RMK Responsibility Accounting and Transfer Pricing - Nurhayati [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Mata Kuliah Dosen Pembimbing



: Akuntansi Manjemen : Prof.Dr. Mediaty,SE.,Ak.,MSi.,CA



TUGAS RMK Responsibility Accounting and Transfer Pricing



Oleh :



 Nurhayati



(A062192008)



PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN 2020



A. Akuntansi Pertanggungjawaban (Responsibility Accounting) Menurut Hansen dan Mowen dalam buku yang berjudul “Manajemen Biaya” akuntansi pertanggungjawaban didefinisikan sebagai: “Sebuah sistem yang mengukur hasil setiap pusat pertanggungjawaban dan membandingkan hasil-hasil tersebut dengan hasil yang diharapkan atau dianggarkan (2001 : 818)”. Secara



umum



sebuah



perusahaan



diorganisasi



sejalan



dengan



garis



pertanggungjawabannya. Struktur organisasi tradisional, dengan bentuk piramidnya, mengilustrasikan garis pertanggungjawaban, mengalir dari CEO (chief excecutive officer) melalui wakil-wakil presiden ke manajer tingkat menengah dan tingkat yang lebih rendah. Ketika ukuran organisasi semakin besar, garis pertanggungjawaban menjadi lebih panjang dan lebih banyak. Terdapat hubungan yang kuat antara struktur organisasi dan sistem



akuntansi



pertanggungjawabannya.



Idealnya



sistem



akuntansi



pertanggungjawaban mencerminkan dan mendukung struktur sebuah organisasi. Ketika perusahaan berkembang biasanya manajemen atas membentuk bidangbidang pertanggungjawaban, yang dikenal sebagai pusat-pusat pertanggungjawaban dan menugaskan manajer-manajer di bawahnya untuk menanganinya. a) Pusat Pertanggungjawaban Hansen dan Mowen mendefinisikan pusat pertanggungjawaban sebagai: “Sebuah



segmen



bisnis



yang



manajernya



serangkaian kegiatan tertentu (2001 : 818)”.



bertanggung



jawab



akan



Sedangkan menurut Vijay Govindarajan dalam buku "Sistem Pengendalian Manajemen " sebagai berikut : "Pusat pertanggungjawaban merupakan organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap aktivitas yang dilakukan (2002 : 111)”. Sehingga pusat pertanggungjawaban dapat diartikan sebagai suatu departemen yang manajernya departemennya.



bertanggung jawab atas



Terdapat



empat



macam



kegiatan yang dilakukan oleh pusat



pertanggungjawaban



yang



dikemukakan oleh Hansen dan Mowen (2001 : 818) antara lain: 1) Pusat biaya, suatu pusat pertanggungjawaban di mana seorang manjer bertanggung jawab hanya terhadap biaya-biaya. 2) Pusat pendapatan, suatu pusat pertanggungjawaban di mana seorang manajer bertanggung jawab hanya terhadap penjualan. 3) Pusat laba, suatu pusat pertanggungjawaban di mana seorang manajer bertanggung jawab terhadap pendapatan dan biaya. 4) Pusat investasi, suatu pusat pertanggungjawaban di mana seorang manajer bertanggung jawab terhadap pendapatan, biaya, dan investasi. Sebuah departemen produksi dalam suatu pabrik, seperti departemen perakitan atau penyelesaian, merupakan contoh dari sebuah pusat biaya. Departemen produksi tidak menetapkan harga atau membuat keputusan pemasaran, tapi mereka dapat mengontrol biaya-biaya manufaktur. Oleh karena itu departemen produksi dievaluasi berdasarkan seberapa baik mereka mengontrol biaya-biaya.



Departemen pemasaran menetapkan harga dan memproyeksikan penjualan. Oleh karena itu departemen pemasaran dapat dievaluasi sebagai pusat pendapatan. Biaya-biaya langsung dari departemen pemasaran dan seluruh penjualan menjadi tanggung jawab manajer penjualan. Pada sebagian perusahaan manajer pabrik diberikan tanggung jawab untuk menetapkan harga dan memasarkan produk yang mereka manufaktur. Para manajer pabrik ini mengontrol baik biaya maupun pendapatan, dan menempatkan mereka dalam kontrol sebuah pusat laba. Laba operasi dapat menjadi ukuran kinerja yang penting bagi manajer pusat laba. Akhirnya divisi-divisi sering kali disebut sebagai contoh dari sebuah pusat investasi. Selain memiliki kontrol terhadap biaya dan keputusan penetapan harga, manajer divisi juga memiliki kekuasaan untuk membuat keputusan investasi, seperti penutupan dan pembukaan pabrik, dan keputusan-keputusan untuk mempertahankan atau membuat sebuah jalur produk. Akibatnya baik laba operasi maupun sebagian jenis return on investment menjadi ukuran kinerja yang penting bagi para manajer pusat investasi. b) Penilaian Kinerja Akuntansi pertanggungjawaban akan menghasilkan informasi yang penting dalam proses perencanaan dan pengendalian aktivitas organisasi. Tolak ukur kinerja dikembangkan untuk memberikan beberapa petunjuk kepada manajer dari unit-unit pusat pertanggungjawaban dan untuk megevaluasi kinerja mereka. Karena tolak ukur kinerja dapat mempengaruhi perilaku para manajer, pemilihan tolak ukur dapat mendukung tingginya tingkat keserasian tujuan.



