RMK EMI208M C1 RPS 5 - Kelompok 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RMK PASAR DAN LEMBAGA KEUANGAN EMI208M C1 PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BANK



Dosen Pengampu: Dra. Nyoman Abundanti, M.M. Disusun oleh:



KELOMPOK 3



Ni Komang Diah Permata Sari



2007521139 / 14



Novia Indah Dewanti



2007521151 / 15



Putu Endra Widyatama



2007521155 / 16



Ida Ayu Trisya Ratna Kumari



2007521175 / 17 MANAJEMEN



FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2021



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan bank yang merupakan salah satu lembaga yang menyediakan fasilitas jasa baik dalam hal penyimpanan, penukaran, penyaluran, hingga jasa perantara terus mengembangkan penyediaan jasa-jasa tersebut guna mengikuti tuntutan kemajuan bertransaksi, cara penukaran hingga pengambilan dana yang semakin modern. Salah satu peran serta bank yaitu penghimpun dana yang ada di masyarakat menjadikannya sebagai salah satu indicator inflasi penting dan bersama pemerintah dapat bekerja sama untuk menjaga tingkat inflasi sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan perekonomian. Melalui kegiatan pemberian kredit bank menjalankan fungsinya sebagai lembaga penyalur dana kepada masyarakat.bank konvensional dalam penghimpunan dana, penabung diberikan jasa dalam bentuk bunga simpanan, sementara dalam penghimpun kredit diberikan jasa dalam bentuk penerima kredit. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengertian sumber penghimpunan dana bank? 2. Bagaimana pertimbangan dalam penggunaan dana bank? 3. Bagaimana stratgei untuk mengelola dana bank? 4. Apa saja kebijakan dalam penghimpunan dan penggunaan dana? 5. Bagaimana proses pinjaman tunai dan non tunai? 6. Apa saja risiko penyaluran dana kredit? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Menambah wawasan terkait pengertian dan sumber penghimpunan dana bank 2. Mengetahui apa saja pertimbangan dalam penggunaan dana bank 3. Mengetahui strategi untuk mengelola bank 4. Mengetahui apa saja kebijakan dalam penghimpunan dan penggunaan dana 5. Mengetahui proses pinjaman tunai dan non tunai 6. Mengetahui risiko dari penyaluran dana kredit 1.4 Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis



Dapat menambah wawasan serta pengetahuan mengenai penghimpunan dan penyaluran dana bank, sekaligus sebagai persyaratan untuk memenuhi nilai mata kuliah Pasar dan Lembaga Keuangan. 2. Bagi Masyarakat Masyarakat semakin peduli terhadap permasalahan-permasalahan tentang tersendatnya arus informasi mengenai perbankan khususnya di Indonesia serta menambah pengetahuan masyarakat mengenai cara penghimpunan, penyaluran dana dan kredit perbankan. 3. Bagi Pembaca Diharapkan bisa menambah pengetahuan pembaca mengenai penghimpunan dan penyaluran dana bank.



BAB II PEMBAHASAN A. PENGIMPUN DANA Kegiatan usaha utama dari suatu bank adalah penghimpunan dan penyaluran dana dengan tujuan untuk memperoleh penerimaan akan dapat dilakukan apabila dana telah dihimpun. Penghimpunan dana dari masyarakat perlu dilakukan dengan cara-cara tertentu sehingga efisien dan dapat disesuaikan dengan rencana penggunaan dana tersebut. Keberhasilan suatu bank dalam memenuhi maksud itu dipengaruhi oleh hal-hal berikut: 1. Kepercayaan masyarakat kepada bank Banyak faktor yang dapat memengaruhi gambaran sebuah bank di mata masyarakat,seperti pelayanan, keadaan keuangan, berita-berita dimedia masa, laporan BI tentang bank tersebut, pengalaman masyarakat, dan lain-lain. Semakin tinggi keprcayaan masyarakat terhadap suatu bank, maka semakin tinggi pula kemungkinan bank tersebut untuk menghimpun dana dari masyarakat. 2. Ekspektasi tingkat pendapatan Calon penyimpan dana akan membandingkan tingkat pendapatan yang akan diperoleh dari menyimpan dana di bank dengan alternatif investasi lain dengan tingkat resiko yang sama. Semakin tinggi tingkat pendapatan yang diperkirakan, maka semakin mudah sebuah bank untuk menarik dana dari calon penyimpan dananya. 3. Risiko penyimpanan dana Apabila sebuah bank dapat memberikan tingkat kepastian dan keamanan yang tinggi atas dana masyarakat untuk dapat ditarik kembali, maka masyarakat akan semakin bersedia untuk menempatkan dananya di bank tersebut. 4. Pelayanan yang diberikan Pelayanan yang baik akan meningkatkan kenyamanan penyimpan dana sehingga merasa senang untuk terus bertransaksi dengan bank tersebut. Terdapat empat sumber dalam menghimpun dana untuk menjalankan kegiatan usahanya, yaitu: 1. Dana sendiri Dana yang sebenarnya terbilang kecil bagi kelangsungan usaha, namun tetap merupakan satu hal yang sangat penting fungsinya bagi kelangsungan sebuah usaha juga. Berdasarkan capita; adequacy ratio atau yang disingkat dengan CAR yang



merupakan rasio kecukupan modal, dimana apabila sebuah bank memiliki CAR yang terlalu rendah dari standar yang ada, maka kemampuan bertahan bank tersebut juga akan rendah jika mengalami kerugian karena jika jumlah kerugian melebihi modal sendiri, maka tanggung jawab bank terhadap masyarakat pun akan diragunakan. Sehingga, pada akhirnya kondisi ini akan menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut dan akan mengancam kelangsungan hidup bank itu sendiri. Modal disetor, pendapatan dari menujual saham di bursa efek, akumulasi laba ditahan, cadangan-cadangan, dan agio saham merupkan bentuk penghimpunan dana dari badan usaha lain. 2. Dana dari deposan Dana ini merupakan dana yang berasal dari masyarakat. Sumber dana ini dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito berjangka. a. Rekening giro, merupakan simpanan yang penarikannya setiap saat dengan menggunakan cek sebagai penarikan tunai dan bilyet giro untuk pemindah bukuan. Rekening giro merupakan sumber dana jangka pendek karena penarikannya bisa dilakukan kapan saja. Selain itu, jumlah dari rekening giro juga berubah-ubah dengan seriring berjalannya waktu. Dengan adanya rekening giro dapat memudahkan nasabah dalam melakukan pembayaran dengan jumlah yang besar, masyarakat tidak perlu beresiko membawa uang tunai dengan jumlah besar dan melakukan pembayaran lewat bank. •



Cek adalah surat perintah kepada tak bersyarat dari penerbit kepada bank untuk membayar sejumlah uang kepada yang membawa cek tersebut.







