Regulasi Dan Etika Bisnis Kel 8 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REGULASI DAN ETIKA BISNIS



MANAJEMEN UKM



Disusun oleh : 1. YESI ARUNA SAPUTRI



(17441426)



2. MIFTAKHUL HUDA



(



)



Dosen Pengampu : Ika Farida U, Spd,M.Si



FAKULTAS EKONOMI PRODI AKUNTANSI S1 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO 2020



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum.wr.wb Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Regulasi dan Etika Bisnis. Sholawat serta salam kita haturkan kepada tauladan kita Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di hari akhir nanti, dan juga tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada Ibu Ika Farida U, Spd,M.Si selaku Dosen Mata Kuliah Manajemen UMK yang telah membimbing kami dalam mata kuliah ini. Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai Regulasi dan Etika Bisnis. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya saran dan masukan demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa mendatang. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat banyak salah kata.



Ponorogo, 19 Mei 2020



Penulis



Daftar Isi



BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................3 1.1



LatarBelakang......................................................................................................3



1.2



RumusanMasalah.................................................................................................3



1.3



Tujuan....................................................................................................................4



BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................5 2.1



Ketentuan Umum.................................................................................................5



2.2



Pembinaan UKM..................................................................................................7



2.2.1



DefinisiUKM........................................................................................7



2.2.2



Kriteria.................................................................................................8



2.2.3



Iklim Usaha..........................................................................................9



2.2.4



Pemberdayaan....................................................................................10



2.2.5



Prinsip Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.............10



2.2.6



Pengembangan...................................................................................10



2.2.7



Pembiayaan........................................................................................11



2.2.8



Penjaminan........................................................................................11



2.2.9



Kemitraan..........................................................................................11



2.3



Etika dan Etika Bisnis.......................................................................................12



2.3.1



Definisi Etika......................................................................................12



2.3.2



Teori Etika Dan Pengembangan Terapan Utilitarium......................13



2.3.3



Etika Bisnis.........................................................................................15



2.3.4



Tanggung Jawab Social Perusahaan (Corporate Social Responsibility) 16



BAB III PENUTUP.................................................................................................17 3.1



Kesimpulan..........................................................................................................17



3.2 Saran........................................................................................................................17



BAB I PENDAHULUAN



1.1



LatarBelakang



Dilihat dari sudut pandang manajemen bisnis kelompok pengusaha atau kelompok pebisnis merupakan sebuah komunitas yang disebut komunitas bisnis. Sebagai sebuah komunitas, sudah sepantasnya memiliki ketentuan-ketentuan baik yang sifatnya umum maupun khusus. Dengan demikian apabila seseorang berniat masuk ke dalam komunitas bisnis merupakan semacam keharusan untuk melakukan penyesuaian perilaku sebagai seorang pebisnis, paling tidak menyesuaikan diri dengan ketentuanketentuan umum. Sebagai contoh setiap kegiatan usaha sebaiknya memiliki sebuah wadah usaha yang bentuknya disesuaikan dengan besarnya skala usaha yang dijalankan. Wadah usaha bisa berbentuk usaha dagang, firma, cv dan perseroan terbatas. Selanjutnya dalam rangka pengembangan usaha pelaku usaha perlu mencari berbagai informasi yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usahanya. Sebagai contoh untuk pengembangan UMKM Pemerintah menyelenggarakan serangkaian bimbingan dan pembinaan terhadap pelaku usaha. Berbagai ketentuan dan peraturan yang terkait dengan pembinaan usaha dimaksud perlu diketahui, dimengerti dan dipahami. Dengan demikian pada saatnya, bila diperlukan pelaku usaha telah siap dengan apa yang harus dilakukan. Kemudian sebagai suatu komunitas, selalu berlaku kebiasaan, norma dan etika, yang didalam kaitan dengan kegiatan bisnis tentu terkait dengan etika berbisnis. Sejauh manakah pengetahuan dan pemahaman seseorang perilaku bisnis terhadap etika berbisnis, dapat dilihat dari perilaku yang dijalankannya didalam masyarakat, Untuk itu semua pelaku usaha perlu memahami tentang ketentuan umum, pembinaan umkm, dan etika berbisnis.