Dengan kata lain tolak ukur kinerja harus dapat mempengaruhi para manajer untuk mewujudkan tujuan perusahaan.



B. Harga Transfer (Transfer Pricing) Mulyadi di dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Manajemen Konsep, Manfaat, & Rekayasa” (2001 : 381) menjelaskan harga transfer dalam arti luas sebagai: “Harga transfer meliputi harga produk atau jasa yang ditransfer antarpusat pertanggungjawaban dalam perusahaan” Dengan demikian pengertian harga transfer ini meliputi semua bentuk alokasi biaya dari departemen pembantu dan departemen produksi dan harga “jual” produk atau jasa yang ditransfer antarpusat laba. Sedangkan dalam arti sempit Mulyadi menerangkan harga transfer merupakan: “Harga barang dan jasa yang ditransfer antarpusat laba dalam perusahaan yang sama (2001 : 381)”. Dalam buku lain diterangkan juga mengenai harga transfer: “Harga transfer adalah harga yang dibebankan pada barang yang diproduksi oleh suatu divisi dan ditransfer ke divisi lainnya (Hansen dan Mowen, 2001 : 837)”. Hilton juga menegaskan dalam pendapatnya mengenai definisi harga transfer sebagai: “Transfer price is the amount charged when one division of an organization sells goods or services to another division (2003 : 802)”.



Dengan demikian harga transfer dapat disimpulkan sebagai harga yang ditetapkan oleh divisi atau pusat laba yang bertindak sebagai yang memproduksi barang yang ditransfer kepada divisi yang membeli barang tersebut atau meminta bantuan pengerjaan, di mana divisi penjual yang memproduksi barang atau menyediakan jasa memperlakukan harga transfer sebagai pendapatan baginya dan divisi yang bertindak sebagai pembeli memperlakukan harga transfer sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh divisinya. a) Karakteristik Harga Transfer Jika antara pusat laba dalam suatu perusahaan membeli dan menjual barang, ada dua macam keputusan yang harus dibuat. 1) Keputusan pemilihan sumber. Keputusan pertama yang harus dibuat adalah penentuan di mana produk harus diproduksi, yaitu diproduksi di dalam perusahaan atau dibeli dari pemasok luar. Keputusan ini disebut dengan istilah sourcing decision. 2) Keputusan penentuan harga transfer. Jika produk diproduksi di dalam perusahaan, keputusan beikutnya yang harus dibuat adalah pada harga transfer berapa produk tersebut ditransfer dari divisi penjual ke divisi pembeli. Keputusan ini dikenal dengan istilah transfer pricing decision. Dalam penetuan harga transfer ada dua divisi yang terlibat yaitu divisi penjual, yang mentransfer barang dan jasa dan divisi pembeli, yang menerima transfer barang atau jasa dari divisi penjual



Dari dua konsep harga transfer di atas, penentuan harga transfer yang memiliki potensi untuk menimbulkan banyak masalah adalah penentuan harga transfer barang antardivisi sebagai pusat laba. Menurut Mulyadi (2001 : 381) harga transfer pada hakikatnya memiliki tiga karakteristik berikut ini: 1. Masalah harga transfer hanya timbul jika divisi yang terkait diukur kinerjanya berdasarkan atas laba yang diperoleh mereka dan harga transfer merupakan unsur yang signifikan dalam membentuk biaya penuh produk yang diproduksi di divisi pembeli. Jika perusahaan membentuk divisi sebagai pusat laba yang diukur kinerjanya atas laba yang diperoleh, manajer pusat laba akan peduli atas faktorfaktor yang mempengaruhi laba divisinya. Karena transfer barang antardivisi merupakan pendapatan bagi divisi penjual dan biaya bagi divisi pembeli, maka manajer divisi terkait akan berkepentingan terhadap unsur- unsur yang diperhitungkan dalam penentuan harga transfer. 2. Harga transfer selalu mengandung unsur laba di dalamnya. Bagi divisi penjual, harga transfer merupakan pendapatan yang merupakan unsur laba yang dipakai sebagai dasar pengukuran kinerja divisi. Karena divisi penjual diukur kinerjanya atas dasar laba, maka transfer barang ke divisi pembeli harus mengandung unsur laba di dalamnya. 3. Harga transfer merupakan alat untuk mempertegas diversifikasi dan sekaligus mengintegrasikan divisi yang dibentuk proses penentuan harga transfer memberikan kesempatan kepada manajer divisi yang terkait untuk merundingkan semua unsur yang membentuk harga transfer,karena setiap unsur yang membentuk harga transfer akan berpengaruh terhadap laba divisi mereka.



