Sap Stunting Rifda [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CEGAH STUNTING DENGAN PERBAIKAN POLA MAKAN, POLA ASUH DAN SANITASI



SATUAN ACARA PENYULUHAN Untuk memenuhi tugas matakuliah Pendidikan dan Pelatihan Gizi yang dibina oleh Bapak I Dewa Nyoman Supariasa, MPS



Oleh Rifda Kamilah P17110183049



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN GIZI PRODI D3 GIZI 2020



SATUAN ACARA PENYULUHAN CEGAH STUNTING DENGAN PERBAIKAN POLA MAKAN, POLA ASUH DAN SANITASI



Judul Kegiatan



: Penyuluhan Pencegahan Stunting dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh dan Sanitasi



Pokok Bahasan



: Stunting



Sub Pokok Bahasan



: Pencegahan Stunting dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh dan Sanitasi



Sasaran



:20 Ibu Balita di Wilayah Posyandu Mawar



Waktu



: 45 menit (09.00- 09.45)



Tempat



: Posyandu Mawar



I.



Latar Belakang Usia 0-24 bulan adalah periode emas pertumbuhan dan perkembangan, karena pada usia ini anak mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang pesat. Asupan zat gizi pada periode ini sangat penting, sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Pada masa bayi, asupan gizi yang diperoleh sangat bergantung pada ibu atau pengasuhnya. Tahun pertama kehidupan, berat badan bayi akan meningkat tiga kali lipat dibandingkan berat lahirnya dan pertumbuhan otak meningkat mencapai 50 persen. Masalah gizi yang sangat perlu diperhatikan pada anak usia 6-24 bulan adalah stunting. Stunting berhubungan dengan perkembangan yang buruk pada usia balita yang dapat mengakibatkan terganggunya proses metabolisme, fungsi kognitif dan menurunnya produktivitas.



II.



Tujuan Intruksional Umum (TIU) Setelah mengikuti penyuluhan, diharapkan peserta dapat mengetahui dan memahami cara mencegah stunting dengan perbaikan pola makan, pola asuh dan sanitasi.



III.



Tujuan Intruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti penyuluhan, diharapkan peserta: 1. Dapat menjelaskan pengertian stunting dengan benar tanpa melihat buku 2. Dapat memyebutkan 3 tanda dan gejala anak stunting dengan benar tanpa melihat buku 3. Dapat menyebutkan 3 penyebab stunting dengan benar tanpa melihat buku 4. Dapat menyebutkan 3 dampak stunting dengan benar tanpa melihat buku 5. Dapat menjelaskan cara mencegah stunting dengan benar tanpa melihat buku



IV.



Materi 1. Pengertian Stunting 2. Penyebab Stunting 3. Ciri-ciri anak Stunting 4. Dampak Stunting 5. Cara mencegah Stunting



V.



Metode 1. Ceramah 2. Diskusi 3. Tanya jawab



VI.



Media 1. Laptop 2. LCD dan Proyektor 3. PPT



4. Leaflet VII.



Organisasi 1. Pemateri / pembicara 2. Fasilitator



VIII.



I.



Susunan Acara No



Waktu



Kegiatan Penyuluhan



Kegiatan Peserta



1



5 menit (09.00 – 09.05)



Pembukaan : 1. Mengucap salam 2. Memperkenalkan diri 3. Menjelaskan tujuan penyuluhan 4. Menyebutkan materi/pokok bahasan yang akan disampaikan



-



Menjawab salam Mendengarkan dan memperhatikan



2.



25 menit (09.05 – 09.30)



-



Mendengarkan Memperhatikan



3.