Bilyet giro adalah sebuah perintah pemindahbukuan dari pemagang bilyet giro tersebut kepada bank untuk memindahkan sejumlah uang ke rekening penerima.







Jasa giro adalah kegiatan dari bank yang diberikan kepada giran dalam rangka memberikan kompensasi atau imbalan atas sejumlah saldo giro yang disimpan di bank.



b. Deposito berjangka Simpanan yang hanya dapat ditarik atau dicairkan dalam waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang dibuat oleh bank dan deposan. Pihak bank dapat memberikan pelayanan untuk memperpanjang masa deposito jika deposan



menginginkan untuk memperpanjang jangka waktu depositonya. Deposan tidak bisa mencairkan deposito berjangka sebelum waktu yang ditentukan, namun jika deposan tetap ingin mencairkan depositonya sebelum sesuai dengan kesepakatan waktu yang ditentukan, maka pihak bank akan memberi denda atas penarikan tersebut. c. Tabungan Simpanan yang penarikannya dilakukan dengan lebih mudah dibandingkan dengan penarikan deposito berjangka, penarikan tabungan dapat dilakukan dengan syarat tertentu, dalam bentuk buku tabungan, kartu ATM, atau kartu debit dan penarikannya tidak menggunakan cek, bilyet giro, atau sejenisnya. d. Cara lain menghimpun dana dari deposan •



Sertifikat deposito, merupakan produk yang dikeluarkan bank yang mirip, namun memiliki prinsip yang berebeda dengan deposito. Sertifikat deposito ini adalah alat utang yang berupa deposito berjangka yang bukti simpananya dapat diperjualbelikan.







Deposit on call, merupakan simpanan yang penarikannya dengan melakukan pemberitahuan terlebih dahului dalam jangka waktu sesuai kesepakatan pihak bank dan nasabah. Jangka waktu pemberitahuan disesuaikan dengan jumlah dana yang diminta. Semakin besar dana yang ditarik, maka bank mengharapkan pemberitahuannya dilakukan lebih awal lagi.







Rekening giro terkait tabungan,



3. Dana pinjaman. Dalam kateogori bank sebagai penghimpun, dana pinjaman dapat berupa: a. Call money Dana yang pinjaman jangka pendek oleh satu bank dari bank lain untuk memenuhi kebutuhan dana mendesaknya, misalnya apabila terjadi penarikan dana besar-besaran oleh para deposan. Dana dari call money ini memiliki tingkat bunga yang naik-turun yang dipengaruhi pada ketersediaan dan permintaan pasar pada saat itu, selain sifat dana dari call money ini bersifat pendek yaitu hanya berjangka waktu satu hari hingga 180 hari. Tingkat bunga call money dapat menjadi sangat tinggi, apabila suatu perusahan sedang mengalami likuiditas. Selain itu, bank yang sedang mengalami kelebihan



likuiditas memnfaatkan call money sebagai peluang untuk menghasilkan keuntungan lebih bagi bank dengan berpartisipasi menyalurkan dananya bagi bank yang membutuhkan dalam jangka pendek. b. Pinjaman antarbank Sumber dana yang dipinjam oleh satu bank dari bank lain untuk memenuhi pendanaan yang lebih terencana sebagai upaya untuk mengembangkan usaha atau meningkatkan penerimaan bank. c. Kredit likuiditas bank Indonesia Pinjaman dana yang disediakan Bank Indonesia untuk membantu bank-bank yang mengalami masalah keuangan atau likuiditas yang masih memiliki peluang untuk ditolong, seperti karena adanya penarikan dana secara besarbesar oleh nasabah bank tersebut. Tujuan BI memberikan pinjaman ini adalah untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat kepasa sektor perbankan Indonesia. 4. Sumber dana lain adalah sumber dana yang bukan berasal dari modal sendiri, dana dari deposan, ataupun dana pinjaman. Berikut merupakan bentuk dari sumber dana lain: a. Setoran jaminan Dana wajib yang diserahkan nasabah kepada bank karena telah menerima fasilitas tertentu. Harapan bank dari adanya setoran jaminan ini adalah agar nasabah dapat berperilaku posotif sehingga, bank tidak perlu menanggung resiko yang kemungkinan akan muncul, seperti kerugian. Jasa-jasa bank yang menggunakan setoran jaminan ini adalah Letter of Credit dan Bank Garansi. b. Dana transfer Dana nasabah yang masih mengendap di bank, dimana bank dapat menggunakan dana yang mengendap ini untuk mendanai kegiatan usahanya. Sumber dana ini merupakan dana jangka pendek karena dana hanya mengendap di bank dalam waktu yang singkat. c. Surat berharga pasar uang Surat berharga jangka pendek yang diperjualbelikan dengan didiskonto BI. Bank yang memiliki kelebihan dana dapat membeli SPBU sebanyak-banyaknya dan dapat menjualnya apabila suatu saat bank tersebut mengalami masalah likuiditas. d. Diskonto bank Indonesia



Fasilitas diskoto dengan pembelian surat berharga yang diterbitkan bank atas dasar diskonto. Fasilitas diskonto ini memiliki dua tujuan yaitu untuk meembantu memperlancar pengaturan dana bank dalam sehari-harinya dan untuk membantu bank yang mengalami kesulitan keuangan.



