Statistik Kecelakaan Kerja [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STATISTIK KECELAKAAN KERJA



Oleh: Andry Kurniawan SKM.MKKK.



STATISTIK KECELAKAAN KERJA Oleh: Suseno Hadi I. APAKAH STATISTIK ITU ? Secara sempit statistik dapat diartikan sebagai data. Dalam arti yang luas statistik



dapat



mengumpulkan



berarti



sebagai



alat



data,



menyajikan



untuk data,



:



menentukan



menganalisa



sampel,



data



dan



menginterpretasi data, sehingga menjadi informasi yang berguna. II. JENIS-JENIS STATISTIK •



Statistika dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Statistik Deskriptif dan Statistik Inferensial. Selanjutnya statistik inferensial dibedakan menjadi Statistk Parametris dan Non-parametrik.







Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menggambarkan suatu hasil observasi atau pengamatan. Juga hasil akhirnya tidak digunakan untuk menarik kesimpulan.







Statistik inferensial adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data/hasil observasi dari sampel, yang hasilnya akan digeneralisasikan (diinferensikan)



untuk



populasi



dimana



sampel



tersebut



diambil.



Selanjutnya yang disebut sebagai Statistik Parametris terutama digunakan untuk menganalisa data interval/rasio dan diasumsikan distribsinya normal.



(bell-shaped).



Statistik



non-parametrik



digunakan



untuk



menganalisa data nominal dan ordinal. III. PENERAPAN STATISTIK DALAM PENILAIAN KINERJA PROGRAM K3 Tujuan dan manfaat statistik dalam penerapan K3 adalah digunakan untuk menilai ‘OHS Performance Programs’. Dengan menggunakan statistik dapat memberikan masukan ke manajemen mengenai tingkat kecelakaan kerja serta berbagai faktor yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mencegah menurunnya kinerja K3.



Konkritnya statistik dapat digunakan untuk : •



Mengidentifikasi naik turunnya (trend) dari suatu timbulnya kecelakaan kerja







Mengetahui peningkatan atau berbagai hal yang memperburuk kinerja K3







Membandingkan kinerja antara tempat kerja dan industri yang serupa (TSafe Score)







Memberikan informasi mengenai prioritas pengalokasian dana K3







Memonitor kinerja organisasi, khususnya mengenai persyaratan untuk penyediaan sistim/tempat kerja yang aman



Jenis-jenis penerapan Statistik dalam Aspek K3 : 1. Ratio Kekerapan Cidera (Frequency Rate) Frekwensi Rate digunakan untuk mengidentifikasi jumlah cidera yang menyebabkan tidak bisa bekerja per sejuta orang pekerja. Ada dua data penting yang harus ada untuk menghitung frekwensi rate, yaitu jumlah jam kerja hilang akibat kecelakaan kerja (Lost Time Injury /LTI) dan jumlah jam kerja orang yang telah dilakukan (man hours). Angka LTI diperoleh dari catatan lama mangkirnya tenaga kerja akibat kecelakaan kerja. Sedang jumlah jam kerja orang yang terpapar diperoleh dari bagian absesnsi atau pembayaran gaji. Bila tidak memungkinkan, angka ini dihitung dengan mengalikan jam kerja normal tenaga kerja terpapar, hari kerja yang diterapkan dan jumlah tenaga kerja keseluruhan yang beresiko. Rumus: Frekwensi Rate



=



Jumlah cidera dgn hilang waaktu kerja x 1,000,000 Total Person-hours Worked



Contoh: Organisasi dengan tenaga kerja 500 orang, jumlah jam kerja yang telah dicapai 1,150,000 juta jam kerja orang. Pada saat yang sama cidera yang



menyebabkan hilangnya waktu kerja sebanyak 46. Berapa frekwensi ratenya ?



