Refrat THT Faringitis FK UNS - Mail Tiara Anggita [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT THT-KL



FARINGITIS



Oleh: Raden Ismail Hafidh Adinugroho



G99162096



Anggita Dewi



G99161014



Tiara Diningtyas



G99162092



Pembimbing: dr. Novi Primadewi, Sp.THT-KL, M.Kes



KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA 2017



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis. Faringitis didefinisikan sebagai infeksi pada faring dan / atau tonsil. Penyakit ini sangat umum di kalangan anak-anak dan remaja. Meskipun virus menjadi penyebab pada sebagian besar kasus faringitis akut, Streptococcus Grup A β hemoliticus menyebabkan 37% kasus faringitis akut pada anak yang berusia lebih dari 5 tahun. Di antara seluruh virus, Rhinovirus, Coronavirus dan Adenovirus menyebabkan 30% dari total kasus, virus Epstein Barr sebanyak 1%, virus Influenza dan Parainfluenza sekitar 4%. Faringitis streptokokus memiliki insidensi puncak pada tahun-tahun awal sekolah dan jarang terjadi sebelum usia 3 tahun. Penyakit ini terjadi paling sering pada musim dingin dan musim semi. Infeksi ini ditularkan melalui sekresi pernapasan dan masa inkubasinya adalah 2-5 hari. Penularan infeksi tertinggi selama fase akut dan pada orang yang tidak diobati secara bertahap berkurang dalam beberapa minggu; dapat berhenti setelah 24 jam setelah terapi antibiotik. Manifestasi klinis termasuk sakit tenggorokan dan demam dengan onset tiba-tiba, faring hiperemis, pembesaran tonsil yang ditutupi eksudat kuning dengan semburat darah. Mungkin terdapat petekiae pada palatum molle dan dinding posterior faring. Limfonodi cervicalis anterior membesar dan membengkak. Sakit kepala dan gejala gastrointestinal (muntah dan nyeri perut) sering terjadi.



B. Rumusan Masalah 1. Apakah etiologi faringitis? 2. Bagaimana patofisiologi faringitis? 3. Apakah manifestasi klinis faringitis? 4. Bagaimana cara mendiagnosis faringitis? 5. Apa sajakah komplikasi dari faringitis? 6. Bagaimana penatalaksanaan faringitis? 7. Bagaimana prognosis faringitis?



C. Tujuan Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, komplikasi, terapi, dan prognosis faringitis.



D. Manfaat 1. Dalam bidang pendidikan dapat menambah pengetahuan tentang definisi,



etiologi,



patofisiologi,



manifestasi



klinik,



diagnosis,



komplikasi, terapi, dan prognosis faringitis. 2. Dalam bidang pelayanan dapat digunakan sebagai asupan dalam upaya pencegahan terjadinya pada penderita faringitis. 3. Dalam bidang penelitian dapat digunakan sebagai titik tolak penelitian selanjutnya.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Definisi Faringitis merupakan inflamasi pada faring dan jaringan limfe di sekitarnya. Faringitis mencakup lebih dari 10% penyebab kunjungan pasien ke layanan kesehatan primer. Manifestasi utama faringitis adalah nyeri tenggorokan dan demam, selain itu dapat pula muncul gejala seperti hidung berair, batuk, sakit kepala dan suara serak.1 Penyebab faringitis biasanya bersifat infeksius; paling banyak disebabkan oleh virus, dimana serangannya bersifat ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya. Selain itu dapat pula disebabkan oleh bakteri yang juga dapat sembuh dengan sendirinya, namun perlu pengawasan lebih karena adanya kemungkinan komplikasi. Penyebab lainnya termasuk alergi, trauma, toksin dan neoplasma.2



B. Prevalensi Setiap tahunnya ± 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis. Anak- anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3−5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak. Kira-kira 15−30% kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus faringitis pada orang dewasa. Faringitis jarang terjadi pada anak-anak kurang dari tiga tahun.4 Virus menyebabkan 85% sampai 95% infeksi tenggorokan pada orang dewasa dan anak- anak di bawah usia 5 tahun; sedangkan pada kelompok masyarakat berusia 5 sampai 15 tahun, virus menyebabkan sekitar 70% infeksi tenggorokan, dan 30% lainnya disebabkan oleh infeksi bakteri, kebanyakan streptokokus β-hemolitik grup A (GABHS).4



