Reksa Pastoral Keluarga [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REKSA PASTORAL KELUARGA Keluarga Katolik sebagai Gereja kecil (Ecclesia Domestica) dipanggil untuk membangun Kerajaan Allah di tengah-tengah dunia. Keluarga Katolik tidak hanya menerima kasih Kristus, tetapi juga dipanggil untuk menyampaikan kasih Kristus kepada sesamanya. Panggilan ini adalah tugas yang tidak dapat dipandang enteng, sebab keluarga Katolik harus berhadapan dengan realitas kehidupan yang semakin maju. Untuk itu, diperlukan sebuah racikan reksa pastoral bagi keluarga katolik yang baik yang melibatkan berbagai unsur dalam Gereja, mulai dari tingkat Keuskupan, paroki hingga keluarga sendiri. Pengertian Pastoral Pertama-tama, baiklah kita mengerti apa itu pastoral. Pastoral adalah pelayanan keselamatan dalam Gereja.1 Gereja dimengerti sebagai wadah (locus), tempat keselamatan yang tampak dan hadir dalam kehidupan manusia. Aktivitas atau kegiatan pastoral itu memberi wujud kepada kehidupan Gereja. Pastoral juga bisa dimengerti sebagai aktivitas Gereja yang lahir dari karya Roh Kudus yang tampak dalam aneka bentuk dan cara. Tujuannya adalah mengaktualkan rencana keselamatan Allah atas diri manusia dan sejarahnya dalam situasi yang kontekstual dan konkret.2 Pastoral itu diarahkan pada pengembangan hidup Gereja yang secara bersama-sama mewujudkan keberadaannya di dunia. Pengembangan Gereja itu bukan hanya pada imam atau petugas pastoral lainnya, tetapi juga dalam keluarga. Keluarga adalah Gereja kecil yang menjadi dasar keberlangsungan Gereja setempat. Keselamatan juga harus diaktualisasikan dalam keluarga. Bila keluarga mampu mengarahkan hidup mereka pada kasih Tuhan, niscaya perkembangan hidup Gereja pun akan berkembang dengan pesat. Gambaran dan Tujuan Pastoral Keluarga Mengingat situasi yang telah digambarkan di atas, perlu gambaran yang jelas dalam melaksanakan pendampingan keluarga. Pendampingan keluarga hendaknya realistis, dalam artian diharapkan dapat sesuai dengan realitas keluarga yang didampingi, sesuai dengan latar belakang budaya, sosial ekonomi, pendidikan, dll. Untuk itu perlu adanya pemahaman mengenai keluarga yang didampingi dari berbagai macam aspek (sosial, ekonomi, budaya, dsb.) lalu merumuskan metode yang tepat dalam memberikan pendampingan.3 Sedangkan tujuan dari pendampingan keluarga ini adalah mengarahkan keluarga kepada kehidupan keluarga kristiani yang ideal. 4 Untuk itu pendampingan harus dilaksanakan terusmenerus dan berkelanjutan. Terlebih bagi keluarga yang bermasalah, pendampingan harus segera dilakukan sehingga kemungkinan terburuk dapat segera diatasi. Bagi keluarga yang sudah “mapan” pun tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Mereka tetap membutuhkan pendampingan agar pada akhirnya mereka bisa menjadi teladan bagi keluarga-keluarga lain. 1



Rm. Adi Saptawidada, CM, MA, Pastoral Fundamental, Malang: STFT Widya Sasana, 2008, hlm. 2. Ibid., hlm. 3. 3 Konferensi Wali Gereja Indonesia, Pedoman Pastoral Keluarga, Jakarta: Obor, 2011, hlm. 72. 4 Ibid. 2