15 menit (09.30 – 09.45)



Pelaksanaan : 1. Pengertian Stunting 2. Penyebab Stunting 3. Ciri-ciri anak Stunting 4. Dampak Stunting 5. Cara mencegah Stunting 6. Zat Gizi yang berperan untuk mencegah Stunting Penutup : 1. Menyimpulkan materi yang telah disampaikan 2. Tanya jawab 3. Menutup acara dan mengucapkan terima kasih 4. Mengucap salam



-



Mendengarkan Bertanya Menjawab salam



Kriteria Evaluasi 1. Evaluasi Struktural a. Pembuatan SAP tujuh hari sebelum penyuluhan b. Kontrak waktu dan tempat dengan masyarakat dan kepala desa 3 hari sebelum penyuluhan



c. Penyuluh dapat menyediakan media atau alat-alat sesuai yang diharapkan 2. Evaluasi Proses Peserta a. Peserta antusias dengan penyuluhan b. Peserta aktif bertanya saat diberi kesempatan untuk bertanya c. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat sebelum acara selesai Penyuluh a. Bisa memfasilitasi jalanya penyuluhan b. Bisa menjalankan perannya sesuai tugas dan tanggung jawab 3. Evaluasi Hasil a. Peserta dapat menjelaskan pengertian stunting dengan benar tanpa melihat buku b. Peserta dapat memyebutkan 3 tanda dan gejala anak stunting dengan benar tanpa melihat buku c. Peserta dapat menyebutkan 3 penyebab stunting dengan benar tanpa melihat buku d. Peserta dapat menyebutkan 3 dampak stunting dengan benar tanpa melihat buku e. Peserta dapat menjelaskan cara mencegah stunting dengan benar tanpa melihat buku



LAMPIRAN MATERI 1. Pengertian Stunting Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasakan umur adalah rendah atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif para penderita juga berkurang, sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia. Balita Pendek (Stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) < -2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/stunting) dan < -3 SD (sangat pendek/ severely stunted) (Kemenkes R.I, 2012). Stunting digunakan sebagai indikator malnutrisi kronik yang menggambarkan riwayat kurang gizi anak dalam jangka waktu lama sehingga kejadian ini menunjukkan bagaimana keadaan gizi sebelumnya.



2. Tanda dan Gejala Stunting a. Anak berbadan lebih pendek daripada anak seusianya b. Proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih muda atau lebih kecil dari anak seusianya c. Pertumbuhan gigi terlambat d. Pertumbuhan tulang tertunda e. Berat badan tidak naik, cenderung menurun f. Tanda pubertas terlambat seperti pada anak perempuan menstruasi terlambat g. Mudah Lelah dan tidak lincah h. Usia 8 – 10 tahun anak menjadi pendiam, tidak banyak melaukan kontak mata



i. Wajah tampak lebih mudah dari anak seusianya j. Perfoma buruk pada tes perhatian dan memori belajar k. Mudah terkena penyakit infeksi 3. Penyebab Stunting a. Kekurangan gizi dalam waktu yang lama b. Rendahnya akses terhadap makanan bergizi c. Buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani d. Rendahnya asupan vitamin dan mineral e. Pola asuh ibu yang kurang baik terhadap perilaku dan praktik pemberian makanan f. Ibu memiliki nutrisi yang kurang pada saat remaja dan saat kehamilan g. Infeksi pada ibu h. Gangguan mental pada ibu i. Hygiene sanitasi yang kurang dan ketersediaan air bersih j. Pengetahun ibu yang kurang k. Faktor sosial dan ekonomi yang rendah



Menurut Kemenkes (2018) a. Ibu yang masih remaja Kehamilan pada usia remaja secara signifikan meningkatkan risiko kejadian stunting pada anak dibandingkan dengan ibu yang hamil di atas 20 tahun. Kehamilan pada usia remaja memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan wanita diatas 20 tahun. Kehamilan pada usia remaja memiliki peluang yang lebih besar untuk melahirkan bayi prematur atau memiliki bayi dengan berat lahir rendah. Sebuah studi melaporkanbahwa kehamilan remaja biasanya tidak direncanakan. Selanjutnya, kehamilan remaja lebih sering terjadi pada populasi yang kurang mampu secara ekonomi dan ibu remaja cenderung memiliki sedikit pengalaman dalam hal pengasuhan anak dan cenderung memiliki pendidikan yang rendah (Irwansyah, dkk, 2016).



b. Postur tubuh ibu Tinggi badan orang tua berakaitan dengan kejadian stunting. Ibu yang pendek merupakan salah satu factor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita (Kusharisupeni, 2008). Menurut Trihono, dkk (2015) apabila tinggi badan orang tua kurang dari 150 cm pada saat hamil maka akan mempengaruhi kondisi bayi dan akan melahirkan anak dengan panjang badan lahir pendek sehingga berisiko mengalami stunting. c. Jarak kehamilan yang terlalu dekat Menurut Stewart, dkk (2013) jarak kelahiran berkaitan dengan cadangan nutrisi dan kesiapan tubuh menerima kembali adanya kelahiran. Uterus dapat berfungsi sempurna setelah dua tahun. Sehingga jarak kehamilan < 2 tahun dapat meningkatkan risiko komplikasi, salah satunya anemia. Jarak kehamilan yang dekat memungkan seorang ibu untuk mengalami pendarahan selama kehamilan dan persalinan. Hal ini yang dapat mengganggu pertumbuhan janin. d. Asupan nutrisi yang kurang pada saat kehamilan Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang atau dalam kondisi KEK (Kekurangan Energi Kronis) dapat mengakibatkan janin yang dikandungnya mengalami keguguran, pertumbuhan janin terganggu, bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR), perkembangan otak janin terhambat, dan kemungkinan nantinnya kecerdasan anak kurang, bayir lahir premature, dan kematian bayi (Helena, 2013). Selain itu ibu hamil dalam keadaan anemia defisiensi zat besi juga dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, bayi lahir premature, BBLR, stunting, dan mudah terkena infeksi. Manfaat zat besi adalah untuk membentuk hemoglobin. Apabila jumlah hemoglobin dalam tubuh



tidak memadai, akibatnya hemoglobin tidak cukup membawa oksigen ke jaringan di seluruh tubuh, termasuk janin (Irdayanti, 2017). Ibu hamil yang kurang mengkonsumsi makanan bergizi seperti asam folat, protein, kalsium, zat besi, dan omega-3 cenderung melahirkan anak dengan kondisi kurang gizi. e. Tidak terlaksananya Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses menyusui pada bayi dalam satu jam pertama kelahiran. Bayi diletakkan di perut dan dada ibu segera setelah lahir dan diberi kesempatan untuk mulai menyusu sendiri dengan cara merangkak mencari payudara. (Tiro, 2009). Air susu ibu yang keluar pada hari pertama kelahiran mengandung kolostrum. Kolostrum kaya akan antibody dan zat gizi yang penting untuk pertumbuhan usus dan ketahanan terhadap infeksi yang sangat dibutuhkan bayi dalam kelangsungan hidupnya (Permadi, 2016). Apabila IMD tidak terlaksana maka bayi mudah terkena infeksi dan pada akhirnya dapat menyebabkan kejadian stunting pada anak. f. Gagalnya pemberian ASI Eksklusif UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berumur enam bulan. Karena ASI mengandung gizi lengkap yang mudah dicerna oleh perut bayi yang kecil dan sensitif.  Itulah mengapa, hanya memberikan ASI saja sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi di bawah usia enam bulan. ASI merupakan asupan gizi yang sesuai dengan dengan kebutuhan akan membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi yang tidak mendapatkan ASI dengan cukup berarti memiliki asupan gizi yang kurang baik dan dapat menyebabkan kekurangan gizi salah salah satunya dapat menyebabkan stunting (Indrawati, 2016). Sesuai dengan Prasetyono (2009) salah satu manfaat ASI eksklusif adalah mendukung pertumbuhan bayi terutama tinggi badan karena kalsium ASI lebih efisien diserap tubuh dibanding susu pengganti