C. Etiologi Kausa faringitis dapat dibedakan menjadi infeksius dan non-infeksius. Faringitis infeksius paling banyak disebabkan oleh virus, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri dan jamur.2 Beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan faringitis antara lain:2 



Rhinovirus Lebih dari 100 serotipe rhinovirus yang berbeda menyebabkan sekitar 20% kasus faringitis. Virus ini masuk ke tubuh melalui epitel bersilia yang melapisi hidung, menyebabkan edema dan hiperemis pada selaput lendir hidung. Virus ini tidak menyerang mukosa faring.







Adenovirus Pada anak-anak, adenovirus menyebabkan faringitis nonkomplikata (paling sering disebabkan oleh jenis adenovirus 1-3 dan 5) atau demam faringokonjungtival.







Epstein-Barr virus Virus



Epstein-Barr



(EBV)



adalah



agen



penyebab



mononukleosis infeksius. Faringitis atau tonsilitis ditemukan pada sekitar 82% pasien dengan mononukleosis infeksius. 



Herpes simplex virus Virus herpes simpleks (HSV) tipe 1 dan 2 menyebabkan radang gusi, stomatitis, dan faringitis. Faringitis herpetik akut adalah manifestasi paling umum dari episode pertama infeksi HSV-1.







Influenza virus Faringitis dan nyeri tenggorokan muncul pada sekitar 50% pasien dengan influenza A dan pada proporsi yang lebih rendah pada pasien dengan influenza B. Faringitis berat terutama terjadi pada pasien dengan tipe A. Penularan virus terjadi melalui droplet aerosol.







Parainfluenza virus Faringitis yang disebabkan oleh tipe virus parainfluenza 1-4 biasanya bermanifestasi sebagai sindrom common cold.



 Coronavirus Faringitis yang disebabkan oleh coronavirus biasanya bermanifestasi sebagai common cold. Seperti pada infeksi rhinovirus, invasi mukosa virus pada saluran pernapasan tidak terjadi  Enterovirus Kelompok utama enterovirus yang dapat menyebabkan faringitis adalah coxsackievirus dan echovirus. Faringitis bakteri lebih jarang terjadi dibandingkan faringitis viral, dan paling banyak disebabkan oleh Streptococcus α-hemolyticus grup A (GABHS). Infeksi Streptococcus ini mencakup kurang dari 10% faringitis bakteri pada orang dewasa dan kurang dari 30% dari faringitis pediatrik. Infeksi GABHS merupakan fokus diagnosis, karena berpotensi untuk menyebabkan sekuele. Etiologi faringitis bakterial lainnya mencakup Neisseria



gonorrhoeae,



Corynebacterium



diphtheriae,



Haemophilus



influenzae, Moraxella catarrhalis, dan Streptococcus grup C dan G.1 Faringitis bakteri yang disebabkan oleh GABHS ditularkan melalui droplet pernafasan dari orang yang terinfeksi. Bakteri dapat menyebar secara langsung, atau ketika seseorang menyentuh suatu benda yang terkena droplet diatasnya kemudian menyentuh mulut, hidung, atau mata. Beberapa orang dapat pula membawa bakteri namun tanpa menunjukkan gejala. Kuman juga bisa disebarkan oleh kulit yang terinfeksi streptokokus grup A. 1 Faringitis non infeksius dapat disebabkan oleh faktor fisiko-kimia, seperti merokok, mendengkur, berteriak, intubasi trakea, obat-obatan; dan faktor lingkungan termasuk polutan udara dalam dan luar ruangan, suhu dan kelembaban, dan iritan yang berkaitan dengan pekerjaan dan bahan berbahaya lainnya.3



D. Patofisiologi Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel sehingga jaringan limfoid superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Pada awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan keadaan hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau yang terletak lebih ke lateral akan menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.8 Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracelullar toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Streptococcus ß hemolyticus group A memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada miokard dan dihubungkan dengan demam reumatik dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi.8



E. Klasifikasi dan Gambaran Klinis 1. Faringitis viral Nyeri tenggorokan adalah gejala utama pada pasien dengan virus faringitis. Pasien mungkin memiliki gejala tambahan yang bervariasi berdasarkan patogen penyebabnya.



