Sektor Basis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SEKTOR BASIS Dosen Pengampu : Dr. Duwi Yunitasari



Disusun Oleh: 1. Nadila Vinda Aisya



(170810101083)



2. Syafira Latifah



(170810101089)



3. Nanang Kosim



(170810101115)



4. Reza Dwi Darma



(170810101116)



5. Aldo Vellyan P



(170810101121)



6. Yusrin Fauziah



(170810101126)



PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS JEMBER 2019



i



KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah Ekonomi Regional ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam tidak lupa kami sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita harapkan syafa’atnya di yaumil qiyamah nanti. Penyusuanan makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Regional makalah ini berjudul β€œSektor Basis” yang membahas mengenai tata ruang pembanguan ekonomi baik industri ataupun infrastruktur disuatu wilayah tertentu. Kami berharap makalah ini bermanfaat bagi pembacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, baik dalam penulisan maupun pokok bahasan yang kami jelaskan. Berkaitan dengan hal tersebut, kami selaku penulis sangat mengharapkan saran, agar kedepannya kami bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan kami dalam penulisan laporan ini.



Jember, 30 Oktober 2019



Penyusun



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2 1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3 2.1 Pengertian Sektor Basis ....................................................................................... 3 2.2 Pengganda Basis .................................................................................................. 5 2.3 Cara Memilah Kegiatan Basis Dengan Non Basis .............................................. 7 2.4 Model Basis Ekonomi Menurut Tiebout ........................................................... 10 2.5 Komentar Terhadap Metode Tiebout ................................................................ 17 2.6 Evaluasi Atas Tingkat Kebasisan Suatu Produk ............................................... 19 2.7 Sektor Basis di Kota dan di Desa ...................................................................... 21 2.8 Implementasi Sektor Basis Di Wilayah Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi. ................................................................................................................. 23 BAB III PENUTUP .................................................................................................... 28 3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 28 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 29



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan tolok ukur perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Pada pembangunan ekonomi di daerah, tujuan pembangunan itu sendiri tidak jauh berbeda dengan tujuan pembangunan nasional. Akan tetapi, proses pembangunan di daerah jauh lebih spesifik. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya - sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan di sektor basis dan kegiatan di sektor non basis. Kegiatan pada sektor basis adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi permintan yang bersifat exogenous (tidak tergantung pada kekuatan intern/permintaan lokal). Sedangkan kegiatan non basis adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, karena itu permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kenaikan pendapatan masyarakat setempat. Dengan demikian sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan di atas, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis. Oleh karena itu analisis basis sangat berguna untuk mengkaji dan memproyeksi pertumbuhan ekonomi wilayah (Tarigan, 2005).



1



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud sektor basis? 2. Bagaimana cara memilah sektor basis dan non basis? 3. Bagaimana model basis ekonomi menurut Tiebout? 4. Apa sajakah sektor basis di kota dan di desa? 5. Bagaimanakah implementasi sektor basis di wilayah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Memahami apa yang dimaksut sektor basis. 2. Memahami cara memilah sektor basis dan non basis. 3. Memahami model basis ekonomi menurut Tiebout. 4. Mengetahui sektor basis di kota dan di desa. 5. Mengetahui implementasi sektor basis di wilayah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Sektor Basis Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah di tentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut di kelompokan menjadi 2 kegiatan (basis dan nonbasis) kegiatan basis mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Maka sektor basis diartikan sektor atau kegiatan ekonomi yang melayani baik pasar domestik maupun pasar luar daerah itu sendiri. Sektor basis mampu menghasilkan produk/jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah. Itu berarti daerah secara tidak langsung mempunyai kemampuan untuk mengekspor barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor tersebut ke daerah lain. Artinya sektor ini dalam aktivitasnya mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri maupun daerah lain dan dapat dijadikan sektor unggulan. Sektor basis (sektor unggulan) pada dasarnya harus dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan baik itu perbandingan berskala internasional regional maupun nasional. Dalam kaitannya dengan lingkup internasional suatu sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain sedangkan dengan lingkup nasional suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain di pasar nasional atau domestik (Tarigan, 2005). Sedangkan sektor non basis, yaitu sektor atau kegiatan yang hanya mampu melayani pasar daerah itu sendiri sehingga permintaannya sangat dipengaruhi kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Sektor seperti ini dikenal sebagai sektor non unggulan. Pendekatan basis ekonomi sebenarnya dilandasi pada pendapat bahwa yang perlu dikembangkan di sebuah wilayah adalah kemampuan berproduksi dan menjual hasil produksi tersebut secara efisien dan efektif secara umum analisis ini digunakan untuk menentukan sector



basis/pemusatan dan non basis dengan



3



tujuan untuk melihat keunggulan komparatif suatu daerah dalam menentukan sektor andalannya, pentingnya ditetapkan komoditas unggulan di suatu wilayah (nasional, provinsi dan kabupaten) lebih effisien dan terfokus. Basis ekonomi juga membagi kegiatan ekonomi suatu daerah menjadi dua sektor dasar yang memenuhi permintaan yang berasal dari luar kawasan dan sektor non-basis yang memenuhi permintaan internal untuk menggunakan model basis ekonomi untuk analisis dampak atau peramalan



itu perlu untuk



memperkirakan tingkat kegiatan dasar dan non-dasar yaitu membagi dua aktivitas total, aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut dan demikian sebaliknya, setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional. Kegiatan mengekspor barang dan jasa keluar batas perekonomian masyarakatnya atau memasarkan barang dan jasa kepada orang-orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat bertambah banyaknya basis di dalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, sektor basis atau nonbasis tidak bersifat statis tetapi dinamis sehingga dapat mengalami peningkatan atau bahkan kemunduran dan definisinya dapat bergeser setiap tahun. Pertumbuhan beberapa sektor basis akan menentukan pembangunan daerah secara keseluruhan, sementara sektor non basis hanya merupakan konsekuensi-konsekuensi dari pembangunan daerah, pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja. Menurut Livio (2016) kategori impor dan ekspor adalah dasar untuk teknik yang dikenal sebagai analisis basis ekonomi, menjelaskan mengapa memisahkan ekonomi lokal menurut kegiatan impor dan ekspor adalah fitur 4



penting dari model tersebut. Karena analisis basis ekonomi bergantung pada industri



