Sosiokultural Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Jiwa-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SOSIOKULTURAL DALAM KONTEKS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA



OLEH KELOMPOK 5: KELAS B



I GUSTI AGUNG GEDE INDIRA PRASADHA



NO URUT (13)



NI LUH DESI DIARTAMI



NO URUT (14)



PUTU RISMA ARIA PRADNYADEWI



NO URUT (15)



JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmatnyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sosiokultural Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Jiwa” dengan baik. Mengingat banyaknya kelemahan yang penulis miliki tentunya makalah ini mempunyai banyak kekurangan baik dalam tulisan maupun penyajiannya, untuk itu penulis selalu mengharapkan keritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk memperbaiki makalah ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Penulis juga mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. Walaupun demikian, penulis tetap berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.      



Denpasar, 6 Juli 2020



Penulis



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR...................................................................................................ii DAFTAR ISI................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1 A. Latar Belakang....................................................................................................1 B. Rumusan Masalah...............................................................................................2 C. Tujuan.................................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3 A. Sosiokultural Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Jiwa.................................3 B. Hasil Telaah Jurnal Sosiokultural Dalam Asuhan Keperawatan Jiwa...............5 BAB III SIMPULAN DAN SARAN..........................................................................14 A. Simpulan...........................................................................................................14 B. Saran.................................................................................................................14 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................15



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Tugas keperawatan sering dipahami sebgai meraat manusia biopsikososial yang cenderung kurang diapahami sebagai merawat tubuh, jiwa, dan roh (spirit). Perawat meyakini manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural berespon terhadap suatu peruabahan yang terjadi antara lain karena gangguan kesehatan dan penyimpangan pemenuhan kebutuhan kebutuhan. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang professional mempunyai kesempatan yang paling besar untuk memberikan pelayan kesehatan khususnya pelayanan atau asuhan keperawatan yang komperehensif dengan membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistic. Perawat memandang klien sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural berespon secaar holistic dan unik terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis. Dampak perkembangan jaman dan pengembangan dewasa ini juga menjadi faktor peningkatan permasalahan kesehatan yang ada, menjadikan banyaknya masalah kesehatan fisik juga masalah kesehatan mental/spiritual. Dengan semakin berkembangnya kehidupan modernisasi disemua bidang kehidupan, menimbulkan gejolak sosial yang cukup terasa dalam kehidupan manusia. Terjadinya perang, konflik dan lilitan ekonomi berkepanjangan salah satu pemicu yang menimbulkan stress, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa. Stresor



1



atau tekanan, kecemasan, perasaan jengkel, harus dihadapi oleh seseorang, tekanan dapat menimbulkan kecemasan, perasaan tidak nyaman, perasaan ini bisa diungkapkan baik secara adaptif (konstruktif) atau maladaptive. Sosiokultural meruapakn salah satu penyebab stressor yang sering terjadi. Pengaruh lingkungan yang tidak bagus menyebabkan sseseorang mengalami stress. Apabila stress tersebut tidak diatasi dengan baik dengan mekanisme koping yang baik pula maka akan depresi. Salah satu pengkajian yang dapat dilakukan perawat jiwa yaitu menanyakan factor predisposisi sosiokultural pasien dengan wawancara kepada klien mauoun pihak keluarga.



B. Rumusan Masalah 1. Bagaiamanakah sosiokultural dalam konteks asuhan keperawatan jiwa? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui sosiokultural dalam konteks asuhan keperawatan jiwa.



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Sosiokultural Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Jiwa Dalam setiap interaksi dengan pasien, perawat psikiatris harus menyadari kehidupan pasien dan menyadari persepsinya mengenai sehat dan sakit. Perilaku mencari bantuan, dan kepatuhan pada pengobatan. Perawat yang peka pada kultural memahami pentingnya kekuatan social dan kultural bagi individu, mengenal keunikan, dan mengabungkan informasi sosiokultural ke dalama suhan keperawatan. Sosiokultural merupakan kebudayaan yang secara teknik ide atau tingkah laku yang dapat dilihat maupun yang tidak terlihat. Disamping mempengaruhi pertubuhan dan perkembangan kepribadian seseorang misalnya melalui aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut. Yang termasuk dalam sosiokultural yaitu usia, gender, pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi social, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman social, dan tingkatan social. Sosiokultural mempengaruhi faktor resiko dan faktor predisposisi yang meyebabkan terjadinya stress pada individu dan juga mempengaruhi tipe dan sumber individu untuk menghadapi stress. Perawat perlu tahu mengenai sosiokultural pasien dikarenakan memberikan gambaran yang penting untuk asuhan keperawatan psikiatri yang bermutu. Lingkungan social sangat mempegaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk berespon asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung melalui proses sosialisasi. 3