1.2



RumusanMasalah



1. 2. 3. 4.



Apa yang dimaksud ketentuan umum dalam bisnis ? Apa saja dokumen yang diperlukan oleh pelaku usaha ? Bagaimana cara melakukan pembinaan UKM ? Apa itu etika dan bisnis ?



1.3



Tujuan



1. 2.



Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan umum dalam bisnis Untuk mengetahui dokumen yang diperlukan dalam membangun atau memulai bisnis Untuk memahami tata cara pembinaan UKM Untuk mengetahui apa itu etika dan bisnis serta mampu menerapkan etika pada bisnis yang sebenarnya



3. 4.



BAB II PEMBAHASAN 2.1



Ketentuan Umum Ketentuan umum yang dimaksud dalam pembahasan regulasi dan etika bisnis ini



adalah hal-hal yang lazim perlu dijalankan dan dilakukan oleh setiap pelaku usaha. Ketentuan yang dimaksud bersifat tertulis meliputi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Perpajakan., serta berbagai peraturan lainnya. Setiap kegiatan usaha memerlukan beberapa dokumen pendukung ang seharusnya dilengkapi oleh pemilik usaha. Tujuannya untuk memberikan dan meningkatkan rasa percaya terhadap lingkungan usaha itu sendiri, seperti pemasok, konsumen, lembaga pembiayaan khususnya dan masyarakat pada umumnya. Beberapa dokumen yang digunakan dan disarankan untuk dipenuhi oleh setiap usaha yaitu : a. Akta Pendirian Perusahaan Pada badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas, akta pendirian perusahaan merupakan dokumen yang dibuat oleh seorang notaris atas permintaan para pendiri perusahaan. Akta ini berisi tentang aturan-aturan yang harus dilakukan dan tidak harus dilakukan oleh perusahaan. b. Surat Keputusan Pengesahan Sebagai Badan Hukum Merupakan dokumen yang berupa Keputusan Menteri yang diterbitkan oleh Kantor Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Dokumen ini menerangkan bahwa Akta Pendirian Perseroan Terbatas oleh Notaris bernama Fulan berdomisili di suatu kota telah dianggap syah menurut hukum. c. Surat Keterangan Domisili Dokumen yang menerangkan bahwa PT. Agung berlokasi di alamat yang disebutkan dalam Surat Keterangan Domisili. Surat Keterangan Domisili dikeluarkan oleh Kantor Kelurahan dan kemudian diperkuat dengan diketahui Kantor Kecamatan. d. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)



Merupakan dokumen berupa Keputusan Bupati tentang Izin Mendirikan Bangunan yang diterbikan oleh kantor Kabupaten, Kantor Pelayanan Administrasi Perizinan. Bangunan merupakan dimana kegiatan Perseroan Terbatas dilaksanakan. Dengan demikian segala kegiatan yang dilakukan didalam bangunan memiliki izin resmi. e. Ijin Prinsip Merupakan dokumen berupa Keputusan Bupati tentang Perizinan Prinsip untuk pembangunan sebuah usaha. Izin prinsip terkait dengan produk barang atau jasa yang dipasarkan kepada masyarakat umumnya dan konsumen pada khususnya. f. Ijin Undang-Undang Gangguan (H0) Merupakan dokumen berupa Keputusan Bupati tentang Pemberian Izin Undang-Undang Gangguan bagi perseroan yang akan menjalankan kegiatan usahanya. Kehadiran atau keberadaan setiap kegiatan usaha diharapkan memberkan manfaat pada lingkungan sekitar. Namun tidak jarang terjadi kehadiran sebuah usaha justru menimbulkan masalah dilingkungan sekitar usaha. Untuk itu maka setiap usaha perlu mengurus dokumen ijin gangguan usaha. Tujuan dari dokumen ini pada dasarya juga melindungi masyarakat sekitar dari dampak negative dari hadirnya sebuah usaha. g. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Dokumen ini diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten, Kantor Pelayanan Administrasi Perizinan. Dokumen ini berisi informasi tentang perusahaan, terutama yang diperlukan apabila perusahaan ingin mengikuti tender. Salah satu informasi dimaksud menjelaskan klasifikasi perusahaan apakah masuk dalam kategori usaha kecil, usaha menengah, atau usaha besar. h. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Dokumen ini diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten, Knator Pelayanan Administrasi Perizinan. Dokumen ini diperlukan untuk mengajukan pengesahan ke Departemen Hukum dan HAM, untuk mengikuti tender, mengajukan pinjaman ke lembaga pembiayaan dan lain sebagainya. i. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)