B. PENGGUNAAN DANA BANK Dana yang telah dihimpun oleh bank akan menjadi beban bila tidak digunakan dan dibiarkan mengendap di bank. Dana yang telah dihimpun bukanlah dana yang murah dan akan menimbulkan kewajiban bagi bank untuk membayar imbal jasa berupa bunga. Berdasarkan kebutuhan itu dan juga untuk memperoleh penerimaan bank dalam rangka menutup biaya-biaya lain serta mendapatkan keuntungan, maka bank berusaha mengalokasikan dananya dalam berbagai bentuk aktiva dengan berbagai macam pertimbangan. Berikut merupakan tiga hal utama yang menjadi perhatian bank dalam mempertimbangkan pengalokasian dananya, yaitu: 1) Resiko dan Hasil Risiko dan rate of return selalu berkaitan dengan kegiatan mengalokasikan dana, apapun bentuk asetnya. Pada umumnya, setiap bank lebih mengharapkan asset yang memiliki resiko serendah mungkin, namun tetap menghasilkan rate of return atau pendapatan setinggi mungkin. Untuk mendapatkan keuntungan dan mampu mendanai seluruh biaya operasionalnya seperti gaji pegawai dan biaya bunga, tiap bank berharap seluruh dananya dapat diwujudkan sebagai asset produktif. Tingkat resiko dan rate of return yang searah dari setiap bentuk asset yang dipilih merupakan kenyataan yang dihadapi bank dan investor. Dimana, semakin tinggi risiko yang ditanggung dari suatu asset, maka akan semakin tinggi pula keuntungannya, begitupula sebaliknya. Setiap bank biasanya akan menentukan terlebih dahulu tingkat resiko yang sanggup untuk ditanggung, kemudian barulah menentukan bentuk asset yang diinginkan. Setiap asset pasti memiliki resiko, sehingga tingkat resiko asset yang diharapkan tidak mungkin nol. 2) Jangka waktu dan Likuiditas Berdasarkan pertimbangan bahwa dalam memenuhi kegiatan usahanya bank membutuhkan berbagai macam bentuk asset. Selain itu, berbagai macam dana yang telah dihimpun juga menyangkut jangka waktu pengembaliannya C. Aplikasi : Strategi untuk mengelola modal



Adapun dalam pengelolaan modal bank dapat dialokasikan dalam berbagai hal, yaitu a.



Cadangan Likuiditas Pada dasarnya cadangan likuiditas dapat digunakan untuk kebutuhan likuiditas dalam jangka pendek dan sifat dari risikonya dapat dikatakan rendah. Namun, melalui cadangan likuiditas ini penerimaan yang didapat juga tidak tinggi. Cadangan likuiditas dapat dibagi dalam dua kategori, yakni: 1) Cadangan primer Berbentuk uang kas serta sejumlah saldo pada Bank Indonesia dan bank lainnya. Dalam memenuhi reserve requirement yang telah ditentukan oleh bank sentral, maka bank dapat menggunakan cadangan likuiditas tersebut. Cadangan likuiditas juga dapat digunakan untuk penarikan dana nasabah, pemberian kredit, penyelesaian kliring, dan kewajiban yang akan jatuh tempo. 2) Cadangan sekunder Surat berharga pasar uang, surat utang negara, sertifikat BI, dan sertifikat deposito merupakan bentuk dari cadangan ini. Tujuan alokasi dana dalam cadangan sekunder tidak lain untuk mendapatkan penerimaan dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek seperti penarikan simpanan dan pencairan kredit. Tidak dapat dipungkiri pada suatu waktu bank terkadang memerlukan likuiditas secara mendadak dan dalam jumlah yang tidak kecil. Sehingga, cadangan sekunder yang dipilih oleh bank adalah surat berharga jangka pendek yang mudah untuk dicairkan atau diperjualbelikan.



b. Penyaluran Kredit Sumber penerimaan atau pemasukan bank yang utama berasal dari penyaluran kredit kepada pihak masyarakat dan bank akan mendapatkan keuntungan melalui pendapatan bunga. Kredit merupakan kegiatan penyediaan uang berdasarkan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Dimana pihak peminjam harus melunasi kewajiban dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, sebuah bank juga dapat memberikan kredit kepada bank lain yang sedang dalam situasi kekurangan likuiditas ataupun melalui pinjaman call money. Kegiatan penyaluran kredit ini dapat dikategorikan sebagai asset produktif karena bank memiliki kesempatan untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi, namun risikonya juga tinggi. Contohnya seperti kredit macet, yaitu ketika nasabah tidak dapat membayar



kewajibannya sehingga bank mengalami kerugian yang besar. Penyaluran kredit tidak selikuit jika dibandingkan dengan cadangan primer dan sekunder. c. Investasi Investasi merupakan salah satu pengalokasian dana bank yang memiliki tingkat pengembalian cukup tinggi seperti halnya pada penyaluran kredit. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992, telah ditetapkan bahwa sebuah bank hanya diperbolehkan untuk melakukan penyertaan langsung pada lembaga keuangan dan debitur yang kreditnya macet serta sifat penyertaannya sementara. Kegiatan investasi lainnya dapat dilakukan melalui surat berharga jangka menengah maupun panjang. d. Asset Tetap dan Inventaris Berbeda dengan penyaluran kredit dan kegiatan investasi yang dilakukan bank, asset tetap dan inventaris merupakan kegiatan penanaman modal yang tidak produktif dan risiko cukup tinggi. Asset tetap dan inventaris memiliki kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, hilang, terbakar sehingga dalam pengalokasiannya perlu dibatasi. Dalam operasional lembaga perbankan memerlukan asset tetap dan inventaris karena tentunya sebuah bank memerlukan kantor, mobil, computer, dan kebutuhannya untuk menjalani usaha. Sehingga walaupun pengalokasian modal dalam bentuk ini bersifat tidak likuid, tidak produktif, serta cukup beresiko, bank tetap harus mengalokasikan dananya. D. Konsep sumber-sumber dana bank Menurut Indra Bastian dan Suhardjono (2006, hal. 2) mengatakan bahwa “Dana bank yang dapat digunakan sebagai modal operasional dalam kegiatan usaha tersebut dapat bersumber dari dana sendiri (dana pihak pertama), dana pinjaman dari pihak luar bank (dana pihak kedua), dan dana masyarakat (dana pihak ketiga)”. Lembaga perbankan merupakan sebuah organisasi yang bersifat profit oriented. Dengan begitu lembaga perbankan juga membutuhkan berbagai macam sumber dana guna menunjang aktivitas operasional dan berbagai kebijakan lainnya. Sebagai suatu lembaga keuangan, dana merupakan aspek utama bagi sebuah bank. Sumber dana bank atau dari mana bank mendapatkan dana untuk operasionalnya dibedakan menjadi 3 sumber; yaitu: 1) Dana yang berasal dari modal sendiri.



keperluan



Sumber dana ini sering disebut dana pihak 1, yaitu dana yang berasal dari dalam bank, baik dari pemegang saham maupun dari sumber lain. Misalnya: setoran modal dari pemegang saham, cadangan laba, dan laba bank yang belum di bagi. 2) Dana yang berasal dari pinjaman. Sumber dana ini sering disebut sumber dana pihak 2, yaitu sumber dana yang berasal dari pinjaman bank lain maupun lembaga keuangan lain kepada bank. 3) Dana bank yang berasal dari masyarakat. Sumber dana ini sering disebut sumber dana pihak 3, yaitu sumber dana yang berasal dari masyarakat sebagai nasabah dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka.



