SMK3 RS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks, tidak saja menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan tempat pendidikan dan penelitian kedokteran. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit maka semakin kompleks peralatan dan fasilitasnya. Kerumitan yang meliputi segala hal tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi yang bahaya yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis, risiko ini juga membahayakan pengunjung rumah sakit tersebut. Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di rumah sakit 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi, dan sebagainya. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja rumah sakit yaitu sprains, strains: 52%; contussion, crushing, bruising: 11%; cuts, laceration, puncture: 10,8%; fractures: 5,6%; multiple injuries: 2,1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1,9%; infections: 1,3%; dermatitis : 1,2%; dan lain-lain: 12,4% (US Departement of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983 dikutip dalam Novi Ernawati dan Hj. Ella Nurlelawati, 2018) Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di rumah sakit belum terganbar dengan jelas namun diyakini bahwa banyak keluhankeluhan dari para petugas di rumah sakit, sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di rumah sakit. Selain itu, Gun (1983) memberikan catatan bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas rumah sakit, yaitu hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita), serta nyeri tulang belakang dan pergeseran discus intervertebrae. Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yanng diderita petugas rumah sakit lebih besar 1,5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernapasan, saluran cerna, dan keluhan lain seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang termasuk dalam suatu wadah hygiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes) terkadang terlupakan oleh para



1



pengusaha atau manajemen. Keselamatan dan kesehatan kerja bukan hanya untuk industry tetapi untuk seluruh pegawai disetiap tempat kerja, begitu juga di sektor pelayanan kesehatan. Di Indonesia, sampai saat ini belum banyak peraturan keselamatan dan kesehatan kerja di laksanakan dirumah sakit. Adanya asumsi bahwa tenaga kerja dirumah sakit dianggap sudah tahu dan dapat mempertahankan kesehatan dan melindungi dirinya serta di anggap lebih mudah melakukan konsultasi dengan dokter dan mendapatkan fasilitas perawatan secara informal, menjadikan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit seolah-olah di pinggirkan. Mengingat besarnya paparan dirumah sakit maka rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan sangat perlu untuk diterapkan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) untuk memberikan perlindungan kepada para pegawai (Rahayaningsih W. P, Hariyono Widodo, 2011). Oleh karena itu, diperlukan sistem manajemen K3 yang benar-benar jelas, kontinyu, serta konsekuen dengan misi yang diemban, yaitu mengurangi nilai kecelakaan kerja, termasuk penyakit akibat kerja, bahkan dapat dieliminasikan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang disebutkan sebelumnya, makalah ini mempunyai batasan-batasan permasalahan yang diangkat, antara lain : 1. Pengertian rumah sakit? 2. Gambaran umum potensi bahaya di rumah sakit? 3. Pengertian sistem manajemen K3 rumah sakit? 4. Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja? 5. Tujuan keselamatan kerja? 6. Pengorganisasian SMK3 di rumah sakit? 7. Pelaksanaan SMK3 di rumah sakit? 8. Pemantauan dan evaluasi SMK3? 9. Pelaksanaan audit SMK3? 10. Kritikisasi pedoman pelaksanaan SMK3 yang benar dengan kenyataan di lapangan? C. Tujuan Penulisan Penulisan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah SIMK3, UU K3, Manajemen Risiko Lingkungan Industri. Selain itu, terdapat beberapa tujuan lain dalam penulisan makalah ini, yaitu: 1. Memaparkan pengertian umum rumah sakit. 2. Memaparkan potensi bahaya yang terdapat didalamnya.



2



3. Memaparkan pengertian umum sistem manajemen K3 rumah sakit. 4. Memaparkan pedoman sistem manajemen K3 yang disesuai dengan peraturan yang dikeluarkan. 5. Memaparkan tentang tujuan adanya keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit. 6. Memaparkan mengenai sistem pengorganisasian SMK3 di rumah sakit. 7. Memaparkan mengenai pelaksanaan SMK3 di rumah sakit. 8. Memaparkan proses pemantauan dan evaluasi SMK3. 9. Memaparkan mengenai pelaksanaan audit SMK3. 10. Mengkritikisasi pedoman pelaksanaan SMK3 yang benar dengan kenyataan di lapangan.



3



BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, yang menyatakan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteriatempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja d RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dapat diberikan batasan sebagai berikut: SMK3 adalah merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya kerja yang aman, efisien dan produktif. Sedangkan dalam OHSAS 18001:2007 yang dimaksud dengan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja atau OHS (occupational health and safety) adalah ”part of an organization’s manageent system used to develop and implement its OHe-S policy and manage OHe-S risk” (Ramli, 2010 dikutip dalam Effendy W. S. 2014) Standar OHSAS mencakup manajemen K3 yang dimaksudkan untuk memberikan organisasi dengan elemen-elemen dari suatu sistem manajemen K3 yang efektif yang dapat digabungkan dengan persyaratan/kebutuhan manajemen lain dan membantu organisasi mencapai tujuan ekonomis dan K3. Standar OHSAS ini menetapkan syarat-syarat untuk suatu sistem manajemen K3 untuk memungkinkan suatu organisasi berkembang dan melaksanakan suatu kebijakan dan tujuan yang mengingat akan informasi dan syarat-syarat hukum tentang resiko K3. Itu dimaksudkan untuk menggunakan semua jenis dan ukuran dari organisasi



4



dan untuk mengakomodir kondisi geografis, budaya dan sosial yang bermacammacam (Effendy W. S. 2014). B. Gambaran Umum Risiko Bahaya Di Rumah Sakit Fasilitas kesehatan, termasuk di dalamnya rumah sakit, puskesmas, balai kesehatan masyarakat, klinik, laboratorium klinik, dan laboratorium kesehatan, merupakan tempat kerja yang sangat sarat dengan potensi bahaya kesehatan dan keselamatan pekerjanya. Risiko terjadinya gangguan kesehatan dan kecelakaan menjadi semakin besar mengingat fasilitas kesehatan merupakan tempat kerja yang padat tenaga kerja. Dan dari berbagai penelitian menunjukan bahwa bprevalensi gangguan kesehatan yang terjadi di fasilitas kesehatan lebih tinggi dibandingkan tempat kerja lainnya (Mansyur, 2007 dikutip dalam Mauliku E. N. 2011).



Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Rumah sakit merupakan salah satu tempat bagi masyarakat untuk mendapatkan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan berbagai fasilitas dan peralatan kesehatannya. Rumah sakit sebagai tempat kerja yang unik dan kompleks tidak saja menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan tempat pendidikan dan penelitian kedokteran. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit maka semakin kompleks peralatan dan fasilitasnya. Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua potensi-potensi bahaya tersebut jelas mengancam jiwa bagi kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit. Rumah sakit mempunyai karakteristik khusus yang dapat meningkatkan peluang kecelakaan. Misalnya, petugas acapkali menggunakan dan menyerahkan instrumen benda-benda tajam tanpa melihat atau membiarkan orang lain tahu apa yang sedang mereka lakukan. Ruang kerja yang terbatas dan kemampuan melihat apa yang sedang terjadi di area operasi bagi sejumlah anggota tim (perawat instrumen atau asisten) dapat menjadi buruk. Hal ini dapat mempercepat dan menambah stres kecemasan, kelelahan, frustasi dan kadang-kadang bahkan kemarahan. Pada akhirnya, paparan atas darah acapkali terjadi tanpa sepengetahuan



5



orang tersebut, biasanya tidak diketahui hingga sarung tangan dilepaskan pada akhir prosedur yang memperpanjang durasi paparan. Pada kenyataannya, jari jemari acap kali menjadi tempat goresan kecil dan luka, meningkatkan risiko infeksi terhadap patogen yang ditularkan lewat darah. Kondisi gawat darurat dapat terjadi setiap waktu dan mengganggu kegiatan rutin. Mencegah luka dan paparan (agen yang menyebabkan infeksi) pada kondisi ini sesungguhnya suatu yang menantang (Advanced Precaution for Today’s OR). Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 rumah sakit perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 rumah sakit lebih efektif, efesien dan terpadu diperlukan sebuah manajemen K3 di rumah sakit baik bagi pengelola maupun karyawan rumah sakit. C. Sistem Manajemen K3 Di Rumah Sakit Kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit merupakan upaya untuk memberikan jaminan kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Manajemen K3 dirumah sakit adalah suatu proses kegiatan yang dimulai



dengan



tahap



perencanaan,



pengorganisasian,



pelaksanaan



dan



pengendalian yang bertujuan untuk memberdayakan K3 di rumah sakit. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) tidak terlepas dari pembahasan manajemen secara keseluruhan. Manajemen merupakan suatu proses pencapaian tujuan secara efisien dan efektif, melalui pengarahan, penggerakan dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang tergabung dalam suatu bentuk kerja. Sedangkan sistem manajemen merupakan rangkaian proses kegiatan manajemen yang teratur dan integrasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja akhir-akhir ini terus berkembang seiring dengan kemajuan sains dan teknologi dalam bidang industri. Keadaan ini merubah pandangan masyarakat industri terhadap pentingnya penerapan K3 secara sungguh-sungguh dalam kegiatannya. Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja menurut Peraturan Menteri Kesehatan 2007 terdiri atas meliputi langkah-langkah sebagai berikut : 1. Tahap persiapan (komitmen dan kebijakan) 2. Tahap perencanaan 3. Tahap penerapan/pelaksanaan 4. Tahap Pengukuran dan evaluasi 5. Tahap peninjauan ulang dan peningkatan



6



Tujuan dari diterapkannya Sistem Manajemen K3 ini pada Rumah Sakit , menurut peraturan Menkes diatas adalah terciptanya cara kerja, lingkungan Kerja yang sehat, aman, nyaman, dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS (Nur Asmar Salikunna, dkk, 2011) D. Tujuan Penerapan SMK3 Tujuan dari diterapkannya Sistem Manajemen K3 ini pada Rumah Sakit adalah terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS. Kesehatan kerja menurut



Suma’mur



didefinisikan



sebagai



spesialisasi



dalam



ilmu



kesehatan/kedokteran beserta prakteknya, agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum. Adapun tujuan keselamatan kerja menurut Suma’mur (1987) adalah sebagai berikut: 1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan untuk meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. 2. Menjamin setiap keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja. 3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Menurut WHO / ILO (1995), Kesehatan kerja bertujuan 1. Untuk peningkatan dan pemeliharaan kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja disemua jenis pekerjaan. 2. Pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan. 3. Perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari resiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Adapun beberapa hal strategis yang harus diperhatikan dan dilaksanakan dalam kebijakan keselamatan kerja tersebut, antara lain : 1. Orientasi karyawan, untuk meningkatkan pengetahuan keselamatan kerja karyawan tersebut. 2. Penggunaan alat pelindung diri. 3. Penataan tempat kerja yang baik dan aman



7



4. Pertolongan pertama pada kecelakaan, meliputi latihan, kelengkapan peralatan P3K, pertolongan pada kasus luka dan mengatasi perdarahan, pada kasus patah tulang, terkilir, luka bakar, cedera otot dan persendian, kasus cedera mata. 5. Pencegahan kebakaran 6. Perizinan, yaitu perizinan untuk kegiatan yang dapat menimbulkan sumber nyala api, perizinan untuk penggalian, untuk kelistrikan. E. Pedoman SMK3 Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja menurut Peraturan Menteri Kesehatan 2007 terdiri atas meliputi langkah-langkah sebagai berikut : 1. Tahap persiapan (komitmen dan kebijakan) Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan rumah sakit. Manajemen rumah sakit mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3 di rumah sakit. Kebijakan K3 di rumah sakit diwujudkan dalam bentuk wadah K3RS dalam struktur organisasi rumah sakit. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 rumah sakit, perlu disusun strategi antara lain: a. Advokasi sosialisasi program K3 rumah sakit b. Menetapkan tujuan yang jelas c. Organisasi dan penugasan yang jelas d. Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 rumah sakit pada setiap unit kerja di lingkungan rumah sakit. e. Sumber daya yang harus didukung oleh manajemen puncak f. Kajian resiko secara kualitatif dan kuantitatif g. Membuat program kerja K3 rumah sakit yang mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan. h. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala Menurut Effendi (2001) dikutip dalam Sugeha S. B. (2018), setelah tahun 1970 muncul tuntutan kepada administrator untuk mempertanggungjawabkan kebijakannya, sehingga berkembang tiga generasi studi implementasi. Generasi pertama hanya meneliti pelaksanaan sebuah kebijakan di satu lokasi saja (satu studi kasus). Generasi kedua mencoba menjelaskan mengapa suatu kebijakan dapat gagal atau berhasil (generasi ini sudah dapat menjelaskan apakah outcome disebabkan oleh variabel independen, hubungan kausal mulai jelas). Generasi ketiga mencoba menutupi kelemahan kedua generasi sebelumya dengan cara



