Statistika 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN AKHIR KULIAH MATA KULIAH STATISTIKA I



Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Statistika I



Oleh : SALMA DEVI AKMELLINI NPM : 193402005



PROGRAM STUDI S-1 MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SILIWANGI 2019



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya dapat menyelesaikan laporan akhir kuliah mata kuliah Statistik ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan laporan ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantinatikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatNya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan laporan sebagai tugas akhir dari mata kuliah Statistika 1. Penulis tentu menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan ini, supaya laporan ini nantinya dapat menjadi laporan yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada laporan ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen Statistika 1 yang telah membimbing saya dalam menulis laporan ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.



Tasikmalaya, 05 Desember 2019



Penulis,



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Statistik Dan Statistika ...................................................................... 1 B. Statistika Deskriptif Dan Induktif ..................................................... 2 C. Fungsi Statistika ................................................................................ 4 BAB II PENYAJIAN DATA ........................................................................ 5 A. Pengertian Penyajian Data ................................................................ 5 BAB III DISTRIBUSI FREKUENSI .......................................................... 17 A. Data Mentah ...................................................................................... 17 B. Distribusi Frekuensi .......................................................................... 17 C. Variabel Kontinu Dnan Diskrit ......................................................... 18 D. Jenis Distribusi Frekuensi ................................................................. 18 BAB IV UKURAN GEJALA PUSAT ......................................................... 25 A. Pengertian Ukuran Gejala Pusat ....................................................... 25 B. Macam-Macam Ukuran Gejala Pusat ............................................... 26 BAB V UKURAN DISPERSI ....................................................................... 32 A. Pengertian Dispersi ........................................................................... 32 B. Alasan Mempelajari Dispersi ............................................................ 32 C. Ukuran Dispersi Data Tunggal ......................................................... 32 D. Ukuran Dispersi Data Berkelompok ................................................. 39 BAB VI KEMIRINGAN DAN KERUNCINGAN ..................................... 43 A. Ukuran Kemiringan .......................................................................... 43 B. Ukuran Keruncingan (Kurtosis) ........................................................ 52 BAB VII ANGKA INDEKS ......................................................................... 55 A. Pengertian Angka Indeks .................................................................. 55 B. Metode Perhitungan Indeks .............................................................. 57 BAB VIII ANALISIS DERET BERKALA ................................................ 63 A. Pengertian Deret Berkala .................................................................. 63 BAB IX TEORI PELUANG ......................................................................... 65



ii



A. Pengertian Teori Peluang .................................................................. 65 B. Istilah Dalam Teori Peluang ............................................................. 66 C. Peluang Bersyarat Definisi ............................................................... 68 D. Kejadian Majemuk Dalam Kejadian Peluang ................................... 68 BAB X HARAPAN MATEMATIS .............................................................. 72 A. Pengertian Harapan Matematis ......................................................... 72 B. Sifat-Sifat Harapan Matematis .......................................................... 74 BAB XI DISRIBUSI PELUANG ................................................................. 75 A. Pengertian Distribusi Peluang ........................................................... 75 BAB XII DISTRIBUSI NORMAL .............................................................. 83 A. Pengertian Distribui Normal ............................................................. 83 B. Hubungan Antara Distribusi Binomial Dan Distribusi Normal ........ 85 C. Contoh Penerapan Distribusi Normal ............................................... 87 BAB XIII PENUTUP .................................................................................... 89 A. Kesimpulan ...................................................................................... 89 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... iv



iii



BAB I PENDAHULUAN A. STATISTIK DAN STASTIKA Pada saat ini hampir semua ilmu pengetahuan menggunakan metode statistika dalam melakukan kegiatannya. Penggunaan teknik analisis statistika ternyata mampu memberikan bantuan yang cukup berarti dalam memperlancar pencapaian tujuan berbagai kegiatan. Dalam kegiatan penelitian, baik untuk kepentingan ekonomi, akademik maupun untuk pengambilan keputusan manajemen misalnya, metode statistika mampu memberikan gambaran persoalan yang diteliti dan mampu memberikan prediksi dan rekomendasi terhadap kondisi-kondisi yang mungkin muncul berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pernyataan sebagai berikut sering kita dengar: upah rata-rata pegawai dikantor diteliti adalah Rp. 26.500,-, setiap bulannya. Demikian pula: 60% dari para ibu yang berbelanja di pasar “Antri” setiap harinya mengeluarkan uang kurang dari Rp. 1.500,-. Angka-angka Rp. 26.500,- dan 60% telah dapat memberikan gambaran tentang sebagian kecil dari sesuatu yang lebih besar (hal pertama mungkin sebagian dari upah pegawai di seluruh Indonesia dan yang terakhir merupakan sebagian dari pengeluaran para ibu di kota di mana salah satu pasar bernama “Antri” terletak). Angka-angka di atas merupakan statistik untuk masing-masing kelompok yang bersangkutan. Statistika berasaldari bahasa latin “status”, dalam bahasa inggris “state” artinya kesatuan politik (berkaitan dengan suatu negara). Statistika pada jaman dahulu sering digunakan untuk melayani keperluan administrasi negara / catatan tentang kekayaan negara, misalnya: untuk menyusun informasi tentang penduduk, untuk memperlancar pajak, dan mobilisasi penduduk dalam angkatan perang. Dengan demikian yang pertama kali dipelajari statistika adalah tentang catatan mengenai kekayaan suatu negara.



1



Kegiatan statistika itu dilakukan dengan cara sensus (populasi), karena penduduk yang masih sedikit. Sekarang statistika berkembang menjadi suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, penarikan kesimpulan sampai pada pembuatan keputusan. Jadi statistika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bagaimana cara kita mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menginterpretasikan data sehingga dapat disajikan dengan lebih baik. Statistika menurut Harun Al Rasyid dalam “Statistika Sosial” adalah seperangkat metode yang membahas: 1) bagaimana cara mengumpulkan data yang dapat memberikan informasi yang optimal, 2) bagaimana cara meringkas, mengolah dan menyajikan data, 3) bagaimana cara melakukan analisi terhadap sekumpulan data, sehingga dari analisis itu timbul strategi-strategi tertentu, 4) bagaimana cara mengambil kesimpulan dan menyarankan keputusan yang sebaiknya diambil, atas dasar strategi yang ada, dan 5) bagaimana menentukan besarnya resiko kekeliruan yang mungkin terjadi jika mengambil keputusan atas dasar strategi tersebut. Statistika, diartikan sebagai kumpulan fakta yang berbentuk angka-angka yang disusun dalam bentuk daftar atau tabel yang menggambarkan suatu persoalan. Nama statistik bergantung pada masalah yang dijelaskan oleh statistik itu, misalnya statistik kependudukan, statistik penjualan, statistik ekonomi dan statistik pendidikan. Salah satu ciri statistik adalah adanya variansi atau perubahan. B. STATISTIKA DESKRIPTIF DAN STATISTIKA INDUKTIF Untuk menyimpulkan sesuatu persoalan diperlukan bahan atau keterangan yang dikumpulkan sebagian atau seluruhnya dari persoalan yang sedang diselidiki. Biasanya bahan atau keterangan yang didapat dinyatakan dalam angka-angka. Bahan atau keterangan demikian, yang kebenarannya harus dapat dipercaya atau dapat diandalkan, disebut data statistika atau sering disingkat dengan data. Kebenaran atau keterandalan data adalah betul-betul merupakan hal yang perlu diperhatikan sebelum penelahaan lebih lanjut dilakukan.



2



Berdasarkan data yang dianalisis, kesimpulan-kesimpulan yang dibuat diharapkan cukup beralasan dan berlaku untuk persoalan secara keseluruhan. Persoalan yang menyeluruh ini, disertai dengan definisi dan batas-batasnya yang jelas, di dalam statistika dinamakan universum atau populasi atau kadang oula diberi nama status alami. Di dalam statistika yang lebih teorotis lagi, hal ini sering disebut ruang kesimpulan. Menurut Dergibson Siagian dan Sugiarto, statistika biasanya dipelajari dari sudut teori atau metodenya. Landasan teoretis yang mendasari ilmunya dipelajari pada teori statistika, sedangkan prosedur yang sistematis dalam penggunaannya disebut metode statistika. Metode statistika digolongkan menjadi dua yaitu Metode Statistika Deskriptif dan Metode Statistika Induktif / Metode Statistika Inferensia. Statistika deskriptif (descriptive statistics) membahas cara-cara pengumpulan data, penyederhanaan angka-angka pengamatan yang diperoleh (meringkas dan menyajikan), serta melakukan pengukuran pemusatan dan penyebaran data untuk memperoleh informasi yang lebih menarik, berguna dan mudah dipahami. Dengan statistika deskriptif, kumpulan data yang diperoleh akan tersaji dengan ringkas dan rapi serta dapat memberikan informasi inti dari kumpulan data yang ada. Informasi yang dapat diperoleh dengan statistika deskriptif antara lain pemusatan data, penyebaran data, serta kecenderungan suatu gugus data. Yang termasuk dalam ukuran pemusatan data misalnya rata-rata, median, dan modus. Ukuran penyebaran misalnya range, simpangan rata-rata, varians, dan simpangan baku. Selain itu dalam statistika deskriptif juga ada yang termasuk dalam ukuran letak, misalnya kuartil, desil dan persentil. Statistika induktif (induktif statistics) membahas mengenai cara menganalisis data serta mengambil kesimpulan (berkaitan dengan perkiraan parameter dan pengujian hipotesis). Metode statistika induktif berkaitan dengan analisis sebagian data sampai ke peramalan atau penarikan kesimpulan mengenai seluruh data.