a. Faringitis pada sindrom common cold/nasofaringitis Nyeri tenggorokan biasanya bukan gejala utama. Gejala hidung (bersin, sekret nasal encer, kongesti nasal, atau post nasal discharge) cenderung mendahului gejala tenggorokan. Gejala tenggorokan bisa berupa rasa sakit, gatal, atau iritasi, atau dapat pula ditemukan batuk tidak berdahak. Demam lebih menonjol pada anak kecil daripada orang dewasa. Nyeri faringeal berat atau odinofagia jarang ditemukan. Myalgia dan malaise biasanya tidak menonjol.3 b. Faringitis et causa adenovirus Merupakan penyebab tersering faringitis viral. Pasien mengeluhkan nyeri tenggorokan (lebih hebat daripada common cold), demam tinggi, disfagia, dan mata merah. Mata merah ini disebabkan oleh konjungtivitis konkuren (terjadi pada sepertiga hingga setengah pasien faringitis adenoviral), disertai demam. Sindrom ini dinamai demam faringokonjungtival. Pembesaran kelenjar getah bening umumnya ringan dan tenggorokan tidak terlalu hiperemis walaupun nyeri.3 c. Faringitis et causa mononucleosis infeksius ec Epstein-Barr virus Penularan terutama melalui kontak dengan sekret liur yang terinfeksi dan memerlukan kontak yang erat dengan penderita. Infeksi primer umumnya terjadi pada masa kanak-kanak yang lebih muda dan biasanya tidak bergejala. 30% sampai 50% kasus akan berlanjut menjadi mononukleosis infeksius (IM). Trias IM terdiri dari limfadenopati, faringitis dan demam setelah mengalami gejala prodromal yaitu malaise, mialgia, anoreksia dan nyeri kepala non spesifik. Nyeri tenggorokan (70% sampai 90% pasien) biasanya berat dan muncul berupa faringitis eksudatif. Hipertrofi tonsil dapat muncul namun jarang sampai menimbulkan obstruksi jalan nafas.5 d. Faringitis herpetik akut Faringitis herpetik akut paling sering ditemukAN pada anak-anak dan dewasa muda. Sakit tenggorokan bisa disertai dengan nyeri pada



mulut dan ginggivostomatitis.. Gejala lainnya meliputi demam, mialgia, malaise, sulit makan, dan iritabilitas.3 e. Faringitis et causa virus influenza Nyeri tenggorokan adalah gejala utama pada beberapa pasien influenza. Onset penyakit biasanya tiba-tiba, dengan mialgia, sakit kepala, demam, menggigil, dan batuk kering. Faringitis biasanya sembuh dalam 3-4 hari. Faringitis umumnya terjadi pada pola epidemi pada suatu waktu tertentu.3 f. Faringitis et causa enterovirus Enterovirus merupakan penyebab penting faringitis virus di masa kanak-kanak. Sindrom klinis yang khas meliputi (1) herpangina yang disebabkan oleh coxsackievirus A2-6; (2) faringitis limfonodular akut yang disebabkan oleh coxsackievirus A10; (3) hand, foot and mouth disease yang disebabkan oleh coxsackievirus A5, 9, 10, dan 16, dan enterovirus 71. Anak-anak dengan herpangina mengalami sakit tenggorokan, nyeri pada mulut, dan odinofagia berat. Gejala umum lainnya adalah demam tinggi mendadak (suhu dapat mencapai 41°C), coryza, dan anoreksia. Herpangina tidak menyebabkan stomatitis atau radang gusi, yang membedakannya dengan faringitis herpetik akut.3 g. Faringitis bakterial Beberapa jenis bakteri dapat menyebabkan faringitis akut; Namun, Streptococcus pyogenes (juga dikenal sebagai kelompok Lancefield A streptococci β-hemolytic) adalah satu-satunya agen yang memerlukan diagnosis etiologi dan pengobatan spesifik. S. pyogenes sangat penting secara klinis karena dapat memicu komplikasi sistemik pasca infeksi,