yang



membedakan



dan



mengklasifikasikan



menurut



kegiatan



ekonominya penting untuk membuat perbedaan antara ekspor dan impor, bahwa total output ekonomi suatu wilayah dapat dibagi menjadi dua sektor output dan layanan produktif yang dijual di luar area (yaitu ekspor) dan output diserap secara internal ( Impor) terlihat jelas, faktor pembeda antara kedua sektor adalah apakah barang dan jasa industri dikonsumsi secara lokal atau di luar kawasan. 2.2 Pengganda Basis Analisis basis dan non-basis pada umumnya di dasarkan atas nilai tambah atau pengabungan lapangan kerja basis dan non basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia seluruhnya, penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan non-basis merupakan total pendapatan wilayah tersebut. Dalam suatu wilayah dapat dihitung berapa besarnya lapangan pekerjaan basis dan non-basis. Dalam menentukan 2 angka dalam basis dan non basis dapat di hitung nilai rasio basis dan kemudian dapat menghitung nilai penggandaan basis, rasio basis adalah perbandingan antara banyaknya lapangan kerja nonbasis yang tersedia untuk setiap satu lapangan kerja basis. Misalnya dalam satu wilayah terdapat 3000 lapangan kerja yang terdiri atas 1000 lapangan kerja basis dan 2000 lapangan kerja non basis maka dari itu rasio basis menghitung 1:2 yang artinya setiap satu lapangan kerja basis tersedia dua lapangan kerja nonbasis. Pengganda basis= total lapangan kerja Total kerja basis Dalam menggunakan ukuran pendapatan nilai ganda basis adalah besarnya kenaikan pendaptan seluruh masyrakat untuk setiap satu unit kenaikan pendapatan sektor basis dalam hal ini pendapatan nilai pengganda basis yang di peroleh dinamakan pengganda basis pendapatan ( income bae multiplier) , penggunaan variabel pendapatan baik pembilang maupun penyebut harus menggunakan nilai



5



dengan ukuran yang sama misalnya mengguanaka nilai konstan atau sama-sama yang berlaku. Menggunakan harga yang berlaku maka kedua nilai adalah untuk tahun yang sama menggunakan data pendapatan (nilai tambah) adalah untuk di bandingkan dengan menggunakan data lapangan kerja karena lapangan kerja memiliki bobot yang berbeda antara yang satu dengan yang lain misal lapangan pekerjaan manajer tidak sama bobotnya dengan lapangan pekerjaan



unutk



karyawan biasa baik dari sudut upah yang di terima maupun kualifikasi SDM untuk dapat menduduki jabatan tersebut. Data lapangan kerja sering dipakai apabila data yang dikumpulka lewat survei langsung ke unit usaha , seandainya nilai basis sudah di ketahui dari pengalaman lebih dulu makan apa



bila pada suatu tahun tertentu diketahui



besarnya perubahan lapangan kerja di sektor baisi bisa di ramalkan jumlah lapangan kerj yang berubah untuk keseluruhan wilayah dengan rumus : Perubahan total lapangan kerja = (nilai pengganda basis x perubahan pada lapangan kerja basis ) Dalam menggunakan nilai pengganda basis sebagai alat peramalan sering di permasalahkan bahwa nilai pengganda basis yang di hitung adalah berdasarkan perbandingan lapangan kerja yang telah tersedia ( dalam kondisi saat ini) berbeda dengan keadaan masa yang akan datang (perubahan yang akan diramalkan) di sarankan untuk menggunakan angka perubahan rata-rata pertahun antara total lapangan kerja terhadap perubahan lapangan kerja basis. Dalam perubahan dari tahun sebelumnya terhadap tahun ini akan diperoleh angka pengganda basis pertahun biasanya berbeda dari tahun ke tahun, dalam hal ini bisa dipakai angka rata-rata beberapa tahun atau ada kecenderungan misalnya pengganda basis cenderung naik atau cenderung turun maka dipakai angka proyeksi bedasarkan kecenderungan tersebut, terutama lebih penting



6



diperhatikan apabila nilai pengganda basis didasarkan atas perbandingan pandapatan dan bukan lapangan kerja analsis basis (Tarigan, 2005). 2.3 Cara Memilah Kegiatan Basis Dengan Non Basis Beberapa metode untuk memilah antara kegiatan basis dan kegiatan nonbasis, sebagai berikut. a) Metode Langsung / metode survei Metode ini dilakukan dengan survei langsung kepada pelaku saha kemana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan dari mana mereka membeli bahan-bahan kebutuhan untuk menghasilkanproduk tersebut. Kelemahan dari metode ini yaitu pertanyaan yang berhubungan dengan pendapatan data akuratnya sulit diperoleh, dalam kegiatan usaha sering tercampur kegiatan basis dan non basis. Dari metode ini, dapat ditentukan berapa persen barang yang dijual ke luar wilayah, dan berapa persen barang yang dipasarkan dalam wilayah, demikian juga untuk bahan baku. Dan untuk pendapatan yaitu berapa pekerja yang ada pada kegiatan tersebut, kemudian berapa nilai tambah yang diciptakan. Metode ini cocok digunakan untuk penentuan pada suatu daerah yang kecil dan tidak padat. Kelemahan metode ini yaitu hanya memberikan data pada jangka waktu yang pendek (Thulin per, 2014) b) Metode Tidak Langsung / Metode asumsi Metode ini dipakai karena rumitnya melakukan survei langsung ditinjau dari sudut waktu dan biaya. Metode ini merupakan merode yang paling mudah dan paling hemat waktu untuk menentukan mana kegiatan sektor ekonomi yang menjadi basis dan non basis. Kegiatan ekonomi yang berbeda, biasanya diwakili secara luas oleh industri yang didefinisikan, secara sederhana diklasifikasikan sebagai basic atau non basic berdasarkan penilaian subyektif analis. Metode ini menggunakan asumsi, kegiatan tertentu diasumsikan sebagai kegiatan basis dan kegiatan lain yang bukan



7



dikategorikan basis adalah otomatis menjadi kegiatan basis. Metode juga rentan terhadap kritik karena ketergantungannya yang kuat pada analis. c) Metode Campuran Metode ini dipakai pada suatu wilayah yang sudah berkembang, cukup banyak usaha yang tercampur antara kegiatan basis dan kegiatan non basis. Apabila dipakai metode asumsi murni maka akan memberikan kesalahan yang besar, jika dipakai metode langsung yang murni maka akan cukup berat. Oleh karena itu orang melakukan gabungan antara metode langsung dan metode tidak langsung yang disebut metode campuran. Pelaksanaan metode campuran dengan melakukan survei pendahuluan yaitu pengumpulan data sekunder, kemudian dianalisis mana kegiatan basis dan non basis. Asumsinya apabila 70 persen atau lebih produknya diperkirakan dijual ke luar wilayah maka maka kegiatan itu langsung dianggap basis. Sebaliknya apabila 70 persen atau lebih produknya dipasarkan ditingkat lokal maka langsung dianggap non basis. Apabila porsi basis dan non basis tidak begitu kontras maka porsi itu harus ditaksir. Untuk menentukan porsi tersebut harus dilakukan survei lagi dan harus ditentukan sektor mana yang surveinya cukup dengan pengumpulan data



sekunder



dan



sektor



mana



yang



membutuhkan



sampling



pengumpulan data langsung dari pelaku usaha. d) Metode Location Quotient (LQ) LQ membandingkan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sector tertentu untuk lingkup wilayah yang lebih kecil dibandingkan dengan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama untuk lingkup wilayah yang lebih besar. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemicu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Teknik LQ banyak digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi



8



kegiatan perekonomian atau mengukur konsentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sektor suatu kegiatan ekonomi industri. Dasar pembahasannya sering difokuskan pada aspek tenaga kerja dan pendapatan. (Jumiyati, 2018). Teknik LQ belum bisa memberikan kesimpulan akhir dari sektor-sektor yang teridentifikasi sebagai sektor strategis. Namun untuk tahap pertama sudah cukup memberi gambaran akan kemampuan suatu wilayah dalam sektor yang teridentifikasi. Rumus matematika yang digunakan untuk membandingkan kemampuan sektor-sektor dari wilayah tersebut adalah 𝐿𝑖/𝑙𝑑



ο‚·



Pendekatan tenaga kerja



ο‚·



Pendekatan Nilai tambah/pendapatan



LQ =



𝑁𝑖/𝑁𝑑



LQ =



𝑉𝑖/𝑉𝑑 π‘Œπ‘–/π‘Œπ‘‘



Dimana : Li = jumlah tenaga kerja sektor i pada tingkat wilayah yang lebih rendah



Lt = total tenaga kerja pada tingkat wilayah yang lebih rendah Ni = jumlah tenaga kerjan sektor i pada tingkat wilayah yang lebih diatas Nt = total tenaga kerja pada tingkat wilayah yang lebih diatas Vi = nilai PDRB sektor i pada tingkat wilayah yang lebih rendah Vt = total PDRB pada tingkat wilayah yang lebih rendah Yi = nilai PDRB sektor i pada tingkat wilayah yang lebih atas Yt = Total PDRB pada tingkat wilayah yang lebih atas Jika hasil perhitungan di formulasi di atas menghasilkan: ο‚·



LQ > 1 artinya, komoditas itu menjadi basis atau menjadi sumber pertumbuhan. Komoditas memiliki keunggulan komparatif, hasilnya



9



tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di wialyah bersangkutan akan tetapi juga dapat diekspor ke luar wilayah. ο‚·



LQ = 1 komoditas itu tergolong non-basis, tida memiliki keunggulan komparatif. Produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri dan tidak mampu untuk diekspor.



ο‚·



LQ < 1 komoditas ini juga termasuk non-basis. Produksi komoditas di suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan atau impor dari luar. untuk ditetapkan sebagai komoditas unggulan. Namun demikian ketika banyak komoditas di suatu wilayah yang menghasilkan LQ > 1, sementara yang dicari hanya satu, maka yang harus dipilih adalah komoditas yang mendapatkan LQ paling tinggi. Karena nilai LQ yang semakin tinggi di suatu wilayah menunjukkan semakin tinggi pula potensi keunggulan komoditas tersebut.



2.4 Model Basis Ekonomi Menurut Tiebout Charles M. Tiebout dalam makalahnya berjudul The Community Economisc Base Study (1962) untuk Committee for Economic Development, New York menggunakan perbandingan dalam bentuk pendapatan (income) dan membuat rincian yang lebih mendalam tentang faktor-faktor yang terkait dalam pengganda basis. Dalam bentuk pendapatan, hubungan antara perubahan pendapatan basis dengan perubahan total pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut: Perubahan pendapatan total = pengganda basis x perubahan pendapatan basis. Dalam uraian berikutnya Tiebout menggunakan symbol-simbol. Symbolsimbol dasar dari Tiebout adalah: Yt = Pendapatan total Yb = Pendapatan basis Yn = Pendapatan non-basis K = Pengganda basis Ξ” = Perubahan pada …. 10



Dengan menggunakan symbol-simbol di atas, apa yang telah dirumuskan dengan kata-kata pada uraian terdahulu dapat dirumuskan dengan symbol seperti tertera berikut ini: Ξ”Yt



= K . Ξ”Yb …………….. (1)



Pengganda basis dalam satuan pendapatan adalah sebagai berikut: π‘ƒπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™



Pengganda basis π‘ƒπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› π΅π‘Žπ‘ π‘–π‘ 



Atau dalam bentuk symbol adalah K = Yt/Yb Karena pendapatan total = pendapatan basis + pendapatan non-basis maka rumus pengganda basis tersebut di atas dapat dimodifikasi menjadi sebagai berikut: 𝐾=



π‘Œπ‘‘ 1 1 1 1 = = = = … … … … . (2) π‘Œπ‘‘ βˆ’ π‘Œπ‘› π‘Œπ‘‘ π‘Œπ‘› π‘Œπ‘› π‘Œπ‘ π‘Œπ‘ 1 βˆ’ π‘Œπ‘‘ π‘Œπ‘‘ π‘Œπ‘‘ βˆ’ π‘Œπ‘‘ π‘Œπ‘‘



Pengganda basis yang dikemukakan diatas disebut sebagai pengganda basis jangka pendek (Ks) sehingga: 𝐾𝑠 =



1 π‘Œπ‘› 1 βˆ’ π‘Œπ‘‘



Apabila Ks dari persamaan (2) digunakan sebagai pengganti pengganda basis pada persamaan (1), diperoleh persamaan baru dalam perubahan pendapatan total wilayah sebagai berikut: βˆ†π‘Œπ‘‘ = (



1 π‘Œπ‘›) βˆ†π‘Œπ‘ … … … … (3) 1 βˆ’ π‘Œπ‘‘



Selanjutnya menurut Tiebout perekonomian terdiri atas tiga sector yatu sector ekspor (X), sector investasi (I), dan sector konsumsi (C). Total pendapatan wilayah adalah penjumlahan dari ketiga sector tersebut dengan catatan apabila seluruh kegiatan menggunakan bahan baku local. Jadi secara simbolik: Yt = X + I + C ……… (4) Namun diketahui bahwa pengeluaran untuk konsumsi dan pengeluaran untuk investasi tidak seluruhnya menggunakan bahan baku local. Yang menjadi 11