Beberapa stressor sosiokultural yang juga bisa mempengaruhi mutu asuhan yaitu: 1. Keadaan yang merugikan Kekurangan sumber sosioekonomi yang merugikan dasar untuk adaptasi biopsikososial. 2. Steroetipe Konsepsi depersonalisasi dari individu di dalam suatu kelompok. 3. Itolerans Ketidaksediaan untuk menerima perbedaan pendapat untuk keyakinan orang lain yang berasal dari latar belakang yang berbeda. 4. Stigma Suatu atribut atau sifat yang melekat pada lngkungan social individu sebagai sesuatu yang berbeda dan rendah. 5. Prasangka Keyakinan yang tidak menyenangkan tentang individua tau kelompok dengan tidak memperlihatkan pengethauan, pikiran, atau alas an. 6. Diskriminasi Perlakuan yang berbeda dari individua tau kelompok yang tidak berdasarkan atas kebaikan yang sebenarnya. 7. Rasisme Keyakinan tentang perbedaan yang terdapat antar ras yang menentukan pencapaian indivu dan Bahasa ras yang satu lebih tinggi.



4



B. Hasil Telaah Jurnal Sosiokultural Dalam Asuhan Keperawatan Jiwa 1. Jurnal “Hubungan Sosial Budaya Dengan Kejadian Stress pada Lansia di PSanti Sosial TresnaWerdha Nirwana Puri Samarinda” a. Hasil : Berdasarkan telaah jurnal (Muhammad Zihad Ramadhani & Amalia, 2019) mengenai hubungan sosial budaya dengan kejadian stress pada lansia di panti sosial tresnawerdha nirwana puri samarinda, didapatkan hasil yaitu sosial budaya pada lansia di Panti Sosial Werdha Tresna Nirawana Puri menunjukkan bahwa pada variable sosial budaya dengan pembagian pada lansia yaitu baik sebanyak 17 orang (35,4%), dan tidak baik sebanyak 31 orang (64,6%). Kejadian Stress pada lansia di Panti Sosial Werdha Tresna Nirawana Puri menunjukkan bahwa pada variable stress pada lansia adalah ringan 6 lansia (12,5%), sedang sebanyak 29 lansia (60,4%), dan berat sebanyak 13 lansia (27,1%). b. Pembahasan Dari uji statistik hubungan sosial budaya dengan kejadian strespada lansia di panti sosial tresna werdha nirwana puri samarinda menggunakan uji alternative, sehingga di dapat p value sebesar 0,179 nilai ini lebih besar nilai taraf signifikan yaitu 0,05. Sehingga dapat di simpulkan bahwa tidak ada hubungan antara sosial budaya dengan kejadian stres pada lansia. Sosial budaya memiliki makna yang sangat luas, akan tetapi dalam bagaimana seseorang seharusnya melakukan sesuatu. Hubungan budaya dengan kesehatan mental yang meliputi tiga hal yaitu : kebudayaan yang mendukung dan menghambat



5



kesehatan mental, kebudayaan memberikan peran tertentu terhadap penderita gangguan mental, dan berbagai bentuk gangguan mental karena faktor kultural (Wallace, R.A. and K Selman, 1981). Ini adalah psikosis yang di tandai oleh tindakan yang secara tiba-tiba mengamuk, berteriak, merusak, bahkan sampai membunuh (Danial, 2010). Di antaranya stres sosial budaya ialah stres akulturtatif dan stress status sosial ekonomi. Akulturasi sendiri mengacu pada perubahan kebudayaan yang merupakan akibat dari kontak langsung yang bersifat terus menerus , antara dua kelompok kebudayaan yang berbeda. Stress akulturtatif adalah konsekuensi negative dari akulturasi. Sementara status sosial ekonomi seringkali menyebabkan stress yang amat berat bagi remaja dan keluarga. Kemiskinan juga berhubungan dengan kejadian yang mengancam dan tidak dapat dikembalikan.