8



menjelaskan hubungan antarvariabel melalui Communication Model of InterGovernmental Policy Implementation dengan sistematis. Menurut Goggin (1995) dikutip dalam Sugeha S. B. (2018) proses implementasi kebijakan merupakan proses untuk mengkomunikasikan pesanpesan kebijakan dari perumus kebijakan kepada level di bawahnya. Implementasi kebijakan diartikan oleh Mitchell (2000) sebagai pelaksanaan tindakan dari kebijakan yang telah digariskan, atau sebagai tindakan melakukan penggenapan terhadap janji atau perjanjian (convention) yang diterjemahkan menjadi suatu kegiatan khusus. Dalam penerapan kebijakan pengelolaan lingkungan, tantangan utama adalah, bagaimana bergerak dari perencanaan normatif (apa yang seharusnya dilakukan) menjadi pelaksanaan operasional (apa yang dilakukan). Goggin (1995) mengatakan bahwa suatu kebijakan merupakan kegiatan yang sia-sia apabila tidak diiringi implementasi sebagai tindakan nyata. 2. Tahap perencanaan Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3 di rumah sakit dapat mengacu pada standar sistem manajemen K3RS diantaranya self assesment akreditasi K3 rumah sakit dan SMK3.Perencanaan meliputi: a. Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan: 1) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya. 2) Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi. Penilaian faktor resiko, yaitu proses untuk menentukan ada tidaknya resiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan kerja.Pengendalian faktor risiko, dilakukan melalui empat tingkatan pengendalian risiko yaitu menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah /tidak ada (engneering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi (APP) Sumber Bahaya Potensial Di Rumah Sakit yaiut Bahaya Fisik : Radiasi pengion, radiasi non-pengion, suhu panas, suhu dingin, getaran, pencahayaan dll. Bahaya Kimia: Ethylene Oxide, formaldehyde, glutaraldehye, obat Ca, gas Anesetesi, mercury, chlorine dll. Bahaya Biologi : Virus, hepatitis B, hepatitis C, HIV, SARS, jamur dan parasit. Bahaya Ergonomi : Posisi statis, mengangkat, membungkuk, mendorong dll. Bahaya Psikososial : Kerja shift,



9



stress dll. Bahaya Mekanik : Berasal dari mesin, terjepit, terpotong, terpukul, tergulung, tersayat, tertusuk benda tajam dll. Bahaya Listrik: Sengatan listrik, hubungan arus pendek, kebakaran, petir, listrik statis dll (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009 dikutip dalam Okky Dwi Permadi, dkk, 2013) b. Membuat peraturan, yaitu rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait. c. Tujuan dan sasaran, yaitu rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya potensial, dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian (SMART). d. Indikator kinerja, harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 rumah sakit. e. Program kerja, yaitu rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan proram K3 rumah sakit, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan. 3. Tahap penerapan atau pelaksanaan Pelaksanaan K3 harus merupakan bagian dari semua kegiatan operasional. Maka dari itu pekerjaan atau tugas apapun tidak dapat diselesaikan secara efisien kecuali jika si pekerja telah mengikuti setiap tindak pencegahan dan peratuan K3 untuk melindungi dirinya dan kawan kerjanya. Sesuai dengan konsep sebab akibat kecelakaan serta prinsip pencegahan kecelakaan, maka pengelompokan unsur K3 diarahkan kepada pengendalian sebab dan pengurangan akibat terjadinya kecelakaan. Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin. Ketua organisasi/satuan



pelaksana



K3



rumah



sakit



secara



spesifik



harus



mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya masalah



10



bersama unit-unit



kerja, kemudian mencari



jalan pemecahannya



dan



mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya. Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit membantu melakukan upaya promosi di lingkungan rumah sakit baik pada petugas, pasien, maupun pengunjung yaitu mengenai segala upaya pencegahan KAK dan PAK di rumah sakit. Juga bisa diadakan lomba pelaksanaan K3 antar bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan kerja rumah sakit, dan yang terbaik atau terbagus adalah pelaksanaan dan penerapan K3 nya mendapat reward dari direktur rumah sakit. a. Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit, 1) Tugas pokok a) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur rumah sakit mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3 b) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur. c) Membuat program K3 rumah sakit 2) Fungsi a) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang berhubungan dengan K3. b) Membantu direktur rumah sakit mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di rumah sakit. c) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3. d) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif. e) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3 rumah sakit. f) Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan. g) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai kegiatannya. h) Berpartisipasi



dalam



perencanaan



pembelian



peralatan



baru,



pembangunan gedung dan proses.



11



b. Struktur organisasi K3 di rumah sakit Organisasi K3 berada satu tingkat di bawah direktur dan bukan merupakan kerja rangkap. 1) Model 1 Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada direktur rumah sakit. Bentuk organisasi K3 di rumah sakit merupakan organisasi struktural yang terintegrasi ke dalam komite yang ada di rumah sakit dan disesuaikan dengan kondisi/kelas masing-masing rumah sakit, misalnya komite medis/nosocomial. 2) Model 2 Merupakan unit organisasi fungsional (non struktural), bertanggung jawab langsung ke direktur rumah sakit. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di rumah sakit. c. Keanggotaan : 1) Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan jajaran direksi rumah sakit. 2) Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit terdiri dari sekurang-kurangnya ketua, sekretaris,dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3 dipimpin oleh ketua. 3) Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota. Ketua organisasi/unit pelalsana K3 RS sebaiknya adalah salah satu manajemen tertinggi di rumah sakit atau sekurang-kurangnya manajemen dibawah langsung direktur rumah sakit. 4) Sedang sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit adalah seorang tenaga profesional K3 rumah sakit, yaitu manajer K3 rumah sakit atau ahli K3. d. Mekanisme kerja 1) Ketua organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit. 2) Sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit memimpin dan mengkoordinasikan



tugas-tugas



kesekretariatan



dan



melaksanakan



keputusan organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit. 3) Anggota organisasi/unit pelaksana K3 RS mengikuti rapat organisasi/unit pelaksana K3 RS dan melakukan pembahasan atas persoalan yang diajukan dalam rapat, serta melaksanakan tugas-tugas yang diberikan organisasi.



12



4. Tahap Pengukuran dan Evaluasi Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di rumah sakit adalah salah satu fungsi manajemen K3 rumah sakit yang berupa suatu langkah yang diambil untuk mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3 rumah sakit itu berjalan dan mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3 rumah sakit dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Pemantauan dan evaluasi meliputi : a. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan RS (SPRS); 1) Pencatatan dan pelaporan K3 2) Pencatatan semua kegiatan K3 3) Pencatatan dan pelaporan KAK 4) Pencatatan dan pelaporan PAK b. Inspeksi dan pengujian Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara umum dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3 di rumah sakit dilakukan secara berkala, terutama oleh petugas K3 rumah sakit sehingga kejadian PAK dan KAK dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian baik terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja berisiko seperti biological monitoring (pemantauan secara biologis) c. Melaksanakan audit K3 Audit K3 meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan, karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan



karyawan



dan



program



pendidikan,



evaluasi



dan



pengendalian. Tujuan audit K3 : 1)



Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan.