Frekwensi Rate



=



46 x 1,000,000 1,150,000 =



40



Nilai frekwensi rate 40 berarti, bahwa pada periode orang kerja tersebut terjadi hilangnya waktu kerja sebesar 40 jam per-sejuta orang kerja. Angka ini tidak mengindikasikan tingkat keparahan kecelakaan kerja. Angka ini mengindikasikan bahwa pekerja tidak berada di tempat kerja setelah terjadinya kecelakaan kerja. 2. Ratio Keparahan Cidera (Severity Rate) Indikator hilangnya hari kerja akibat kecelakaan kerja untuk per sejuta jam kerja orang. Rumus :



Severity Rate



Jumlah hari kerja hilang x 1,000,000 Total Person-hours Worked



=



Contoh: Sebuah tempat kerja telah bekerja 365,000 jam orang, selama setahun telah terjadi 5 kasus kecelakaan kerja yang menyebabkan 175 hari kerja hilang. Tentukan rate waktu kerja hilang akibat kecelakaan kerja tersebut.



Frekwensi Rate



Severity Rate



=



=



5 x 1,000,000 365,000



=



175 x 1,000,000 365,000 =



13,70



479



Nilai severity rate 479 mengindikasikan bahwa selama kurun waktu tersebut berarti, pada tahun tersebut telah terjadi hilangnya waktu kerja sebesar 479 hari per sejuta jam kerja orang.



3. Rerata Hilangnya Waktu Kerja (Average Time Lost Rate/ALTR) Ukuran indicator ini sering disebut juga ‘Duration Rate’ digunakan untuk mengidikasikan tingkat keparahan suatu kecelakaan. Dengan penggunaan ALTR yang dikombinasikan denga Frekwensi Rate akan lebih menjelaskan hasil kinerja program K3. ALTR dihitung dengan membagi jumlah hari yang hilang akibat kecelakaan dengan jumlah jam kerja yang hilang (LTI). Rumus:



Average Time Lost Rate =



Number of LTI x 1,000,000 Total Person-hours Worked



Atau



Average Time Lost Rate =



Frekwensi Rate Severity Rate



Contoh: Organisasi dengan tenaga kerja 500 orang, jumlah jam kerja yang telah dicapai 1,150,000 juta jam kerja orang dan Lost Time Injury-nya (LTI) sebesar 46. Misalkan dari laporan Kecelakaan Kerja selama 6 bulan diperoleh informasi sbb: 10 kasus hilang waktu kerja dalam 3 hari sekali



= 30



8 kasus hilang waktu kerja dalam 6 hari sekali



= 48



12 kasus hilang waktu kerja dalam 14 hari sekali = 168 4 kasus hilang waktu kerja dalam 20 hari sekali = 80 10 kasus hilang waktu kerja dalam 28 hari sekali = 280 2 kasus hilang waktu kerja dalam 42 hari sekali = 84 Total keseluruhan Dengan demikian,



= 690 hari kerja hilang



690 46



Rerata Hilangnya Waktu kerja =



=



15



Dari informasi contoh diatas manajemen akan lebih jelas memperoleh informasi bahwa organisasi mempunyai hilang waktu kerja kecelakaan sebesar 40 tiap sejuta jam kerja orang dengan rata-rata menyebabkan 15 hari tidak masuk kerja. Dengan informasi ini cukup bagi manajemen untuk membuat keputusan untuk pencegahan lebih lanjut. 4. Incidence Rate Incidence rate digunakan untuk menginformasikan kita mengenai prosentase jumlah kecelakaan yang terjadi ditempat kerja Rumus:



Incidence Rate



=



Jumlah Kasus x 100 Jumlah tenaga kerja terpapar



Contoh : Masih melanjutkan kasus diatas



Incidence Rate



=



46 x 100 500



=



9,2%



4. Frequency Severity Indicator (FSI) Frequency Severity Indicator adalah kombinasi dari frekwensi dan severity rate. Rumus: FSI