2. Jurnal “Hubungan Antara Faktor Somatik, Psikososial, Dan Sosiokultur Dengan Kejadian Skizofrenia Di Instalasi Rawat Jalan RSJD Surakarta” a. Hasil Berdasarkan telaah jurnal (Utomo, 2013) didapatkan hasil distribusi faktor somatic menurut pendapat keluarga pasien (responden) dalam menjawab kategori ya yaitu sebanyak 42 responden (45,7%), distribusi faktor psikososial menurut pendapat keluarga pasien (responden) menunjukkan sebagian besar keluarga pasien (responden) dalam menjawab kategori ya yaitu sebanyak 76 responden (82,6%), dan



6



Distribusi faktor sosio-kultur menurut pendapat keluarga pasien (responden) dalam menjawab kategori ya yaitu sebanyak 39 responden (42,4%). b. Pembahasan Hasil uji Chi Square hubungan faktor somatik dengan kejadian skizofrenia diperoleh nilai (p- value) sebesar 0,004. Karena nilai p-value lebih kecil dari 0,05 (0,004 < 0,05) maka keputusan uji adalah H0 ditolak, sehingga disimpulkan terdapat hubungan antara faktor somatik dengan kejadian skizofrenia di IRJ RSJD Surakarta, yaitu semakin tinggi faktor somatik maka kejadian skizofrenia semakin meningkat. Responden yang mempunyai riwayat keluarga skizofrenia karena faktor somatik, beresiko 6 kali terkena skizofrenia daripada yang bukan karena faktor somatik. Hasil uji Chi Square hubungan faktor psikososial dengan kejadian skizofrenia diperoleh nilai (p-value) sebesar 0,000. Karena nilai p-value lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) maka keputusan uji adalah H0 ditolak, sehingga disimpulkan terdapat hubungan antara faktor psikososial dengan kejadian skizofrenia di IRJ RSJD Surakarta, yaitu semakin tinggi faktor psikososial maka kejadian skizofrenia semakin meningkat. Hasil uji Chi Square hubungan faktor sosiokultural dengan kejadian skizofrenia diperoleh nilai (p-value) sebesar 0,040. Karena nilai p-value lebih kecil dari 0,05 (0,040 < 0,05) maka keputusan uji adalah H0 ditolak, sehingga disimpulkan terdapat hubungan antara Faktor sosiokultural dengan kejadian skizofrenia di IRJ RSJD Surakarta. Responden yang mempunyai riwayat keluarga skizofrenia karena



7



faktor kultur- sosial, beresiko 3 kali terkena skizofrenia daripada yang bukan karena faktor kultur-sosial. Faktor somatik tidak banyak berperan karena banyaknya pendapat responden menjawab tidak, itu juga dikuatkan dalam jawaban pendapat keluarga klien, faktor somatik terutama disebabkan pada bagian genetik/keturunan yang mendapatkan jawaban terbanyak yaitu 42 responden, untuk kerusakan neurotransmitter atau kerusakan otak dan cacat tubuh sejak lahir tidak banyak berperan atau banyak menjawab tidak. Faktor somatik adalah unsur dari dalam diri pasien yang menyebabkan timbulnya skizofrenia seperti gangguan neroanatomi, nerofisiologi, nerokimia, tingkat kematangan dan perkembangan organik, faktor – faktor pre dan peri – natal (Fattyawan, 2008). Faktor psikososial merupakan Interaksi ibu – anak yang abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi, dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan), peranan ayah, persaingan antara saudara kandung, intelegensi, hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat, kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah, konsep diri (pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu), keterampilan, bakat, dan kreativitas, pola adaptasi dan pembelaan reaksi terhadap bahaya, tingkat perkembangan emosi. Beberapa faktor dari gangguan psikososial antara lain pola perilaku keluarga terhadap pasien misalnya membeda-bedakan pasien dengan anggota keluarga lainnya,



8



keluarga mengabaikan pasien, keluarga kurang berperan dalam pemecahan masalah pasien. Ada kemungkinan faktor sosio-kultural yaitu cara mendidik anak dan mengajarkan norma agama sudah baik banyak yang menjawab sudah di berikan pendidikan norma agama maupun nilai moral yang baik dalam masa pertumbuhan sehingga faktor sosio kultur tidak banyak berperan dalam terjadinya skizofrenia.