2)



Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai ketentuan.



3)



Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta pengembangan mutu.



5. Tahap peninjauan ulang dan peningkatan Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit, identifikasi, penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen puncak. Tinjauan



ulang



dan



peningkatan



oleh



pihak



manajemen



berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan



secara dalam



pencapaian kebijakan dan tujuan K3. Informasi dikumpulkan dari hasil monitoring tempat kerja dan lingkungan kerja rumah sakit terutama yang



13



berkaitan dengan sumber bahaya potensial baik yang berasal dari kondisi berbahaya maupun tindakan berbahaya serta data dari bagian K3 berupa laporan pelaksanaan K3 dan analisisnya. Data dan informasi dibahas dalam organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit untuk menemukan penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif maupun tindakan preventif. Hasil rumusan disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada direktur rumah sakit. Rekomendasi berisi saran tindak lanjut dari organisasi/unit pelaksana K3 RS serta alternatif-alternatif pilihan serta perkiraan hasil/konsekuensi setiap pilihan. a. Bentuk Kegiatan Penunjang K3 Bentuk kegiatan yang mendukung terselengaranya sistem manajemen K3 agar berjalan dengan benar, meliputi : 1) Penyuluhan K3 ke semua petugas RS 2) Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dengan perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dari pelatihan. Sedangkan, dalam melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku, dapat dilakukan kegiatan yang diantaranya : 1) Pemeriksaan kesehatan petugas (prakarya, berkala dan khusus). 2) Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatan kerja. 3) Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat. 4) Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan 5) Pengobatan pekerja yang menderita sakit 6) Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur melalui monitoring lingkungan kerja dari hazard yang ada 7) Melakukan biological monitoring 8) Melaksanakan surveilans kesehatan pekerja b. Dasar Hukum Terkait dengan SMK3 Adapun dasar hukum yang terkait dengan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 antara lain, 1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 5) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit



14



6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 7) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan 8) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion 9) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan 10) Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit 11) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun; 12) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit 13) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit 14) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit 15) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit Berdasarkan hasil penelitian Ristiono B, Azkha N (2010) Pelaksanaan K3RS dipengaruhi oleh regulasi dan kebijakan dan pemerintah, komitmen manajemen



rumahsakit



sendiri



dan



adanya



beberapa



faktor



yang



mempengaruhi efektifitas regulasi, namun dari ketiga hal tersebut regulasi dan kebijakan dari pemerintah merupakan aspek yang paling berperan untuk terlaksananya K3RS khususnya di PropinsiSumatera Barat yang dilaksanakan dengan disiplin yang tegas dan tidak ada diskriminasi



F. Standar K3 Rumah Sakit 1. Manajemen risiko K3RS 2. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit; 3. Pelayanan Kesehatan Kerja 4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja 5. Pencegahan dan pengendalian kebakaran; 6. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja; 7. Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan 8. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana.



15



Seperti yang tercantum dalam Kepmenkes RI No. 1087 Tahun 2010 tentang standart kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Rumah Sakit bahwa penyesuaian terhadap peralatan kerja SDM dikatkan sudah diterapkan apabilah telah melakukan: a. Identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap perlatan kerja dan SDM Rumah Sakit. b. Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan mengendalikan risiko ergonomi. Pentingnya penyesuaian peralatan kerja SDM adalah untuk menghindari Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) yang disebabkan karena golongan ergonomi (penyakit yang disebabkan karena prinsip-prinsip peralatan kerja, proses kerja dan tempat kerja) misalnya nyeri otot, kelelahan fisik, deformitas tulang, dislokasi dan kecelakaan) (Octavia R, dkk, 2018).



16



BAB III HASIL OBSERVASI



A. Gambaran Lokasi 1. Profil RS. Hikmah ialah satu dari sekian Rumah Sakit milik Organisasi Sosial Kota Makassar yang berbentuk RSU, dikelola oleh dan tergolong kedalam Rumah Sakit Kelas C. Rumah Sakit ini telah terdaftar mulai 17/03/2012 dengan Nomor Surat ijin 07875/YANKES – 2/VI/2010 dan Tanggal Surat ijin 00/00/0000 dari Dinas Kesehatan Prov. Sul-Sel dengan Sifat , dan berlaku sampai 2015. Setelah melakukan Metode AKREDITASI Rumah sakit Seluruh Indonesia dengan proses akhirnya diberikan status Akreditasi Rumah Sakit. RSU ini berlokasi di Jl. Yosef Latumahina No. 1, Kota Makassar, Indonesia. 2. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Hikmah Makassar merupakan tenaga – tenaga yang memilki kompetensi di bidangnya serta memiliki budaya dan etos kerja yang mengedepankan pelayanan serta tindakan yang cepat, ramah dan memiliki kepedulian yang tinggi. Jumlah karyawan dan tenaga kesehatan rumah sakit Hikmah saat ini sebanyak 182 meliputi tenaga perawat, bidan, ahli teknologi laboratorium medik, radiografer, apoteker, tenaga teknis kefarmasian, tenaga gizi, serta tenaga rekam medis dengan jumlah yang cukup sesuai standar yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang - undangan. Selain tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Hikmah Makassar juga dilengkapi dengan tenaga teknis lain seperti : teknisi, tata boga, tata graha, kebersihan, keamanan dan sopir juga tenaga administrasi dan keuangan dengan jumlah yang cukup untuk menunjang kegiatan pelayanan kesehatan secara optimal. 3. Fasilitas Kesehatan a. Instalasi Gawat Darurat Merupakan pelayanan 24 jam. Terletak pada lokasi yang strategis, mudah dijangkau baik dari luar maupun dari dalam rumah sakit. b. Poliklinik Spesialis dan Sub Spesialis Rumah Sakit Umum Hikmah Makassar dilengkapi dengan pelayanan Poliklinik yang buka setiap hari kerja dengan dokter – dokter spesialis dan sub spesialis yang sudah terkenal dan profesional dalam pelayanan kesehatan sesuai dengan keahliannya masing – masing yang meliputi : 1) Poliklinik Umum 2) Poliklinik Bedah