b) Dampak Penetapan Harga Transfer Hansen dan Mowen dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Manajemen” menjelaskan berbagai dampak yang timbul akibat ditetapkan harga transfer di dalam perusahaan. Penetapan harga transfer mempengaruhi divisi-divisi yang melakukan transfer dan juga perusahaan secara keseluruhan. Hal ini terjadi melalui dampak yang ditimbulkannya terhadap: 1) Dampak terhadap ukuran kinerja divisi Harga yang dikenakan untuk barang yang ditransfer mempengaruhi biaya divisi pembeli dan pendapatan divisi penjual. Artinya laba kedua divisi tersebut sebagaimana juga evaluasi dan kompensasi para manajer mereka, dipengaruhi oleh harga transfer. Karena berpengaruh terhadap ukuran kinerja berdasarkan laba dari kedua divisi (misalnya ROI dan EVA) maka penetapan harga transfer sering menjadi masalah yang ditanggapi dengan sangat emosional. 2) Dampak terhadap keuntungan perusahaan Meskipun harga transfer aktual tidak mempengaruhi perusahaan sebagai satu kesatuan, penetapan harga transfer ternyata mampu mempengaruhi tingkat laba yang dihasilkan oleh perusahaan jika ia mempengaruhi perilaku divisi. Divisidivisi yang bertindak secara independen mungkin menetapkan harga transfer yang memaksimalkan laba divisi tetapi menimbulkan pengaruh sebaliknya bagi laba perusahaan secara keseluruhan. Sebagai contoh divisi pembeli mungkin memtuskan untuk membeli barang dari pihak luar karena harganya lebih murah dari harga transfer, yang mana pada kenyataannya, biaya produksi barang secara internal jauh lebih rendah dari pada harga transfer.



3) Dampak terhadap otonomi Karena keputusan penetapan harga transfer dapat mempengaruhi profitabilitas perusahaan secara keseluruhan, manajemen puncak sering tergoda untuk mencampuri dan mendikte harga transfer yang mereka kehendaki. Namun apabila campur tangan seperti itu menjadi sering dilakukan, maka organisasi secara efektif telah menangguhkan proses desentralisasi dengan segala keunggulannya. Organisasi mengadopsi desentralisasi karena manfaatnya lebih besar dari kerugiannya. Salah satu kerugian tersebut adalah munculnya perilaku manajer divisi yang kurang optimal. Jadi campur tangan manajemen pusat dalam mengurangi biaya ini dapat benar-benar menjadi lebih mahal dalam jangka panjang dibandingkan tanpa adanya campur tangan.



c) Masalah Penetapan Harga Transfer Menurut Mulyadi (2001 : 382) ada dua masalah yang selalu dirundingkan oleh divisi penjual dan divisi pembeli antara lain: 1) Dasar yang digunakan sebagai landasan penentuan harga transfer. 2) Besarnya laba yang diperhitungkan dalam harga transfer. Dasar penentuan harga transfer. Dalam penentuan harga transfer, divisi pembeli dan divisi penjual harus menyepakati dasar yang akan dipakai sebagai landasan penentuan harga barang yang ditransfer antardivisi tersebut. Ada dua dasar yang dapat digunakan sebagai landasan penentuan harga transfer: biaya dan harga pasar. Biaya yang dipakai sebagai dasar penentuan harga transfer adalah biaya penuh, yang dapat dipilih dari dua macam biaya penuh: biaya penuh sesungguhnya dan biaya penuh standar.