E. KEBIJAKAN PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA 1. TingkatBunga Tingkat bunga pinjaman lebih besar daripada tingkat bunga simpanan. Ini dikarenakan dana-dana yang dihimpun oleh bank nantinya akan disalurkan kedalam berbagai macam



penggunaan



agar



mendapatkan



keuntungan.



Agar



penyaluran



tersebut menghasilkan keuntungan, maka biaya yang dikeluarkan haruslah lebih kecil dari biaya yang diterima dari penyaluran dana. Dalam menentukan perhitungan suku bunga diatas tentunya terdapat penyesuaian risiko (risk adjustment). Risiko-risiko yang ditanggung oleh bank tidak hanya risiko penyaluran dana bermasalah, namun juga risiko lainnya yang terkait dengan aktiva dan pasiva. Beberapa risiko tersebut adalah: 1) Risiko likuditas, yaitu risiko dalam memenuhi kebutuhan likuiditas bank untuk berbagai macam tujuan seperti penarikan dana simpanan oleh nasabah, penyediaan dana untuk fasilitas kredit, pemenuhan reserve requirement, dan lain sebagainya. Permasalahan yang dihadapi oleh bank adalah bank tidak dapat memperkirakan kebutuhan likuiditas



dengan tepat. Apabila likuiditas yang disediakan



terlalu tinggi, bank akan merugi karena kelebihan dana tersebut adalah dana produktif yang bisa dialokasikan ke aktiva lain yang lebih produktif dan apabila terlalu



rendah



bank



dapat



mengalami



kesulitan



likuiditas.



Kesulitan



likuiditas menandakan bank dalam keadaan kurang sehat, bank yang kurang sehat kurang dipercaya oleh nasabah dan kemungkinan besar bank bisa bangkrut. 2) Risiko kredit, yaitu risiko dalam penyaluran dana kepada masyarakat. Risiko ini ada



dengan



mempertimbangkan



nasabah



lalai



dalam



melaksanakan



kewajibannya (pembayaran pinjaman pokok, bunga, dsb). Kelalaian ini dapat



menyebabkan bank mengalami kerugian berupa penerimaan yang kurang dari yang sudah diperkirakan. 3) Risiko investasi, yaitu resiko kerugian dikarenakan penurunan nilai surat berharga, misalnya nilai saham dan investasi yang dipengaruhi tidak hanya dari suku bunga bank melainkan juga dari indikator perekonomian serta nonperekonomian seperti



politik,



keamanan,



alam,



pengangguran,



kondisi



perbankan,



kebangkrutan, kerusuhan, dan lain-lain 4) Risiko operasi, yaitu risiko terkait dengan kebijakan



penghimpunan dan



penggunaan dana dalam rangka memperoleh penerimaan yang saling terkait. Risiko ini juga meliputi risiko kemungkinan kerugian akibat perubahan struktur biaya operasional bank atau kegagalan dalam meluncurkan produk-produk perbankan kepada masyarakat. 5) Risiko kecurangan, yaitu risiko dari adanya tindakan curang (fraud) seperti ketidakjujuran, penipuan atau perilaku tidak baik lainnya yang dilakukan oleh nasabah, pihak bank, pihak terafiliasi bank, dan pihak lainnya. 6) Risiko fidusiari, yaitu risiko yang dihadapi bank karena memberikan jasa perwaliamanatan kepada pihak perorangan atau badan. Pelimpahan tugas kepada bank untuk pengelolaan dana ditujukan untuk kegiatan investasi dalam rangka mendapat keuntungan dengan tingkat risiko wajar dan bukan untuk tujuan spekulasi. Bank tidak selamanya mendapat keuntungan dari pengelolaan dana nasabahnya. 2. Pengelolaan Aktiva dan Pasiva Pengelolaan aktiva memperhatikan karakteristik dari penghimpunan dana dari sisi pasiva dan sebaliknya. Karena dalam pengelolaan aktiva dan pasiva ini cukup kompleks dan melibatkan berbagai pihak dari suatu bank, biasanya kegiatan ini dilakukan oleh suatu badan didalam bank yang terdiri dari wakil-wakil berbagai bagian dari bank yang dinamakan Asset liability Committee. Adapun masalah yang dihadapi oleh badan ini adalah: 1. Penghimpunan dana, yang mempertimbangkan aspek: •



Biaya administratif







Biaya bunga







Strategi/cara/metode







Diversifikasi







Jangka waktu dan likuiditas







Portofolio dan kaitannya dengan penggunaan dana



2. Penggunaan dana, yang mempertimbangkan aspek: •



Likuiditas dan jangka waktu







Risiko







Rate of return







Biaya bunga







Diversifikasi



Portofolio dan kaitanya dengan penggunaan dana. Pendekatan dalam pengelolaan aktiva dan pasiva dapat menggunakan pendekatan dasar yang dalam penerapannya tidak kaku, melainkan dapat



disesuaikan dengan



perkembangan dari sektor



perbankan dan



perekonomian. Pendekatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Pendekatan pool of funds, yaitu memperlakukan dana yang sudah dihimpun oleh bank yang memiliki karakteristik beragam seperti jangka waktu, biaya, dan sumber dana sebagai dana tunggal tanpa melihat karakteristik masing masing. Dana tunggal ini kemudian dialokasikan untuk berbagai macam tujuan sesuai dengan strategi penggunaan dana. 2) Pendekatan asset allocation atau conversion of funds, yaitu kebalikan dari pendekatan pool



of



funds dimana dana



dialokasikan



sesuai



karakteristiknya dengan



beranggapan setiap dana memiliki perlakuan yang berbeda-beda dan memperlakukan sebagai satu kesatuan dianggap sebagai asumsi yang tidak sesuai dengan kenyataan. Melalui pendekatan ini, bank diharapkan tidak akan mengalami kesulitan likuiditas dimasamendatang. 3) Likuiditasbank Dalam memenuhi kebutuhan likuiditas, bank dapat menerapkan berbagai macam pendekatan. Sama seperti pengelolaan aktiva dan pasiva, pendekatan ini juga bersifat fleksibel disesuaikan dengan keadaan riil yang dihadapi suatu bank, mengingat keadaan riil selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pendekatan tersebut adalah sebagai berikut: a. Pendekatan commercial loan theory atau productive theory of credit atau real bills doctrine, yaitu pendekatan yang menyatakan bahwa likuiditas bank akan