ASI atau susu formula. Sehingga bayi yang diberikan ASI Eksklusif cenderung memiliki tinggi badan yang lebih tinggi dan sesuai dengan kurva pertumbuhan dibanding dengan bayi yang diberikan susu formula. ASI juga memiliki kadar kalsium, fosfor, natrium, dan kalium yang lebih rendah daripada susu formula, sedangkan tembaga, kobalt, dan selenium terdapat dalam kadar yang lebih tinggi. Kandungan ASI ini sesuai dengan kebutuhan bayi sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhan bayi termasuk tinggi badan. Berdasarkan hal tersebut dapat dipastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi, dan status gizi bayi menjadi normal baik tinggi badan maupun berat badan jika bayi mendapatkan ASI Eksklusif. g. MP ASI dini MP ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6 – 12 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. MP ASI merupakan makanan peralihan dari makanan cair (ASI) ke makanan padat (makanan keluarga). Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kemampuan alat pencernaan bayi dalam menertima MP-ASI. Pemberian makanan tambahan yang terlalu dini secara signifikan berkaitan dengan peningkatan resiko infeksi pernafasan dan insiden yang lebih tinggi mordibitas malaria dan infeksi mata. Penelitian diperu, menunjukan prevalensi diare secara signifikan lebih tinggi pada anak yang disapih. Hal ini disebabkan oleh hilangnya kekebalan tubuh dari konsumsi ASI yang tidak ekslusif dan juga pengenalan makanan tambahan yang tidak higenis yang rentan terhadap penyakit infeksi. Selain itu menu saat memberikan MP ASI harus memperhatikan unsur mikronutrien dan makronutrien. Menurut WHO 2000, penyebab terbanyak dari defisiensi mikronutrien akibat pemberian MPASI yang tidak tepat dan adekuat yang menyebabkan terjadinya stunting selain menyebabkan peningkatan angka infeksi.



h. Higiene sanitasi yang buruk Sanitasi buruk juga berdampak pada kondisi stunting. Sanitasi buruk terjadi pada kerusakan dinding usus yang mengganggu penyerapan zat gizi makanan. Hal ini berdampak pada gangguan tumbuh kembang pada bayi dan balita, sehingga berakibat stunting. Terhitung, di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2013 prevalensi stunting di Indonesia mencapai 37,2 persen. Ternyata tidak hanya akibat gizi buruk, stunting diketahui sebagai dampak dari sanitasi buruk. Sebelumnya stunting disangka karena kurang gizi, tapi hasil survei akibat dari sanitasi yang jelek. Bukan sekadar diare dan diobati sembuh, tapi stunting jangka panjang akan memengaruhi kualitas anak Bangsa Indonesia.



4. Dampak Stunting a. Gagal tumbuh Pertumbuhan anak terhambat tidak sama seperti anak seusianya ditandai dengan anak pendek (TB/U), anak kurus (BB/U) b. Gagal kembang Terganggunya perkembangan otak, menurunkan kemampuan kognitif otak, perkembangan psikomotorik terhambat, kecerdasan tidak optimal. Hal tersebut menyebabkan anak sulit menerima pelajaran, menurunnya kemampuan dan prestasi di sekolah, anak tidak produktif dan kreatif di usia-usia produktif. c. Gangguan metabolisme tubuh Kekebalan tubuh lemah sehingga lebih rentan terkena penyakit tidak menular (PTM) seperti obesitas dan diabetes militus pada saat usia dewasa. Bila sudah sakit susah sekali untuk sembuh. d. Sumber daya manusia berkualitas rendah e. Menghambat pertumbuhan ekonomi dan produktivitas pasar kerja f. Menghambat pembangunan dan peluang menjadi negara maju



5. Cara Mencegah Stunting Menurut Kemenkes (2018) a. Pola Makan Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Maka istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan,



memperbanyak



sumber



protein



sangat



dianjurkan,



disamping tetap mengonsumsi buah dan sayur. Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (nabati dan hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat. Selain pola makan anak yang perlu diperhatikan. Pola makan sebelum hamil (WUS) dan pada masa kehamilan juga perlu diperhatikan. Pola makan WUS dan ibu hamil harus seimbang dan beranekaragam. Untuk ibu hamil memperbanyak makanan yang mengandung energi, protein, asam folat, zinc, kalsium, zat besi, dan omega-3. Selain itu pada masa kehamilan juga perlu mengkonsumsi sumpelen zat besi dan asam folat serta setiap ibu hamil perlu mendapatkan tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan untuk mencegah terjadinya anemia pada ibu hamil. Sedangkan pada WUS juga perlu mengkonsumsi tablet tambah darah. Untuk ibu hamil KEK perlu dilakukan pemberian makanan tambahan.