17



3) Poliklinik Ortopedi dan Traumatologi 4) Poliklinik Bedah Saraf 5) Poliklinik Urologi 6) Poliklinik Bedah Saluran Cerna (Digestif) 7) Poliklinik Penyakit Dalam 8) Poliklinik Kesehatan Anak 9) Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan 10) Poliklinik Bedah Saraf 11) Poliklinik Mata 12) Poliklinik Saraf 13) Polkilinik Gizi Klinik c. Penunjang Diagnostik 1) Radiologi 2) Laboratorium d. Intensive Care Unit e. Kamar Bersalin Dan Ruang Nifas f. Apotek g. Kamar Operasi Kamar operasi Rumah Sakit Umum Hikmah Makassar terdiri atas 6 (enam) ruang/kamar operasi. Masing - masing ruang/kamar dilengkapi peralatan medis yang dapat menunjang seluruh kegiatan operasi baik operasi kecil,sedang dan besar serta operasi khusus. Juga dilengkapi oleh peralatan minimal invasive urologi seperti ESWL, PCNL, TUR-P, Litotripsi dan URS serta peralatan Facoemulsifikasi untuk tindakan operasi mata. h. Ruang Rawat Inap Ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Hikmah Makassar terdiri atas 3 unit perawatan. Masing – masing unit perawatan terdapat 1 (satu) Station Nurse (ruang perawat). Jumlah Tempat Tidur Ruang Rawat Inap No



Ruangan



Kamar



TT/KMR



Tempat Tidur



1



Paviliun Patompo



12



1



12



2



Paviliun



13



1



13



3



Kelas I



3



2



6



4



Kelas II



4



3



12



5



Kelas III



5



4&5



19



18



6



Isolasi



2



1



2



7



Ruang Nifas



1



2



2



8



Ruang Anak



1



4



4



Jumlah



40



70



Unit pelayanan lain No



Ruangan



Kamar



Tempat Tidur



1



ICU



1



3



2



Kamar Operasi



6



6



3



Recovery Room



1



5



4



Unit Gawat Darurat 4



3



5



Kamar Bersalin



1



2



Jumlah



10



22



B. Hasil Observasi Dalam pemaparan hasil observasi kami dapatkan data dengan cara wawancara dengan ketua panitia K3 RSU Hikmah Makassar dan pegawai yang bersangkutan dengan K3 RSU Hikmah Makassar sambil kami melakukan dokumentasi. 1. Paniti K3RS Hikmah Makassar a. Visi Pelayanan Kesehatan Terbaik, prima dan terpercaya: b. Misi 1) Pelayanan kesehatan bermutu, berdaya guna dan berhasil guna 2) Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia 3) Menyediakan peralatan dan fasilitas yang aman dan mutakhir sesuai kemampuan rumah sakit 4) Meningkatkan kesejahteraan karyawan. c. Struktur Organisasi Panitia K3 RS Hikmah Makassar Pelindung



: Direktur RS Umum Hikmah Makassar



Ketua Panitia



: dr. Linda Mukhlisa



Sekretaris Panitia



: St. Harlini, S.Si, Apt



Anggota



: Akbar AMK Dra. Rosmini Arni Herawati



19



Kadri Rafiuddin Mardiana 2. Program Kerja a. Program kerja kewaspadaan bencana Untuk meningkatkan kesiagaan dalam menghadapi terjadinya bencana, baik bencana di rumah sakit maupun diliar rumah sakit adapun kegiatannya yaitu simulasi bencana pada tahun 2017 . b. Program pencegahan dan pengendalian kebakaran Untuk meningkatkan kenyamanan dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran, baik dari sisi petugasnya maupun sarana dan prasarana rumah sakit yang diperlukan adapun kegiatannya yaitu pelatihan dasar pemadaman kebakaran yang dilakukan tiap tahu Menurut Syafran Arrazy , dkk( 2014) pelatihan kebakaran dilakukan kepada seluruh klasifikasi hunian bangunan gedung dan harus dilaksanakan dengan frekuensi yang cukup. Pelaksanaan pelatihan dapat diselenggarakan bekerja sama dengan pihak yang berwenang setempat.16 Selain itu, frekuensi program latihan penanggulangan kebakaran secara periodik minimal 1 tahun sekali c. Program keamanan pasien, pengunjung dan petugas Untuk meningkatkan kenyamanan dan rasa aman pasien, pengunjung dan pegawai yang berada dilingkungan rumah sakit, dari bahaya kecelakaan seperti disediakaan peralatan hand sanitizer d. Program keselamatan kesehatan pegawai Untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan pegawai dari risiko kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja adapun kegiataannya belum dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala dan lanjut e. Program pengelolaan bahan beracun dan berbahaya (B3) Untuk meningkatkan pengelolaan B3 agar tidak terjadi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh efek samping dari bahan berbahaya, mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi maupun penaganan bila terjadi kontaminasi adapun program yang dilakukan di rumah sakit yaitu dengan bekerja sama dengan pihak ke tiga dengan perusahaan pengolah limbah B3 adapun perusahaan yang ditemani kerjasama yaitu PT BCI f. Program safety talk Untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas rumah sakit, tata usaha anggota PK3 dan pelaksana yang mempunyai risiko kerja tertentu



20



adapunkegiatan yang dilakukan penyuluhan tentang K3 oleh kepala ruangan setiap pagi. g. Program pengumpulan, pengolahan dan pelaporan data Untuk mendapatkan data tentang kejadian kecelakaan kerja, Penyakit Akibat Kerja (PAK), Kebakaran & Bencana di Rumah Sakit agar dapat digunakan untuk evaluasi dan perencanaan program-program K3 adapun data untuk pelaporan dilakukan oleh PPI untuk kejadiannya untuk tahun 2019 belum pernah terjadi dan tahun 2018 2 kejadian tertusuk jarum dan terkenan ranting pohon. Menurut M. J Herman, dkk, (2016) Pada umumnya sarana dan prasarana Rumah Sakit pemerintah masih belum dapat mendukung upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit, khususnya pada Rumah Sakit kelas C dan D seperti halnya di negara lain dengan sumber daya terbatas 3. Sumber Dana Sumber Dana untuk kegiatan K3 dibebankan pada Anggaran Rumah Sakit. 4. Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan Program Kerja khusus untuk P2K3 belum dilakukan audit baik internal maupun eksternal. Namun ini tidak sesaui dengan Hasil penelitian Hasbi Ibrahim, dkk, 2017 yang menunjukan bahwa RSUD Haji Makassar telah menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja Rumah Sakit dengan baik. RSUD Haji Makassar telah menetapkan kebijakan, melaksanakan pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja, melakukan pengelolaan bahan berbaya dan beracun, melaksanakan program ketanggapdaruratan, serta melakukan pencatatan, pelaporan, evaluasi dan audit keselamatan dan kesehatan kerja. Dan hanya kegiatan surveilans yang belum dilaksanakan di RSUD Haji Makassar. C. Penerapan SMK3 RSU Hikmah Makassar 1. Komitmen dan Kebijakan Visi, misi, dan tujuan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di RSU Hikmah Makassar belum di tetapkan namun kami hanya mendapatkan visi dan misi RSU Hikmah Makassar telah tertulis sehingga belum dapat disosialisasikan secara luas, baik kepada jajaran manajemen, karyawan rumah sakit maupun pengunjung dan pasien. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan pihak manajemen RSU Hikmah Makassar. Informan awal observasi ini adalah ketua panitia K3 RSU Hikmah Makassar. Ketau panitia dipilih sebagai informan sebab dianggap banyak mengetahui masalah K3 dan merupakan bagian yang membawahi PK3RS.



