7 0 173 KB
SATUAN ACARA PENYULUHAN KARSINOMA NASOFASING (KNF)
Oleh:
Oleh Nama
: Pega
Mahasiswa Program Profesi Ners 2018
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN KARSINOMA NASOFARING (KNF)
Topik
: Karsinoma Nasofasing (KNF)
Sasaran
: Pasien dan Keluarga
Tempat
: Ruang Lematang 2.1
Hari/Tanggal
: Jum’at, 11 Mei 2018
Alokasi Waktu
: 30 Menit / 10.00 – 10.35 WIB
Penyuluh
: Mahasiswa Profesi Keperawatan Universitas Sriwijaya
A. Tujuan Umum Setelah dilakukan penyuluhan, pasien dan keluarga mampu memahami tentang definisi, penyebab, tanda gelaja, pencegahan, dan pengobatan penyakit Karsinoma Nasofaring. B. Tujuan Khusus Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit keluarga klien mampu : a. Mengetahui pengertian penyakit Karsinoma Nasofaring b. Mengetahui penyebab penyakit Karsinoma Nasofaring c. Mengetahui tanda gejala penyakit Karsinoma Nasofaring d. Mengetahui pencegahan penyakit Karsinoma Nasofaring e. Mengetahui pengobatan penyakit Karsinoma Nasofaring C. Sasaran Sasaran penyuluhan adalah pasien dan keluarga pasien dengan karsinoma nasofaring
D. Metode a. Ceramah b. Diskusi dan tanya jawab E. Media a. Leaflet
F. Materi (Terlampir) G. Kegiatan Penyuluhan Tahap Pendahuluan
Waktu 2 menit
Kegiatan Penyuluh 1. Mengucapkan salam 2. Memperkenalkan diri 3. Kontrak waktu
Kegiatan Peserta
Metode
1. Menjawab
Ceramah
2. Mendengarkan
dan Tanya
dan
Media
jawab
memperhatikan 3. Menyetujui
30 menit 4. Menjelaskan tujuan pembelajaran
Penjelasan
20 menit
1. Menjelaskan
Mendengarkan da
Ceramah
tentang
n memperhatikan
dan Tanya
pengertian penyakit Karsinoma Nasofaring 2. Menjelaskan tentang penyebab penyakit Karsinoma Nasofaring 3. Menjelaskan tentang tanda gejala penyakit Karsinoma
jawab
Leaflet
Nasofaring 4. Menjelaskan tentang pencegahan penyakit Karsinoma Nasofaring 5. Menjelaskan tentang pengobatan penyakit Karsinoma Nasofaring Tanya Jawab
2 menit
Memberikan
Mengajukan
Tanya
kesempatan kepada
pertanyaan dan
jawab
peserta untuk
mendengarkan
bertanya
jawaban dari penyuluh
Penutup
5 menit
1. Mengajukan pertanyaan
1. Menjawab
Ceramah
2. Mendengarkan
dan
tentang materi
dan
pembelajaran.
memperhatikan
2. Kesimpulan dari penyuluhan 3. Salam penutup
3. Mendengarkan.
jawab
Tanya
H. Evaluasi
1. Evaluasi struktur a. Tempat, materi dan media sudah sesuai dengan tujuan penyuluhan b. Peran dan respon audien sesuai dengan yang diharapkan. Audiens cukup antusias selama penyuluhan
2. Evaluasi proses a. Pelaksanaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan b. Audiens mengikuti penyuluhan dari awal sampai akhir c. Audiens berperan aktif selama penyuluhan 3. Evaluasi hasil a. Audiens dapat mengikuti penyuluhan dan mengetahui pengertian penyakit Karsinoma Nasofaring b. Audiens dapat mengikuti penyuluhan dan mengetahui penyebab penyakit Karsinoma Nasofaring c. Audiens dapat mengikuti penyuluhan dan mengetahui tanda gejala penyakit Karsinoma Nasofaring d. Audiens dapat mengikuti penyuluhan dan mengetahui pencegahan penyakit Karsinoma Nasofaring e. Audiens dapat mengikuti penyuluhan dan mengetahui pengobatan penyakit Karsinoma Nasofaring.