Pemberian



suplementasi



vitamin



A



dan suplementasi



multivitamin dan mineral (taburia), pemberian obar cacing, dan pemberian makanan tambahan untuk balita yang mengalami gizi buruk. b. Pola Asuh Stunting juga dipengaruhi oleh aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan balita. Pola asuh dimulai dari edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu untuk



memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin. Pada masa kehamilan harus memeriksakan kandungan (Ante Natal Care) secara berkala (4 kali selama kehamilan). Kemudian pemberian edukasi persiapan persalinan, bersalin di fasilitas kesehatan, melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berupaya agar bayi mendapat kolostrum ASI. Kemudian pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan, setelah itu dilanjut sampai usia 2 tahun. Pemberian MP ASI yang tepat dan mencukupi kebutuhan gizinya, pantau tumbuh kembang anak dengan membawanya ke posyandu setiap bulan, melakukan imunisasi agar anak mendapatkan kekebalan dan terhindar dari berbagai penyakit. c. Sanitasi dan akses air bersih Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk akses sanitasi dan air bersih dapat menyebabkan anak berisiko terkena berbagai penyakit infeksi. Untuk itu perlu membiasakan mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, buang sampah pada tempatnya, mandi 2 kali sehari, menggunakan jamban sehat, membersihkan kamar mandi/toilet, menggunakan alas kaki ketika berada di luar rumah untuk mencegah kecacingan.



Daftar Pustaka Helena. (2013). Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu Hamil Trimester Pertamadan Pola Makan dalam pemenuhan Gizi. www. repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 23 Maret 2020. Indrawati, S. (2017). Hubungan Pemberian Asi Esklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2-3 Tahun Di Desa Karangrejek Wonosari Gunungkidul (Doctoral dissertation, Universitas' Aisyiyah Yogyakarta). Irdayanti. (2017). IDENTIFIKASI KADAR HEMOGLOBIN (HB) PADA IBU HAMIL TRIMESTER I, II DAN III TERHADAP KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS POASIA (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kendari). Irwansyah, I., Ismail, D., & Hakimi, M. (2016). Kehamilan Remaja dan Kejadian Stunting Anak Usia 6-23 Bulan di Lombok Barat. BKM Journal of Community Medicine and Public Health, 36(6). Kemenkes RI. Survei Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Kementrian Kesehatan RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI. Diakses pada tanggal 23 Maret 2020 dari http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2 018/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf Kusharisupeni. (2008). Peran Status Kelahiran terhadap Stunting pada Bayi, Jurnal. Kedokteran Triskti. Permadi, M. R., Hanim, D., Kusnandar, K., & Indarto, D. (2016). Risiko Inisiasi Menyusu Dini Dan Praktek Asi Eksklusif Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak 6-24 Bulan (Early Breastfeeding Initiation and Exclusive Breastfeeding As Risk Factors of Stunting Children 6-24 Months-Old). Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research), 39(1), 9-14. Prasetyono. (2009). Buku Pintar ASI Eksklusif Pengenalan, Praktik, dan Kemanfaatan-kemanfaatannya. Yogyakarta : DIVA Press Stewart CP, Iannotti L, Dewey KG, Michaelsen KF dan Onyango AW. (2013). Childhood Stunting: Context, Causes and Consequences. Maternal and Child Nutrition. Diakses pada tanggal 23 Maret 2020. Diunduh dari http://www.who.int/nutrition/events/2013_ChildhoodStunting_colloquium_ 14Oct_ConceptualFramework_colour.pdf Tiro. (2009). Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Fakultas Kedokteran Departemen Obstetri dan Ginekologi. https://med.unhas.ac.id/obgin/?p=103. Diakses pada tanggal 23 Maret 2020. Trihono, A, Tjandraini, D.H, Irmawati, A, Utami, N.H, Tejayanti. T. Nurlinawati, L. (2015). Pendek (stunting) di Indonesia masalah dan solusinya. Balitbengkes. Jakarta.