21



Pendapat informan mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di RSU Hikmah Makassar sebagai berikut: “… K3 ini masih baru, sehingga kita masih dalam tahap pembenahan, pembentukan strukturnya betul-betul baru dan sementara Rumah Sakit akan dilakukan akreditasi…” ( dr.LM) Bukti tebentuknya PK3RS adalah dengan dikeluarkannya SK Direktur RSU Hikmah Makassar: /RSH. XXXVIII/D/I/2019 tentang struktur panitia K3 yang ditetapkan di makassar pada tanggal 07 Januari 2019. Terbentuknya panitia pelaksana K3RS tersebut merupakan bukti bahwa pihak pimpinan rumah sakit telah berkomitmen untuk menerapkan K3 di rumah sakit. Namun jika dilihat dari personil yang mengisi struktur organisasinya, belum dapat dianggap memenuhi syarat. Orang-orang yang terlibat di dalam PK3RS tidak ada yang berlatar belakang pendidikan khusus mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja, sehingga pengetahuan mereka tentang K3 sangat minim. Maka dari itu kami menyimpulkan bahwa belum ada Komitmen dan kebijakan dari pihak pimpinan mengenai pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit belum ada secara tertulis dengan visi, misi, dan tujuan yang jelas namun hanya masih



sebatas untuk persiapan akreditasi



Rumah Sakit. Berdasarkan hasil wawancara bahwa pelaksanaan komitmendan kebijakan Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit belum sesaui Pelaksanaan komitmen dan kebijakan K3 di rumah sakit memerlukan beberapa penyususnan strategi yaitu sebagai berikut: a. Advokasi sosialisasi program K3 RS. b. Menetapkan tujuan yang jelas. c. Organisasi dan penugasan yang jelas. d. Meningkatkan SDM professional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di lingkungan rumah sakit. e. Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak. f. Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif. g. Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan Monitoring dan evaluasi secara interna dan eksternal secara berkala (Pedoma Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit, Kepmenkes 2007 dikutip dalam Nopia Wati, dkk, 2018) Upaya agar hal tersebut tidak terjadi, maka komitmen dalam penerapan K3RS harus ditingkatkan sehingga kualitas mutu pelayanan dan kepuasan pasien tetap terjaga. Hasil penelitian Yulyanti diketahui bahwa pelaksanaan



22



manajemen K3RS bepengaruh terhadap kepuasan pasien dan karyawan rumah sakit”. (Yulyanti, 2015 dikutip dalam Firmansya Imam, 2017) Sesaui dengan hasil penelitian Kun Dwi Apriliawati, dkk (2017) yang mengatakan bahwa pelaksanaan manajemen organisasi di rumah sakit X Semarang dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit (K3RS) dapat dikatakan belum efektif. Menurut Azza Ivana, dkk (2014) Komitmen harus dimulai dari direktur utama / direktur RS (manajemen puncak). Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Komitmen yang ada di RS yang berkaitan dengan K3RS sudah ada komitmen awal yaitu diungkapkan secara lisan, akan tetapi komitmen belum diwujudkan dalam bentuk kebijakan tertulis sehingga belum ada sosialisasi yang berkaitan dengan kebijakan yang secara khusus menangani masalah K3. Kebijakan tentang K3 akan dibuat dan disosialisasikan bersamaan dengan terbentuknya struktur organisasi K3RS. 2. Perencanaan K3RS Untuk mecapai hasil yang diinginkan, maka harus dilakukan perencanaan yang baik. Pendapat para informan mengenai perencanaan pelaksanaan K3 di rumah sakit sebagai berikut: “… Perencanaan program K3 akan kami buat insya allah apalagi kami akan akreditasi…namun kami “(dr. LM). Berdasarkan hasil wawancara bahwa Perencanaan K3 belum dilakukan karena ketua panitia belum tahu betul mengenai K3. namun baru akan direncanakan karena kebutuhan akreditasi Rumah Sakit. 3. Pengorganisasian Pembagian tugas secara jelas dengan menetapkan posisi personil dalam struktur organisasi instalasi K3 sehingga masing-masing personil dapat melaksanakan fungsinya.



Adapun pendapat informan mengenai pengorganisasian K3 di RSU Hikmah Makassar: “… Personil-personil yang bertugas sebagai pengelola instalasi K3 memang belum diambil dari orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan khusus K3…”(dr. LM). “… Personil-personil yang mengelola instalasi K3 telah ditetapkan oleh pihak Direksi rumah sakit, namun sifatnya masih dalam bentuk kerja rangkap…”(dr. LM)..



23



Misalnya saja, ketua panitia K3 sendiri adalah seorang dokter yang juga bertugas di IGD. Informasi dari personil PK3RS menyatakan bahwa panitia pelaksana K3 ini belum dilengkapi oleh personil yang memiliki spesifikasi pendidikan K3 sehingga sering mengalami kesulitan di dalam menentukan program yang harus dijalankan. Pengetahuan mengenai K3 hanya mereka dapatkan dari pengetahuan secara umum mengenai K3 Pemabagian fungsi dan tugas secara jelas melalui pengorganisasian yang baik,