NPWP merupakan nomor legitimasi atau tanda pengenal wajib pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. NPWP merupakan dokumen yang selalu diperlukan dalam setiap proses kegiatan dan proses penyelesaian suatu perizinan dan permohonan lainnya. j. Dokumen Kepemilikan Lainnya Dokumen kepemilikan lainnya meliputi seluruh dokumen yang timbul oleh karena adanya transaksi jual-beli aset antar pelaku usaha dengan pihak ketiga. Seperti apabila pelaku usaha membeli sebidang tanah, maka selain dapat dibuktikan dengan adanya kwitansi juga didukung oleh adanya sejumlah dokumen tanah lainnya seperti Surat C dari Desa/Kelurahan/Kecamatan.



2.2



Pembinaan UKM Bidang usaha baik yang berskala usaha mikro, kecil, menengah dan besar yang



berdomisili di Indonesia pada dasarnya dalam perlindungan dan pembinaan Pemerintah. Namun dalam sistem Pemerintahan dewasa ini khusus untuk usaha skala kecil dan menengah serta koperasi dilakukan oleh menteri yang melaksanakan tugas teknis yaitu Menteri Negara Urusan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi. Secara yuridis usaha kecil dan menengah serta koperasi masing-masing telah memiliki Undang-Undang. Bagi usaha kecil dan menengah telah diatur dalam Undang-Undang yang cukup komprehensip. Dari penelitian yang dilakukan untuk usaha kecil dan menengah terdapat dua Undang-Undang yakni Nomor 9 Tahun 1995 Nomor 20 tahun 2008, berbagai ketentuan tentang usaha mikro, kecil dan menengah telah diatur secara jelas .Diantara ketentuan-ketentuan dimaksud antara lain meliputi definisi, kriteria, iklim usaha, pembinaan dan sebagainya.



2.2.1



Definisi UKM Skala usaha dibedakan dalam empat kelompok yang meliputi usaha mikro, usaha



kecil, usaha menengah dan usaha besar. Adapun definisi untuk masing-masing usaha ditentukan seperti berikut ini, 1. Usaha Mikro Adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 2. Usaha kecil Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha sebagaimana dalam undang-undang ini. 3. Usaha Menengah Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 4. Usaha Besar Adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.



2.2.2



Kriteria Untuk kriteria usaha yang berskala mikro, kecil, menengah dan besar diatur



dalam Pasal 6. Kriteria skala usaha didasarkan pada dua hal yakni besarnya kekayaan atau jumlah hasil penjualan. Kriteria sebagaimana tersebut diatas sifatnya tidak statis, artinya pada nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian



yang diatur dengan Peraturan Presiden. Adapun secara rinci besarnya angka-angka kekayaan dan hasil penjualan untuk seluruh kelas usaha sebagai berikut, 1. Kriteria Usaha Mikro a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). 2. Kriteria Usaha Kecil a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3. Kriteria Usaha Menengah a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Ro 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah). 2.2.3



Iklim Usaha Iklim usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah



untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dn kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian,



kesempitan,



perlindungan,



dan



dukungan



berusaha



seluas-luasnya.



Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek :



a. Pendanaan b. Sarana dan prasarana c. Informasi usaha d. Kemitraan e. Perizinan usaha f. Kesempatan berusaha g. Promosi dagang h. Dukungan kelembagaan Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif membantu menumbuhkan iklim usaha sebagaimana disebutkan diatas. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi dan ekonomi berkeadilan.



2.2.4



Pemberdayaan Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah,



Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Tujuan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah : a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan b. Menumbuhkan dab mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. c. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan pekerjaan, pemertaan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.



2.2.5



Prinsip Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah



a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri. b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan.



c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. d. Peningkatan



daya



saing



Usaha



Mikro,



Kecil,



dan



Menengah



dan



penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.



2.2.6



Pengembangan Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah



Daerah , Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitaa bimbingan pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.



2.2.7



Pembiayaan Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,



Dunia Usaha dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Aspek pendanaan sebagaimana tersebut diatas ditujukan untuk : a. Memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan selain bank. b. Memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. c. Memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengn ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Membantu para pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa atau produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang disediakan oleh Pemerintah.



2.2.8



Penjaminan Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Mikro, Kecil dan



Menengah oleh lembaga penjamin kredit sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka memperkuat permodalannya.



2.2.9



Kemitraan Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maulun



tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan , mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menemgah dengan Usaha Besar.



2.3



Etika dan Etika Bisnis Etika dan etika bisnis merupakan sebuah kewajiban dari setiap pelaku bisnis,



disisi lain etika dan etika bisnis juga menjadi kewajiban masyarakat. Pada umumnya pelaku bisnis maupun masyarakat lebih menuntut hak dari pada kewajibannya. Maka untuk itu kiranya masyarakat umumnya dan pada pelaku bisnis khususnya perlu lebih memahani tentang etika dan etika bisnis. Dewasa ini perhatian masyarakat ditunjukan pada tanggung jawab social setiap pelaku bisnis baik skala kecil maupun besar. Tanggung jawab social adalah tanggung jawab perusahaan secara etika dan moral kepada pemasok, pelanggan, pekerja, masyarakat, dan lingkungan. Dimata masyarakat seorang pemimpin organisasi diharapkan dapat melindungi kepentingan pemasok, pekerja, pelanggan, masyarakat pada umumnya, dan lingkungan disamping menciptakan laba. Dalam menjalankan kegiatan usaha, para pelaku bisnis memanfaatkan seluruh faktor lingkungan mikro maupun makro menjadi peluang usaha. Dengan kemampuan dan kekuatan merekapun mencoba menghadapi berbagai tantangan dan hambatan yang dihadapinya. Kedua kegiatan tersebut baik dalam menangkap laba maupun mengatasi tantangan akan selalu berhadapan dengan nilai-nilai social budaya dan lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya pelaku usaha haruslah menetapkan kebijakan yang sejalan dengan prinsip-prinsip etika bisnis, kiranya perlu mempelajari, memahami, dan



menjalankan semua aspek yang terkait dengan etika bisnis. Etika bisnis merupakan studi kasus yang didkhususkna mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaiman diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan pelaku bisnis (Velasquez,2002).



2.3.1



Definisi Etika Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka (2005),



artinya ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhak). Moral sendiri memiliki beberapa arti: 1. Pertama berarti ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; moral juga berkaitan dengan akhlak budi pekerti, susila; 2. Pengertian kedua tentang moral adalah, kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dan sebagainya; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap di perubuatan; 3. Dan pengertian ketiga tentang moral adalah ajaran asusila yang dapat dipetik dari suatu cerita. Etika merupakan ilmu yang mempelajari standar moral, sedangkan moralitas dianggap sebagai pedoman untuk mengukur apakah suatu tindakan memiliki nilai baik atau buruk. Etika dan moral keduanya saling berkaitan dengan ukuran nilai dari setiap perilaku yang dilakukan oleh individu, atau kelompok individu. Dalam kehidupan nyata sering kita jumpai pernyataan terkait etika bisnis yang dijalankan oleh perusahaan tertentu memiliki standar moral yang tinggi, begitupun sebaliknya ada perusahaan yang memiliki standar moral rendah.



