Resume Bab 6 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 6 COURAGE AND MORAL LEADERSHIP Pada bab ini akan berfokus membahas mengenai keberanian dan kepemimpinan moral. Di mana pada bab sebelumnya telah membahas dua elemen untuk kesuksesan kepemimpinan, pada bab ini akan membahas elemen ketiga yaitu semangat-pada kemampuan untuk melihat ke dalam, untuk merenungkan kondisi manusia, untuk memikirkan mengenai apa yang salah dan yang benar, untuk melihat apa yang sesungguhnya terjadi di dunia, dan untuk memiliki keberanian untuk menghadapi apa yang pantas dan baik. Di mulai dengan membahas bagaimana kondisi beberapa operasional organisasi saat ini, dilema yang dirasakan pemimpin dalam menghadapi dunia modern, dan bermacam perilaku yang menyumbang kepada iklim organisasi yang tidak etis. Dilanjutkan kemudian membahas bagaimana pemimpin bisa bertindak di jalan yang benar, menjelaskan model pengembangan moral personal, dan melihat pentingnya penatalayanan dan kepemimpinan yang melayani. Kemudian akan diakhiri dengan pembahasan apa yang dimaksut dengan keberanian dan bagaimana pemimpin mengembangkan keberanian untuk kepemimpinan moral. Kepemimpinan Moral Saat Ini Penyimpangan etika saat ini terjadi di semua tingkatan organisasi, namun tetap pemimpin atas lah yang paling terlihat sebagai penanggung jawab utama dengan adanya penyimpangan ini. Ketika seorang pemimpin gagal untuk mengatur dan memenuhi batas standar etis, organisasi, para pegawai, pemegang saham, dan masyarakat umum menderita. Perilaku tidak etis ini bisa mengarah pada konsekuensi yang serius untuk perusahaan: perusahaan memiliki waktu yang sulit untuk menarik pegawai yang baik, dikarenakan adanya masalah yang ada tadi mempengaruhi para pencari kerja berpikir kembali apakah akan mendaftar di perusahaan yang bermasalah itu. Karyawan yang sudah ada serta para konsumen akan kehilangan kepercayaan pada pemimpin dan akan berdampak pada kinerja mereka yang akan menurun. Pemimpin di semua tingkatan membawa tanggung jawab yang besar untuk mengatur iklim etis. Pada waktu yang bersamaan pula, mereka menghadapi banyak tekanan yang menantang kemampuan mereka untuk melakukan sesuatu yang benar. Tekanan untuk memotong biaya, menaikkan keuntungan, dan melihat kesuksesan yang bisa berkontribusi pada penyimpangan etis.



1



Banyak pemimpin hanya terjebak dalam penekanan utama pada keuntungan yang cepat dan harga saham yang terus tumbuh. awalnya ditujukan untuk menyelaraskan kepentingan manajer dengan para pemegang saham, namun pada akhirnya akan memunculkan sifat keserakahan. Ada beberapa kriteria yang membedakan kepemimpinan yang etis dengan kepemimpinan yang tidak etis: Kepemimpinan Etis Memiliki kerendahan hati Menjaga perhatian untuk sesuatu yang lebih besar Mudah dan jujur Memenuhi komitmen Memperjuangkan keadilan Bertanggung jawab Respek pada setiap individu Mendorong perkembangan para pengikut Melayani orang lain Tidak berani menghadapi ketidakadilan



Kepemimpinan Tidak Etis Arogan, mementingkan diri sendiri Berlebihan mempromosikan kepentingan diri sendiri Penuh dengan muslihat Melanggar kesepakatan Penawaran tidak adil Menyalahkan orang lain Merendahkan orang lain Mengabaikan pengembangan para pengikut Menahan dorongan dan pertolongan Berani berdiri pada kebenaran