Baik biaya penuh sesungguhnya maupun biaya penuh standar dapat direkayasa dengan salah satu pendekatan: full costing, variable costing, atau activity based costing. Besarnya laba yang diperhitungkan dalam harga transfer. Dua faktor yang harus dirundingkan antara divisi penjual dengan divisi pembeli dalam menentukan besarnya laba yang diperhitungkan dalam harga transfer adalah: 1. Dasar yang digunakan untuk menentukan laba yang diperhitungkan dalam harga transfer. 2. Besarnya laba yang diperhitungkan dalam harga transfer. Laba yang diperhitungkan dalam harga transfer dapat ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari biaya penuh atau berdasarkan aktiva penuh yang digunakan untuk memproduksi produk. Jika laba ditentukan sebesar persentase tertentu dari biaya penuh, harga transfer yang dihasilkan tidak memperhitungkan modal yang diperlukan dalam memproduksi produk yang ditransfer. Aktiva penuh merupakan dasar yang baik untuk memperhitungkan laba dalam harga transfer, namun banyak masalah yang timbul dalam memperhitungkan aktiva penuh sebagai investment base. Jika aktiva penuh divisi dipakai sebagai dasar penentuan laba yang diperhitungkan dalam harga transfer, dua faktor yang harus dipertimbangkan adalah: 1. Jenis aktiva yang diperhitungkan sebagai dasar. 2. Cara penilaian aktiva yang digunakan sebagai dasar.



Jenis aktiva yang diperhitungkan sebagai dasar penentuan laba dalam harga transfer dapat digolongkan menjadi dua kelompok: aktiva lancar dan aktiva tidak lancar. Jenis aktiva yang diperhitungkan dalam aktiva lancar divisi penjual adalah



aktiva lancar yang digunakan untuk operasi divisi penjual. Dengan demikian investasi sementara dalam surat berharga tidak diperhitungkan sebagai aktiva yang dipakai sebagai dasar penentuan laba dalam harga transfer. Begitu pula dengan investasi jangka panjang divisi penjual tidak diperhitungkan dalam aktiva tidak lancar yang dipakai sebagai dasar penentuan laba dalam harga transfer. Aktiva tetap yang diperhitungkan sebagai dasar penentuan laba dalam harga transfer adalah kondisi aktiva tetap divisi penjual pada awal tahun berlakunya haraga transfer. Jika dalam tahun berjalan, divisi penjual melakukan investasi dalam aktiva tetap, jumlah investasi ini biasanya diperhitungkan dalam penentuan harga transfer tahun berikutnya. Begitu pula jika dalam tahun berjalan divisi penjual melakukan penghentian pemakaian aktiva tetapnya, perubahan ini baru diperhitungkan dalam penentuan harga transfer tahun berikutnya. Cara penilaian aktiva yang dipakai sebagai dasar penentuan laba yang diperhitungkan dalam harga transfer dapat dibagi menjadi dua: cara penilaian aktiva lancar dan cara penilaian aktiva tetap. Jika jenis aktiva lancar yang diperhitungkan dalam investment base telah ditetapkan, penilaian aktiva lancar dapat dipilih dari: 1. Nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value) aktiva lancar pada awal tahun berlakunya harga transfer. 2. Nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value) aktiva lancar rata-rata dalam tahun berlakunya harga transfer.



d) Metode Penentuan Harga Transfer Ada berbagai metode penetuan harga transfer. Menurut dasar yang digunakan dalam penentuan harga transfer, berbagai metode tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua antara lain: 1) Penentuan harga transfer atas dasar biaya (cost based transfer pricing) 2) Penentuan harga transfer atas dasar harga pasar (market based transfer pricing). e) Penentuan Harga Transfer atas Dasar Biaya (Cost Based Transfer Pricing) Dalam penentuan harga transfer ini, harga jual barang yang ditransfer antardivisi didasarkan pada biaya penuh produk yang ditransfer. Biaya penuh yang dipakai sebagai dasar penentuan harga transfer dapat dipilih dari dua macam biaya: biaya penuh sesungguhnya atau biaya penuh standar. Jika biaya penuh sesungguhnya dipakai sebagai dasar penentuan harga transfer, kemungkinan yang dapat timbul adalah divisi pembeli akan dibebani dengan ketidakefisienan yang terjadi di divisi penjual. Hal ini disebabkan biaya penuh sesungguhnya divisi penjual dapat mengandung ketidakefisienan yang terjadi di divisi penjual. Oleh karena itu, biaya penuh sesungguhnya tidak baik jika digunakan sebagai dasar penentuan harga transfer. Jika biaya penuh standar dipakai sebagai dasar penentuan harga transfer, divisi pembeli tidak dibebani dengan kemungkinan terjadinya ketidakefisienan di divisi penjual, karena biaya penuh standar mencerminkan operasi terbaik dengan biaya yang seharusnya di divisi penjual. Harga transfer yang menggunakan biaya penuh standar sebagai dasar akan memberikan keuntungan bagi divisi pembeli,