3



C. FUNGSI STATISTIKA Pada saat ini hampir semua disiplin ilmu pengetahuan menggunakan metode statistika dalam melakukan kegiatan. Dalam kegiatan penelitian, baik untuk kepentingan akademik maupun untuk pengambilan keputusan misalnya, metode statistika mampu memberikan gambaran persoalan yang diteliti dalam bahkan mampu memberikan prediksi dan rekomendasi terhadap kondisi-kondisi yang mungkin muncul berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dengan demikian, fungsi statistika adalah sebagai alat bantu. Sebagai alat bantu, statistika membantu seseorang untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyimpulkan hasil yang telah dicapai dalam kegiatan tertentu. Selain sebagai alat bantu, statistika memiliki beberapa kegunaan, diantaranya: 1) statistika dapat meningkatkan efisiensi dengan cara membatasi dan memastikan cara kerja dan cara berpikir, 2) statistika dapat meringkaskan hasil penilitiab dalam bentuk yang sederhana dan mudah dipahami, 3) statistika dapat memberikan dasar untuk melakukan interpretasi dan menarik kesimpulan penelitian yang tepat, 4) statistika dapat memberikan gambaran eksak mengenai suatu peramalan untuk waktu yang akan datang, 5) tstatistika dapat memberikan dasar-dasar untuk menyusul peramalan tentang bagaimana suatu hal akan terjadi, berdasarkan pada keadaan yang telah diketahui atau telah diukur dan teruji, dan 6) statistika dapat menguji/menganalisifaktor kusal dan perbedaan dari sejumlah faktor yang kompleks dan rumit.



4



BAB II PENYAJIAN DATA A. PENGERTIAN PENYAJIAN DATA Penyajian data adalah mekanisme yang dilakuakan oleh seorang peneliti untuk melengkapi proses pembuatan laporan untuk menyajikan rangkaian angka numeric agar mudah dibaca biasanya dalam bentuk tabel maupun diagram. Diagram yang biasa digunakan untuk menyajikan data dapat berbentuk: diagram garis, diagram batang, diagram lingkaran, diagram batang daun, diagram lambing (pictogram), diagram kotak garis. Sedangkan jika data tersebut disusun dalam bentuk data kelompok maka dapat disajikan dalam bentuk daftar distribusi frekuensi, histogram dan poligon. 1. Tabel Tabel merupakan kumpulan angka-angka yang biasanya dipergunakan untuk analisis perbandingan biasa disajikan dalam bentuk tabel atau daftar, dapat berupa tabel horizontal maupun vertikal. Contoh: Data Kegemaran Siswa Kelas VII A, B & C: No.



Jenis



Kelas VII A



VII B



VII C



Kegemaran 1.



Bola Basket



10



15



17



2.



Seni Tari



5



8



5



3.



Melukis



10



6



10



4.



Menyanyi



7



10



6



5.



Seni Peran



15



10



5



5



Data Siswa SMA 5 Tasikmalaya: Kelas



X



XI



XII



Jumlah Siswa



450



560



640



2. Diagram Garis Diagram garis merupakan diagram yang diperoleh dari beberapa ruas garis yang menghubungkan titik pada bilangan, berbentuk garis lurus. Diagram garis biasanya digunakan untuk menyajikan data statistik yang diperoleh berdasarkan pengamatan dari waktu ke waktu secara berurutan. Contoh 2: Data Berat Badan Siswa Kelas VII: Berat Badan



Banyak siswa



40



6



41



12



42



15



43



18



44



9



6



3. Diagram Batang Diagram batang adalah grafik dat berbentuk prsegi panjang yang lebarnya sama dan dilengkapi dengan skala atau ukuran sesuai dengan data yang bersangkutan, umumnya digunakan untuk menggambarkan perkembangan nilai suatu objek penelitian dalam kurun waktu tertentu. Diagram batang menunjukkan keterangan-keterangan dengan batang-batang tegak atau mendatar dan sama lebar dengan batang-batang terpisah. Contoh 3: Data Berat Badan Siswa Kelas VIIA: Berat Badan



Banyak siswa



40



6



41



12



42



15



43



18



44



9



7



4. Diagram Lingkaran Diagram lingkaran adalah penyajian data statistik dengan menggunakan gambar yang berbentuk lingkaran. Bagian-bagian dari daerah lingkaran menunjukkan bagian-bagian atau persen dari keseluruhan. Untuk membuat diagram lingkaran, terlebih dahulu ditentukan besarnya persentase tiap objek terhadap keseluruhan data dan besarnya sudut pusat sektor lingkaran. Contoh: Berat Badan



Banyak siswa



40



6



41



12



42



15



43



18



44



9



Penyelesaian diagram lingkaran dalam persentase:



8



Penyelesaian diagram lingkaran dalam bentuk besar sudut:



5. Diagram Batang Daun Diagram batang daun merupakan diagram yang menyajikan penyebaran dari suatu data sehingga secara keseluruhan data individu-individu dapat terlihat apakah ada kecenderungan data tersebut menyebar atau memusat pada suatu nilai manakah yang sering muncul dan yang jarang muncul. Contoh 5: Data nilai matematika 10 siswa SMK kelas XI sebagai berikut: 53, 63, 75, 82, 55, 64, 76, 71, 85, 50. Penyelesaian: Batang



Daun



5



035



6



34



9



7



156



8



25



6. Diagram Kotak Garis Diargarm kotak garis (DKG) adalah diagram berbentuk kotak persegipanjang yang berekor ke kiri dan ke kanan, biasanya digunakan untuk menggambarkan letak nisbi berbagai statistik, seperti lima serangkai. Contoh: Data nilai Test Sosiologi 20 siswa yang telah terdaftar dalam urutan naik. Data tersebut memiliki media Q2 = 70, kuartil bawah Q1 = 66, dan kuartil atas Q3 = 80 . Sajikan dalam diagram kotak garis!



Diagram kotak garis pada data tersebut ditunjukkan oleh:



7. Diagram Lambang (Pictogram) Piktogram adalah suatu bagan yang menampilkan besarnya data dengan menggunakan gambar-gambar atau lambang-lambang yang mewakili sejumlah benda tertentu. Misalnya dengan gambar pohon kelapa, gambar gedung, gambar orang. Yang mana sebuah gambar benda/orang tersebut dapat mewakili sejumlah benda/orang yang sama. Contoh 7:



10



Penduduk dunia pada akhir abad ke-20 dari daftar sebagai berikut: Afrika 350 juta, Eropa 600 juta, Amerika 500 juta, Jerman 50 juta, Asia 2000 juta, Rusia 250 juta. Sajikan dalam bentuk diagram lambing! Penyelesaian: Bila data diatas digambarkan dengan diagram lambang (piktogram), maka diagramnya tampak pada gambar di bawah.