3. Jurnal “Faktor Presdisposisi Penderita Skizofrenia di Poli Klinik Rumah Sakit Jiwa Aceh” a. Hasil



:



Berdasarkan telaah jurnal (Sari & Sirna, 2015) mengenai faktor presdisposisi penderita skizofrenia di Poli Klinik Rumah Sakit Jiwa Aceh, didapatkan hasil yaitu faktor predisposisi yang diduga berperan dalam insiden skizofrenia diantaranya faktor biologi (genetik, neurobiologi, neurotransmiter dan virus), faktor psikologi, faktor sosiokultural dan lingkungan. Faktor predisposisi pada penderita skizofrenia tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja, namun ada beberapa faktor yang turut terlibat. Faktor trauma (sesuatu yang mengganggu atau mengejutkan yang terjadi dalam hidup responden) sebanyak 73 orang responden (71,6%) berada pada frekuensi dan persentase tertinggi. Hal tersebut diakibatkan oleh ketidakmampuan responden dalam menyelesaikan konflik yang dialaminya sehingga mengalami stress sebanyak 67 orang (65,7%). Selanjutnya responden akan menarik diri, melamun, hidup dalam dunianya sendiri yang lama- kelamaan timbullah gejala-gejala berupa kelainan jiwa. 9



Semakin banyak responden mengalami suatu kejadian yang mengganggu dan mengejutkan sehingga tidak mampu mengatasinya, maka risiko perkembangan skizofrenia semakin besar. Responden juga merasa bahwa dirinya memiliki nasib yang buruk sebanyak 57 orang (55,9%) yang akan mengarah kepada depresi. b. Pembahasan : Faktor sosiokultural dan lingkungan yang tertinggi di Poliklinik BLUD RSJ Aceh Tahun 2014 yang memicu terjadinya skizofrenia adalah diintimidasi di sekolah/lingkungan sosial dan sulit mendapatkan pekerjaan sebanyak 24 orang responden



(23,5%).



faktor



lingkungan



juga



perkembangan skizofrenia. Sulitnya mendapatkan



diyakini



berkontribusi



pekerjaan



dan



pada



kurangnya



kemampuan untuk mempertahankan aktivitas yang diarahkan oleh diri sendiri juga membuat klien sulit membina hubungan interpersonal. Perbedaan budaya dan tingkatan ekonomi serta kecenderungan untuk mengikuti trend yang ada di daerah mereka juga berperan pada perkembangan skizofrenia. Ketika mereka tidak mampu untuk mengikuti arus budaya yang ada, maka mereka cenderung akan menarik diri dari lingkungan sosial dan mengalami hambatan dalam mengelola kemampuan emosionalnya.



4. Jurnal “Faktor yang Berhubungan dengan Skizofrenia” a. Hasil



:



10



Berdasarkan telaah jurnal (Hermiati & Harahap, 2018) mengenai faktor yang berhubungan dengan skizofrenia, didapatkan hasil yaitu dari 32 orang yang ada faktor psikososial terdapat sebagian besar responden yaitu 24 orang (75,0%) yang mengalami skizofrenia dan sebagian kecil responden yaitu 8 orang (25,0%) yang tidak mengalami skizofrenia , sedangkan dari 35 orang yang tidak ada faktor psikososial terdapat hampir sebagian responden yaitu 15 orang (42,9%) yang mengalami skizofrenia dan sebagian besar responden yaitu 20 orang (57,1%) yang tidak mengalami skizofrenia . b. Pembahasan



:



Dari hasil uji continuity correction diperoleh nilai p = 0,016 < 0,05, jadi signifikan, sehingga bisa dikatakan Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya ada hubungan yang signifikan antara psikososial dengan skizofrenia pada pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Provinsi Bengkulu. Sehingga dari 39 yang mengalami skizofrenia, ebagian dari responden yaitu 24 orang yang terdapat faktor psikososial. Hubungan antara psikososial dengan skizofrenia terlihat dari kecenderungan pasien yang terdapat faktor psikososial lebih banyak yang mengalami skizofrenia, sedangkan yang tidak ada faktor psikososial cenderung tidak mengalami skizofrenia. 5. Jurnal “Gambaran Faktor Sosio Budaya Pada Pasien Gangguan Jiwa Skizofrenia Di Poli Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan Tahun 2019” a. Hasil : 11



Berdasarkan telaah jurnal (Hermiati & Harahap, 2018) mengenai gambaran faktor sosio budaya pada pasien gangguan jiwa skizofrenia di Poli Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan Tahun 2019, didapatkan hasil penelitian bahwa karakteristik umur 26-35 Tahun sebanyak 20 orang (45,5%), jenis kelamin laki – laki sebanyak 25 orang (56,8%), pendidikan menengah sebanyak 36 orang (81,8%), tingkat ekonomi