=



Frekwensi Rate x Severity Rate 1,000



Contoh: Frekwensi Rate



Severity Rate



FSI



2



125



0,5



4 8



250 500



1,0 2,0



Nilai FSI ini dapat kita jadikan rangking kinerja antar bagian di tempat kerja. 5. Safe-T Score Safe T score adalah nilai indikator untuk menilai tingkat perbedaan antara dua kelompok yang dibandingkan. Apakah perbedaan pada dua kelompok tersebut bermakna atau tidak. Dalam statistik biasanya disebut sebagai t-test. Perbedaan ini dinilai untuk membandingkan kinerja suatu kelompok dengan kinerja sebelumnya. Hasil perbedaan ini dapat dijadikan apakah terjadi perbedaan yang mencolok atau tidak. Selanjutnya dapat dipakai untuk menilai kinnerja yang telah kita lakukan. Rumus: Frekwensi Rate Sekarang – Frekwensi Rate Sebelumnya Safe-T Score



= Frekwensi Rate Sebelumnya Juta jam kerja orang sekarang



Interpretasi : Score positif dari Safe T Score mengindikasikan jeleknya record kejadian, sebaliknya score negatif menunjukkan peningkatan record



terdahulu.



Interpretasi dari Score ini selengkapnya sebagai berikut: 



Safe T Score diantara +2.00 dan –2.00, artinya tidak ada perbedaan atau perbedaan tidak bermakna.







Safe T Score lebih besar atau sama dengan +2.00 menunjukkan menurunnya performance/kinerja K3, atau ada sesuatu yang salah.







Safe T Score lebih kecil atau sama dengan -2.00 menunjukkan membaikknya performance/kinerja K3, atau ada sesuatu yang baik dan perlu dipertahankan.



Contoh : Lokasi A Tahun lalu – 10 kasus kecelakaan



Lokasi B Tahun lalu – 1000 kasus kecelakaan



-



10,000 jam orang kerja Frekwensi Rate = 1,000



-



1000,000 jam orang kerja Frekwensi Rate = 1,000



Tahun ini - 15 kasus kecelakaan Tahun lalu – 1,100 kasus kecelakaan - 10,000 jam orang kerja - 1000,000 jam orang - Frekwensi Rate = kerja - Frekwensi Rate = 1,500 1,000 Frekwensi rate untuk lokasi A meningkat 50%, sedang pada B hanya 10%. Apakah ada sesuatu yang salah dari salah satu atau kedua data ini ? Jawab: Frekwensi Rate Sekarang – Frekwensi Rate Sebelumnya Safe-T Score



= Frekwensi Rate Sebelumnya Juta jam kerja orang sekarang



Lokasi A Safe-T Score = 1,500 – 1,000 1,000 0,01 =



500 317



Safe-T Score = +1,58 Artinya peningkatan 50% jumlah kasus pada lokasi A termasuk peningkatan yang tidak bermakna Lokasi B Safe-T Score = 1,100 – 1,000 1,000 1,00 =



100 31.7



Safe-T Score = +3,17



Artinya peningkatan 10% jumlah kasus pada lokasi ini ada perbedaan yang bermakna, artinya ada sesuatu yang salah, yang perlu mendapat perhatian. 6. Pemantauan Dengan Grafik Statistik (Control Chart Technique) Fluktuasi kejadian dalam statistik merupakan hal yang biasa, yang menjadi pertanyaan dalam hal ini apakah fluktuasi kejadian tersebut masih dalam rentang sesuai ketentuan yang ditetapkan ataukah keluar dari rentang yang ditetapkan. Dengan dasar ini kita dapat menggunakan statistik untuk aplikasi pengendalian suatu aspek K3. Dengan diketahuinya batas-batas rentang (batas atas dan batas bawah) yang ditentukan dapat memberikan informasi kepada pengelola, bahwa suatu aspek K3 tersebut terkendali atau tidak terkendali. Contoh penggunaan statistik untuk pengendalian aspek K3 dapat dilihat di lampiran. Aspek-aspek K3 yang dapat ditetapkan batas-batasnya meliputi: •



Hasil pengamatan perilaku tidak selamat







Frekwensi rate







Severity rate







FSI







Dll



Contoh penerapan Chart Control ini dapat dilihat pada lampiran. Setelah data-data dihitung, kemudian dibuatlah grafik (chart), apabila ditemukan dari salah satu aspek K3 yang melewati batas-batas yang ditentukan, maka hal ini merupakan informasi untuk pengelola. 7. Safety Sampling (Survey K3) Yang dimaksud Safety Sampling adalah mendapatkan data dengan cara observasi ke lapangan. Sebelum dilakukan observasi, terlebih dahulu ditetapkan apa yang mau diobservasi. Setelah itu tulis semua elemen yang akan menjadi obyek obaservasi. Misalnya observasi cara kerja/perilaku yang tidak selamat, maka sebelumnya kita tentukan jenis aktifitas apa saja yang



tergolong '‘unsafe-act'’ Baru setelah ditentukan maka dilakukanlah observasi dengan turun dilakukan. Setiap hasil observasi/temuan harus dicatat dalam bentuk turus sehingga nantinya memudahkan membuat prosentase hasil pengamatan. Untuk mendapatkan hasil pengamatan yang akurat maka masing-masing aspek amatan perlu divalidasi, dengan kata lain dihitung jumlah amatan minimum sehingga hasil amatan tersebut merupakan hasil yang akurat. Untuk menentukan jumlah amatan yang representatif digunakan rumus sebagai berikut:



N



4 (1 – P) = Y2 (P)



Keterangan: N



= Jumlah keseluruhan pengamatan yang dibutuhkan



P



= Prosentase dari unsafe observation



Y



= derajat akurasi yang diinginkan (biasanya 10% atau 5%)



Contoh: Dari hasil survey awal ditemukan 126 jumlah observasi ditemukan 32 amatan unsafe act, dengan demikian % unsafe act = 32 x 100/126 = 0,254. Untuk mengetahui jumlah amatan yang sebenarnya untuk hasil yang akurat, maka dimasukkanlah ke dalam rumus sebagai berikut:



N



4 (1 – P) = Y2 (P)



N



=



4 (1 – 0,25) 0,102 (0,25)



= 3/0,0025



= 1,200 (jumlah observasi yang sebaiknya dilakukan)



III. HAL PENTING UNTUK DIINGAT 



Angka-angka Frekwensi Rate, Average Time Lost Rate dan Incidence Rate merupakan tingkat pencapaian yang sifatnya specifik per tempat



kerja. Artinya angka perhitungan dari suatu perusahaan bukan merupakan standard yang dapat dibuat patokan, untuk tempat kerja yang lain. Ini disebabkan karena jumlah tenaga kerja yang tidak sama dan kondisi yang berlainan. 



Angka-angka ini tidak cocok diterapkan untuk jumlah tenaga kerja yang sedikit, karena akan kesulitan mencapai tingkat persejuta jam kerja orang terpapar.







Rendahnya pencapaian angka ini tidak menggambarkan performa penerapan K3 secara keseluruhan (hanya mempertimbangkan insideninsiden kecelakaan kerja saja). Tapi tidak menekankan upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan untuk pencegahan kecelakaan kerja.







Angka ini tidak memperhitungkan jenis-jenis kecelakaan minor (tidak menyebabkan hilangnya hari kerja, termasuk didalamnya ‘near missess’ incident). Dengan demikian kecelakaan-kecelakaan ringan seperti, lecet akibat terjatuh, tangan tergores, hampir kejatuhan beban atau kejadian hampir celaka tidak masuk dalam perhitungan.



IV. Penutup Akhirnya demikian materi ini disajikan, masukan dan saran untuk perbaikkan akan selalu kami pertimbangkan, semoga bermanfaat bagi kita semua