8. Daftar Distribusi Frekuensi Data yang berukuran besar (n > 30) lebih tepat disajikan dalam tabel distribusi frekuensi kelompok, yaitu cara penyajian data yang datanya disusun dalam kelas-kelas tertentu. Langkah-langkah penyusunan tabel distribusi frekuensi adalah sebagai berikut: Langkah ke-1: menentukan Jangkauan (J) = Xmax - Xmin Langkah ke-2: menentukan banyak interval (K) dengan rumus "Sturgess" yaitu: K= 1 + 3,3 log n dengan n adalah banyak data. Banyak kelas harus merupakan bilangan bulat positif hasil pembulatan ke bawah. Langkah ke-3: menentukan panjang interval kelas (I) dengan menggunakan rumus: I = J/K



11



Langkah ke-4: menentukan batas-batas kelas. Data terkecil harus termuat pada kelas pertama (dapat dijadikan sebagai batas bawah interval kelas pertama) dan data terbesar harus termuat pada kelas terakhir. Langkah ke-5: memasukkan data ke dalam kelas-kelas yang sesuai dan menentukan nilai frekuensi setiap kelas dengan sistem turus. Contoh 8 :



Buatlah daftar distribusi frekuensinya dalam kelas-kelas interval! Penyelesaian : Langkah 1: Jangkauan (J) = data terbesar – data terkecil = 99 – 35 = 64 Langkah 2: Banyak kelas (K) = 1+3,3 log n = 1 + 33 log 80 = 1 + 3,3 (1,903) = 1 + 6,280 = 7,280 ≈ 7 Langkah 3: Panjang kelas (P) = 64/7=9,14. Bisa kita ambil 9 atau 10 Langkah 4-5: Dengan panjang kelas 10 dan banyak kelas 7, di mulai dengan batas kelas pertama = 31, kita peroleh daftar berikut:



12



9. Histogram dan Poligon Dari suatu data yang diperoleh dapat disusun dalam tabel distribusi frekuensi dan disajikan dalam bentuk diagram yang disebut histogram. Jika pada diagram batang, gambar batang-batangnya terpisah maka pada histogram gambar batang-batangnya berimpit. Apabila pada titik-titik tengah dari histogram dihubungkan dengan garis dan batang-batangnya dihapus, maka akan diperoleh poligon frekuensi. Contoh 9: Dari tabel distribusi frekuensi berikut sajikan histogram dan poligonnya.



13



Penyelesaian :



10. Distribusi Frekuensi Kumulatif dan Ogif Distribusi frekuensi kumulatif adalah tabel yang menunjukan jumlah observasi yang menyatakan kurang dari atau lebih dari nilai tertentu. Daftar distribusi kumulatif ada dua macam, yaitu sebagai berikut: a. Daftar distribusi kumulatif kurang dari (menggunakan tepi atas). b. Daftar distribusi kumulatif lebih dari (menggunakan tepi bawah). Grafik yang menunjukkan frekuensi kumulatif kurang dari atau frekuensi kumulatif lebih dari disebut poligon kumulatif. Poligon kumulatif dibuat mulus, yang hasilnya disebut ogif. Ada dua macam ogif, yaitu sebagai berikut: a. Ogif frekuensi kumulatif kurang dari disebut ogif positif.



14



b. Ogif frekuensi kumulatif lebih dari disebut ogif negatif. Contoh 10: Dari tabel distribusi frekuensi berikut sajikan histogram dan poligonnya.



Penyelesaian:



15



Ogif positif, diperoleh dari daftar distribusi frekuensi kumulatif kurang dari



Ogif negatif, diperoleh dari daftar distribusi frekuensi kumulatif lebih dari



16



BAB III DISTRIBUSI FREKUENSI A. DATA MENTAH Data mentah adalah data yang belum tersusun secara sistematis dari segi angka (secara numerik), data tersbut tidak mempunyai nilai sama sekali karena informasinya belum tersusun secara sistematis baik dari data terkecil ke data yang terbesar maupun sebaliknya. Contoh: data tinggi badan dari 100 orang mahasiswa laki-laki yang disusun menurut alfabet. B. DISTRIBUSI FREKUENSI Tabel distribusi frekuensi adalah susunan data dalam suatu tabel yang telah diklasifikasika menurut kelas-kelas atau kategori tertentu. Dikenal dua bentuk diatribusifrekuensi menurut pembagian kelasnya, yaitu diatribusi frekuensi kualitatif (kategori) dan diatribusi frekuensi kuantitatif (bilangan). Pada distribusi frekuensi kualitatif pembagian kelasnya didasarkan pada kategori tertentu dan banyak digunakan untuk data berskala ukur nominal. Sedangkan kategori kelas dalan tabel diatribusifrekuensi kuantitatif, terdapat dua macam, yaitu kategori data tunggal dan kategoru data berkelompok (bergolong). Contoh:



Keterangan: Kelas (kategori) pertama, sebagai contoh, terdiri atas durasi iklan yang memiliki banyaknya iklan berkisar antara 21-30 detik, dan ditunjukkan melalui



17



symbol jangkauan atau kisaran 21-30. Karena 10 durasi iklan memiliki waktu yang termasuk dalam kelas ini, maka frekuensi kelasnya adalah 24. C. VARIABEL KONTINU DAN DISKRIT Variabel adalah karakteristik yang akan diobservasi dari satuan pengamatan. Karakteristik yang dimiliki satuan pengamatan keadaannya berbeda-beda atau memiliki gejala yang bervariasi dari satu satuan pengamatan ke satu-satuan pengamatan lainnya, atau, untuk satuan pengamatan yang sama, karakteristiknya berubah menurut waktu dan tempat. Karakteristik adalah ciri tertentu pada objek yang kita teliti, yang dapat membedakan objek tersebut dari objek lainnya. Misalnya berat badan, variasi berat badan bermacam-macam, ada 40kg, 50kg dan lain sebagainya. Sedangkan objek yang karakteristiknya sedang kita amati dinamakan satuan pengamatan. Variabel kontinu merupakan variabel yang besarnya dapat menempati semua nilai yang ada di antara dua titik dan umumnya diperoleh dari hasil pengukuran. Sehingga pada variabel kontinu dapat dijumpai nilai-nilai pecahan atau pun nilai-nilai bulag. Contoh berat badan Budi adalah 85,15 kg. Data dari variabel diskrit disebut data diskrit, berupa frekuensi dan data dari variabel kontinu disebut data kontinu, berupa tingkatan, angka berjarak atau ukuran. Jadi, data merupakan sejumlah informasi yang dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan, atau masalah, baik yang berbentuk angkaangka maupun yang ber bentuk kategori. D. JENIS DISTRIBUSI FREKUENSI 1. Distribusi Frekuensi Tunggal Distribusi frekuensi tunggal adalah distribusi yang tidak menggunakan interval (golongan/kelompok) di dalam penyusunan tabel distribusi frekuensinya. Contoh: Mata pelajaran : Statistik Murid



: Laki-laki.



18



Jumlah



: 12 orang



Nilai-nilai



:



70



60



0



50



40



30



20



60



40



40



50



5



50



Tabel Nilai statistik 12 mahasiswa: Nilai



Frekuensi (f)



70



1



60



2



50



4



40



3



30



1



20



1 N+ = 12



N+ = jumlah frekuensi variable 2. Distribusi Frekuensi Bergolon Tabel distribusi bergolong biasa digunakan untuk menyusun data yang memiliki kuantitas yang besar dengan mengelompokkan ke dalam intervalinterval kelas yang sama panjang. Contoh: Hasil tugas Statistika dari 40 Mahasiswa Kelas C, berikut ini: 66 75 74 72 79 78 75 75 79 71 75 76 74 73 71 72 74 74 71 70 74 77 73 73 70 74 72 72 80 70 73 67 72 72 75 74 74 68 69 80



19



Dari data hasil tugas Kelas C, dapat disajikan sebagai berikut: Hasil Tugas



Frekuensi (f)



65-67



2



68-70



5



71-73



13



74-76



14



77-79



4



80-82



2 N+ = 40



Keterangan: Nilai intelegensi tertinggi adalah 82, terendah adalah 65. Apabila dibuat tabel distribusi tunggal, maka kita harus membuatnya sepanjang 6 baris. Untuk menyingkat ruangan dan menghemat tenaga, maka dilakukan pengelompokkan seperti diatas. 3. Istilah Dalam Distribusi Bergolong a. Interval Kelas Interval kelas merupakan selang yang memisahkan kelas yang satu dengan kelas yang lain atau tiap-tiap kelomok nilai variabel. Panjang interval kelas adalah jarak antar tepi atas kelas dan tepi bawah kelas. Dari tabel diatas ada empat interval kelas dengan masing-masing sebelas nilai variabel. Misal interval kelas yang paling atas berisi nilainilai 65, 66, dan 67. Namun yang ditulis hanya nilai 65 dan 67. b. Batas kelas Menentukan batas kelas. Nilai-nilai yang membatasi kelas yang satu dengan kelas yang lainnya disebut batas kelas. Dalam satu kelas ada dua batas kelas, yaitu:



20



 Batas kelas bawah (lowerclasslimits) Ujung bawah – 0,5 apabila data bilangan bulat Ujung bawah – 0,05 apabila data bilangan 1 desimal Ujung bawah – 0,005 apabila data bilangan 2 desimal  Batas kelas atas (upperclasslimits) Ujung atas + 0,5 apabila data bilangan bulat Ujung atas + 0,05 apabila data bilangan 1 desimal Ujung atas + 0,005 apabila data bilamgan 2 desimal c. Lebar kelas Lebar kelas adalah jumlah nilai-nilai variabel dalam tiap-tiap kelas. Misal lebar kelas dari tabel diatas ada tiga yaitu 65, 66 dan 67. Biasa diberi symbol “i” atau “h”. Misal: “i”= 3 artinya bahwa distribusi frekuensi disusun dalam tabel atau grafik yang menggunakan interval kelas dengan isi tiga angka atau nilai dalam tiap-tiap intervalnya. d. Titik tengah Titik tengah adalah angka atau nilai variabel yang terdapat ditengahtengah interval kelas. Misal: 65, 66 dan 67. Titik tengahnya 66. e. Jumlah interval Jumlah interval adalah banyaknya interval yang digunakan dalam penyusunan distribusi. Dalam tabel di atas jumlah intervalnya ada enam. f. Jarak pengukuran Jarak pengukuran adalah angka tertinggi dari pengukuran dikurangi dengan angka terendah. Biasa juga disebut sebagai Range of Measurement atau disingkat huruf R. range = nilai observasi terbesar – nilai observasi terkecil