hal



ini



dimaksudkan



agar



setiap



personil



memiliki



cakupan



tanggungjawab masing-masing, sehingga tidak terjadi saling tindih atau melepaskan tanggungjawab. Dengan demikian setiap personil akan bekerja secara professional. Selain dari penetapan tugas secara jelas, yang tak kalah pentingnya adalah pemberian tugas sesuai dengan kemampuannya, salah satunya dengan menempatkan setiap personil sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Di dalam pedoman penerapan SMK3RS Menteri Kesehatan RI dinyatakan bahwa sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 RS adalah seorang tenaga profesional K3 RS, yaitu manajer K3 RS atau ahli K3. Menurut Imam Firmansyah (2017) Fenomena yang terjadi di setiap rumah sakit yaitu lebih kepada pemenuhan sarana dan prasarana yang ada dalam standar akreditasi JCI 4 yang tercantum dalam standar manajemen fasilitas dan keselamatan. Hal tersebut berdampak kepada kebijakan direktur terkait dengan pelaksanaan K3RS. Pengelola K3RS digabung dengan bidang IPSRS, IPSRS dengan K3RS merupakan dua hal yang berbeda pengelolaannya sehingga penggabungan tersebut membuat program K3RS tidak berjalan. Tujuan penelitian untuk menentukan Strategi Meningkatkan Komitmen Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit X Tahun 2017 Menggunakan metode kualitatif, informan kepala instalasi sanitasi dan K3RS, koordinator sanitasi dan lingkungan, ketua PK3RS, sekertaris PK3RS, karyawan yang tidak masuk struktural, pasien, fungsional pengawas ketenagakerjaan madya, dan kepala dinas kesehatan, penentuan strategi dengan cara analisis SWOT. Hasil dari penelitian diketahui kekuatan utama RS X adalah sarana dan prasarana K3RS, dengan nilai sebesar 0,28. Kelemahan utama adalah kurangnya sumber daya manusia K3RS, dengan nilai sebesar 0,108. Peluang utama adalah pengawasan dari perwakilan balai K3 Provinsi Jawa Barat, dengan nilai sebesar 0,45 sedangkan ancaman utama adalah teguran dan sanksi dari pemerintah dengan nilai sebesar 0,45. Sehingga strategi yang didapat



yaitu



meningkatkan



pembinaan



sumber



daya



manusia



serta



pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana. Disarankan kepada Rumah Sakit



24



agar komitmen penerapan K3RS meningkat maka program K3RS disusun berdasarkan strategi yang sudah dianalisis menggunakan SWOT. Sesaui dengan hasil penelitian Ryane Toding, dkk (2016) menunjukan penerapan SMK3 di RSIA Kasih Ibu belum sesuai dengan pedoman SMK3 dan peraturan-peraturan pemerintah yang ada, yaitu semua industri kesehatan ataupun swasta diharuskan mempunyai ahli K3. Walaupun begitu pelatihan terhadap pegawai RSIA tetap dilakukan serta pengontrolan terhadap kesehatan dari pegawai tetap dilaksanakan, untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja ataupun mengalami bahaya-bahaya selama bekerja. 4. Penerapan K3RS Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit memiliki tahap – tahapan di antaranya; tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, tinjauan ulang dan peningkatan. Pendapat informan mengenai penerapan K3 di RSU Hikmah Makassar sebaagai berikut: “… Penyediaan alat pelindung diri, alat pemadam api ringan (APAR) telah disiapkan, dan sudah diapsang alat detector panas di ruang IGD namun masih dalam jumlah yang minim karena dipasang untuk gedung yang baru di rehab…” (dr. LM). “… Beberapa program K3 yang telah direkomendasikan pimpinan adalah mengenai safety talk oleh kepala ruangan setiap pagi, Demo penggunaan APAR, simulasi bencana tahun 2017 dan rencana akan dilakukan tahun ini jadi rencananya 2 tahun sekali …” (dr. LM). “… untuk pemeriksaan Kesehatan bagi karyawan baru sudah dilakukan untuk sebagian dan sebagian belum dan untuk pemeriksaan kesehatan berkala dan lanjut belum dilakukan …”(dr. LM), Menurut informasi dari pihak ketua panitia K3RS, dan hasil observasi langsung di lokasi, K3 di RSUD Tarakan belum sepenuhnya terlaksana. Alasan belum diterapknnya K3 secara keseluruhan adalah karena baru dibentuk dan personilnya baru ditetapkan. Sehingga tahapan pelaksanaan yang baru berjalan hanya sebatas pembentukan struktur organisasi K3, dan belum dilakukan evaluasi serta peninjauan ulang dan peningkatan program. Apapun yang menjadi alasan tidak terlaksananya K3 secara penuh di seluruh aspek kegiatan rumah sakit, hal tersebut harus tetap terus diupayakan dan ditingkatkan, mengingat banyaknya risiko yang ada di rumah sakit. Seperti telah dipaparkan pada tinjauan pustaka bahwa risiko bahaya di rumah sakit sangat banyak, baik berupa risiko infeksi, paparan bahan kimia, kebakaran,



25



radiasi, dan lain sebagainya. Sehingga penting bagi seluruh elemen yang ada di rumah sakit memiliki kesadaran akan pentingnya penerapan K3 di rumah sakit. Hal tesebut dapat terwujud melalui komitmen bersama, yang diawali oleh pucuk pimpinan untuk kemudian diterapkan secara menyeluruh baik kepada jajaran manajemen, karyawan, pengunjung dan pasien. Faktor penghambat sistem manajemen keselamatan dan kesehatan dibagi menjadi beberapa poin. Poinnya adalah tidak adanya persyaratan dari konsumen mengenai bukti implementasi sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Dampak krisis ekonomi juga dapat menghambat terciptanya sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Tidak ada konsekuensi bagi perusahaan yang menunda dan menolak pelaksanaan audit keselamatan dan sistem manajemen kesehatan kerja. Kurangnya perusahaan, terutama rumah sakit karena ketidaktahuan perusahaan dan biaya audit yang dianggap membebani perusahaan. Kerangka koordinasi pelaksanaan audit departemen teknik lainnya belum terwujud (Azmi, 2009 dikutip dalam Purnomo H. D, dkk, 2018) Menurut Sedarmayanti (2009) dikutip dalam Purnomo H. D, dkk, (2018) terdiri dari tiga faktor indikator keselamatan yaitu faktor lingkungan kerja, faktor manusia atau karyawan. yang mencakup faktor fisik dan mental, pengetahuan dan keterampilan dalam hal ini adalah kurangnya perhatian terhadap metode kerja yang aman dan baik, kebiasaan yang salah, dan kurangnya pengalaman, dan sikap. Dan ini disebabkan kurangnya sosialisasi tentang K3 kepada semua karyawan rumah sakit Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Demes Nurmayanti, Narwati, Dealivy Hangga Arvin. (20141) hampir seluruhnya pekerja menyatakan bahwa penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di RUMKITAL Dr. Ramelan pada pengelola limbah medis oleh pengurus Kesling dan K3 telah diterapkan cukup baik, meliputi: (a) hamper seluruhnya pekerja (82%) menyatakan bahwa komitmen dan kebijakan diterapkan cukup baik, (b) hampir seluruhnya pekerja (85%) menyatakan bahwa perencanaan sudah diterapkan secara baik, (c) hamper seluruhnya pekerja (86%) menyatakan bahwa pengorganisasian sudah diterapkan secara baik, (d) hampir seluruhnya pekerja (80%) menyatakan bahwa penyelenggaraan K3 di RSU Dr.Ramelan telah dilaksanakan dengan cukup baik, meliputi: (1) hamper seluruhnya pekerja (83%) menyatakan bahwa pada tahap persiapan sudah diterapkan dengan cukup baik, (2) hampir seluruhnya pekerja (84%) menyatakan bahwa tahap pelaksanaan telah diterapkan dengan cukup baik, (3) hampir seluruhnya pekerja



26



(78%) menyatakan bahwa tahap pemantauan dan evaluasi telah diterapkan cukup baik, (4) sebagian besar pekerja (71%) menyatakan bahwa tinjauan ulang telah diterapkan cukup baik.