Penanggung jawab dan Pelaksana Reksa Pastoral Keluarga Gereja yang merupakan jemaat yang diselamatkan dan menyelamatkan, dapat dipandang dari dua segi yakni sebagai Gereja Universal dan sebagai Gereja Partikular. Gereja Partikular merupakan subjek pelaksana yang lebih langsung dan lebih efektif dalam melaksanakan reksa pastoral keluarga. Adapun penanggung jawab pastoral keluarga dalam sebuah keuskupan adalah Uskup setempat. Untuk efisiensi dan efektivitas karya, uskup memberikan tugas kepada para petugas pastoral yang mewakilinya di daerah-daerah, antara lain: vikaris keuskupan atau pastor paroki dan dewannya. Mereka pun dibantu oleh Komisi Keluarga atau semacamnya di wilayahnya masing-masing.5 Para pelaksana pastoral keluarga yakni: 1. Para Uskup dan Imam6 Para Uskup mencurahkan perhatian khusus untuk membuat keuskupannya semakin menjadi keluarga keuskupan yang sejati, yang menjadi teladan dan bagi semua keluarga Kristiani. Para uskup harus menyiapkan para imam yang menjadi pelayan Gereja, secara khusus berkenaan dengan perkawinan dan keluarga. Mereka bertanggung jawab baik pada perkara moral, liturgi maupun sosial. Mereka harus mendukung keluarga kristiani dalam kesulitan dan penderitaannya, memerhatikan anggota-anggotanya dan membantu umat untuk melihat hidup mereka dalam terang Injil. Para imam harus menganggap keluarga-keluarga kristiani sebagai bapak, ibu, saudara, saudari, sebagai gembala dan guru yang membantu mereka dengan rahmat dan menerangi mereka dengan sinar kebenaran. 2. Biarawan dan biarawati7 Para biarawan dan biarawati menguduskan diri bagi Allah, sehingga mereka mampu menampakkan di depan semua umat sebuah perkawinan ajaib yang diadakan Allah. Perkawinan ini akan dinyatakan sepenuh-penuhnya pada zaman yang akan datang yaitu ketika Kristus mempersunting Gereja sebagai satu-satunya mempelai. Para biarawan dan biarawati menjadi saksi cinta kasih dengan kemurniannya. Hal ini menjadikan mereka selalu siap sedia mengabdikan diri dengan murah hati demi pelayanan kepada Allah dan demi karya-karya kerasulan bagi sesama. 3. Komisi Keluarga Keuskupan / Kevikepan / Dekenat dan Paroki8 Komisi Keluarga Keuskupan bertanggung jawab atas nama uskup dalam pastoral keluarga di seluruh keuskupan, serta menjadi pelaksana dalam pastoral tersebut. Mereka berperan sebagai pemberi arahan, animator, motivator dan koordinator. Begitu pula untuk seksi Kerasulan Keluarga di tingkat Kevikepan, Dekenat dan Paroki. Bila dimungkinkan, kelompok-kelompok kategorial yang berkecimpung dalam urusan keluarga dapat 5



Ibid., hlm. 72-73. Yohanes Paulus II, Familiaris Consortio, terj. A. Widyamartaya, Yogyakarta: Kanisius, 1994, hlm. 135-136. 7 Ibid., hlm. 137-138. 8 Op. cit. Konferensi Wali Gereja Indonesia, hlm. 73. 6



diikutsertakan seperti: Pengurus Kursus Perkawinan, Marriage Encounter, Couples for Christ, Jaringan Mitra Perempuan, dll. Secara khusus, Seksi Kerasulan Keluarga di tingkat Paroki sebaiknya melaksanakan secara langsung pendampingan pastoral bagi keluarga-keluarga di paroki, baik secara individu maupun kolektif. 4. Keluarga Keluarga adalah pelaksana utama pastoral keluarga karena keluarga adalah pelaksana reksa pastoral yang paling nyata. Dalam keluarga terdapat pengungkapan penuh makna akan cinta kasih antara Allah dan umat-Nya, yang terungkap dalam kesetiaan pelaksanaan janji pernikahan.9 Dalam pernikahan dibentuklah suatu keluarga dan segala keterkaitannya antara suami dengan istri maupun orangtua dengan anak. Berbagai Bentuk Pastoral Keluarga Sebaiknya, pendampingan keluarga dimulai sejak masa pra-nikah yang meliputi pendampingan bagi anak-anak, remaja dan calon pengantin dan saat menjelang peneguhan perkawinan, dan kemudian pendampingan masa pasca-perkawinan. 1. Pendampingan Pra-nikah10 a. Pendampingan Anak-anak Anak-anak didampingi dengan menanamkan nilai-nilai kristiani dan kemanusiaan, termasuk seksualitas. Pendampingan ini sebaiknya tidak hanya bersifat informatif, melainkan juga bersifat formatif (membentuk kepribadian), dan performatif (sungguh dilaksanakan). Hal ini bisa dilaksanakan dalam kegiatan organisasi paroki untuk anakanak seperti Bina Iman Anak Katolik atau Sekolah Minggu serta kerja sama dengan pihak-pihak sekolah. b. Pendampingan Remaja dan Kaum Muda Bentuk pendampingan untuk remaja dan kaum muda diharapkan bisa membantu mereka menemukan jati diri. Mereka perlu mendapatkan pengarahan tentang orientasi panggilan hidup berkeluarga katolik dengan sakramen perkawinan, serta mengarahkan mereka pada kemandirian hidup dan kepribadian yang matang. Pendampingan ini juga menyiapkan mereka dengan berbagai cara dalam memenuhi kesejahteraan lahir-batin untuk masa depan, tanpa mengesampingkan prinsip moral kristiani. Hal ini bisa dilakukan dalam kegiatan organisasi Gereja, seperti: Rekat, Mudika, OMK, dan juga bekerja sama dengan pihak sekolah dan kampus.