21



4. Menentukan Jumlah Interval Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penetapan jumlah interval, yaitu: a. Jumlah frekuensi (N) b. Jarak pengukuran (R) c. Lebar interval yang hendak digunakan (i) d. Tujuan penyusunan distribusi Prinsipnya jumlah interval kelas jangan terlalu sedikit, sehingga pola-pola kelompok menjadi kabur. Misal: hanya membagi menjadi dua kelompok (tabel dengan dua interval): anak-anak dengan nilai baik dan buruk, sehingga tidak dapat dketahui anak-anak dengan nilai sedang, cukup dsb. Namun, jangan pula terlalu besar, sehingga kita tidak akan mendapatkan gambaran tentang pola kelompok. Dalam psikologi, biasanya digunakan 5-15 interval. 5. Menentukan Lebar Interval Bila jarak pengukuran (R) sudah dketahui dan jumlah interval kelas sudah ditentukan, pada dasarnya lebar interval (i) sudah ditemukan. Menentukan lebar interval (i): i=



𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙



Contoh: Tinggi orang tertinggi di Indonesia 180 cm, yang terendah 145 cm, jumlah interval sebanyak 9 buah, maka: i =180,5–144,5 9 i = 36 / 9 = 4



22



Tabelnya: Interval



tinggi



badan



177







180



173







176



169







172



165







168



161







164



157







160



153







156



149







152



145







148



6. Distribusi Frekuensi Meningkat Pada dasarnya sama saja dengan penyusunan distribusi frekuensi tunggal maupun distribusi frekuensi bergolong. Bedanya dengan penyusunan kedua distribusi itu ialah menambahkan satu kolom lagi yang memuat frekuensi meningkat. Contoh: Tabel 2 nilai berhitung 72 siswa ornag murid laki-laki SR di kota Y: Nilai



Frekuensi (f)



Frekuensi



Frekuensi



meningkat dari meningkat dari bawah



atas



87



4 23



72 68



4 27



6



28



45



55



5



16



17



71



4



1



1



72



Jumlah



Σ f= N = 72



23



Frekuensi meningkat = cumulative frequency (cf) Keterangan: Banyaknya anak yang mendapat “sesuatu nilai ke bawah”. Mereka yang mendapat nilai enam ke bawah misalnya, jumlah ada 45 orang, sedang mereka yang mendapat nilai tujuh ke bawah jumlahnya ada 68 orang



24



BAB IV UKURAN GEJALA PUSAT A. PENGERTIAN UKURAN GEJALA PUSAT Ukuran gejala pusat dan ukuran letak adalah ukuran yang dianggap mewakili kelompok data sehingga melalui ukuran ini diperoleh gambaran tentang karakteristik kelompok data tadi. Data ukuran gejala pusat dan ukuran letak dibagi dua, yaitu: Data belum berkelompok adalah data yang masih terpisah-pisah dan belum tersusun / belum dikelompokan ke dalam tabel distribusi frekuensi. Data berkelompok adalah data yang sudah disajikan ke dalam tabel distribusi frrkuensi. Gejala pusat sebagai nilai rata-rata yang mempunyai kecenderungan memusat, sehingga sering disebut ukuran kecenderungan memusat (measures of central tendency). Beberapa jenis rata-rata yang sering digunakan adalah ratarata hitung (arithmetic mean atau sering disingkat mean saja), lalu rata-rata ukur (geometric mean), kemudian rata-rata harmonis (harmonic mean). Dan umumnya terdapat istilah mean, median, dan modus. Gejala pusat pada hakekatnya menganggap rata-rata (average) dapat merupakan nilai yang cukup representatif bagi penggambaran nilai-nilai yang terdapat dalam data yang bersangkutan. Rata-rata sedemikian itu dapat dianggap sebagai nilai sentral dan dapat digunakan sebagai pengukuran lokasi sebuah distribusi frekuensi. Statistik mengenal bermacam-macam rata-rata dengan nama-nama yang khas, yaitu rata-rata hitung (mean), median, modus, rata-rata ukur dan rata-rata harmonis itu semua merupakan jenis rata-rata yang lazim digunakan sebagai pengukuran lokasi atau pengukuran tendensi sentral (central tendency) dari sebuah distribusi.



25



B. MACAM-MACAM UKURAN GEJALA PUSAT 1. Rata-Rata Hitung (Aritnatic Mean) Rata-rata hitung merupakan jumlah dari sekuruh nilai data dibagi dengan banyaknya data. Rumus rata-rata hitung untuk data kuantitatif tanpa pengelompokkan, dimana datanya x1, x2, x3, ...., xn dengan data n buah, adalah: a. Data Tunggal Dengan Seluruh Skornya Berfrekuensi Satu ∑𝒏𝒊=𝟏 𝒙𝒊 ̅= 𝒙 𝒏 Dimana xi = data ke-i dan n = jumlah data Contoh: Nilai Statistik dari 10 mahasiswa STMIK adalah sebagai berikut: 8667877866 Penyelesaian: 𝑥̅ =



8 + 6 + 6 + 7 + 8 + 7 + 7 + 8 + 6 + 6 69 = = 6,9 10 10



b. Data Tunggal Sebagian Atau Seluruh Skornya Berfrekuensi Lebih Dari Satu Nilai Data



Frekuensi



x1



f1



x2



f2



x...



f…



xn



fn 𝒏



𝑵 = ∑ 𝒇𝒊 𝒊=𝟏



Maka:



𝐱̅ =



∑𝐧𝐢=𝟏 𝐟𝐢 𝐱 𝐢 𝐍



=



∑𝐧𝐢=𝟏 𝐟𝐢 𝐱 𝐢 ∑𝐧𝐢=𝟏 𝐟𝐢



dengan xi merupakan nilai data



26



2. Rata-Rata Tertimbang Rata-rata tertimbang adalah rata-rata yang memperhitungkan frekuensi dari tiap-tiap nilai variabel. Rumus untuk rata-rata ini adalah: 𝐱̅ =



∑ 𝐟𝐢 𝐱 𝐢 ∑ 𝐟𝐢



Contoh: Jika 5 mahasiswa mendapat nilai 70 : 6 mahasiswa mendapat 69 : 3 mahasiswa mendapat nilai 45 : 1 seorang mahasiswa mendapat nilai 80 : 1 dan seorang lagi mendapat nilai 56 untuk data tersebut sebaliknya ditulis sebagai berikut: 𝒙𝟏



𝒇𝟐



𝒇𝟏 𝒙𝟏



70



5



350



69



6



414



45



3



135



80



1



80



56



1



56



Jumlah



16



1035



Pada nilai rata-rata ujian tersebut untuk ke-16 mahasiswa itu ialah: 1035 = 64,5 16



𝑥̅ = 3. Rata-Rata Gabungan



Rata-rata gabungan, yaitu rata-rata dari beberapa sampel lalu disajikan satu. Rata-rata gabungan adalah cara yang tepat untuk menggabungkan ratarata hitung dari beberapa sampel. 𝐱̅ =



∑ 𝐧𝐢 𝐱̅ 𝐢 ∑ 𝐧𝐢



Contoh: Tiga sub sampel masing-masing berukuran 10, 6, 8 dan rata-ratanya 145, 118, dan 162. Berapa rata-ratanya?