2.3.2



Teori Etika Dan Pengembangan Terapan Utilitarium Berdasarkan pendapat yang menyatakan etika merupakan ilmu yang mendalami



standar moral perorangan dan standar moral masyarakta (velasquez,2002), maka terdapat dua teori tentang etika, yaitu Teori Etika Deontology dan Teori Etika Teleontology. a. Teori Deontology



Teori ini menekankan tentang adanya kewajiban yang baik bagi setiap individu manusia atau organisasi untuk melakukan sesuatu yang memang seharusnya dilakukan. Pengertian baik disini bukan ditunjukan hasil dari dari hal yang dilakukan tersebut memberikan manfaat bagi yang melakukannya, atau tujuan akhir yang dicapai memberikan keuntungan bagi yang melakukannya. Teori ini didasarksan pada dijalankannya sebuah kewajiban dan tidak mempermasalahkan bagaimana dampak atau tujuan dari setelah kewajiban tersebut dijalankan. b. Teori Teleontology Teori ini mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan pada tujuan dan atau hasil yang akan dicapai tanpa mempertimbangkan apakah tindakan dilakukan benar atau salah.teori ini bertolak belakang dengan teori deontoligy yang menilai baik buruknya tindakan berdasarkan kewajiban yang harus dilakukan tanpa mempertimbangkan apakah tujuan dan hasil yang akan dicapai baik atau buruk. Teori dentology lebih menilai kepada cara melakukan tindakan, sedangkan teori teleontology lebih mendasarkan kepada tujuan dan hasil. c. Pengembangan Terapan Utilitarium Dalam perkembangannya dikembangkan teori terapan utilitarium yang sebenarnya merupakan hasil pengembangan dari teori teleontology, dengan kata lain dikembangkan dari tujuan dan hasil yang hendak dicapai dari dilaksanakannya suatu tindakan. Menurut Keraf (1998), beberapa prinsip dasar dari pengembangan teori utilitarium meliputi: 1. Manfaat artinya suatu tindakan atau kebijaksanaan apabila dilaksanakan harus mendatangan kegunaan dan kemanfaatan tertentu. Dengan demikian maka suatu kebijaksanaan atau tindakan dianggap baik apabila membawa manfaat



atau



kegunaan



tertentu.



Sebaliknya



apabila



dampaknya



menimbulkan kerugian atau mengakibatkan dampak buruk, maka tindakan atau kebijakan tersebut dianggap sebagai kebijaksanaan yang tidak baik. 2. Manfaat terbesar artinya bahwa suatu tindakan dilakukan apabila membawwa dan atau mendatangkan manfaat terbesar bila dibandingkan



dengan alternative lainnya. Hal ini berlaku apabila diperbandingkan dengan andaikata diambil kebijakan alternative lainnya. 3. Manfaat terbesar untuk siapa. Kriteria ini harus menjawab untuk siap manfaat terbesar tersebut ditunjukan, untuk kepentingan kelompok atau pribadi. Pada konsepan teori utilitarian bahwa manfaat terbesar adalah untuk kepentingan sebanyak mungkin orang. Sehingga suatu tindakan dianggap baik jika memebawa manfaat tidak hanya pada sebagain orang melainnya pada orang kebanyakan.



2.3.3



Etika Bisnis Menurut Keraf (1998) etika dibagi dalam etika umum dan etika khusus.



Selanjutnya etika khusus menjadi etika individual, etika social, dan etika lingkungan dan seterusnya seperti tampak pada bagan berikut ini.