terjamin bila aktiva produktif bank diwujudkan dalam kredit jangka pendek dan bersifat self liquidating. b. Pendekatan asset shiftability theory, yaitu pendekatan yang menyatakan bahwa likuiditas bank akan dapat terpelihara apabila aset bank diubah kedalam bentuk aset lain yang lebih likuid sesuai kebutuhan. Dalam pendekatan ini, fokusnya adalah surat berharga, karena surat berharga cukup mudah untuk dikonversikan menjadi alat likuid. c. Pendekatan doctrine of anticipated income theory, yaitu pendekatan yang menyatakan bahwa likuiditas bank dapat



dipelihara meskipun bank



menyalurkan kredit jangka panjang, dimana kredit jangka panjang tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas apabila jadwal pembayaran pokok dan bunga pinjaman direncanakan sebaik mungkin dan betul-betul disesuaikan dengan kebutuhan dimasa mendatang dari debitur. Adanya pendekatan ini memungkinkan bank mengalokasikan dananya dalam bentuk pinjaman, baik itu jangka pendek maupun jangka panjang.



F. PINJAMAN TUNAI DAN PINJAMAN NON TUNAI UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan menjelaskan yang dimaksud dengan kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat



dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan



atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Menurut UU



tersebut, pemberian dana tidak hanya dilakukan dalam



bentuk kredit, namun juga berupa penyediaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sesuai ketentuan oleh Bank Indonesia dan UU Nomor 10 Tahun 1998. 1. Pertimbangan



penyaluran



dana



Dalam menyalurkan dana, bank wajib memiliki keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam mengenai itikad dan kemampuan nasabah debitur dalam melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian. Hal-hal yang selalu ingin diketahui oleh bank sebelum menyalurkan dana berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut: a. Perizinan dan legalitas, dimana bila kegiatan atau usaha nasabah tidak sah secara yuridis bisa menyebabkan berkurangnya atau hilangnya kemampuan nasabah untuk mengembalikan dana yang telah diberikan oleh bank. Perizinan



tersebut dapat berupa IMB, Angka Pengenal Eksportir Terbatas, SITU, Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi, Sertifikat Tanah, dan Tanda Daftar Perusahaan. b. Karakter. Dikarenakan menilai karakter seseorang sangat sulit dan tidak cukup dari penampilan dan profesi, bank hanya dapat menggunakan beberapa indikator, seperti



profesi, penampilan, lingkungan sosial, pengalaman,



dan tindakan atau perilaku masa lalu. Tidak menutup kemungkinan, setelah bank menilai karakter seseorang, dikemudian hari karakter tersebut dapat berubah. c. Pengalaman dan manajemen yang sangat mempengaruhi kemampuan nasabah dalam mengelola kegiatan sehingga mampu menghasilkan dana untuk membayar kewajibannya kepada bank. Pengalaman yang tidak sesuai dengan kegiatan usaha serta manajemen yang tidak sesuai dengan keperluan usaha yang dijalankan dapat mengurangi kinerja usaha nasabah. d. Kemampuan teknis, dimana ini menyangkut faktor yang dapat mendukung kelancaran kegiatan usaha nasabah secara teknis. Contoh kemampuan teknis adalah dalam ketersediaan bahan baku, tenaga ahli, peralatan yang memadai, tempat usaha yang memenuhi syarat, tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan, dan tingkat penguasaan teknologi. e. Pemasaran, dimana kegiatan dari nasabah harus didukung dengan rencana pemasaran yang matang dan wajar. Apabila nasabah tidak berhasil menjual produknya, nasabah akan kesulitan untuk memenuhi kewajiban kepada bank. Dalam merencanakan pemasaran bisa memakai pihak luar seperti konsultan. f. Sosial, dimana kegiatan yang didanai dari pihak bank dapat menimbulkan dampak tertentu kepada masyarakat, baik itu dampak positif maupun negatif. Apabila dampak yang



ditimbulkan kebanyakan adalah negatif maka



perlu diwaspadai, dikarenakan dampak ini dapat mengganggu usaha yang dijalankan oleh nasabah yang nantinya akan mempengaruhi kemampuan nasabah dalam menjalankan kewajibannya kepada pihak bank. g. Keuangan, yang dapat dilihat dari laporan keuangan. Melalui laporan keuangan, bank dapat mengetahui tingkat keuntungan, jumlah dana yang diperlukan, waktu tambahan kewajiban



kepada



bank,



yang diperlukan, kemampuan melunasi permasalahan



teknis



dan



pemasaran,



kemampuan melunasi kewajiban kepada pihak ketiga, efisiensi alokasi dana, dan lain sebagainya. h. Agunan, dimana sebenarnya faktor ini bukanlah faktor utama, namun perlu diantisipasi



bilamana



faktor-faktor



sebelumnya



tidak



selalu



dapat



mencerminkan kinerja nasabah dimasa mendatang. Antisipasi macetnya pelunasan kewajiban nasabah adalah kewajiban penyerahan agunan sebelum dana diberikan kepada nasabah. Agunan ini meliputi: Agunan utama, yaitu barang yang dibiayai oleh dana dari bank. Agunan tambahan, yaitu barang yang tidak dibiayai oleh dana dari bank dan bukan merupakan bagian yang digunakan untuk kegiatan operasional usaha nasabah. 2. Jenis Kredit atas Dasar Tujuan Penggunaan 1) Kredit Modal Kerja (KMK), yaitu kredit untuk membiayai kebutuhan modal kerja nasabah. Contohnya apabila nasabah memiliki usaha sembako, dana kredit ini dapat membiayai dalam pembelian sembako, jasa supir dan bensin, listrik, dan lainlain. KMK biasanya berjangka pendek dan disesuaikan dengan jangka waktu perputaran modal kerja nasabah, yang dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: a. KMK-Revolving, yaitu ketika KMK diperpanjang tanpa perlu mengajukan permohonan kredit baru. KMK ini bisa terjadi ketika usaha debitur diharapkan dapat berlangsung dalam jangka panjang dan berkelanjutan dan bank mempercayai kemampuan dan kemauan nasabah. b. KMK-Einmaleg, yaitu fasilitas KMK yang hanya diberikan sebatas satu kali perputaran usaha nasabah dan bila ingin mendapat KMK lagi, debitur harus mengajukan permohonan kredit baru. KMK ini terjadi bila usaha kreditor sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu dan bank kurang mempercayai kemampuan dan kemauan nasabah sehingga bank memilih memberikan KMKEinmaleg karena dirasa lebih aman. 2) Kredit Investasi (KI), yaitu kredit untuk pengadaan barang modal jangka panjang dan untuk kegiatan usaha nasabah.