27



Jawab: 𝑥̅ =



∑ 𝑛𝑖 𝑥𝑖 (10)(145) + (6)(118) + (8)(162) = = 143,9 ∑ 𝑛𝑖 10 + 6 + 8



a. Modus (Mo) Modus adalah nilai yang mempunyai frekuensi paling banyak. Modus tidak harus tunggal artinya nilainya bisa lebih dari satu. Adapun cara mencari modus untuk data tunggal tinggal dilihat frekuensinya. Untuk data dalam daftar distribusi frekuensi, modus ditentukan dengan rumus: 𝒃𝟏 𝑴𝒐 = 𝒃 + 𝒑 ( ) 𝒃𝟏 + 𝒃𝟐 Keterangan: b = batas bawah kelas modus yaitu kelas interval dengan frekuensi terbanyak p = panjang interval kelas modus b1 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas sebelum kelas modus b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas sesudah kelas modus Jika rumus di atas digunakan untuk mencari modus dari tabel di bawah ini



28



Upah (Rp.000)



F



Xi



Fxi



50-59



2



54,5



109,0



60-69



13



64,5



838,5



70-79



16



74,5



1.192,0



80-89



7



84,5



591,5



90-99



7



94,5



661,5



100-109



5



104,5



522,5



50



3.915,0



Maka diperoleh: a. b = 69,5 b. b1 = 3 c. b2 = 9 d. p = 10 𝟑 𝑴𝒐 = 𝟔𝟗, 𝟓 + 𝟏𝟎 ( ) = 𝟕𝟐 𝟏𝟐 b. Median Median merupakan nilai tengah dari nilai-nilai pengamatan yang disusun secara teratur menurut besarnya data, nilai pengamatan yang tepat di tengahtengah bila jumlah datanya ganjil, atau rata-rata kedua pengamatan yang ditengahbila banyaknya pengamatan data genap. Media data tidak berkelompok : 1. Urutkan data terlebih dahulu 2. Tentukan letak median, dengan rumus :



29



(𝒏 + 𝟏) 𝟐 3. Tentukan nilai median dari data yang telah diurutkan Median Data kelompok ( dalam distribusi frekuensi): 1. Tentukan letak median dengan rumus: (𝒏 + 𝟏) 𝟐 2. Tentukan median dengan rumus : 𝐧 −𝐅 𝐌𝐞 = 𝐛 + 𝐩 (𝟐 ) 𝐟 Keterangan: b = batas bawah kelas median p = panjang kelas median n = jumlah data F = jumlah frekuensi kumulatif sebelum kelas median f = frekuensi kelas median  Kelebihan Dan Kekurangan Rata-Rata, Median Dan Modus  Rata-rata Kelebihan Rata-rata lebih populer dan lebih mudah digunakan. Dalam satu set data. Rata-rata selalu ada dan hanya ada satu rata-rata. Dalam penghitungannya selalu mempertimbangkan semua nilai data. Tidak peka terhadap penambahan jumlah data. Variasinya paling stabil, dan cocok digunakan untuk data yang homogen.



30



Kelemahan Sangat peka terhadap data ekstrim. Jika data ekstrimnya banyak, rata-rata menjadi kurang mewakili (representatif). Tidak dapat digunakan untuk data kualitatif. Tidak cocok untuk data heterogen.  Median Kelebihan Tidak dipengaruhi oleh data ekstrim. Dapat digunakan untuk data kualitatif maupun kuantitatif. Cocok untuk data heterogen. Kelemahan Tidak mempertimbangkan semua nilai data. Kurang menggambarkan rata-rata populasi. Peka terhadap penambahan jumlah data.  Modus Kelebihan Tidak dipengaruhi oleh data ekstrim. Cocok digunakan untuk data kuantitatif maupun kualitatif. Kelemahan Modus tidak selalu ada dalam satu set data. Kadang dalam satu set data terdapat dua atau lebih modus. Jika hal itu terjadi modus menjadi sulit digunakan. Kurang mempertimbangkan semua nilai. Peka terhadap penambahan jumlah data.  Hubungan Antara Rata-Rata Hitung (Mean), Median Dan Modus 



Jika rata-rata, median dan modus memiliki nilai yang sama, maka nilai rata-rata, median dan modus akan terletak pada satu titik dalam kurva distribusi frekuensi. Kurva distribusi frekuensi tersebut akan terbentuk simetris.



31







Jika rata-rata lebih besar dari median, dan median lebih besar dari modus, maka pada kurva distribusi frekuensi, nilai rata-rata akan terletak di sebelah kanan, sedangkan median terletak di tengahnya dan modus di sebelah kiri. Kurva distribusi frekuensi akan terbentuk menceng ke kiri.



 Jika rata-rata lebih kecil dari median, dan median lebih kecil dari modus, maka pada kurva distribusi frekuensi, nilai rata-rata akan terletak di sebelah kiri, sedangkan median terletak di tengahnya dan modus di sebelah kanan. Kurva distribusi frekuensi akan terbentuk menceng ke kanan.



32



 Jika kurva distribusi frekuensi tidak simetris (menceng ke kiri atau ke kanan), maka biasanya akan berlaku hubungan antara rata-rata median dan modus sebagai berikut: Rata-rata – Modus = 3 (Rata-rata – Median)



33



BAB V UKURAN DISPERSI A. PENGERTIAN DISPERSI Ukuran baik parameter (populasi) atau statistik (sampel) untuk mengetahui seberapa besar penyimpangan data dari nilai rata-rata hitungnya. Berguna untuk mencegah kesalahan dalam penarikan kesimpulan. B. ALASAN MEMPERLAJARI DISPERSI 1. Mean dan Median hanya mengambarkan pusat data dari sekelompok data, tetapi tidak menggamabarkan peneybaran nilai pada data tersebut. 2. Dua kelompok data dengan mean yang sama, belum tentu memiliki penyebaran data yang sama. 3. Ukuran dispersi yang kecil menunjukan nilai data saling berdektan (perbedaan kecil), sedangkan ukuran dispersi yang besar menunjukan nilai data saling menyebar (perbedaan nilai masing-masing data besar). 4. Ukuran dispers digunakan untuk melengkapi perhitungan nilai pusat data. C. UKURAN DISPERSI DATA TUNGGAL 1. Range Ukuran penyebaran (dispersi) paling sederhana. Selisih antara nilai terbesar dan nilai terkecil dari data yang sudah terurut Contoh: BB 5 orang dewasa 56, 67, 48, 62, dan 52 kg Range = 67 – 48 = 19 kg



34



Tabel distribusi nilai ujian: Nilai Ujian Kelompok 1



Kelompok 2



40



10



45



25



50



55



55



70



60



90



Jumlah



250



250



Rata-Rata



50



50



Range



20



80



Kesimpulan: • Kelompok 1 punya kepandaian merata • Kepandaian kelompok 2 sangat bervariasi Range hanya memperhitungkan dua nilai, yaitu nilai maksimum dan nilai minimum dan tidak didasarkan pada seluruh nilai, sehingga sangat tidak stabil atau tidak dapat diandalkan sebagai indikator dari ukuran penyebaran. Hal ini terjadi karena range sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai ekstrim. Range tidak menggambarkan sebaran data terhadap nilai pusatnya. 2. Quartil range Range hanya memperhitungkan dua nilai, yaitu nilai maksimum dan nilai minimum dan tidak didasarkan pada seluruh nilai, sehingga sangat tidak stabil atau tidak dapat diandalkan sebagai indikator dari ukuran penyebaran. Hal ini terjadi karena range sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai ekstrim. Range tidak menggambarkan sebaran data terhadap nilai pusatnya.



35



3. Deviasi Rata-Rata Mean Deviation = Md Rata-rata hitung dari nilai mutlak deviasi antara nilai data pengamatan dengan rata-rata hitungnya: 𝐌𝐃𝐩𝐨𝐩𝐮𝐥𝐚𝐬𝐢 = 𝑴𝑫𝑺𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 =



∑|𝐗 𝐢 − 𝛍| 𝐍 |𝑿𝒊 − 𝒙 ̅| 𝒏



Keterangan: 𝛍 = 𝐫𝐚𝐭𝐚 − 𝐫𝐚𝐭𝐚 𝐡𝐢𝐭𝐮𝐧𝐠 𝐩𝐨𝐩𝐮𝐥𝐚𝐬𝐢 𝐍 = 𝐮𝐤𝐮𝐫𝐚𝐧 𝐏𝐨𝐩𝐮𝐥𝐚𝐬𝐢 𝝁=



∑𝑵 𝒊=𝟏 𝒙𝒊 𝑵



̅= 𝒙



∑𝒏𝒊=𝟏 𝒙𝒊 𝒏



Keterangan: 𝐱̅ = 𝐫𝐚𝐭𝐚 − 𝐫𝐚𝐭𝐚 𝐡𝐢𝐭𝐮𝐧𝐠 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 𝒏 = 𝒖𝒌𝒖𝒓𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒙𝒊 = 𝒅𝒂𝒕𝒂 𝒌𝒆 − 𝒊 Contoh Deviasi Rata-Rata: X (kg)



| xi – x |



48



9



52



5



56



1



62



5



67



10



285



36



Mean =



48+52+56+62+67 5



Mean Deviation =



= 57𝑘𝑔



9+5+1+5+10 5



= 6𝑘𝑔



4. Variansi dan Standar Deviasi a. Variansi (Sampel kecil n ≤ 30) Rata-rata hitung kuadrat setiap data terhadap rata-rata hitungnya:



b. Standar Deviasi (Sampel kecil n ≤ 30) Akar kuadrat dari variansi dan menunjukkan standar penyimpangan data terhadap nilai rata-ratanya:



c. Variansi (Sampel besar n> 30) Rata-rata hitung kuadrat setiap data terhadap rata-rata hitungnya:



𝒔𝟐 =



∑(𝒙𝒊 −𝒙 ̅ )𝟐 𝒏



d. Standar Deviasi (Sampel besar n > 30) Akar kuadrat dari variansi dan menunjukkan standar penyimpangan data terhadap nilai rata-ratanya:



𝝈 = √𝒔𝟐=√



∑(𝒙𝒊 −𝒙 ̅)𝟐 𝒏



37



Contoh Variansi dan Standar Deviasi: X (kg)



| xi – x |



| xi – x |2



48



9



81



52



5



25



56



1



1



62



5



25



67



10



100



285



∑(𝑿𝒊 − 𝒙 ̅) 𝟐 𝒔 = 𝒏−𝟏 𝟐



𝝈 = √𝒔𝟐 = √



∑(𝑿𝒊 − 𝒙 ̅) 𝟐 𝒏−𝟏



Mean = 57 kg Variance = > S2 =



81+25+1+25+100 5−1



= 58



e. Standar Deviasi => S = √58 = 7,6 Kg Hitung nilai rentang, deviasi rata-rata, variansi, dan standar deviasi dari pertumbuhan ekonomi data berikut: Tahun



Pertumbuhan Ekonomi %



1997



8



1998



7



38



1999



10



2000



11



2001



4



𝐑𝐚𝐧𝐠𝐞 = 𝐍𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐭𝐞𝐫𝐛𝐞𝐬𝐚𝐫 − 𝐧𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐭𝐞𝐫𝐤𝐞𝐜𝐢𝐥 𝑴𝑫𝑺𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 = 𝒔𝟐 =



∑|𝑿𝒊 − 𝒙 ̅| 𝒏



∑(𝑿𝒊 − 𝒙 ̅) 𝟐 𝒏−𝟏



𝝈 = √𝒔𝟐 = √



∑(𝑿𝒊 − 𝒙 ̅) 𝟐 𝒏−𝟏



D. UKURAN DISPERSI DATA BERKELOMPOK Selisih antara batas atas dari kelas tertinggi dengan batas bawah dari kelas terendah. Contoh: Hysdux



Skor



Frekuensi



1



40-49



1



2



50-59



4



3



60-69



8



4



70-79



14



5



80-89



10



6



90-99



3



Penyelesaian: Range = 99 – 40 = 59 a. Deviasi rata-rata untuk data berkelompok:



39



MD =



𝚺 𝒇𝒊|𝑿𝒊 − 𝒙̅ | 𝒏



Hitung deviasi rata-rata dari data berikut: Kelas



Skor



Frekuensi



1



40-49



1



2



50-59



4



3



60-69



8



4



70-79



14



5



80-89



10



6



90-99



3



Untuk mempermudah perhitungan dibuat table: Skor



fi



xi



fixi



|𝑿𝒊 − 𝒙 ̅|



𝒇𝒊|𝑿𝒊 − 𝒙̅ |



40-49



1



44,5



44,5



29,25



29,25



50-59



4



54,5



218



19,25



77



60-69



8



64,5



516



9,25



74



70-79



14



74,5



1043



0,75



10,5



80-89



10



84,5



845



10,75



107,5



90-99



3



94,5



283,5



20,75



62,25



40



2950



b. Variansi  Sampel kecil n≤30



40



360,5



 Sampel besar n>30 2 2 ∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 −𝑥̅ ) 𝑠 = 𝑛



c. Standar Deviasi 𝝈 = √𝒔𝟐 Contoh Variansi dan Standar Deviasi: Tentukan ragam (variansi) dan simpangan baku (standar deviasi) dari data berikut: Kelas



Skor



Frekuensi



1



40-49



1



2



50-59



4



3



60-69



8



4



70-79



14



5



80-89



10



6



90-99



3



Skor



fi



xi



fixi



40-49



1



44,5



44,5



-29,25



855,56



855,56



50-59



4



54,5



218



-19,25



370,56



1. 482,25



60-69



8



64,5



516



-9,25



85,56



684,48



70-79



14



74,5



1083



0,75



0,56



7,88



41



80-89



10



84,5



845



10,75



115,56



1.155,63



90-99



3



94,5



283,5



20,75



430,56



1.291,69



Jumlah



40



𝚺 𝒇𝒊 𝒙𝒊



̅= 𝒙



𝚺𝒇𝒊



=



𝟐𝟗𝟓𝟎 𝟒𝟎



2.950



= 𝟕𝟑, 𝟕𝟓



S = √𝑺𝟐 = √𝟏𝟑𝟔, 𝟗𝟒 = 𝟏𝟏, 𝟕 ∑ 𝒇𝒊 (𝒙𝒊 −𝒙 ̅)𝟐



𝒔𝟐 = 𝒔𝟐 =



𝒏



𝟓𝟒𝟕𝟕,𝟒𝟗 𝟒𝟎



= 𝟏𝟑𝟔, 𝟗𝟒



42



5.477,49



BAB VI KEMIRINGAN DAN KERUNCINGAN A. UKURAN KEMIRINGAN Kemiringan (skewness) dari suatu distribusi adalah derajat kesetangkupan (derajat simetris) dari distribusi tersebut (Sartono, 1997). Adapun ukuran kemiringan adalah ukuran yang menyatakan derajat ketidaksimetrisan suatu lengkungan halus (kurva) dari suatu distribusi frekuensi. Dapat pula dikatakan bahwa ukuran kemiringan adalah harga yang menunjukkan seberapa jauh distribusi itu menyimpang dari simetris. Jika kita tinjau berdasarkan kemiringan, suatu kurva distribusi dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:



Distribusi Positif



Distribusi Simetrik



Distribusi Negatif



1. Menurut Pearson, dari hasil koefisien kemiringan diatas ada tiga kriteria untuk mengetahui model distribusi dari sekumpulan data (baik data tidak berkelompok



maupun



data



berkelompok),



yaitu:



Jika



koefisien



kemiringannya lebih kecil dari nol ( 0), model distribusinya positif. 𝛍 =



∑𝐍 𝐢=𝟏 𝐗 𝐢 𝐍



𝐝𝐚𝐧 𝐱̅ =



∑𝐧 𝐢−𝟏 𝐗 𝐢 𝐧



43



Ada beberapa rumus untuk menghitung koefisien kemiringan, yaitu: a. Koefisien kemiringan pertama dari Pearson Koefisien kemiringan = Keterangan: 𝑥̅



̅−𝐌𝐨 𝒙 𝐬



=



rata-rata



Mo



=



modus



S



=



simpangan baku



b. Koefisien kemiringan kedua dari Pearson ̅−𝐌𝐞) 𝟑 (𝒙



Koefisien kemiringan =



𝐬



Keterangan: 𝑥̅



=



rata-rata



Me



=



median



S



=



simpangan baku



c. Koefisien kemiringan menggunakan nilai kuartil Koefisien kemiringan =



𝑸𝟑 −𝟐 𝑸𝟐 + 𝑸𝟏 𝑸𝟑 − 𝑸𝟏



Keterangan: 𝑄1



=



kuartil pertama



𝑄2



=



kuartil kedua



𝑄3



=



kuartil ketiga



d. Koefisien kemiringan menggunakan nilai persentil Koefisien kemiringan =



𝑷𝟗𝟎 −𝟐 𝑷𝟓𝟎 + 𝑷𝟏𝟎 𝑷𝟗𝟎 − 𝑷𝟏𝟎



Keterangan: 𝑃90



=



Persentil ke-90



𝑃50



=



Persentil ke-50



𝑃10



=



Persentil ke-10



44



Contoh : Misalkan berat badan bayi (dicatat dalam kg) yang baru lahir selama seminggu tertentu di rumah sakit bersalin “Sehat” dapat dilihat dalam tabel berikut. Berat Badan bayi yang Baru Lahir Selama Seminggu tertentu di Rumah Sakit Bersalin: Berat Badan (Kg)



Banyak Bayi



2,5 – 2,6



2



2,7 – 2,8



3



2,9 – 3,0



5



3,1 – 3,2



7



3,3 – 3,4



6



3,5 -3,6



5



Jumlah



28



Hitung koefisien kemiringannya dengan menggunakan nilai kuartil ! Penyelesaian : 1. Menggunakan rumus kemiringan pertama dari pearson Untuk memudahkan mencari koefisien kemiringan, maka kita gunakan tabel dibawah ini: Berat



Banyak



Nilai



Badan



Bayi



Tengah



(Kg)



(Fi)