demam



reumatik



akut,



dan



glomerulonefritis



post



streptokokus, yang terjadi 1-3 minggu setelah infeksi faring.6 Manifestasi umum faringitis akut adalah demam dan sakit tenggorokan dengan atau tanpa eritema tonsillar, pembengkakan, eksudat, atau ulserasi. Pada infeksi streptokokus, onset gejala biasanya tiba-tiba dan terdiri atas nyeri tenggorokan, demam,



menggigil, malaise, sakit kepala, pembesaran kelenjar getah bening cervical, dan eksudat faring atau tonsil. Palatal petechiae dan ruam scarlatiniform sangat spesifik, namun jarang ditemukan. Batuk, coryza, konjungtivitis, dan diare jarang terjadi pada infeksi streptokokus, dan bila ada gejala tersebut maka menunjukkan etiologi virus.6 h. Faringitis fungal Candida biasanya hidup di saluran pencernaan dan di kulit tanpa menimbulkan masalah. Kadang-kadang, Candida dapat berkembang biak dan menyebabkan infeksi jika terjadi perubahan lingkungan di dalam mulut, tenggorokan, atau esophagus sehingga mendorong pertumbuhan jamur. Kandidiasis di mulut dan tenggorokan juga disebut thrush atau kandidiasis orofaringeal. Pasien yang mengalami penurunan sistem imunitas tubuh karena penyakit atau pengobatan penyakit, seperti HIV, leukemia atau kemoterapi, berisiko tinggi terkena infeksi fungal tenggorokan.7 Pasien dapat mengalami sensasi rasa sakit saat menelan. Pertumbuhan berlebih jamur di tenggorokan dapat menyebabkan inflamasi dan iritasi saluran pencernaan ini sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman. Nyeri menelan dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan pada beberapa pasien. Peradangan karena infeksi jamur dapat mempersempit tenggorokan sehingga menyebabkan kesulitan menelan. Pasien dapat merasakan sensasi adanya sesuatu yang tertahan di bagian belakang tenggorokan. Selain itu, pasien juga dapat mengalami rasa tidak nyaman di dada atau tekanan abnormal di tenggorokan atau tubuh bagian atas setelah makan karena kesulitan menelan.7 Infeksi jamur oral dapat terjadi bersamaan dengan infeksi tenggorokan. Gejala yang ditimbulkan meliputi rasa tidak nyaman di mulut, sensasi rasa; lesi oral berbentuk seperti krim berwarna putih di



sepanjang mulut atau lidah; kulit pecah-pecah di sudut mulut; dan pendarahan ringan pada mulut.7



F. Diagnosis Untuk menentukan faringitis akut pada anak dan dewasa dengan tes mikrobiologi berdasarkan pada gejala klinis dan karakteristik epidemiologi pada penyakit. 1. Kultur tenggorokan Kultur dari usapan tenggorokan tetap menjadi gold standart untuk menentukan agen penyebab dan mendiagnosis faringitis. Jika dilakukan dengan benar, kultur tenggorokan pada agar darah mempunyai sensitivitas 90-95% untuk mendeteksi keberadaan Sreptokokus Grup A β-hemolitik. 2. RADT (Rapid Antigen Detection Test) Kerugian dari kultur tenggorokan adalah waktunya menunggu hasil yang cukup lama. Oleh karena itu RADT dikembangkan untuk mengidentifikasi Sreptokokus Grup A β-hemolitik. Walaupun tes ini lebih mahal dari kultur, tapi RADT dapat menghasilkan hasil yang lebih cepat. Diagnosis menggunakan RADT dapat mengurangi persebaran bakteri ke individu lain, sehingga pasien dapat masuk ke sekolah/ masuk kerja lebih cepat.9



G. Diagnosis Banding9 1. Faringitis akut karena bakteri 2. Faringitis akut karena virus 3. Faringitis akut karena jamur



H. Komplikasi Infeksi dari beberapa strain dari S pyogenes (penyebab terbanyak faringitis akut bakterial) dapat dihubungkan dengan pelepasan toksin dari bakteri tersebut. Infeksi tenggorokan yang dihubungkan dengan toksin khusus dapat menyebabkan scarlet fever. Bakteri ini juga dapat menyebabkan toxic shock syndrome yang dapat mengancam nyawa, S. pyogenes juga dapat menyebabkan penyakit post infeksi yang nonpiogenik. Komplikasi termediasi autoimun ini dapat menyebabkan demam rematik dan glomerulonefritis akut postinfeksi. Demam rematik mempunyai karaterisik adanya inflamasi pada sendi dan atau jantung yang pada awalnya pasien menderita faringitis kronis. Glomerulonefritis akut, inflamasi pada glomerulus dapat terjadi setelah episode infeksi S. Pyogenes pada kulit atau tenggorokan.



