Human health ang pathology. 13. Rizzo L.V dan Muccioli C. 2009. Ocular Toxoplasmosis-An Update and Review of the Literature.



22



14. Ozgonul C dan Besirli C.G. 201. Recent developments in the diagnosis and treatment of ocular toxoplasmosis. Ophtalmic research. Vol. 57. 15. Kim M, dkk. 2018. Patterns of Ocular Toxoplasmosis Presenting at a Tertiary Eye Center in Korean Patients. Medicine.Vol. 97.



23