Fi .xi



Fk



µ



d



F. d



F.d²



(xi)



2,5 – 2,6



2



2,55



5,1



2



- 0,6



-3



-6



36



2,7 – 2,8



3



2,75



8,25



5



-0,4



-2



-6



36



45



2,9 – 3,0



5



2,95



14,75



10



-0,2



-1



-5



25



3,1 – 3,2



7



3,15



22.05



17



0



0



0



0



3,3 – 3,4



6



3,35



20,1



23



0,2



1



6



36



3,5 -3,6



5



3,55



17,75



28



0,4



2



10



100



Jumlah



28



19



233



88



Koefisien kemiringan pertama dari pearson = ̅= 𝒙



∑𝑭. 𝒙𝒊 ∑𝑭



̅− 𝑴𝒐 𝒙 𝒔



𝟖𝟖



= 𝟐𝟖 = 3,14 𝒅𝟏



 Modus = Tb Mo + p (𝒅𝟏+𝒅𝟐) Keterangan: Tb = tepi bawah kelas modus p



= panjang kelas



d1 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sebelumnya d2 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sesudahnya Berdasarkan frekuensi kelas modus terletak di kelas keempat. Jadi Tb = 3,1 – 0,05 = 3,05, p =0,2, d1= 7-5 = 2, d2 = 7-6 = 1. 𝑑1



Modus = tbm + p (𝑑1+𝑑2) 2



= 3,05+ 0,2 (2+1) = 3,05+ 0,13 = 3,18 S=P



√∑𝑭𝒊.𝒅𝟐



= 0,2



𝒏 √61 28











√(∑𝑭𝒊.𝒅)𝟐 𝒏



√(−1)² 28



46



= 0,2



√61 28



√1



= 0,2



√1708 √1 − 784 784



= 0,2



√1707 784



− 784



= 0,2 √2,17 = 0,2 . 1,47 = 0,294 Koefisien kemiringan pertama dari pearson = = =



̅− 𝑴𝒐 𝒙 𝒔 3,14−3,18 0,294 −0,04 0,294



= -0,13 Karena koefisien kemiringannya -0,13 yaitu kurang dari 0, maka model distribusinya adalah distribusi negatif. 2. Koefisien kemiringan kedua dari Pearson Koefisien kemiringan =



̅−𝐌𝐞) 𝟑 (𝒙 𝐬



Sebelumnya kiita sudah ketahui : ̅ = 3,14 , s = 0,294 𝒙 𝑛



Median = 2 =



28 2



= 14 , terletak dikelas interval ke-4.



Jadi Tb = 3,1 – 0,05 = 3,05, p = 3,1 – 2,9 = 0,2, F = 𝒏 −𝑭 𝟐



Me = Tb Me + p (𝑭𝒎𝒆) 28



−10



= 3,05+ 0,2 ( 2 7 )



47



4



= 3,05 + 0,2 ( 7 ) = 3,05 + 0,11 = 3,16 3 (𝑥̅ −Me)



Koefisien kemiringan = = = =



s 3 (3,14−3,16) 0,294



3 (−0,02) 0,294 − 0,06 0,294



= - 0,204 Karena koefisien kemiringannya -0,204 yaitu kurang dari 0, maka model distribusinya adalah distribusi negatif. 3. Koefisien kemiringan menggunakan nilai kuartil Rumus yang digunakan adalah: Koefisiensi Kemiringan:



𝑄3 −2 𝑄2 + 𝑄1 𝑄3 − 𝑄1



Keterangan: 𝑄1



=



kuartil pertama



𝑄2



=



kuartil kedua



𝑄3



=



kuartil ketiga.



Sebelumnya kita harus mencari terlebih dahulu nilai-nilai 𝑄1(kuartil pertama), 𝑄2 (kuartil kedua, 𝑄3 (kuartil ketiga) Untuk 𝑸𝟏 (kuartil pertama) Kelas kuartil pertama adalah sebuah kelas interval yang frekuensinya apabila dijumlahkan dati frekuensi kelas interval pertama mencapai paling 1



1



sedikit 4 n, yaitu 4 x 28 orang = 7 orang.



48



Ternyata kelas kuartil pertama terletak pada kelas interval ketiga, karena jumlah frekuensinya (2 + 3 + 5) orang = 10 orang. Sehingga kita bisa menghitung besaran-besaran yang diperlukan dalam rumus kuartil pertama, yaitu: 𝑇𝑏𝑄1



= 2,9 – 0,05 = 2, 85



p



= 0,2



F



= 2+3=5



f𝑄1



= 5



𝑄1



= 𝑇𝑏𝑄1 + p (



1 𝑛−𝐹 4



= 2,85 + 0,2 (



f𝑄1



)



7−5 5



)



= 2,85 + 0,08 = 2,93 Untuk 𝑸𝟐 (kuartil kedua) 1



Letak 𝑄2 ada pada data ke- 2 =



1 2



ke-4, interval 3,1 – 3,2 sehingga: 𝑇𝑏𝑄2= 3,1 – 0,05 = 3,05 p = 0,2 F = 10 f𝑄2 = 7 𝑄2 = 𝑇𝑏𝑄2 + p ( = 3,05 + 0,2 (



1 𝑛−𝐹 2



f𝑄2



)



14 − 10 7



)



= 3,05 + 0,11 = 3,16



49



x 28 orang = 14 orang, yaitu pada kelas



Untuk 𝑸𝟑 (kuartil ketiga) 3



3



Letak Q3 ada pada data ke- 4 n =



4



x 28 orang = 21, yaitu pada kelas ke-



5, interval 3,3 – 3,4 sehingga: 𝑇𝑏𝑄3 𝑄3



= 3,3 – 0,05 = 3,25; p = 0,2; F = 17; dan f𝑄3 = 6. = 𝑇𝑏𝑄3 + p (



3 𝑛−𝐹 4



f𝑄3



= 3,25 + 0,2 (



)



21 − 17 6



)



4



= 3,25 + 0,2 ( 6) = 3,25 + 0,13 = 3,38 Diperoleh koefisien kemiringan= = =



𝑸𝟑 −𝟐 𝑸𝟐 + 𝑸𝟏 𝑸𝟑 − 𝑸𝟏 3,38−2.3,16+2,93 3,38−2,93 −0,01 0,45



= -0,022 Karena koefisien kemiringannya -0,022 yaitu kurang dari 0, maka model distribusinya adalah distribusi negatif. 4. Koefisien kemiringan menggunakan nilai persentil Koefisien kemiringan=



𝑷𝟗𝟎 −𝟐 𝑷𝟓𝟎 + 𝑷𝟏𝟎 𝑷𝟗𝟎 − 𝑷𝟏𝟎



Untuk persentil ke 90, 𝑷𝟗𝟎 Kelas persentil ke 90 adalah sebuah kelas interval yang frekuensinya apabila dijumlahkan dari frekuensi kelas interval pertama mencapai paling 90



90



sedikit 100 n. yaitu 100 x 28 orang = 25,2 orang.



50



Ternyata kelas persentil ke 90 terletak pada interval keenam, karena jumlah frekuensinya mencapai (2 + 3 + 5 + 7 + 6 + 5) orang = 28 orang sehingga kita bisa menghitung besar-besaran yang diperlukan dalam rumus persentil ke 90, yaitu b = 3,5 – 0,05 = 3,45; p = 0,2; F= 2 + 3 + 5 + 7 + 6 = 23; dan 𝑓90 = 5 90 𝑛–𝐹 100



Jadi: 𝑃90 = Tb𝑃90 + p (



)



𝑓 𝑃90



25,2 – 23



= 3,45 + 0,2 (



)



5



2,2



= 3,45 + 0,2 ( 5 ) = 3,45 + 0,088 = 3.538 Untuk persentil ke 50, 𝑷𝟓𝟎 Kelas persentil ke 50 adalah sebuah kelas interval yang frekuensinya apabila dijumlahkan dari frekuensi kelas interval pertama mencapai paling 50



50



sedikit 100 n, yaitu = 100 x 28 orang = 14 orang. Ternyata kelas persentil ke 50 terletak pada kelas interval keempat, karena jumlah frekuensinya mencapai (2+3+5+7) orang = 17 orang. Sehingga kita bisa menghitung besar-besaran yang diperlukan dalam rumus persentil ke 50, yaitu b = 3,1 – 0,05 = 3,05; p = 0,2, F = 10 ; 𝑓𝑝50 = 7 50 𝑛–𝐹 100



Jadi : 𝑃50 = Tb𝑃50 + p ( = 3,05 + 0,2 (



𝑓 𝑃50



)



14−10 7



)



4



= 3,05 + 0,2 ( 7 ) = 3,05 + 0,11 = 3,16



51



Untuk persentil ke 10, 𝑷𝟏𝟎 Kelas persentil ke 10 adalah sebuah kelas interval yang frekuensinya apabila dijumlahkan dari frekuensi kelas interval pertama mencapai paling 10