Lampiran Materi KARSINOMA NASOFASRING
1. Definisi Karsinoma nasofaring (KNF) adalah karsinoma sel skuamosa yang berasal dari sel epitel yang melapisi nasofaring.Penyakit ini disebutkan kali pertama oleh Regaund dan Schmincke pada tahun 1921 (Brennan, 2006).Biasanya, patologis KNF bermulai dari sel epitel yang berada di bagian lateral nasofaring (fossa of Rosenműller) (David et al., 2008). Karsinoma nasofaring (KNF) adalah karsinoma sel skuamous yang tumbuh dari epitel nasofaring. Karsinoma nasofaring ini dapat tumbuh pada berbagai sisi nasofaring namun lebih sering terlihat pada fossa Rosenmuller (Hsien et al, 2009). 2. Etiologi dan Faktor Resiko Kanker nasofaring adalah karsinoma sel skuamosa yang sentiasanya berkembang di sekitar ostium dari tuba Eustachian di sisi dinding lateral nasofaring (Jiadeetal., 2009). Kanker nasofaring disebabkan oleh tiga faktor yaitu: (1) individual yang disertai predisposisi genetik (A2, B17 dan Bw46, Cantonese Chinese), (2) faktor kebiasaan diet, sebagai contoh, konsumsi ikan dan daging yang telah diawet dengan garam, (3) faktor lingkungan (asap rokok, pencemaran udara dan kebiasaan konsumsi alkohol), serta (4) infeksi oleh virus Epstein-Barr (EBV) (Clifton, 2001; David et al., 2008). a. Kerentanan Genetik Beberapa
laporan
penelitian
menduga
adanya
peranan
histocompatibility locus antigens (HLA) dengan karsinoma nasofaring terutama pada ras Chinese (Ganguly et al., 2003). Bagi Chinese yang telah migrasi ke negara lain tetap mempunyai insidensi yang lebih tinggi (Dhingra, 2010). b.
Infeksi Virus Epstein-Barr (EBV) Deteksi antigen nuklear yang berasosiasi dengan virus EpsteinBarr dan DNA viral pada KNF tipe 2 dan 3 menunjukkan EBV dapat menginfeksi sel epitel serta terkait dengan transformasinya. Menurut Lo et. al., DNA EBV dapat dideteksi pada sampel plasma di antara 96% pasien KNF non-keratinizing.Selain itu, jumlah DNA EBV
berkorelasi dengan respons terhadap tindakan pengobatan dan dapat digunakan untuk mencegah penyakit, disarankan bahwa ini mungkin boleh dipakai sebagai indikator prognosis (Brennan, 2006). c. Faktor Lingkungan Eksposisi nonviral yang paling konsisten dan terasosiasi yang kuat dengan resiko KNF adalah konsumsi ikan asin. Membandingkan individu yang mengkonsumi ikan asin pada mereka yang tidak, resiko relative KNF berkisar di antara 1,7 – 7,5 (Ellen et al., 2006). Pada sumber yang lain juga mengatakan insidensi KNF meningkat pada populasi
yang
sebelumnya
banyak
mendapat
mengkonsumsi bahwa
di
ikan
China
asin.
Selatan,
Penelitian ditunjukkan
hubungan sosioekonomi dengan KNF di mana ikan asin merupakan makanan yang paling murah untuk dikonsumsi bersama nasi (LiMin et al., 2005). Faktor lingkungan yang juga berasosiasi dengan KNF adalah
paparan terhadap
debu kayu,
debu
besi dan debu
perindustrian; oli dan bahan bakar mobil; bahan cat; asap tertentu; dan asap rokok (kebiasaan merokok (Armstrong et al., 2000).Resiko terjadinya KNF meningkat sebanyak 2 – 6 kali dengan kebiasaan merokok. Sebuah penelitian di Amerika Syarikat mengestimasi 2/3 KNF berasosiasi dengan kebiasaan merokok (Ellen et al.,2006). 3. Epidemiologi Di Indonesia,KNF menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas yang terdapat di seluruh tubuh dan menempati urutan ke -1 di bidang Telinga , Hidung dan Tenggorok (THT). Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan KNF (Nasir, 2009). Dari data Departemen Kesehatan, tahun 1980 menunjukan prevalensi 4,7 per 100.000 atau diperkirakan 7.000-8.000 kasus per tahun (Punagi,2007). Dari data laporan profil KNF di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar ,periode Januari 2000 sampai Juni 2001 didapatkan 33% dari keganasan di bidang THT adalah KNF. Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2002 -2007 ditemukan 684 penderita KNF. 4. Manifestasi Klinis Penderita KNF sering mengalami satu atau lebih dari 4 kelompok gejala yaitu gejala hidung, telinga, pembesaran kelenjar limfe, dan keterlibatan
saraf kranial . Tanda dan gejala KNF tidak spesifik dan tidak khas, dan nasofaring merupakan area yang sulit diperiksa, sehingga KNF sering didiagnosis saat stadium lanjut (Ferrari et al, 2012). a. Gejala Hidung 1. Epistaksis Keadaan dinding tumor yang rapuh sehingga dengan rangsangan dan sentuhan dapat terjadi perdarahan. Keluarnya darah biasanya bercampur dengan ingus, jumlahnya sedikit, dan berulang-ulang (H,Benny, 2009). 2. Sumbatan Hidung Menurut
(H,Benny,
2009)
sumbatan
hidung
terjadi
akibat
pertumbuhan tumor kedalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, dapat disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. b. Gejala Telinga 1. Sumbatan tuba eutachius gejala ini disebabkan perluasan tumor posterolateral sampai ruang paranasofaringeal. Pasien mengeluh rasa berdengung, rasa penuh