pendapatan daerah adalah total pengeluaran dikurangi pengeluaran untuk impor kedua kegiatan tersebut. Pengeluaran konsumsi yang digunakan untuk membeli produk local dan menjadi pendapatan daerah diberi symbol Cr dan untuk investasi diberi symbol Ir. Dari persamaan (4) di atas dapat dirumuskan sebagai berikut: βˆ†π‘Œπ‘‘ = βˆ†π‘‹ + βˆ†πΌπ‘Ÿ + βˆ†πΆπ‘Ÿ … … … . (5) Penambahan symbol r (regional) dibelakang I dan C menggambarkan bahwa yang dihitung hanyalah yang menjadi pendapatan local. Sebagian pengeluaran untuk investasi dan konsumsi tidak akan menjadi pendapatan local, baik karena pajak yang ditarik pemerintah maupun karena barang tersebut berasal dari impor. Pendapatan dan konsumsi (Cr) adalah pendapatan non-basis karena besarnya ditentukan oleh tingkat pendapatan masyarakat di wilayah tersebut. Pendapatan dari ekspor adalah pendapatan basis karena bersifat exogenous begitu pula pendapatan dari kegiatan investasi (Ir). Besarnya investasi bukan ditentukan oleh pendapatan masyarakat saat ini, melainkan berdasarkan keputusan masa lalu dan harapan di masa yang akan datang, atau dana investasi datang dari luar wilayah sehingga dianggap exogenous. Jadi pendapatan basis terdiri atas penjumlahan dari pendapatan kegiatan ekspor dan kegiatan investasi tetapi dari bagian yang menjadi pendapatan local. Jadi dapat dirumuskan bahwa: Yb = X + Ir …. (6) dan selanjutnya dapat diturunkan menjadi βˆ†Yb=(βˆ†X+ βˆ†Ir)= βˆ† (X+Ir)……….(7) Sebelumnya telah diuraikan bahwa perubahan pendapatan basis akan mengubah pendapatan di bidang non-basis. Hal ini dapat terjadi karena pendapatan yang diperoleh msyarakat dari kegiatan ekspor dan investasi akan digunakan untuk berbagai cara, biasanya yang terbesar adalah dibelanjakan untuk keperluan konsumsi dan dari yang digunakan untuk konsumsi ada yang berasal dari produk local dan ada yang berasal dari produk impor. Konsumsi yang berasal dari produk local akan menaikkan pendapatan non-basis. Ada juga dari pendapatan ini yang dibelanjakan di luar wilayah atau dikirim ke luar wilayah,



12



misal untuk membelanjai seorang anak yang sedang kuliah di wilayah lain. Hal itu semua merupakan kebocoran yang mengurangi kekuatan permintaan akan produk local. Ada bagian yang disimpan baik untuk tujuan konsumsi di masa datang atau untuk investasi. Sementara itu, uang yang disimpan mengalami kebocoran sampai simpanan itu digunakan kembali. Uang yang disimpan di bank tidak mengalami kebocoran karena biasanya bank akan memutarkannya kembali untuk dipakai oleh pihak ketiga baik untuk kepentingan investasi maupun konsumsi. (Tarigan, R. 2005) Untuk mendapatkan analisis yang lebih mendetail tentang 3 sektor yang mempengaruhi pendapatan wilayah, selanjutnya akan digunakan symbol-simbol yang lebih sederhana ketimbang symbol-simbol asli yang digunakan Tiebout, tanpa sedikit pun mengubah sasaran dari perumusan Tiebout. Dalam rangka penyederhanaan rumus, akan digunakan konsep propensity, yaitu hasrat untuk membelanjakan pendapatan. Misalnya propensity to consume adalah hasrat untuk membelanjakan pendapatan untuk membeli barang-barang konsumsi. Propensity ini dipengaruhi oleh adanya investasi. Dimana menurut Mr. R.F. Kahn menjelaskan bahwa kecenderungan untuk mengonsumsi dalam suatu keadaan tertentu pada dasarnya akan mengurangi atau memperlambat investasi. Jadi ketika tingkat konsumsi tinggi maka propensitynya juga tinggi sehingga akan menurunkan investasi, begitu juga sebaliknya (Johnson, E. 2012). Propensity biasanya dinyatakan dalam bentuk proporsi, yaitu berupa hasil bagi. Hasil bagi ini jika dikalikan dengan 100 akan menjadi persentase (%). Propensity biasanya dinyatakan dalam bentuk huruf kecil dari symbol aslinya. Simbol-simbol yang akan digunakan adalah sebagi berikut: c = propensity to consume (Proporsi untuk konsumsi) cr = proporsi konsumsi yang menggunakan produk local Sekarang kita dapat menuliskan bahwa: Yn = Cr = Yt . (c) . (cr) ……….. (8) Artinya penerimaan sector non-basis sama dengan pengeluaran konsumsi untuk barang-barang local sama dengan penerimaan total dikalikan proporsi yang



13



dijadikan konsumsi dikalikan proporsi konsumsi yang menjadi penerimaan local. Apabila persamaan (8) kita masukkan ke dalam persamaan (2), akan diperoleh rumus baru untuk menghitung pengganda basis sebagai berikut: 𝐾=



1 1 = … … … … … . (9) 1 βˆ’ π‘Œπ‘‘. (𝑐). (π‘π‘Ÿ) 1 βˆ’ (𝑐). (π‘π‘Ÿ) π‘Œπ‘‘



Sekarang persamaan tiga sector dapat dilengkapi dengan memasukkan persamaa (9) ke dalam persamaan (3) dan mendapatkan persamaan perubahan pendapatan total sebagai berikut: βˆ†π‘Œπ‘‘ =



1 βˆ† (𝑋 + πΌπ‘Ÿ) … … … … … (10) 1 βˆ’ (𝑐). (π‘π‘Ÿ)



Secara ekonomi, penyebut pada persamaan pengganda basis akan selalu lebih kecil dari 1 sehingga pengganda basis tersebut akan selalu lebih besar dari 1. Seandainya berdasarknya suatu survey social ekonomi diketahui bahwa rata-rata rumah tangga menggunakan 0, 7 (70%) dari pendapatannya untuk kebutuhan konsumsi. Kemudian, dari barang yang dikonsumsi tersebut diketahui bahwa 0, 6 (60%) merupakan produk local dan sisanya adalah barang impor, maka nilai pengganda basis adalah 𝐾=



1 = 1, 724 1 βˆ’ (0,7). (0,6)



Pengganda basis sebesar 1, 724 berarti untuk setiap tambahan pendapatan wilayah yang berasal dari peningkatan ekspor dan/atau pertambahan investasi akan menaikkan pendapatan wilayah sebesar 1, 724 kali yaitu satu unit berasal dari sector basis itu sendiri dan 0,724 unit berasal dari sector non-basis. Dalam bentuk persamaan hal itu dapat dituliskan: βˆ†Yt=1,724



βˆ† (X+Ir)



Manfaat dari pengganda basis ini antara lain di satu sisi dapat digunakan untuk meramalkan tingkat pendapatan di masa yang akan datang seandainya diketahui besarnya kenaikan ekspor dan besarnya tambahan investasi yang diduga akan masuk ke wilayah analisis. Di lain sisi, seandainya pendapatan wilayah ingin



14



ditingkatkan sebesar suatu angka tertentu maka untuk mencapai hal itu harus ada usaha untuk menaikkan ekspor dan investasi baru hingga mencapai suatu angka tertentu. Sector-sektor ekspor dibagi menjadi 2 dan sector investasi dibagi menjadi 4. Perinciannya dengan menggunakan symbol yang lebih sederhana sebagai berikut: Sector ekspor: Xp = penerimaan dari ekspor kepada pihak swasta/luar negeri. Xg = penerimaan dari ekspor kepada pemerintah pusat, yaitu barang/jasa yang dibeli pemerintah pusat di wilayah analisis. Sector investasi: Irb = penerimaan dari investasi di bidang usaha. Irh = penerimaan dari investasi di bidang perumahan. Irg = penerimaan dari investasi pemerintah di wilayah analisis. Org= penerimaan dari kegiatan rutin pemerintahan di wilayah. Sekarang ktia bisa membuat persamaan perubahan pendapatan regional dengan 7 sektor yang sebetulnya hanya perincian dari model sebelumnya yang terdiri dari 3 sektor. Persamaan perubahan pendapatan regional tersebut adalah sebagai berikut: βˆ†π‘Œπ‘‘ =



1 βˆ† (𝑋𝑝 + 𝑋𝑔 + πΌπ‘Ÿπ‘ + πΌπ‘Ÿβ„Ž + πΌπ‘Ÿπ‘” + π‘‚π‘Ÿπ‘”) … … … . . (11) 1 βˆ’ (𝑐). (π‘π‘Ÿ)



Rumus diatas dinamakan pengganda jangka pendek (short run multiplier). Menurut Tiebout dalam jangka panjang (long run), hanya sector ekspor yang dapat mendorong pertumbuhan, sedangkan sector investasi sebetulnya tumbuh karena ada pertumbuhan ekonomi. Apabila ekonomi menjadi statis maka investasi baru akan sama dengan 0, kecuali hanya untuk mengganti barang-barang yang sudah aus. Jadi dalam jangka panjang yang mendorong pertumbuhan pendapatan basis dan nonbasis dalah sebagai berikut: βˆ†π‘Œπ‘‘ = βˆ†(𝑋𝑝 + 𝑋𝑔)



15



βˆ†π‘Œπ‘› = βˆ†(πΆπ‘Ÿ + πΌπ‘Ÿπ‘ + πΌπ‘Ÿβ„Ž + πΌπ‘Ÿπ‘” + π‘‚π‘Ÿπ‘”) Dalam menggunakan pengganda basis jangka panjang, setiap komponen dari sector non-basis harus dipertahankan sama dengan konsumsi. Dengan menggunakan propensity terminology, rumus untuk menghitung perubahan pendapatan wilayah dengan 7 sektor untuk kondisi jangka panjang dapat ditulis sebagai berikut: βˆ†π‘Œ =



1 βˆ†(𝑋𝑝 + 𝑋𝑔) 1 βˆ’ ((𝑐). (π‘π‘Ÿ) + (𝑖𝑏). (π‘–π‘π‘Ÿ) + (π‘–β„Ž). (π‘–β„Žπ‘Ÿ) + (𝑖𝑔). (π‘–π‘”π‘Ÿ) + (π‘œπ‘”). (π‘œπ‘”π‘Ÿ))



Dimana: c



= propensity to consume (proporsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi).



Cr = proporsi dari konsumsi yang menjadi pendapatan regional. Ib = propensity to invest in business (proporsi dari investasi di bidang business terhadap total pendapatan wilayah). Ibr = proporsi dari investasi di bidang business yang menjadi pendapatan regional. Ih = propensity to invest in housing (proporsi dari investasi di bidang perumahan terhadap total pendapatan wilayah). Ihr = proporsi dari investasi di bidang perumahan yang menjadi pendapatan regional. Ig = propensity to investment of government budget (proporsi dari anggaran pemerintah yang diinvestasikan). Igr = porsi investasi pemerintah yang menjadi pendapatan wilayah. Og = propensity to spend for government current operation (proporsi dari belanja rutin pemerintah untuk pembelian barang dan jasa). Ogr



= porsi dari belanja rutin pemerintah (barang dan jasa) yang menjadi



pendapatan regional. Rumus di atas disebut pengganda jangka panjang (long run multiplier).



16



2.5 Komentar Terhadap Metode Tiebout Di satu segi metode Tiebout sangat membantu bagi seorang regional analysis untuk melihat faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong pertumbuhan wilayah. Dengan demikian, ia dapat merekomendasi kebijakan yang mempercapat pertumbuhan wilayah. Di lain segi, masih banyak analis yang beranggapan bahwa sector-sektor tersebut ada yang menganggapi terlalu rinci, tetapi ada pula yang menganggap untuk sector tertentu perlu diperinci lebih lengkap. Yang jelas Tiebout tidak menyinggung investasi yang tidak masuk dalam kategori bisnis murni dan investasi di bidang social. Investasi yang bukan bisnis murni tetapi bukan pula social, misalnya sekolah, rumah sakit, dan gelanggang olahraga. Adapun investasi di bidang social misalnya pembangunan rumah, ibadah, panti asuhan/jompo, dan bidang kesenian. Avrom Bendavid berpendapat bahwa walaupun dalam jangka panjang tidak semua investasi dapat dianggap non-basis, kalau investasi itu adalah untuk menghasilkan barang ekspor, investasi harus dianggap sebagai basis. Apalagi sekarang banyak investasi yang sumber dananya berasal dari luar negeri (PMA) dan jelas didatangkan uangnya dari luar wilayah sehingga tidak menyedot keuangan wilayah. Besarnya investasi tersebut tidak bersangkut paut dengan tingkat pendapatan wilayah. Kelemahan terbesar dari metode Tiebout adalah metode tersebut hanya bisa diterapkan di wilayah kecil dengan kegiatan ekonomi yang belum terlalu bervariasi dan agak terisolasi. Dengan demikian dimungkinkan untuk mendata semua kegiatan ekonomi secara cermat termasuk misalnya asal usul dari barang/bahan yang dipakai dalam proses produksi, investasi apa saja yang telah terjadi, dari mana asal barang yang dipakai dalam investasi tersebut. Jelas untuk sebuah wilayah yang cukup luas dengan sistem ekonomi terbuka dan sudah berkembang dengan kegiatan yang bervasirasi, hampir tidak mungkin diperinci asal usul barang yang digunakan dalam setiap kegiatan produksi atau investasi.



17



Kalaupun dapat diperinci bahan tersebut antara produk local dan impor maka masalahnya belum selesai. Dalam produk local seringkali ada unsur impor di dalamnya. Misal, sebuah sepeda yang diproduksi secara local bahan-bahannya masih banyak didatangkan dari luar negeri/luar daerah. Contoh ekstrem adalah beras yang dianggap 100% produk local adalah tidak betul. Beras terlebih dahulu melewati proses penggilingan dan peralatan pabrik penggilingan pada sebagian besar dari impor. Jadi dalam harga beras itu telah ada unsur impor walaupun peranannya cukup kecil. Jadi setiap kali kita menemukan bahan yang berasal dari produk local, kita harus menganalisis lagi berapa persen komponennya yang impor yang harus dikeluarkan terlebih dahulu untuk mendapatkan porsi produk itu yang benar-benar local. Melihat kerumitan yang dikemukakan diatas, ahli ekonomi bernama Harry W Richardson dalam bukunya Elements of Regional Economics membuat perumusan yang lebih sederhana tentang pengganda basis tersebut. Richardson hanya menggunakan unsur-unsur expenditure, import, dan eksport.