Contohnya apabila nasabah bergerak dalam



bisnis sembako, kredit ini dapat digunakan untuk membeli tanah dan bangunan, elektronik seperti komputer, kendaraan pengangkut, dan lain-lain. KI biasanya bersifat jangka menengah dan panjang dikarenakan nilai kredit yang relatif besar dan cara pelunasanannya melalui angsuran. 3) Kredit Konsumsi, yaitu kredit yang digunakan dalam pengadaan barang atau jasa untuk tujuan konsumsi dan bukan sebagai modal usaha. Penggunaan kredit ini dapat berupa



pembelian barang konsumsi seperti mobil, rumah, baju, dan lain-lain. Kredit ini juga disebut Kredit Multiguna karena bisa digunakan untuk keperluan lain pula. 3. KolektibilitasKredit Berdasarkan kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional di Indonesia perihal penilaian kualitas aktiva di bank umum, maka kualitas dari sebuah kredit dapat digolongkan sebagai kredit lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet, dengan kriteria: •



Prospek usaha







Kinerja debitur







Kemampuan membayar



4. Kredit Kepada Usaha Mikro Usaha kecil adalah usaha yang memiliki nilai asset maksimum Rp 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan. Menurut Paket Kebijaksanaan 29 Mei 1993 dan didukung dengan SK Direksi Bank Indonesia Nomor 26/24/Kep/Dir tanggal 29 Mei 1993, kredit untuk usaha kecil adalah kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil dengan plafon kredit maksimum Rp 250 juta untuk membiayai usaha yang produktif. Usaha produktif adalah usaha yang dapat memberikan nilai tambah dalam menghasilkan barang dan jasa. Jenis kreditnya dapat berupa kredit investasi maupun kredit modal kerja. Kredit yang diberikan biasanya kredit dengan nilai sampai Rp 25 juta. 1) Karakteristik Kredit Usaha Mikro a. Persyaratan agunan yang lebih lunak, dimana agunan yang paling mungkin dijadikan jaminan hanyalah agunan utama atau objek yang dibiayai dengan fasilitas kredit.



Misal nasabah memohon modal kerja untuk usaha



rumah makan, maka yang menjadi agunan adalah makanan siap saji yang ada, persediaan beras, bumbu, dan piutang kepada pelanggan. b. Memerlukan metode monitoring kredit yang khusus, dikarenakan usaha mikro biasanya memiliki keterbatasan dalam hal administratif, pencatatan dan perencanaan. Contohnya adalah laporan keuangan. Kegiatan ini memerlukan keterampilan khusus dari pejabat bank. c. Cenderung menimbulkan biaya pelayanan kredit yang relatif lebih tinggi yang dihasilkan dari karakteristik poin a dan b. Implikasi dari kenaikan biaya ratarata yang disebabkan biaya pelayanan per nilai kredit yang tinggi dan biaya



kredit per kreditor yang juga relative tinggi adalah kenaikan tingkat bunga yang harus dibayarkan oleh debitur d. Persyaratan persetujuan kredit yang lebih sederhana dikarenakan keterbatasan akses informasi, biaya aplikasi kredit dibandingkan nilai kredit yang relatif besar, dan mungkin karena keterbasan tingkat pendidikan calon debitur. 2) Kerja Sama Pemberian Kredit kepada Usaha Kecil dan Mikro Karena menyalurkan dana kepada usaha kecil dan mikro memiliki risiko yang tinggi, maka para penyalur dana seperti otoritas pemerintah, bank, atau para calon debitur sendiri



adalah mengusahakan mengadakan kerjasama



dengan lembaga keuangan lain dalam pemberian kredit seperti ini. Adanya kerja sama ini diharapkan tingkat penyaluran kredit kepada usaha kecil dan mikro dapat semakin besar dan luas. Berbagai alternatif kerjasama adalah sebagai berikut: a. Pinjaman langsung dari bank umum kepada BPR. Bank memberikan kredit kepada BPR, lalu BPR menyalurkan pinjaman kepada usaha kecil dan mikro. b. Pembiayaan bersama (joint financing), yaitu pemberian kredit kepada nasabah oleh lebih dari satu bank, dimana salah satu dari bank tersebut berperan sebagai bank induk yang bertugas dalam bidang administrasi dan berhubungan langsung dengan kreditor. c. Penyaluran kredit (channeling), dimana bank atau BPR berperan sebagai penyalur kredit dari bank atau BPR lain. d. Anjak piutang (factoring), yaitu bank atau BPR mengambil tagihan nasabah bank umum atau BPR lain. e. Penerbitan SBPU. 5. Noncash Loan Dalam rangka meningkatkan penerimaan serta memberikan pelayanan kepada nasabah, bank juga menyediakan layanan jasa. Penerimaan yang didapat dari pelayanan jasa ini dinamakan fee-based income. Adapun bentuk jasa yang ditawarkan dapat berupa: 1) Bank Garansi, yaitu jaminan pembayaran bila pihak yang dijamin, biasanya nasabah mengalami cidera janji. Perjanjian dalam bank garansi dapat berupa perjanjian jual beli, sewa, kontrak-mengontrak, pemborongan, dan lain-lain Adapun jenis-jenis dari bank garansi adalah:a



a. Bank Garansi Pembelian, diberikan kepada supplier/pabrik sebagai jaminan atas pembelian nasabah bank. b. Bank Garansi Pita Cukai Tembakau, diberikan kepada kantor bea cukai atas jaminan pembayaran pita cukai rokok yang dijual oleh pabrik rokok, pihak yang dijamin adalah pabrik rokok. c. Bank Garansi Penangguhan Bea Masuk, diberikan sebagai jaminan pembayaran bea masuk atas barang yang dikeluarkan dari pelabuhan milik nasabah. d. Bank Garansi Tender, diberikan kepada pemilik proyek untuk kepentingan kontraktor yang mengikuti tender suatu proyek. Pihak yang dijamin adalah kontraktor. e. Bank Garansi Pelaksanaan, diberikan kepada pemilik proyek untuk kepentingan kontraktor guna menjamin selesainya proyek oleh kontraktor pemenang tender. Pihak yang dijamin adalah kontraktor. f. Bank Garansi Uang Muka, diberikan kepada diberikan kepada pemilik proyek untuk kepentingan kontraktor atas uang muka yang diterima oleh kontraktor. Pihak yang dijamin adalah kontraktor. g. Bank Garansi Pemeliharaan, diberikan kepada diberikan kepada pemilik proyek untuk kepentingan kontraktor guna menjamin pemeliharaan atas proyek yang telah selesai. Pihak yang dijamin adalah kontraktor.