I.



Tata laksana Tatalaksana umum pada faringitis adalah simptomatik. Tatalaksana spesifik dibutuhkan saat agen penyebab faringitis adalah bakteri, jamur atau virus herpes simpleks. Untuk menentukan terapi pada pelayanan primer dapat digunakan Modified Centor Scoring System yang membedakan terapi berdasarkan skoring.10 Modified Centor Scoring System Kriteria



Nilai



Temperatur >380 C



1



Tidak terdapat batuk



1



Nodus limfatik membesar



1



Adanya eksudat ada edema pada tonsil



1



Umur 3-14



1



Umur 15-44



0



>45



-1







Skor 0-1 Berikan terapi simptomatik







Skor 2-3 lakukan tes rapid antigen o Tes antigen positif : Obati dengan antibiotik o Tes antigen negatif : lakukan kultur







Skor 4-5 terapi dengan antibiotik







Kultur positif untuk S. Pyogenes berikan terapi antibiotik



Terapi farmakologis :9 1. Obat pereda nyeri (analgetik) seperti AINS dan paracetamol dapat membantu meringankan nyeri yang dihubungkan dengan faringitis. 2. Steroid seperti dexametasone atau metilprednisolon dosis rendah dapat digunakan untuk faringitis berat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sadeghirad et al, 2017 pemberian kortikosteroid dosis tunggal (intervensi yang diberikan adalah dexametasone oral dengan dosis maksimal 10 mg)



akan merasakan nyeri berkurang setelah 24 jam, dan tidak merasakan nyeri setelah 48 jam. Efek ini tidak disertai dengan meningkatnya efek samping.11 3. Antibiotik bermanfaat apabila penyebab faringitis adalah bakteri. Untuk faringitis karena virus, antibiotik tidak memebrikan manfaat.9



Rekomendasi terapi antibiotik untuk faringitis yang disebabkan oleh streptokokus grup A menurut Bisno et al, 2016 adalah:9



Cara pemberian, Antibiotik Oral Penicillin V



Intramuskuler Benzatine Penicillin Oral, untuk pasien dengan alergi penisilin Erythromycin Sefalosporin generasi pertama



Dosis



Durasi



Anak-anak : 250 mg b.i.d atau t.i.d Remaja dan dewasa : 250 mg t.i.d atau q.i.d Remaja dan dewasa : 500 mg b.i.d



10 hari



1,2 x 106 U 6,0 x 105 U



dosis tunggal dosis tunggal



Bervariasi tergantung formulasi Tergantung dengan antibiotik



10 Hari



10 hari 10 hari



10 Hari



Rekomendasi



terapi



antibiotik



untuk faringitis



berulang,



yang



terkonfirmasi oleh kultur streptokokus grup A menurut Bisno et al, 2016 adalah : Cara pemberian, Antibiotik Oral Klindamisin



Amoxcillin-asam clavulanat



Parenteral Benzatine Penicillin G Benzatine Penicillin G dengan rifampin



Dosis



Durasi



Anak-anak : 20-30 mg/kg/hari terbagi menjadi 3 dosis Dewasa : 600 mg/hari terbagi menjadi 2-4 dosis Anak-anak : 40mg/kg/hari terbagi menjadi 3 dosis Dewasa : 500 mg b.i.d



10 hari



1,2 x 106 U 6,0 x 105 U Rifampin : 20 mg/kg/hari terbagi menjadi 2 dosis



10 hari



10 hari 10 Hari



dosis tunggal dosis tunggal 4 hari



4. Antifungal Ketika faringitis sudah diobat dengan antibiotik dan tidak ada perbaikan, dapat dicuragai adanya faringitis yang disebabkan oleh jamur. Faringitis yang disebabkan oleh jamur seperti Candida albicans dapat secara efektif diatasi dengan terapi itraconazole 100 mg b.i.d. selama 3 minggu. Gejala pada umumnya berkurang pada terapi hari ketiga.10



J.