Total



expenditure (pengeluaran) untuk setingkat provinsi sudah lazim dihitung di Indonesia, yaitu oleh BPS/perwakilan BPS di provinsi, berbarengan dengan perhitungan pendapatan regional tingkat provinsi. Perhitungan pendapatan regional tingkat kabupaten/kotamadya juga sudah dilakukan untuk masingmasing tingkat II, namun belum dilengkapi dengan perhitungan dari sisi pengeluaran. Dari data pendapatan regional tersebut dapat juga ditaksir pengeluaran kabupaten/kota, misalnya dengan menggunakan propensity to expenditure tingkat nasional atau provinsi. Data ekspor dan impor perdagangan dengan



luar



negeri



di



tingkat



provinsi



sudah



ada,



tetapi



untuk



kabupaten/kotamadya belum semua ada. Data perdagangan dengan wilayah tetangga masih sulit. Pada perbatasan antar provinsi ada jembatan timbang yang dapat dipakai untuk mengukur bobot barang sehingga masih sulit menaksir nilainya. Akan tetapi, nilai perdagangan masih mungkin ditaksir dengan



18



kesalahan yang tidak terlalu besar, yaitu melalui survey yang khusus dirancang untuk itu. Dengan demikian, metode Richardson masih memungkinkan untuk diterapkan di wilayah yang cukup luas dengan perekonomian terbuka (Tarigan, R. 2005). 2.6 Evaluasi Atas Tingkat Kebasisan Suatu Produk Untuk



mendorong



pertumbuhan



suatu



wilayah,



perlu



didorong



pertumbuhan sektor basis karena akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya, yaitu sektor nonbasis. Dalam suatu wilayah, sektor basis adalah sektor yang menjual produknya ke luar wilayah atau ada kegiatan yang mendatangkan uang dari luar wilayah. Namun demikian, apabila suatu kegiatan basis ingin dikembangkan secara besarbesaran, perlu dilihat apakah pasar di luar wilayah (luar negeri) masih mampu menampung perluasan dari produk basis tersebut. Untuk melihat apakah pasar produk yang dihasilkan tidak cepat jenuh, perlu dilihat tingkat kebasisan suatu produk, yang pada dasarnya melihat berapa luas pasar yang dapat dijangkau oleh produk tersebut. Tingkat kebasisan suatu produk, misalnya, dapat dijenjangkan sebagai berikut: 1. Jangkauan pemasarannya hanya pada beberapa desa tetangga; 2. Jangkauan pemasarannya hanya pada beberapa wilayah kecamatan; 3. Jangkauan pemasarannya hanya pada wilayah satu provinsi; 4. Jangkauan pemasarannya mencakup beberapa wilayah provinsi; 5. Jangkauan pemasarannya mencakup sebagian besar wilayah ekonomi nasional dan ekspor. 6. Jangkauan pemasarannya pada hampir seluruh wilayah ekonomi nasional dan merupakan ekspor tradisional. Sebetulnya penjenjangan di atas tidaklah mutlak. Yang sulit adalah memberi bobot antara pemasaran di dalam negeri dengan ekspor. Ada komoditi yang wilayah pemasarannya di dalam negeri (ekspor). Dalam hal ini perlu



19



diperhatikan apakah komoditi itu sudah lama sebagai komoditi ekspor atau belum dan berapa volumenya. Selain itu, perlu diperhatikan apakah ekspor itu hanya ke satu negara atau ke beberapa negara. Apabila sudah lama sebagai komoditi ekspor, volumenya juga cukup besar dipasarkan ke berbagai negara dan ekspor itu berkelanjutan maka komoditi itu harus dianggap memiliki tingkat kebasisan yang tinggi. Makin luas wilayah pemasaran suatu produk, pasarnya makin tidak mudah jenuh, yang berarti tingkat kebasisannya makin tinggi. Produk dengan tingkat kebasisan yang lebih tinggi, harus diprioritaskan untuk dikembangkan karena pasarnya tidak mudah jenuh. (Tarigan , 2005) Penjenjangan tersebut tidak mutlak. Makin luas pemasaran suatu produk, maka pasarnya makin tidak jenuh , artinya tingkat ke-basis-annya makin tinggi. Dan juga tingkat kebasisan dari suatu produk itu harus diprioritaskan untuk dikembangkan.Teori basis ekonomi menyatakan bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya penigkatan ekspor dari wilayah tersebut (Tarigan,2005). Teori basis ini digolongkan kedalam dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis yaitu sektor atau kegiatan ekonomi yang melayani baik pasar di daerah tersebut maupun luar daerah. Secara tidak langsung daerah mempunyai kemampuan untuk mengekspor barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor tersebut ke daerah lain. Sektor non basis adalah sektor yang menyediahkan barang dan jasa untuk masyarakat di dalam batas wilayah perekonomian tersebut. Berdasarkan teori ini, sektor basis perlu dikembangkan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Inti dari teori ini adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Sektor basis dan non basis ekonomi suatu wilayah dapat diketahui dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ). LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan dengan cara membanding perannya dalam 13 perekonomian daerah tersebut dengan peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional. Jadi tingkat 20



kebasisan suatu produk adalah seberapa jauh arah suatu jangkauan dari ekspor suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dan juga untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi . 2.7 Sektor Basis di Kota dan di Desa Menurut UU No. 24/1992 mendefinisikan kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Sebagai lawan dari kawasan perkotaan adalah kawasan pedesaan, yaitu kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Lingkup



Pengertian Kota



Geografis



Wilayah terbangun (buit up area) yang lebih padat



Demografis



Terdapat konsentrasi penduduk yang dicerminkan oleh jumlah dan tingkat kepadatan yang lebih tinggi



Sosial



Terdapat kelompok sosial masyarakat yang heterogen



Statistik



Statistik besaran atau ukuran jumlah penduduknya sesuai dengan batasan atau ukuran untuk kriteria kota



Ekonomi



Terdapat kegiatan usaha yang sangat beragam dengan dominasi di sektor non pertanian, seperti perdagangan, perindustrian, pelayanan jasa, perkantoran, dan lain-lain



Mengacu pengertian diatas, kawasan perkotaan merupakan aglomerasi kota (otonom) dengan kota-kota fungsional di wilayah sekitarnya yang memiliki sifat perkotaan, dapat melebihi batas wilayah administrasi dari kota yang bersangkutan. Sebagai contoh, kawasan perkotaan metropolitan Bandung mencakup Kota Bandung, Kota Cimahi, serta kawasan sekitarnya yang mempunyai ciri / karakteristik perkotaan yang sebenarnya termasuk dalam batas



21



administrasi Kabupaten Bandung. Demikian pula kawasan perkotaan Jabodetabek yang mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi Dari pengertian diatas, maka dapat dilihat sektor basis dari wilayah kota dan wilayah belakangnya. Terdapat perbedaan sektor basis antara di kota dengan di luar kota atau di wilayah belakangnya. Basis di luar kota umumnya pada sektor penghasil barang seperti pertanian, industri, dan pertambangan, karena di luar kota masih banyak lahan kosong, hamparan sawah, dan potensi yang dimiliki kawasan di luar kota lebih banyak dibandingkan dengan wilayah kota. Sehingga, di wilayah luar kota sangat berpotensi di sektor pertanian, perkebunan, dan pertambangan sebagai penghasil bahan baku dari kegiatan industri. Dibeberapa daerah juga diterapkan sektor industri yang menyebabkan polusi terletak di luar wilayah perkotaan agar polusi di wilayah kota tidak semakin parah. Di kota hanya ada para distributor atau cabang dari industri yang ada di wilayah luar kota agar memudahkan pemasaran dan mendapat segmen pasar yang lebih luas Sebaliknya di wilayah kota, lahan yang ada sedikit karena banyaknya pemukiman dan gedung-gedung tingggi. Sehingga sektor basis perekonomian dikota umumnya didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa termasuk jasa angkutan. Di kota sektor perdagangan dan jasa dapat menjadi basis karena kegiatan tersebut mendatangkan uang dari luar wilayah atau dari wilayah belakangnya. Namun perlu diingat bahwa pengembangan tersebut tetap terikat pertumbuhannya terhadap pertumbuhan sektor basis di wilayah belakangnya (Tarigan, 2005). Selain karena faktor-faktor diatas perbedaan sektor basis antara di kota dengan wilayah belakangnya juga terjadi karena faktor geopolitik. Dalam analisis perkembangan sektor basis ekonomi di Bryansk Oblast menunjukkan bahwa sektor basis dikawasan ini sangat dipengaruhi oleh krisis geopolitik dibanding dengan faktor lain yang mempengaruhi. Krisis geopolitik menyebabkan tidak ada proyek inovatif dalam industri dan keberhasilan pengembangan pertanian tidak dapat berfungsi sebagai pendorong pengembangan wilayah tersebut (Ozherelev dan Ozhereleva, 2017).



22



2.8 Implementasi Sektor Basis Di Wilayah Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi. Kemakmuran suatu wilayah berbeda dengan wilayah lainnya. Erbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan pada struktur ekonominya dan faktor ini merupakan faktor utama. Perubahan wilayah kepada kondisi yang lebih makmur tergantung pada usaha-usaha di daerah tersebut dalam menghasilkan barang dan jasa, serta usaha-usaha pembangunan yang diperlukan. Oleh sebab itu maka kegiatan basis mempunyai peranan penggerak utama (prime mover role) dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah, dimana setiap perubahan mempunyai efek multiplier terhadap perekonomian regional. Berdasarkan teori basis ekonomi, faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Nadiatulhuda, 2007). 2.8.1



Sektor Basis di Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi sebagai salah satu kabupaten yang berada di



Provinsi Jawa Timur merupakan daerah otonom yang memiliki andil dalam mewujudkan pembangunan nasional melalui pencapaian pembangunan daerah. Keberhasilan akan pembangunan nasional yang juga didukung dari keberhasilan pembangunan daerah menjadi sangat penting bagi setiap pemerintah daerah termasuk Kabupaten Banyuwangi untuk selalu mendorong laju pembanguanan baik pembangunan fisik maupun pembangunan non fisik seperti pembangunan ekonomi dengan meningkatkatkan pertumbuhan ekonomi yang kemudian akan menjadikan masyarakat semakin sejahtera. Letak geografis Banyuwangi sangat strategis, berada di ujung timur pulau Jawa merupakan pintu gerbang koridor ekonomi Jawa sebagai β€œPendorong Industri dan Jasa Nasional”, yang menghubungkan dengan koridor ekonomi Bali Nusa Tenggara sebagai β€œPintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional”. Selain itu sumber daya alam yang cukup melimpah



23



tersedia di wilayah Kabupaten Banyuwangi. Menurut data statistik, potensi lahan pertanian di Kabupaten Banyuwangi berada dalam peringkat ketiga setelah kabupaten Malang dan Jember. Sehingga tidak mengherankan apabila Kabupaten Banyuwangi menjadi bagian dari salah satu lumbung pangan di provinsi Jawa Timur. Selain potensi dibidang pertanian, Kabupaten Banyuwangi memiliki bentangan pantai yang cukup panjang, sehingga ke depan, pengembangan sumberdaya kelautan dapat menjadi fokus perhatian pemerintah dalam meningkatkan sektor tersebut melalui berbagai upaya intensifikasi dan diversifikasi pengelolaan kawasan pantai dan wilayah perairan laut. Bukan hal



yang tidak mungkin apabila percepatan



pengembangan sektor-sektor potensial seperti kekayaan laut dan sektor potensial lainnya ini dapat segera terwujud mengingat potensi yang dimiliki cukup besar. Meskipun ekonomi Banyuwangi meunjukan pergerakan yang stabil dan tumbuh meningkat, namun beban dan tantangan masih terbilang cukup tinggi. Penentuan sektor basis sangat perlu untuk mendorong peningkatan PDRB Banyuwangi dan akan menajadi penopang perekonomian. Identifikasi sektor basis yang akan diprioritaskan menjadi sangat penting untuk segera dikerjakan agar daerah dapat segera menggunakan potensi ekonominya secara maksimal. Dari beberapa penelitian menunjukkan sektor basis Banyuwangi yatu pertanian dan sektor potensial yang menjadi pendukung perekonmian Banyuwangi yaitu sektor pariwisata. Penelitian (Ayubi, 2014) menunjukkan bahwa sektor yang teridentifikasi sebagai sektor basis adalah sektor pertanian. Berdasarkan rata-rata hasil analisis Metode Rasio Pertumbuhan (MRP), menunjukan ditemukan adanya sektor ekonomi yang menonjol baik ditingkat Kabupaten Banyuwangi maupun propinsi Jawa Timur yaitu sektor bangunan dengan dan sektor perdaganan, hotel and restaurant.



Sedangkan menurut



penelitian lainnya menunjukkan bahwa wilayah yang mempunyai keunggulan



24



kompetitif dan spesialisasi sektor pertanian adalah Kecamatan Pesanggaran, Siliragung, Purwoharjo, Tegaldlimo, Muncar, Gambiran, Glenmore, Kalibaru, Rogojampi, Kabat, Licin, Banyuwangi, Giri, Kalipuro serta Kecamatan Wongsorejo. Dengan melihat keadaan yang ada sekarang ini pemerintah hendaknya pertimbangan utamanya didasarkan pada sektor/subsektor wilayah yang memiliki daya saing tersebut, sehingga wilayah tersebut lebih dapat meningkatkan perekonomiannya dengan cara mengekspor hasil produksi barang ke daerah lain (Damara dkk, 2015).



Dari data PDRB Kabupaten Banyuwangi tahun 2010-2018 menunjukkan persentase dari beberapa sektor yang ada di Banyuwangi. Sektor pertanian menyumbang pendapatan di wilayah Banyuwangi sekitar 31%, sektor ini menyumbang pendapatan tertinggi daripada sektor lainnya. Sektor pertanian ini menjadi sektor basis perekonomian di Kabupaten banyuwangi. Yang kedua, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan 16% penyumbang pendapatan daerah. Selain itu banyuwangi terus mengelola potensi yang ada



25



sebagai pendukung perekonomian salah satunya sektor pariwisata yang terus dikembangkan (BPS, 2019).



2.8.2



Sektor Basis di Surabaya Kota Surabaya merupakan pusat pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur



selain itu peran Kota Surabaya sebagai salah satu pintu gerbang perdagangan utama di wilayah Indonesia Timur. Dengan segala potensi, fasilitas, dan keunggulan geografisnya. Perekonomian Kota Surabaya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (tahun 2007 - tahun 2011) menunjukkan kinerja yang semakin baik. Pada tahun 2011 perekonomian Kota Surabaya mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi bahkan dalam dasawarsa terakhir. Pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya pada tahun 2011 mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang dicapai pada tahun 2010. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahun 2011 tidak terlepas dari kebijakan pemerintah kota surabaya yang ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dari struktur perekonomiannya, Surabaya dominan di sektor sekunder dan tersier, dan lemah pada sektor primer karena hanya memberikan peranan dalam pembentukan PDRB Kota Surabaya yang kurang dari 1 persen. Sektor primer pada tahun 2011 memberikan kontribusi yang besarnya sedikit mengalami



penurunan



dalam



pembentukan



PDRB



kota



Surabaya



dibandingkan dengan kontribusinya dalam pembentukan PDRB pada tahun 2010. Pada tahun 2011 sektor pertanian memberikaan kontribusi sebesar 0,09 persen, sedangkan pada tahun 2010 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 0,10 persen. Sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap pembentukan PDRB, memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah secara keseluruhan. Kota Surabaya sektor yang memiliki peranan besar dalam pembentukan PDRB adalah sektor sekunder dan tersier. Sektor primer memiliki peranan kecil dalam pembentukan PDRB Kota Surabaya, Sehingga kedua sektor ini yaitu sektor sekunder dan tersier layak



26



dikembangkan lagi agar lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya (Mareta, 2012).



Dari data PDRB Surabaya tahun 2011-2016menunjukkan yang tergolong sektor unggulan yaitu adalah sektor listrik, gas dan air bersih 3,51%, sektor konstruksi dan bangunan sebesar 5,73%, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi 3,14%, sektor keuangan 3.84%, dan sektor persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan yang termasuk sektor non basis adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri dan pengolahan dan sektor jasa-jasa. Struktur perekonomian Kota Surabaya masih bertumpu pada sektor tersier dan tidak mengalami perubahan (BPS, 2017).



27



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Teori basis ekonomi (economic base theory) menjelaskan bahwasannya laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh sektor basis dan nonbasis. Sektor basis dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah dikarenakan sektor basis ini merupakan sektor unggulan yang pada dasarnya berasal dari potensi unggulan yang ada pada suatu wilayah. Sektor ini menyumbang pendapatan berupa hasil ekspor dari sektor unggulan. Pendekatan basis ekonomi sebenarnya dilandasi pada pendapat bahwa yang perlu dikembangkan dari sebuah wilayah adalah kemampuan berproduksi dan menjual hasil produksi tersebut secara efisien dan efektif. Dalam suatu wilayah, sektor basis adalah sektor yang menjual produknya ke luar wilayah atau ada kegiatan yang mendatangkan uang dari luar wilayah. Namun demikian, apabila suatu kegiatan basis ingin dikembangkan secara besar-besaran, perlu dilihat apakah pasar di luar wilayah (luar negeri) masih mampu menampung perluasan dari produk basis tersebut. Salah satu contoh wilayah yang menerapkan sektor basis pada perekonomian wilayahnya adalah Kota Banyuwangi dan Surabaya. Dari beberapa penelitian menunjukkan sektor basis Banyuwangi yatu pertanian dan sektor potensial yang menjadi pendukung perekonmian Banyuwangi yaitu sektor pariwisata. Sedangkan untuk kota Surabaya, dari data PDRB Surabaya tahun 2011-2016 menunjukkan yang tergolong sektor unggulan yaitu adalah sektor listrik, gas dan air bersih 3,51%, sektor konstruksi dan bangunan sebesar 5,73%, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi 3,14%, sektor keuangan 3.84%, dan sektor persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan yang termasuk sektor non basis adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri dan pengolahan dan sektor jasa-jasa (BPS, 2017).



28



DAFTAR PUSTAKA Ayubi, Ahmad alfan. 2014. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten Banyuwangi. Vol 12 No.1 Badan Pusat Statistik, 2017. Laju Indeks Implisit PDRB Kota Surabaya Menurut Lapangan Usaha, 2011-2016 (Perse). Surabaya Badan Pusat Statistik, 2019. Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Persen), 2010-2018. Banyuwangi Damara, Andryan Cahya. Dkk. 2015. Artikel Ilmiah Mahasiswa. Analisis Penentu Sektor Basis Dan Daya Saing Sektor Pertanian Antar Wilayah Kecamatan Di Kabupaten Banyuwangi. Universitas Jember Johnson, Elizabeth dan Moggridge, D. 2012. The Marginal Propensity to Consume and



The



Multiplier.



London:



Royal



Economic



Society



https://www.cambridge.org/core/books/collected-writings-of-john-maynardkeynes/marginal-propensity-to-consume-and-themultiplier/EB0E9ED70A0F636C9A86DFF710C6F301. Diakses



pada



28



Oktober 2019 Jumiyati, Kalzum R. 2018. Analisis Location Quotient dalam Penentuan Sektor Basis dan Non Basis di Kabupaten Gorontalo. Vol1 no 1 Livio. 2016. Booming Sector Models, Economic Base Analysis, and Export-led Economic Development: Regional Evidence from the Lakehead. Cambridge Univercity. Vol 17 Mareta, Setia Nilga. 2012. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi Dan Penentuan Sektor Unggulan Kota Surabaya Tahun 2007-2011. Universitas Surabaya. Nudiatulhuda Mangun, 2007, β€œAnalisis Potensi Ekonomi Kabupaten Dan Kota Di Propinsi Sulawesi Tengah”. Tesis pada Universitas Diponegoro.



29



Ozherelev. VN dan Ozhereleva. MV. 2017. Forecast of the Basic Trend of Economic Development in Bryansk Oblast. Studies on Russian Economic Development. Vol 28 No 5. Hal 536 Thulin, per. 2014. Local Multiplier and Economic Base Analysis. Tarigan Robinso. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.



30