2) Letter of Credit (LC), yaitu jasa penangguhan biaya pembelian oleh pembeli dari pihak bank sejak LC dibuka sampai dengan jangka waktu tertentu sesuai perjanjian. Berdasarkan pengertian tersebut, tipe LC yang dapat difasilitasi terbatas hanya pada perjanjian jual beli, sedangkan fasilitas yang diberikan adalah berupa



penangguhan pembayaran. Dengan LC, pembeli dapat



melakukan pembayaran setelah yakin barang atau jasa yang diterima sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Beda LC dengan garansi adalah, pembayaran yang yang dilakukan bank dalam fasilitas LC tidak terkait dengan cidera janji pihak yang terjamin. Adapun jenis-jenis dari LC yang dibedakan berdasarkan isi dari perjanjian adalah sebagai berikut: a. Ruang lingkup transaksi, ada: 1. LC Impor, digunakan dalam transaksi jual beli antar negara.



2. LC Dalam Negeri atau Surat Kredit Berdokumen



Dalam Negeri (SKBDN),



digunakan untuk transaksi didalam wilayah suatu negara. b. Saat penyelesaian, ada: a. Sight LC, dimana penangguhan biaya dilakukan sampai dokumen tiba. b. Usance LC, dimana penangguhan biaya dilakukan sampai dengan tanggal jatuh tempo wesel yang diterbitkan (maksimal 180 hari). c. Pembatalan, ada: 1. Revocable LC, yang dapat diubah secara sepihak



dari pihak bank tanpa



pemberitahuan terlebih dahulu. 2. Irrevocable LC, yang tidak dapat dibatalkan atau diubah secara sepihak dari pihak bank. d.



Pengalihan hak, ada:



1. Transferable LC, yang memberikan hak kepada beneficiary untuk mengalihkan sebagian atau



keseluruhan hak penerimaan pembayaran kepada



pihak bank



(maksimal satu kali). 2. Untransferable LC, yang tidak memberikan hak



kepada beneficiary untuk



mengalihkan sebagian atau keseluruhan hak penerimaan pembayaran kepada pihak bank. e.



Pihak advising bank



1. General/Negotiating/Non-Restricted LC, dimana tidak menyebutkan dengan jelas bank yang menjadi advising bank. 2. Restricted/Straight LC, dimana menyebutkan dengan jelas bank yang menjadi advising bank. f. Cara pembayaran kepada beneficiary 3. Standby LC, yaitu pernyataan dari pihak bank bahwa apabila pihak yang dijamin mengalami cidera janji dengan bukti yang jelas, maka pihak bank akan menerbitkan Slight LC untuk kepentingan menerima jabatan yaitu beneficiary. 4. Red-clause LC, yang memperkenankan penarikan sejumlah tertentu uang muka untuk beneficiary. 5. Clean LC, yang pembayaran beneficiary hanya atas dasar kwitansi/wesel tanpa harus menyertakan bukti dokumen pengiriman barang. G. Resiko Penyaluran Dana Kredit Karena terdapat batas waktu dalam pengembalian pinjaman dari bank, maka terdapat resiko dimana peminjam tidak dapat membayar kewajibannya atau dengan kata



lain pinjaman tidak tertagih atau kredit macet. Apabila, semakin lama suatu kredit berlangsung maka akan semakin besar resikonya dan begitupula sebaliknya. Resiko yang dihadapi bank dalam penyaluran kredit ini dapat terjadi karena nasabah yang ceroboh atau memang tidak disengaja, seperti nasabah terkena bencana alam atau kebangkrutan dalam usahanya. Untuk meminimalisir resiko kredit dan untuk menutup kerugian bank, maka terdapat kredit menggunakan jaminan. Sehingga, apabila nasabah mengalami suatu kondisi yang membuat mereka tidak dapat membayar kewajibannya dibank maka jaminan tersebut dapat menutupi kerugian bank. Sedangkan, debitur tanpa jaminan merupakan kredit yang diberikan dengan menilai karakter debitur di masa lalu dalam melakukan pinjaman kredit. Sehingga, karena bank tidak dapat memprediski apa yang akan terjadi di masa depan kepada nasabah, maka debitur tanpa jaminan inilah yang memungkinkan penyebab terjadinya kredit macet.