Bertindak seperti Pemimpin yang Bermoral Beberapa pemimpin lupa bahwa bisnis adalah tentang nilai, bukan hanya sekedar kinerja tujuan ekonomi. Bukan berarti mereka harus menyampingkan profit, harga bahan baku, biaya produksi, namun mulai menyadari perlunya pengakuan terhadap nilai, kualitas, dll. Satu hal lain penting juga dalam membuat tujuan yang etis adalah komitmen dari seorang pemimpin dalam meberikan contohcontoh perilaku yang etis pada para bawahannya. Ada beberapa hal yang bisa jadi pedoman dalam seorang pemimpin bertindak menjadi pemimpin yang bermoral: 1. Mengembangkan, menyampaikan dengan jelas, dan menegakkan prinsip moral. 2. Fokus pada apa yang baik untuk organisasi maupun untuk orang yang ada di dalamnya. 3. Menentukan contoh yang ingin anda tiru 4. Jujur pada diri sendiri dan orang lain 5. Usir rasa takut dan hilangkan hal-hal yang tidak dapat didiskusikan 6. Membuat dan mengomunikasikan kebijakan etis 7. Mengembangkan kekuatan – perlihatkan tidak adanya toleran untuk pelanggaran etis 8. Hargai tingkah laku etis 9. Perlakukan siapapun dengan adil, bermartabat, dan respek, dari level bawah sampai level atas. 10. Lakukan hal yang benar dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan professional.



2



Becoming a Moral Leader Kepemimpinan bermoral (Moral Leadership) merupakan membedakan hal yang benar dari hal yang salah, mencari keadilan, kejujuran, kebaikan pada praktik kepemimpinan. Pemimpin memiliki pengaruh yang besar terhadap anggota lainnya. Dan kepemimpinan bermoral memberikan kehidupan untuk orang lain untuk meningkatkan nilai dirinya sendiri. Kepemimpinan bermoral mengangkat orang, mengizinkan mereka untuk lebih baik daripada mereka tanpa pemimpin. Karakter-karakter spesifik pemimpin seperti kekuatan ego, kepercayaan diri, mandiri, mungkin dapat membuat seorang pemimpin memiliki moralitas dalam menghadapi perlawanan atau hal yang berlawanan. Selain itu, pemimpin dapat mengembangkan karakteristik-karakteristiknya untuk menjadi pemimpin bermoral. Ada 3 level pengembangan moral yakni ;  Level 1 – Preconventional Individu / pribadi egosentris, sangat memperhatikan penerimaan penghargaan dan mengindari hukuman.  Level 2 – Conventional Pemimpin beusaha memenuhi atau menyesuaikadn diri seperti ekspektasi baik dari kolega, keluarga dan sosial  Level 3 – Principled Pemimpin menjiwai dengan lengkap dari pengenalan dasar yang universal mengenai mana yang benar dan mana yang salah □ Sifat-sifat manajemen baru Terdapat 5 sifat dari filosifi dan dasar spiritual untuk isu pemimpin dalam usaha dan untuk hubungan antar leader dan orang lain.  Dapat dipercaya Dapat diartikan bahwa pemimpin harus jujur, memiliki etika, dan membangun hubungan dengan konsumen dan pegawai dengan dasaar integritas  Kesatuan Kesatiuan merupakan pondasi untuk membagi visi, komitmen, dan hubungan timbal balik. Pada praktiknya kesatuan adalah mencari kebulatan suara pada keputusan penting, kepuasan konsumen, dan untuk kontroling dan pelatihan.  Menghormati dan menghargai Sikap menghormati dan menghargai merupakan dasar yang benar mengenai pemberdayaan. Pemimpin mendengar, bertindak seperti pelatih dan mentor, membuat penentuan tim sendiri, dan memberikan perhargaan dan apresiasi.  Adil 3