ditelinga
kadang-kadang
disertai
dengan
gangguan
pendengaran. 2. Radang telinga tengah sampai perforasi membran timfani Merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan diproduksi makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran (H,Benny, 2009). c. Gejala Neurologis 1. Sindroma Petrosfenoidal Akibat penjalaran tumor primer ke atas melalui foramen laserum dan ovale sepanjang fosa kranii medial sehingga mengenai saraf kranial anterior yaitu saraf VI,III,IV, sedangkan saraf II akhir mengalami gangguan. Dapat juga menyebabkan parese saraf V. Parese saraf II menimbulkan gangguan visus, parese saraf III menyebabkan gangguan ptosis, dan parese saraf III,IV,dan VI
menyebabkan keluhan diplopia, dan saraf V dengan keluhan rasa kebas di pipi dan wajah yang biasanya unilateral. Apabila semua grup anterior terkena, maka akan timbul gejala : neuralgia trigeminal unilateral, oftalmoplegi serta gejala nyeri kepala hebat (H,Benny, 2009). 2. Sindroma Parafaring Terjadi akibat gangguan saraf kranial grup posterior (N.IX,X,XI dan XII) karena penjalaran retroparotidean dimana tumor tumbuh kebelakang masuk ke dalam foramen jugularis dan kanalis nervus hipoglosus. Kelumpuhan pada nervus IX menyebabkan sulit menelan karena hemiparese m.konstriktor faringeus superior. Nervus X adanya gangguan motorik berupa afoni ,disfoni, disfagia dan spasme Universitas Sumatera Utara esofagus. Gangguan sensorik berupa nyeri daerah laring dan faring,dan sesak. Nervus XI terdapat kelumpuhan m.trapezius, sternokleidomastoideus serta hemiparese palatum molle, nervus XII terjadi hemiparese dan atrofi sebelah lidah, nervus VII dan nervus VIII letaknya agak tinggi jadi jarang terkena KNF (H,Benny, 2009). d. Limfadenopati Servikal Sebagian besar penderita datang dengan pembesaran kelenjar baik unilateral
atau
bilateral.
Pembesaran
kelenjar
leher
merupakan
penyebaran terdekat secara limfogen dari KNF. Pembesaran yang agak khas akibat metastasis adalah lokasi pada ujung prosesus mastoideus di belakang angulus mandibula yaitu kelenjar jugulodigastrik dan kelenjar servikal posterior serta kelenjar servikal tengah (H,Benny,2009). e. Gejala metastasis jauh Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, yang sering adalah pada tulang,hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk (Zhou et al, 2007)
5. Penatalaksanaan a. Radioterapi Radioterapi telah menjadi modalitas terapi primer untuk KNF selama bertahun-tahun. Ini disebabkan karena nasofaring berdekatan dengan struktur penting dan sifat infiltrasi KNF, sehingga pembedahan terhadap tumor primer sulit dilakukan. KNF umumnya tidak dapat dioperasi, lebih responsif terhadap radioterapi dan kemoterapi dibandingkan tumor ganas kepala leher lainnya (Guigay et al. 2006; Wei, 2006). Pemberian radioterapi telah berhasil mengontrol tumor T1 dan T2 pada 75-90% kasus dan tumor T3 dan T4 pada 50-75% kasus. Kontrol kelenjar leher mencapai 90% pada pasien dengan N0 dan N1, tapi tingkat kontrol regional berkurang menjadi 70% pada kasus N2 dan N3 (Wei, 2006). b. Kemoterapi Kemoterapi sebagai komponen terapi kuratif utama pada KNF pertama kali dipergunakan pada tahun 1970-an. Indikasi pemberian kemoterapi adalah untuk KNF dengan penyebaran ke kelenjar getah bening leher, metastase jauh, dan kasus-kasus residif (Mould & Tai, 2002; Zakifman & Harryanto, 2002). Penelitian inter grup 1997 pertama kali menunjukkan bahwa pengunaan kemoterapi bersamaan dengan
radioterapi
meningkatkan
overall
survival
apabila
dibandingkan dengan penggunaan radioterapi tunggal. Kemoterapi berfungsi sebagai radiosensitisizer dan membantu dalam mengurangi metastase jauh (Mould & Tai, 2002; Wei, 2006). c. Pembedahan Pembedahan hanya sedikit berperan dalam penatalaksanaan KNF. Terbatas pada diseksi leher radikal untuk mengontrol kelenjar yang radioresisten dan metastase leher setelah radiasi dan pada pasien tertentu, pembedahan penyelamatan (salvage treatment) dilakukan pada kasus rekurensi di nasofaring atau kelenjar leher tanpa metastase jauh (Chew, 1997; Wei, 2003; Wei, 2006; Lutzky et al. 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C long. 2006. Perawatan Medikal Bedah. Pajajaran Bandung. Hudack & Galo. 2000. Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik., volume I Jakarta : EGC. Mansjoer, Arief, dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Media Aescalapius Smeltzer, Suzanne C. Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC Price Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC