22 0 787 KB
1
Modul Aplikasi Splint dan Alat Bantu pada Kondisi Rematoid Arhtritis Penyusun: Atilla Fiara Rachmawati
P27228016192
Kholishoh Mawadati
P27228016 213
Rezky Kurniawan Silambi
P27228016 225
Sigit Prakoso
P27228016 233
Sabila Rahadatul Aisyi
P27228016 228
Ulfah Nidaul Hasanah
P27228016 234
Windi Widiawati
P27228016 237
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA JURUSAN OKUPASI TERAPI TAHUN 2018
DAFTAR ISI Halaman Sampul Daftar Isi Modul
2
Tujuan pembelajaran
3
Uraian materi Definisi Rematoid Artritis
4
Etiologi
5
Patofisiologi
5
Klasifikasi rematoid artritis
6
manifestasi klinis
6
Karakteristik Deformitas Rheumatoid Arthritis
9
Pola Aktivitas Pasien Rheumatoid Arthritis
11
Penanganan Kondisi Rheumatoid Arthritis
12
Aplikasi Splinting Pada Kondisi Rheumatois Arthritis Statis Splint
16
Dinamis Splint
21
Safety precaution
23
Tes formatif
24
Daftar Pustaka
26
Page 25
Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari Modul ini anda diharapkan dapat memahami cara pengaplikasi Splint dan Alat Bantu pada Kondisi Rematoid Arhtritis
Kegiatan Belajar ini terdiri dari : 1. Rheumatoid Arthritis 2. Static Splint pada Remathoid arthritis 3. Dynamic splint pada Remathhoid Arthritis
Page 25
URAIAN MATERI A.
Definisi Rheumatoid Arthritis Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002). Engram (1998) mengatakan
bahwa,
rheumatoid
arthritis
adalah
penyakit
jaringan
penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi diartroidial. REUOMATOID ARTRITIS:
B.
Etiologi Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-
Page 25
antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
C.
Patofisiologi Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut
otot
akan
mengalami
perubahan
degenerative
dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002). Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).
D.
Klasifikasi Rheumatoid Arthritis Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
Page 25
Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
E.
Manifestasi Klinis Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali (Reeves, Roux & Lockhart, 2001). Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di
Page 25
pagi hari. Disamping itu juga manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis (Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari rheumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia (Long, 1996). Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum. Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu : a) Stadium sinovitis Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan. b) Stadium destruksi Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. c) Stadium deformitas
Page 25
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap. Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan dan pasien cendrung
menjaga
atau
melinddungi
sendi
tersebut
dengan
imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare, 2002). Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan
terasa
sakit/nyeri,
bila
sudah
tidak
tertahan
dapat
menyebabkan demam, dapat terjadi berulang.
F.
Karakteristik Deformitas Rheumatoid Arthritis a) Ulnar deviasi
Page 25
Jari-jari
reposisi miring ke
arah jari kelingking. Deformitas yang telah terjadi bersifat permanen berarti tidak dapat diperbaiki lagi. b) Boutonniere
Kelainan
bentuk
buttonniere adalah hasil dari cedera tendon yang meluruskan atau ekstensi sendi tengah jari anda atau disebut dengan PIP. Hasilnya adalah bahwa sendi PIP yang terluka tidak akan meluruskan, sementara ujung jari pada sendi DIP membengkok atau ekstensi. Kecuali cedera ini segera diobati, deformitas mungkin mengalami kemajuan, sehingga
Page 25
deformitas menjadi permanen dan mengalami gangguan fungsional jarijari tangan. c) Swan neck
Swan neck deformitas adalah salah satu karakteristik RA yang paling sering dijumpai. Pada swan neck deformitas terjadi kerusakan pada sinovitis pada selubung fleksor dan membatasi PIP melakukan flexi. Oleh karena itu kekuatan fleksor pada DIP semakin meningkat dalam waktu yang bersamaan. Kontraksi antar otot instrisik tidak seimbang sehingga sendi PIP tidak memiliki tenaga melakukan fleksi. Sehingga pada karakteristik swan neck deformitas ini terdapat hiperekstensi pada sendi PIP dan fleksi pada sendi DIP. d) Mallet
Page 25
Mallet deformitas pada jari adalah tidak adanya ekstensi pada DIP karena perpanjangan atau pecahnya sambungan tendon ekstensor tanpa deformitas pada sendi PI.
G.
Pola Aktivitas Pasien Rheumatoid Arthritis Berdasarkan dari pengalaman para pasien rheumatoid arthritis aktivitas yang dilakukan sehari-hari dapat terganggu. Hal ini disebabkan adanya gerakan sendi yang terbatas. Rheumatoid arthritis mengurangi kemampuan seseorang untuk menggerakkan sendi mereka dalam jangkauan gerakan yang penuh. Sumber utama dari perubahan aktivitas ini adalah rasa tidak nyaman pada fisik penderita rheumatoid arthritis karena sendi yang kaku dan sakit. Saat pasien mengeluh rasa lemah dan lelah pada dokter mereka, mereka disarankan untuk mengurangi jumlah kegiatan mereka, dan bukannya mendorong untuk menambahnya tetapi untuk istirahat yang banyak. Fakta lain menunjukkan bahwa istirahat yang berlebihan dapat merusak kesehatan (Gordon, 2002). Pengaruh negatif dari sistem otot dan tulang yang tidak bergerak, mencakup: terhentinya pertumbuhan otot, tendon, ligament dan tulang. Melemahnya otot otot, tendon, ligament dan tulang. Merosotnya kondisi tulang rawan sendi, bertambahnya risiko tulang yang patah karena hilangnya massa tulang, suatu kondisi yang disebut dengan osteoporosis. Pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis yang tergaggu diterjemahkan
Page 25
dalam kapasitas fungsional yang semakin rendah atau kemampuan melakukan aktivitas semakin berkurang. Kemampuan yang menurun seperti : membungkuk untuk memungut sesuatu, membersihkan kebun, menyisir rambut, bangun dari tempat tidur pada pagi hari, berjalan, dan berdiri (Gordon, 2002). Selain itu juga pasien dengan rheumatoid arthritis mengalami kesulitan melakukan kegiatan normal sehari-hari dalam hal berpakaian,
berdandan,
mencuci,
menggunakan
toilet,
menyiapkan
makanan, dan melakukan pekerjaan rumah. Gejala-gejala rheumatoid arthritis dapat juga menganggu kerja bagi orang banyak. Setengah dari pasien-pasien rheumatoid tidak lagi mampu bekerja 10-20 tahun setelah kondisi mereka didiagnosis.
H.
Penanganan Kondisi Rheumatoid Arthritis Terapi di mulai dengan memberikan edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara pasien dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang lama (Mansjoer, dkk. 2001). Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan rheumatoid arthritis menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih dini. Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan penyakit terdapat dalam dua tahun pertama kejadian penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
Page 25
Program terapi yang dapat dilakukan adalah antara lain istirahat, latihan fisik, diberi penghangat dan pengobatan yang dapat menghilangkan rasa nyeri. Untuk mengurangi peradangan sendi bisa dilakukan latihanlatihan, terapi fisik, pemanasan pada sendi yang meradang dan juga pembedahan. Sendi yang meradang harus dilatih secara halus sehingga tidak terjadi kekakuan. Setelah peradangan mereda, bisa dilakukan latihan aktif yang rutin, tetapi jangan sampai terlalu lelah. Biasanya latihan akan lebih mudah jika dilakukan di dalam air. Untuk mengobati persendian yang kaku, dilakukan latihan yang intensif untuk meregangkan sendi secara perlahan serta penggunaan splint dapat mempertahankan fungsi sendi dan memaksimalkan kapasitas fungsional penderita. Selain itu dapat mencegah atau mempertahankan kondisi RA agar tidak semakin memburuk. Menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang mengandung Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara persendian agar tetap lentur.
I.Aplikasi Splinting Pada Kondisi Rheumatois Arthritis Tujuan dari Splinting Salah satu tujuan utama penggunaan penyangga adalah untuk meningkatkan fungsional tangan. Splint dibuat harus disesuikan dengan kondisi pasien oleh terapis menggunakan bahan plastik bersuhu rendah dan cocok untuk setiap individu. Splint membantu jika memiliki keterbatasan
Page 25
gerakan sendi, dan membantu dalam memperbaiki atau mengurangi kecacatan. Splint juga memiliki peran dalam yang menyesuaikan posisi yang tepat dari satu atau beberapa sendi. Dua tipe dasar splint, statis dan dinamis, dibahas di bagian berikut Splints statis Splint statis tidak memiliki bagian yang bergerak dan umumnya digunakan untuk menempatkan tangan dalam posisi fungsional. Splints statis dapat digunakan untuk :
Melindungi otot-otot yang lemah dari peregangan berlebihan atau untuk
tetap
kelumpuhan
berfungsi berikut
otot-otot
cedera
saraf
dari
tertular.
yang
mungkin
Sementara menjamin
penggunaan splints statis.
Mendukung
tangan
untuk
memungkinkan
beristirahat
atau
penyembuhan. Pasien dengan tendonitis atau CTS sering membantu dengan memakai splints statis untuk dukungan.
Mencegah atau memperbaiki kelainan. Splint statis digunakan untuk mencegah atau memperbaiki kelainan yang dihasilkan dari rheumatoid arthritis. Membantu pasien menyesuaikan diri dalam melakukan aktivitas menggunakan splint.
Page 25
STATIS SPLINT 1) Full hand resting spint Merupakan inflamasi akut pada banyak sendi. Adapun rincian splint tersebut adalah volar splint sesuaikan pada lebih distal dua pertiga dari lengan bawah dan meluas ke ujung jari. Secara umum wrist diposisikan 5 o – 10o ulnar deviasi, pada netral atau sedikit ekstensi. MP tetap pada 0 o deviasi sedikit fleksi, biasanya 30o PIP tetap pada sedikit fleksi, jika C-bar dipakai, ibu jari diam pada posisi abduksi.
2) Volar wrist / Gauntlet Merupakan
peradangan wrist, Kelemahan pegangan sekunder
terhadap nyeri, Carpal tunnel syndrome (digunakan dengan hati-hati jika peradangan atau ketidakstabilan hadir di parlemen). Rincian: sesuaikan
Page 25
volar pada 2/3 distal forearm dan memanjang proksimal ke lekukan distal palmar sehingga memungkinkan gerakan full fleksi MP. Gauntlet cocok sebagai volar wrist splint tetapi memperpanjang dorsal sekitar lingkar penuh UE; daerah atas kepala ulnar dibebaskan untuk menghindari daerah tekanan; Gauntlet menyediakan lebih rigidfixation saat radioulnar sendi tidak stabil
3) Metacarpal-Phalangeal support Merupakan inflamasi/peradangan dan atau ketidak stabilan pada sendi MP. Secara umum wrist diposisikan 5o – 10o ulnar deviasi; pada netral atau sedikit ekstensi; sesuaikan volar untuk kepala metakarpal (mungkin
Page 25
atau mungkin tidak memiliki pemisah jari sendiri-sendiri yang memberikan dukungan pada aspek ulnaris dari phalang proksimal); mungkin bagian palmar
yang
memperpanjang
meninggalkan
pergelangan
pergelangan
tangan
bebas
atau
dapat
yang
sebelumnya. Mendukung fleksi MP atau sedikit fleksi dan 0o deviasi; Fleksi PIP pada splint
inimeregangkan
kuat
bagian
intrinsik.
4) Ulnar drift positioning splint Merupakan deformitas penyimpangan ulnar. manset atau hinged splint sesuaikan pada MP untuk menahan deviasi ulnaris; sesuai untuk membantu fungsi ulnar.
Page 25
5) Thumb spica Merupakan peradangan atau ketidakstabilan pada ibu jari atau sendi CMC. Sesuaikan diatas aspek radial pergelangan tangan dan meluas proksimal IP ibu jari; ibu jari diposisikan abduksi; splint meniadakan gerakan pada pergelangan tangan, CMC, Dan Sendi MP. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit; opponens pendek dapat digunakan, tetapi umumnya gerak pergelangan tangan harus dibatasi untuk mengurangi rasa sakit CMC.
6)
Figure-eight splint Merupakan deformitas fleksible swan neck. Sesuaikan volar pada PIP dan dorsal ke proksimal serta middle phalanges; membatasi pergerakan 20atau-30 ekstensi; mengijinkan full fleksi PIP; mungkin juga menyesuaikan pada thumb IP dan MP.
Page 25
7) Mallet splint Merupakan DIP extention lag, ketidak stabilan lateral DIP. Sesuaikan volar atau dorsal pada
sendi DIP; pertahankan sendi distal ekstensi dan
kestabilan lateral.
8) PIP
extension splint
Merupakan kondisi Boutonniere. Sesuaikan volar pada PIP atau secara melingkar; mempertahankan ekstensi maksimal PIP; mendukung gerak penuh terhadap MP dan DIP.