STUDI KASUS Pada pembahasan studi kasus kali ini kami akan membahas suatu kasus mengenai bangkrutnya perusahaan finansial Lehman Brothers Pengumuman bangkrutnya Lehman Brothers membuat pasar saham tertekan. Pembukaan perdagangan di Wall Street diwarnai kepanikan karena Dow Jones Industrial Average (DJIA) langsung jatuh 300 poin setelah pengumuman tersebut. Saham perusahaan itu terpangkas 93 persen menjadi 26 sen per saham. Pada 2001, Bank sentral AS menurunkan suku bunga acuan cukup tajam menjadi hanya 1 persen. Tujuannya menggairahkan perekonomian AS yang negatif. Penurunan suku bunga acuan yang diikuti suku bunga kredit perbankan diharapkan menjadi stimulus bagi masyarakat AS. Kredit kegiatan usaha maupun konsumsi seperti KPR bisa ikut terdongkrak. Lehman Brothers memanfaatkan rendahnya federal funds rate (FFR) dan mulai berhitung keuntungan yang akan didapat dengan investasi di pasar real estate. Benar saja, dalam waktu lima tahun berikutnya, pinjaman mencapai miliaran dolar mengalir ke pasar real estate. Booming pasar perumahan mengubah Lehman Brothers dari perusahaan kecil menjadi bank investasi terbesar keempat di negeri Paman Sam. Tergiur besarnya keuntungan, Lehman Brothers juga menyalurkan KPR kepada masyarakat berpenghasilan rendah maupun tidak tetap yang disebut sebagai subprime mortgage. Kategori ini memiliki risiko besar menyumbang kredit bermasalah karena ketidakmampuan membayar cicilan. Dibutakan oleh hitungan keuntungan, LBHI tetap menyalurkan pembiayaan sektor subprime mortgage. Alasannya sederhana. Jika konsumen memiliki risiko gagal bayar yang tinggi karena skor kreditnya rendah, maka bunga kredit yang dikenakan terhadap nasabah tersebut lebih tinggi dibanding rata-rata. Bagi perseroan, itu artinya keuntungan. Meski di saat yang bersamaan, risiko kredit macet mengintai. Gagal bayar debitur juga menjadi keuntungan sendiri bagi Lehman Brothers. Asumsinya: bila nasabah gagal bayar hipotek, huniannya bisa disita dan menjadi aset Lehman Brothers. Setelahnya, rumah itu bisa dijual kembali oleh perseroan dengan harga bersaing. Hitungan di atas kertas itu perlahan berubah di lapangan. The Federal Reserve mulai menaikkan tingkat suku bunga acuan pada 2004. Ini dilakukan untuk mengendalikan inflasi. Naiknya FFR memengaruhi kenaikan bunga dan cicilan KPR. Imbasnya, masyarakat kategori subprime mortgage adalah yang pertama menyatakan ketidaksanggupan membayar cicilan



rumah. Pengembang yang sudah terlanjur membangun properti dalam jumlah besar harus mengalami penurunan permintaan, karena bunga KPR tak lagi murah. Kombinasi properti baru yang belum terjual dan hunian hasil sita bank membuat pasar properti "kembung" alias "bubble". Harga properti AS pun mulai turun. Nyatanya, penurunan harga ini justru membawa efek mengerikan. Masyarakat yang masih terikat KPR memiliki beban cicilan utang semakin besar kepada bank lantaran kenaikan bunga. Di sisi lain, nilai rumah mereka semakin turun. Akibatnya, banyak timbul kasus utang KPR di bank lebih besar dibanding nilai rumah. Analisis studi kasus Bangkutnya Lehman Brother dipicu oleh kebijakan The Fed yang menurunkan suku bunga acuan menjadi 1% yang diikuti oleh suku bunga perbankan untuk meningkatkan gairah investasi di Amerika Serikat, khususnya untuk mendongkrak konsumsi seperti KPR pada tahun 2001. Berkenaan dengan hal tersebut, Lehman Brothers memanfaatkan peristiwa ini, Lehman Brothers juga menyalurkan bantuan KPR kepada masyarakat berpenghasilan rendah ataupun tidak tetap (subpime mortgage). Lehman Brothers beranggapan bahwa bila debitur gagal bayar, maka bunga kreditnya lebih tinggi daripada rata-rata. Namun The Fed mulai menaikkan tingkat suku bunga acuan pada tahun 2004 yang mempengaruhi kenaikan bunga dan cicilan KPR dan debitur subpime mortgage tidak mampu membayar. Peristiwa ini merupakan akibat dari kurang mampunya perusahaan untuk memprediksi kemungkinan di masa mendatang dimana The Fed akan menaikkan suku bunga acuan. Jenis kredit ini pun juga termasuk kredit yang beresiko karena nasabah subpime mortgage ini merupakan orang yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap, sehingga apabila suku bunga acuan naik yang mempengaruhi tingkat bunga pinjaman. Adapun beberapa analisis yang dirasa dapat menghindari peristiwa ini, seperti rekomendasi agar suku bunga Fed diturunkan, dari 2 persen ke 1,75 persen atau bahkan 1,50 persen. Alasannya, dengan suku bunga yang lebih rendah, akan menginspirasi pemilik dana untuk memindahkan asetnya dari pasar uang ke pasar modal. Ini akan bagus bagi upaya pemulihan confidence di pasar modal yang sedang kehilangan orientasi. Hal yang sama juga dilakukan oleh banyak bank sentral negara-negara maju, termasuk Eropa (zona euro) dan Australia. Pasar modal bisa mengalami rebound jika suku bunga pasar uang turun. Namun pada kasus ini The Fed lebih memilih mempertahankan suku bunga. The Fed berpikir bahwa suku bunga 2 persen sebenarnya sudah termasuk rendah, misalnya jika dibandingkan Eropa (4 persen), Inggris (5 persen) atau Australia (7 persen). Lagi pula, AS juga



tengah berupaya keras menurunkan inflasi yang sudah mencapai 5,6 persen, tergolong amat tinggi untuk ukuran negara tersebut. Serta juga perlu diperhatikan oleh perusahaan untuk mempertimbangkan risiko-risiko yang bisa terjadi di masa mendatang khususnya pada risiko kredit yang mengakibatkan nasabah lalai dalam kewajibannya dan tidak mampu untuk membayar kewajibannya.



BAB III PENUTUP 3. Kesimpulan Penghimpunanan dana adalah kegiatan usaha yang utama dari suatu bankadalah penghimpunan dan penyaluran dana. Penyaluran dana dengan tujuan untukmemperoleh penerimaan akan dapat dilakukan apabila dana telah dihimpun.Penghimpunan dana dari masyarakat perlu dilakukan dengan cara-cara tertentusehingga efisien dan dapat disesuaikan dengan rencana penggunaan dana tersebut. Sedangkan definisi penyaluran dana adalah menjual kembali dana yangdiperoleh dari penghimpunan dana dalam bentuk simpanan. Dalam penyalurandana ini, pihak bank harus memiliki strategi yang mumpuni untuk menyalurkandananya ke masyarakat melalui alokasi yang strategis sehingga keuntungan yangdidapat bisa dimaksimalkan. Tujuan bank dari pengalokasian dana adalahmemperoleh keuntungan semaksimal mungkin



DAFTAR PUSTAKA Budisantoso, Totok dan Nuritomo. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Edisi 3. Jakarta Selatan: Salemba empat. Wijayawati, Lily. Analisis Sumber Dana Dan Penyaluran Dana Dalam Hubungannya Dengan Laba Bersih Pt. Bank Bumiputera Tbk, Indonesia. Sumber dari: https://pps.moestopo.ac.id/kelola/no1/2016/isi_p16-59.pdf. Diakses pada tanggal 9 Oktober 2021.