Dapat



diartikan,



pemimpin



memperlakukan



setiap



orang



dengan



adil(fairly),



menghilangkan hambatan untuk kesempatan yang sama, dan menyediakan kompensasi yang sesuai, begitu juga dengan pembagian keuntungan.  Melayani dan berkemanusian Pemimpin yang melayani dan bekemanusiaan memebagi kekuasaan, mengakui kesalahan, dan mempercayai orang lain. Servant Leadership Asumsi tentang hubungan antara pemimpin dan pengikut berubah secara dramatis, dan konsep kepemimpinan berkembang. Banyak pemikiran tentang kepemimpinan saat ini menyiratkan bahwa kepemimpinan moral mendorong perubahan menuju pengembangan pengikut menjadi pemimpin, demikian mengembangkan potensi mereka daripada menggunakan posisi kepemimpinan untuk mengontrol atau membatasi pengikut. Organisasi tradisional didasarkan pada gagasan bahwa pemimpin bertanggung jawab atas bawahan dan keberhasilan organisasi tergantung pada kontrol pemimpin atas pengikut. Pada tahap pertama, bawahan yang pasif-tidak diharapkan untuk berpikir sendiri, tetapi hanya untuk di saat mereka diberitahu. Tahap dua melibatkan bawahan lebih aktif dalam pekerjaan mereka sendiri. Tahap ketiga adalah kepengurusan, yang merupakan pergeseran signifikan dalam pola pikir dengan memindahkan tanggung jawab dan wewenang dari pemimpin untuk pengikut. Kepemimpinan pelayan mewakili tahap luar kepengurusan, di mana para pemimpin menyerahkan kontrol dan membuat pilihan untuk melayani karyawan □ Manajemen Otoriter Pemahaman tradisional kepemimpinan adalah bahwa para pemimpin adalah manajer yang baik yang mengarahkan dan mengendalikan orang-orang mereka. Pengikut adalah bawahan taat yang mengikuti perintah (pemimpin otokratis membuat keputusan dan mengumumkan mereka untuk bawahan). Kekuasaan, tujuan, dan menikmati fasilitas berada dengan orang-orang di bagian atas organisasi. Pada tahap ini, para pemimpin mengatur strategi dan tujuan, serta metode dan hadiah untuk mencapai mereka. Stabilitas dan efisiensi organisasi adalah hal yang terpenting, dan pengikut yang dirutinkan dan dikontrol bersama dengan mesin dan bahan baku. Bawahan tidak diberikan suara dalam menciptakan makna dan tujuan untuk pekerjaan mereka dan tidak ada kebijaksanaan bagaimana mereka melakukan pekerjaan mereka, kepemimpinan ini menekankan kontrol ketat, standarisasi karyawan dan spesialisasi, dan manajemen dengan pengukuran impersonal dan analisis. 4



□ Manajemen Partisipatif Banyak organisasi telah melakukan upaya untuk secara aktif melibatkan karyawan. Pemimpin telah meningkatkan partisipasi karyawan melalui program saran karyawan, kelompok partisipasi, dan lingkaran kualitas. Teamwork telah menjadi bagian penting bagaimana pekerjaan dilakukan di banyak organisasi. Kesuksesan perusahaan Jepang yang menekankan keterlibatan karyawan mendorong banyak organisasi di luar AS untuk mencoba praktek manajemen partisipasi dalam meningkatkan persaingan global. Namun, sebagian besar dari program ini tidak mendistribusikan kekuasaan dan wewenang untuk pekerja-tingkat yang lebih rendah. Mindset paternalistik bahwa pemimpin atas menentukan maksud dan tujuan, membuat keputusan akhir, dan memutuskan imbalan. Karyawan diharapkan untuk membuat saran untuk perbaikan kualitas, bertindak sebagai pemain tim, dan mengambil tanggung jawab yang lebih besar untuk pekerjaan mereka sendiri, tetapi mereka tidak diperbolehkan untuk menjadi mitra sejati dalam perusahaan. Pemimpin adalah hasil bertanggung jawab, tetapi mereka dapat bertindak sebagai mentor dan pelatih. Mereka telah memberikan beberapa kontrol mereka, tetapi mereka masih bertanggung jawab atas moral, kesejahteraan emosional, dan kinerja bawahan, yang dapat menyebabkan memperlakukan pengikut seolah-olah mereka tidak mampu berpikir sendiri.



5