Prognosis Prognosis untuk faringitis akut sangat baik pada sebagian besar kasus. Biasanya faringitis akut sembuh dalam waktu 10 hari, namun harus berhatihati dengan komplikasi yang berpotensi terjadii.



BAB III PENUTUP



A. Simpulan 1. Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise. 2. Penegakan diagnosis faringitis akut dengan tes mikrobiologi berdasarkan pada gejala klinis dan karakteristik epidemiologi pada penyakit. Selain itu, untuk mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak tepat maka diperlukan tes Rapid Antigen Detection Test (RADTs) dan atau kultur tenggorok. 3. Komplikasi yang dapat terjadi pada Faringitis akut akibat Streptococcus grup A meliputi abses paratonsilar, abses para/retrofiring, limfadenitis, sinusitis,



otitis



media,



mastoiditis,



demam



reumatik



akut,



glomerolunefritis akut, dan artritis reaktivasi. 4. Prinsip penatalaksanaan faringitis akut adalah menunggu hasil kultur tenggorok untuk memilih antibiotik yang sesuai. Penundaan pemberian antibiotic selama menunggu hasil kultur tenggorok memberikan manfaat yang lebih baik. Perlu juga diberikan edukasi kepada pasien dan keluarga untuk mencegah kekambuhan. 5. Prognosis faringitis akut sangat baik pada sebagian besar kasus dengan pengobatan yang sesuai.



B. Saran 1. Bagi masyarakat umum, dengan mengetahui bagaimana penyebab, faktor risiko dan pencegahan dari penyakit otitis media supuratif kronis maka dapat menjadi satu langkah preventif yang penting. 2. Bagi petugas medis, perjalanan penyakit sangatlah penting untuk diketahui sehingga mampu memikirkan dan menghindarkan berbagai kemungkinan dalam tujuan memberikan penatalaksanan terhadap penyakit tersebut.



3. Bagi kalangan akademis, semoga dapat dijadikan sebagai bahan penelitian dengan memahami referensi artikel ilmiah ataupun berbagia jurnal penilitian yang ada. 4. Bagi petugas medis seperti dokter atau perawat dalam pelaksanaan penulisan rekam medis dari pasien dapat lebih lengkap dan rinci karena hal tersebut berkaitan dengan kondisi daripada pasien.



DAFTAR PUSTAKA



1. Carrillo-Marquez MA. Bacterial Pharyngitis. 2016. [sitasi Desember 2017]. Diunduh dari https://emedicine.medscape.com/article/225243-overview. 2. Aung K. Viral Pharyngitis. 2017. [sitasi Desember 2017]. Diunduh dari https://emedicine.medscape.com/article/225362-overview#a5. 3. Renner B, Mueller CA, Shephard A. Environmental and non-infectious factors in the aetiology of pharyngitis (sore throat). Inflamm Res. 2012; 61(10):1041– 1052. 4. Regoli M, Chiappini E, Bonsignori F, Galli L, de Martino M. Update on the management of acute pharyngitis in children. Ital J Pediatr. 2011; 37: 10. 5. Gore JM. Acute Pharyngitis. Journal of the American Academy of PAs. 2013; 26(2):57–58. 6. Anjos LM, Marcondes MB, Lima MF, Mondelli AL, Okoshi MP. Streptococcal acute pharyngitis. Rev Soc Bras Med Trop. 2014;47(4):409– 413. 7. Pankhurst CL. Candidiasis (oropharyngeal). BMJ Clin Evid. 2009; 2009: 1304. 8. Tewfik,



T.L.



and



Garni,



M.A.,



2005.



Tonsillopharyngitis:



clinical



highlights. Journal of otolaryngology, 34. 9. Bisno, A. L. et al. (2016) ‘Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of Group A Streptococcal Pharyngitis’, 35(2), pp. 113–125. 10. Ravikumar, A. et al. (2014) ‘Fungal Laryngitis in Immunocompetent Patients’, 66 (January), pp. 375–378. doi: 10.1007/s12070-011-0322-7. 11. Sadeghirad, B. et al. (no date) ‘Corticosteroids for treatment of sore throat : systematic review and meta-analysis of randomised trials’, pp. 1–10. doi: 10.1136/bmj.j3887.