Page 25
DINAMIS SPLINT Splint dinamis dirancang untuk membantu otot yang lemah atau berfungsi sebagai pengganti adanya penurunan kekuatan otot secara signifikan. Tujuan splint dinamis adalah mampu meningkatkan kemampuan fungsi normal pada pasien yang memiliki keterbatasan gerak sendi. Dinamis tangan splint umumnya memiliki basis statis dan satu atau lebih bagian yang bergerak. Hal ini memungkinkan mobilitas dalam arah tertentu tetapi juga kontrol tingkat dan arah pergerakan. Splinting dinamis biasanya digunakan untuk :
Memperbaiki atau mencegah sebuah kelainan bentuk, seperti dengan pengetatan sendi atau kontrak otot
Mencegah otot yang melemah dari penguatan berlebihan
Memberikan keseimbangan pada otot yang tidak seimbang
Membantu dalam memperkuat otot atau tendon yang lemah
Dalam sementara waktu dapat digunakan untuk mengurangi bagian yang nyeri, meradang, atau penyembuhan
Page 25
Mempersiapkan prosedur bedah, seperti mendapatkan jangkauan gerak yang lebih baik sebelum operasi
Posisikan
atau
lindungi
area
setelah
debridemen
terbakar
(pengangkatan jaringan mati), cangkok kulit, atau prosedur bedah lainnya
Membantu dalam mendapatkan kembali penggunaan fungsional tangan meskipun membantu dalam banyak hal tetapi splinting tidak diindikasikan untuk semua individu, termasuk keterbatasan gerak tangan seperti mengurangi penggunaan tangan yang berlebihan, iritasi kulit atau kerusakan setelah penggunaan splinting, dan keluhan lainnya yang dialami pasien.
Dynamic splint untuk RA pada MCP
Dynamic splint untuk RA pada Deviasi Ulnar
Page 25
Dynamic splint untuk RA pada PIP
Dynamic splint untuk RA pada DIP
SAFETY PRECAUTION Tindakan pencegahan yang harus diambil pasien yang memakai splints. Dapat dilakukan secara mandiri. Namun, untuk pasien yang memiliki gangguan kognitif dan persepsi, seperti anak-anak atau pasien dalam keadaan kritis, tindakan pencegahan harus dibantu oleh orang lain, Ketika splint digunalkan pada area yang bermasalah, daerah tersebut harus diperiksa setiap setengah sampai satu jam sekali. Untuk melihat apakah ada permasalahan yang diakibatkan dari penggunaan splint tersebut seperti iritasi kulit, gangguan sirkulasi darah, atau sensasi yang tidak normal splint harus dicek secara rutin. Saat penggunaan splint pasien juga diminta untuk melihat apakah ada iritasi atau warna merah akibat tekanan pada splint jika terjadi iritasi pasien dapat memakai obat (bedak) pencegah iritasi. Cara merawat splint harus diedukasikan kepada pasien, beritahukan pada pasien untuk menjaga kebersihan splint dengan membasuh dengan air hangat atau alcohol, untuk pelnyimpanan splint alanhkah baiknya tidak
Page 25
diletakan dekat dengan sumber panas, setiap pengguna splint seharusnya memiliki pemahaman tentang kegunaan serta perawatan
Tes formatif 1. Apa fungsi dari splint dinamis? a. Alat bantu b. Bidai untuk imobilisasi tangan c. Jawaban A dan B benar d. Meningkatkan Kemampuan Fungsi Normal Pada Pasien 2. Sebutkan secara umum jenis splint? a. Mallet splint b. Statis dan Dinamis splint c. Thumb Spica splint d. Ulnar drift positioning splint 3. Dibawah ini merupakan ciri splint statis adalah? a. Pada salah satu bagian dapat digerakan b. Terbuat dari bandage c. Tidak memiliki bagian yang bergerak d. Semua jawaban benar 4. Ciri dari Ulnar deviasi deformity adalah?
Page 25
a. Jari-jari reposisi miring ke arah jari kelingking b. Jari-jari reposisi miring ke arah jari jempol c. PIP fleksi d. Semua jawaban salah
5. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah? suatu a. penyakit autoimun yang mengenai persendian b. penyakit kulit c. penyakit pembuluh darah d. semua jawaban salah kunci jawaban tes formatif No Jawaban
1 D
2 B
3 A
4 A
5 A
Page 25
DAFTAR PUTAKA ICRC (2014). Manufacturing Guidelines Upper limb orthoses. Geneva, Switzerland: Physical Rehabilitation Programme. Coppard, Brenda M., &Lohman, Helene (2008).Introduction to Splinting3rd ed. Amsteram, Netherlands: Elsevier. Stanley, B. G., & Tribuzi, S. M (1992). Concepts in Hand Rehabilitation. Philadelphia: F. A. Davis Company. Steeper (2014).Upper Limb Prosthetic Components Catalogue. UK: RSLSteeper.
Page 25