27



BAB VI PENUTUP



A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, dapat ditarik kesimpulan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di RSU Hikmah Makassar sebagai berikut: 1. Komitmen dan kebijakan manajemen rumah sakit terhadap penerapan K3 belum ada masih hanya sebatas pembentukan struktur organisasi. 2. Perencanaan K3 belum dilaksanakan karena masih rencana untuk kesiapan Akreditasi Rumah Sakit. 3. Organisasi K3 di RSU Hikmah Makassar



telah dibentuk namun belum



melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing, serta personil yang menjalankan organisasi tersebut belum memenuhi kriteria. 4. Penerapan K3 di RSU Hikmah Makassar Tarakan telah berjalan karena sesuai dengan program kerja bagian dari struktur organisasi yang meyangkut keselamatan dan kesehatan lingkungan kerja, namun program dari P2K3 RS belum terlaksana, misalnya evaluasi dan peninjauan berkelanjutan belum terlaksana. B. Saran Beberapa saran yang diharapkan dapat membantu meningkatkan penerapan SMK3 di RSU Hikmah Makassar di antaranya: 1. Komitmen dan kebijakan sebaiknya dimulai dari pucuk pimpinan dalam hal ini direktur rumah sakit dan disosialisasikan dalam bentuk pengumuman tertulis tentang tujuan, visi dan misi penerapan K3 kepada seluruh elemen yang ada di rumah sakit. 2. Menetapkan personil-personil organisasi K3 yang sesuai dengan kriteria atau memenuhi syarat untuk menjalankan organisasi K3 yaitu tenaga ahli yang memiliki spesifikasi pendidikan di bidang K3. 3. Mengkomunikasikan K3 ke seluruh jajaran manajemen, karyawan, pengunjung dan pasien rumah sakit. 4. Pihak manajemen rumah sakit perlu secara rutin meninjau ulang dan terus menerus meningkatkan SMK3 dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja K3 secara keseluruhan. 5. Pihak manajemen sebaiknya menetapkan anggaran khusus untuk mendukung penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di RSU Hikmah Makassar.



28



DAFTAR PUSTAKA Alimuddin, Firman. 2010. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Rsud Tarakan Tahun 2010.Skripsi.Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Azza Ivana , Baju Widjasena, Siswi Jayanti. 2014. Analisa Komitmen Manajemen Rumah Sakit (RS) Terhadap Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada RS Prima Medika Pemalang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), Volume 2, Nomor 1. Demes Nurmayanti, Narwati, Dealivy Hangga Arvin. 2014. Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit. Jurnal Penelitian Kesehatan. Vol 12 No. 1. Effendy W. S. 2013. Strategi Pengembangan Sistem Manajemen K3 Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kayuagung Kabupaten Ogan Komering Ilir. Diakses pada jp.feb.unsoed.ac.id. Effendy W. S. 2014. Audit Terhadap Sistem Manajemen K3 Berbasis OHSAS 18001 Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kayuagung. Diakses pada jp.feb.unsoed.ac.id. Ernawati Novi, Nurlelawati E. H. 2017. Faktor- FaktorYang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Penerapan K3 Pada Tenaga Kesehatan di RSIA Permata Sarana Husada Periode Februari 2015. Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya. Vol. 3 No. 1. Firmansyah Imam, dkk. 2017. Strategi Meningkatkan Komitmen Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit X Tahun 2017. Jurnal Kesehatan.Vol. 10 No. 2. Herman. Max Joseph, Handayani S. R. 2016. Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Pemerintah Dalam Upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Indonesia. Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol. 6 No. 2 hal 137-146. http://listrumahsakit.com/informasi-rs-hikmah/ http://yayasanrsh.com/?hal=visimisi Ibrahim, Hasbi, dkk. 2017. Gambaran Penerapan Standar Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar. Public Health Science Journal Vol. 9 No. 2 Hal 160-173. Kementrian Kesehatan. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit. Diakses pada http://www.kesjaor.kemkes.go.id Kun Dwi Apriliawati, Ekawati, Bina Kurniawan. 2017. Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Organisasi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3 Rs) Di Rumah Sakit X Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 5, Nomor 1. Mauliku E. N. 2011. Kajian Analisis Penerapan Sistem Manajemen K3RS di Rumah Sakit Immanuel Bandung.Jurnal Kesehatan Kartika. Diakses pada stikesayani.ac.id. Nopia Wati, Agus Ramon, Hasan Husin Dan Rindo Elianto. 2018. Analisis Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Rumah Sakit Umum Daerah Mukomuko Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Avicenna. Vol 13 No. 3.



29



Octavia R. W, dkk. 2018. Penerapan Pelayanan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Pada Perawat IGD Rumah Sakit Umum Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Tahun 2017. Gema Kesehatan Lingkungan. Vol. 16 No. 1. Okky Dwi Permadi, Boedijono, Selfi Budi Helpiastuti. 2013. Implementasi Keputusan Direktur Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi JembeNo. 800/91.SK/610/2009 tentang Kebijakan Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K3) Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember (Studi Kasus Pada Aspek Pelayanan Kesehatan Kerja dan Pencegahan Penyakit Akibat Kerja). Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa. Purnomo H.D dkk. 2018. Analysis Of Implementation Safety And Health Occupational Management System In Kertosono General Hospital. Jurnal For Quality in Public Health. Vol. 1 No. 2. Rahayaningsih W. P, Hariyono Widodo. 2011. Penerapan Manajemen Kselamatan Dan Kesehatan Kerja (MK3) di Instalasi Gawat Darurat RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. KESMAS. Vol.5 No. 1 Hal 21-29. Ristiono B, Azkha N. 2010. Regulasi dan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit di Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 4 No. 1. Ryane Toding , Dkk. 2016. Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (SMK3) Di RSIA Kasih Ibu Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 5 No 1. Salikunna. A. N, Towidjojo D. V. 2011. Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit Bersalin Pertiwi Makassar. Biocelebes, Vol. 5 No. 1 Sugeha S. B. 2018. Implementasi Kebijakan Limbah Cair Rumah Sakit Berbasis Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Diakses pada www.journal.unair.ac.id. Syafran Arrazy, Elvi Sunarsih, Anita Rahmiwati. 2014. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Kebakaran Di Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas Tahun 2013. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Volume 5 Nomor 02.



30



Lampiran Dokumentasi



31



32



33



34



35