Etika binis merupakan etika pada kelompok etika profesi. Profesi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2005), profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi dengan pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dsb.) sedangkan Profesionalisme artinya, mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang professional. Arti bisnis adalah usaha komersial diduniaperdagangan. Secara



lengkap profesi bisnis mengandung pengertian profesi dibidang usaha komersial di dunia perdagangan dengan pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dsb.) tertentu. Menurut Velasquez (2002), etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi dan perilaku bisnis. Disini ditenkankan bahwa berbagai kebijakan, institusi dan perilaku harus memiliki standar moral. Hill dan Jones (1998), menyatakan bahwa etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika memepertimbangkan untuk mengambil keputusan strategi yang terkait dengan masalah moral yang sangat kompleks. Jelas bahwa etika bisnis merupakan setiap produk kebijakan pemimpin yang seharusnya dilandasi dengan moralitas yang tinggi.



2.3.4



Tanggung Jawab Social Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Tanggung jawab social perusahaan oleh sebagian pelaku usaha seringkali



dihubungkan dengan philantrophy. Artinya kalau sebuah perusahaan telah menjalankan kegiatan philantrophy berarti merasa telah menjalankan tanggung jawab social. Philantrophy menurut Echols dan Shadily (2002), berarti hal cinta sesama manusia, atau kedermawanan. Padahal masalah tanggung jawab social tidak dan bukan sekedar berbuat kedermawanan, melainkan lebih luas karena mencakup kewajiban kepada komunitas setempat dan masyarakat pada umumnya. Masalah tanggung jawab perusahaan (Corporate Social Responsibility), telah masuk dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang sama dengan Nomor 1 Tahun 1995. Seara lengkap masalah tanggung jawab social perusahaan termuat dalam Pasal 1, yang berbunyi, tanggung jawab social dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk untuk berperan serta dalam pembangunana ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermafaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Beberapa pasal yang memuat tentang tanggung jawab social perusahaan, meliputi: a. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab social dan lingkungan.



b. Tanggung jawab social dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewaiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan kepatutan dan kewajaran. c. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab social dan lingkungan diatur engan peraturan pemerintah. Dan akhirnya agar masyarakat dapat melakukan monitoring pelaksanaannya perseroan diwajibkan membuat laporan dalam laporan tahunan kepada rapat umum pemegang saham setelah ditelaah oleh dewan komisaris dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tahun buku perseroan akhir. Ketentuan dimaksud termuat pada Pasal 66 Ayat 2 Butir C Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007.



BAB III PENUTUP DAN KESIMPULAN



Ketentuan umum yang dimaksud dalam pembahasan regulasi dan etika bisnis ini adalah hal-hal yang lazim perlu dijalankan dan dilakukan oleh setiap pelaku usaha. Ketentuan yang dimaksud bersifat tertulis meliputi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Perpajakan., serta berbagai peraturan lainnya. Setiap kegiatan usaha memerlukan beberapa dokumen pendukung ang seharusnya dilengkapi oleh pemilik usaha. Tujuannya untuk memberikan dan meningkatkan rasa percaya terhadap lingkungan usaha itu sendiri, seperti pemasok, konsumen, lembaga pembiayaan khususnya dan masyarakat pada umumnya. Etika dan etika bisnis merupakan sebuah kewajiban dari setiap pelaku bisnis, disisi lain etika dan etika bisnis juga menjadi kewajiban masyarakat. Pada umumnya pelaku bisnis maupun masyarakat lebih menuntut hak dari pada kewajibannya. Maka untuk itu kiranya masyarakat umumnya dan pada pelaku bisnis khususnya perlu lebih memahani tentang etika dan etika bisnis.



DAFTAR PUSTAKA http://pumariksa.blogspot.com/2014/05/ketentuan-umum-umkm.html https://salamadian.com/pengertian-etika-bisnis/