c. Pendampingan Calon Pengantin 9



Bdk. FC, art. 12. op. cit. Konferensi Wali Gereja Indonesia, hlm. 74-81.



10



Pada pendampingan ini dimulai dengan pengarahan mengenai tuntutan administratif (baik secara sipil maupun gerejawi), juga hal-hal penting mengenai penghayatan pernikahan katolik. Calon pengantin mendapat pendampingan khusus lewat kursus persiapan perkawinan dan penyelidikan kanonik oleh pastor paroki sendiri. 2. Pendampingan Pasca-nikah. a. Keluarga dalam kondisi “biasa” Keluarga dengan kondisi “biasa” ini dapat dikelompokkan sesuai dengan usia perkawinan, seperti: keluarga dengan usia pernikahan sampai dengan 5 tahun (keluarga muda), keluarga dengan usia perkawinan 6-25 tahun (keluarga madya), dan keluarga dengan usia pernikahan di atas 25 tahun. Mereka dapat didampingi untuk merawat keharmonisan rumah tangga, pembaharuan janji pernikahan, rekoleksi atau retret perkawinan. b.



Keluarga dalam Kondisi Khusus Pendampingan keluarga dalam kondisi khusus ini diberikan bagi keluarga-keluarga yang memiliki permasalahan seperti: perkawinan belum sah menurut hukum Gereja, keluarga single parent, keluarga cerai sipil, keluarga yang pisah ranjang, keluarga dengan ‘harta terpisah’, keluarga yang tidak memperoleh keturunan, keluarga dalam konflik berat, dan keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Mereka membutuhkan pendamping dengan keahlian khusus, terutama dalam bidang psikologi dan psiko-spiritual.



Kesimpulan Setiap umat beriman Kristiani yang telah menerima tritugas Kristus (menjadi Imam, Nabi, dan Raja) dalam pembaptisan dipanggil untuk menjalankan tritugas itu. Hal ini mereka penuhi dalam persatuan dengan Gereja dan mengambil bagian dalam pengalaman perziarahan di dunia untuk menjadi saksi perwujudan kerajaan Allah. Kaum awam menjalankannya dengan memberi kesaksian tentang iman melalui tutur kata, tingkah laku, dan pembawaan hidup yang baik setiap hari. Para uskup, imam, biarawan dan biarawati menyatakan tritugas Kristus dengan memberi kesaksian tentang cinta kasih terhadap semua orang yang melalui kemurnian demi kerajaan surga. Hal ini menjadikan mereka semakin bersedia untuk dengan murah hari membaktikan diri dalam pengabdian kepada Allah dan dalam karya kerasulan serta meningkatkan pengabdian mereka kepada keluarga-keluarga kristiani. Perhatian pastoral Gereja sifatnya universal. Hal ini bertujuan untuk membantu keluarga-keluarga kristiani semakin bertumbuh dalam iman dan menghayati pola hidup kristiani. Umat kristiani bersatu dan bekerja sama dengan penuh keramahan dan keberanian untuk melayani satu sama lain. Perhatian pastoral juga diarahkan pada pengembangan hidup Gereja yang secara bersama-sama mewujudkan keberadaan jemaat secara khusus dalam kehidupan keluarga.