karena divisi pembeli dibebani dengan biaya yang seharusnya untuk memproduksi produk di divisi penjual. Jika biaya dipakai sebagai dasar penentuan harga transfer, manajemen perlu mempertimbangkan tiga hal penting berikut ini: 1. Metode penentuan harga transfer harus mendorong divisi penjual senantiasa melakukan perbaikan efisiensi dan produktivitasnya. 2. Metode penentuan harga transfer harus memisahkan tanggung jawab masingmasing divisi yang terlibat. Ketidakefisienan yang terjadi di divisi penjual tidak boleh dialihkan ke divisi pembeli melalui harga transfer. 3. Umumnya diperlukan aturan yang baik dalam penentuan harga transfer jika biaya dipakai sebagai dasar, karena divisi yang terlibat harus melakukan negosiasi atas dasar kondisi intern perusahaan. Biaya penuh yang dipakai sebagai dasar penentuan harga transfer



dapat



dihitung dengan salah satu dari tiga pendekatan penentuan biaya: full costing, variable costing, atau activity based costing. f) Penentuan Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar Hansen dan Mowen dalam bukunya berjudul “Akuntansi Manajemen” menyatakan “apabila terdapat pasar luar dengan persaingan sempurna untuk produk yang ditransfer, maka harga transfer yang sesuai adalah harga pasar”. Bagi divisi penjual harga pasar merupakan penghasilan yang akan dikorbankan di dalam transfer produk kepada divisi pembeli, sedangkan bagi divisi pembeli harga pasar tersebut merupakan biaya yang seharusnya dikeluarkan jika produk tersebut dibeli dari pihak luar.



Pada umumnya harga transfer diterapkan pada harga pasar minus (market price minus). Di dalam transfer produk antardivisi di dalam perusahaan terdapat hal-hal berikut ini: 1. Kuantitas produk yang ditransfer dari divisi penjual ke divisi pembeli cukup besar sehingga menimbulkan penghematan biaya bagi divisi penjual karena produksi yang besar tersebut. Oleh karena itu potongan volume (volume discount) seringkali digunakan sebagai pengurang harga pasar dalam penentuan harga transfer. 2. Di dalam transfer produk, divisi penjual tidak akan mengeluarkan biayabiaya iklan, promosi penjualan, komisi penjualan, dan biaya penagihan. Oleh karena itu biaya-biaya tersebut harus dikurangkan dari harga pasar di dalam penentuan harga transfer. 3. Jika transfer produk dilakukan langsung dari departemen produksi divisi penjual, biaya penggudangan tidak diperhitungkan dalam penentuan harga transfer. Metode penentuan harga transfer berdasarkan harga pasar ini juga memiliki kelemahan antara lain: 1. Tidak semua produk mempunyai harga pasar. 2. Divisi penjual mempunyai pasar yang sudah pasti (yaitu divisi pembeli). 3. Harga pasar tidak selalu sama dengan harga yang tercantum di dalam daftar harga (list price).



g) Pengelolaan Harga Transfer Karena penentuan harga transfer berdampak langsung terhadap laba divisi yang terlibat dalam transfer produk atau jasa, sistem penentuan harga transfer memerlukan aturan formal agar dapat dilaksanakan secara berhasil. Dua aturan formal yang perlu ditetapkan adalah aturan negosiasi dan aturan penyelesaian jika negosiasi menghadapi jalan buntu. h) Harga Transfer Negosiasi Pasar persaingan sempurna jarang ada. Dalam kebanyakan kasus produsen dapat mempengaruhi harga (misalnya dengan menjadi cukup besar untuk mempengaruhi permintaan dengan menurunkan harga produk atau dengan menjual produk yang mirip tapi terdiferensiasi). Ketika pasar persaingan tidak sempurna muncul untuk produk-produk antara (intermediate product), harga pasar mungkin tidak cocok untuk dipakai. Dalam kasus ini harga transfer negosiasi dapat menjadi alternatif



yang



praktis.



Biaya-biaya



kesempatan



dapat



digunakan



untuk



mendefinisikan batasan-batasan rancangan negosiasi. Hasil-hasil negosiasi harus diarahkan oleh pendekatan biaya kesempatan yang dihadapi oleh setiap divisi. Suatu harga negosiasi harus disetujui hanya jika biaya kesempatan dari divisi penjual kurang dari biaya kesempatan dari divisi pembeli.