10



sedikit 100 n, yaitu = 100 x 28 orang = 2,8 orang. Ternyata kelas persentil ke 10 terletak pada kelas interval kedua, karena jumlah frekuensinya mencapai (2 + 3) orang = 5 orang. Sehingga kita bisa menghitung besar-besaran yang diperlukan dalam rumus persentil ke 10, yaitu b = 2,7 – 0,05 = 2,65; p = 2,9 – 2,7 = 0,2; F = 2; 𝑓𝑝10 = 3 10



𝑛–𝐹



Jadi: 𝑃10 = Tb𝑃10 + p (100 𝐹𝑃 = 2,65 + 0,2 (



10



)



2,8−2 3



)



0,8



= 2,65 + 0,2 ( 3 ) = 2,65 + 0,053 = 2,703 Koefisien kemiringan = = = =



𝑃90 −2 𝑃50 + 𝑃10 𝑃90 − 𝑃10 3,538−2 (3,16)+2,703 3,538−2,703 3,538−6,32+2,703 3,538−2,703 − 0,079 0,835



= - 0,094 Karena koefisien kemiringannya -0,094 yaitu kurang dari 0, maka model distribusinya adalah distribusi negatif. B. UKURAN KERUNCINGAN (Kurtosis) Selain kemiringan, kita perlu juga mengetahui keruncingan/kelancipan (kurtosis) suatu distribusi. Kurtosis (peadkedness) dari suatu distribusi adalah



52



derajat kelancipan dari distribusi tersebut dibandingkan terhadap distribusi normal (kurva normal). Ditinjau dari segi kelancipannya, suatu distribusi dapat dibedakan menjadi tiga :



Leptokurtik



Platikurtik



Mesokurtik



1. Jika suatu distribusi (kurva) lebih landai atau lebih tumpul dibandingkan terhadap kurva normal, distribusinya disebut platikurtis 2. Jika suatu distribusi (kurva) normal, distribusinya disebut mesokurtis 3. Jika suatu distribusi (kurva) lebih lancip ataulebih ramping dibandingkan terhadap kurva normal, distribusinya disebut leptokurtis. Untuk mengetahui apakah sekumpulan data mengikuti distribusi leptokurtik, platikurtik atau mesokurtik, hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai koefisien kurtosisnya. Untuk menghitung koefisien kurtosis digunakan rumus koefisien kurtosis, yaitu :



K=



𝟏 ( 𝑸𝟑− 𝑸𝟏 ) 𝟐



𝑷𝟗𝟎 − 𝑷𝟏𝟎



Keterangan: 𝑄1 = Kuartil kesatu 𝑄3 = Kuartil ketiga 𝑃10 = Persentil ke 10 𝑃90 = Persentil ke 90 Dari hasil koefisien kurtosis diatas, ada tiga kriteria untuk mengetahui model distribusi dari sekumpulan data, yaitu :



53



1. jika koefisien kurtosisnya kurang dari 0,263 (< 0,263), maka distribusinya adalah platikurtis 2. jika koefisien kurtosisnya sama dengan 0,263 (=0,263), maka distribusinya adalah mesokurtis 3. jika koefisien kurtosisnya lebih dari 0,263 (>0,263), maka distribusinya adalah leptokurtis Contoh: Lihat data dalam daftar (1), yaitu mengenai berat badan bayi yang baru lahir selama seminggu tertentu dari rumah sakit bersalin “Sehat”. Hitung koefisien kurtosisnya. Penyelesaian: Rumus yang digunakannya adalah :



Q=



𝟏 ( 𝑸𝟑− 𝑸𝟏 ) 𝟐



𝑷𝟗𝟎 − 𝑷𝟏𝟎



Kita sudah menghitung : 𝑄1 = 2,93, 𝑄 = 3,38, 𝑃10 = 2,703 dan 𝑃90 = 3,538 Berarti: K =



= =



1 ( 𝑄3− 𝑄1 ) 2



𝑃90 − 𝑃10 1 ( 3,38 −2,93 ) 2



3,538−2,703 0,225 0,835



= 0,269 Karena koefisien keruncingannya lebih dari 0,263 (>0,263), maka distribusinya adalah leptokurtis.



54



BAB VII ANGKA INDEKS A. PENGERTIAN ANGKA INDEX Angka indeks merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengukur perubahan atau untuk membandingkan variabel-variabel, terutama variabel ekonomi dari waktu ke waktu. Variabel-variabel yang diukur perubahannya misalnya harga, jumlah produksi,



biaya hidup, business cycle, susunan



penduduk dan sebagainya. Sedangkan menurut Samsubar Saleh, angka index merupakan suatu analisis data statistik yang terutama ditunjukan untuk mengukur berapa besarnya fluktuasi perkembangan harga dari berbagai macam komoditas selama satu periode waktu tertentu. Dalam suatu analisis perekonomian, angka index mempunyai peranan yang sangat besar, karena dapat digunakan untuk mengetahui besarnya laju inflasi dan deflasi yang terjadi di negara tertentu. Angka index dapat sebagai indikator yang penting untuk menentukan kebijakan apa yang harus diambil oleh pemerintah guna mengatasi permasalahan dlam perrekonomian. Misalnya, dengan mengetahui perkembangan produksi suatu produk pada tahun sekarang dibandingkan dengan produksi yang tahun lalu atau perkembangan penduduk tahun sekarang dibandingkan tahun yang lalu, maka pemerintah akan dapat mengambil kebijakan untuk mengembangkan produksi produk tersebut dan mengatasi pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat. Beberapa syarat yang perlu diperhatikan dalam menentukan atau memilih waktu dasar adalah: 1. Waktu sebaiknya menunjukkan keadaan perekonomian yang stabil, di mana harga tidak berubah dengan cepat sekali. 2. Waktu sebaiknya usahakan paling lama 10 tahun atau lebih baik kurang dari 5 tahun (diusahakan tidak terlalu jauh dengan tahun yang dibandingkan, sehingga perbandingannya masih bermakna)



55



3. Waktu di mana terjadi peristiwa penting. 4. Waktu di mana tersedia data untuk keperluan pertimbangan, hal ini tergantung pada tersedianya biaya untuk penelitian (pengumpulan data). Dalam menghitung angka index, waktu atau tahun yang lalu disebut tahun dasar (base periods atau base year), yaitu waktu atau tahun yang dijadikan dasar untuk menentukan perkembangan suatu harga atau berfungsi sebagai waktu atau tahun pembanding. Penentuan tahun dasar untuk menghitung angka index perlu memperhatikan tiga faktor, yaitu :  Tahun dasar hendaknya dipilih pada saat kondisi perekonomian relatif stabil  Jarak antara tahun dasar dengan tahun sekarang tidak terlalu jauh  Penentuan



tahun dasar hendaknya memperhatikan kejadian-kejadian



penting. Misalnya kenaikan harga BBM, kenaikan tarif dasar listrik dan lainlain. Indeks Tidak Tertimbang : Metode angka indeks tidak tertimbang digunakan untuk mengetahui perkembangan suatu harga, yaitu terfokus hanya pada harga dan tidak mempertimbangkan kuantitasnya. Metode angka indeks tertimbang dibagi menjadi tiga, yaitu: Angka Indeks Relatif, yaitu untuk mengukur perbedaan “satu” macam nilai/harga/ kualitasnya saja dalam waktu yang berbeda. Angka Indeks Aggregate Sederhana, yaitu membandingkan jumlah dari harga-harga barang persatuan untuk tiap-tiap tahun. Rumus yang digunakan adalah: I = (ΣPn/ΣPo) x 100%. Keterangan: I = Angka Indeks; Pn = Jumlah harga tahun yang dicari indeksnya; dan Po = Jumlah harga tahun dasar Angka Indeks Rata-Rata Relatif, yaitu dimulai dengan mencari angka relatif dari masingmasing barang dan kemudian dicari rata-rata dari angka relatif tersebut. Rumus yang digunakan adalah: I = [(Σ (Pn/Po) x 100%) / (k)]. Keterangan: I = Angka Indeks; Pn = Jumlah harga tahun yang dicari indeksnya; Po = Jumlah harga tahun dasar; dan k = Jumlah barang.



56



B. METODE PERHITUNGAN INDEKS Penghitungan angka indeks dapat dilakukan dengan beberapa metode. Oleh karena itu, perlu dilakukan pilihan yang tepat agar tujuan angka indeks yang telah ditetapkan dapat tercapai. Pada dasarnya terdapat dua metode penghitungan angka indeks yaitu sebagai berikut: 1. Indeks Harga Tidak Tertimbang dengan Metode Agregatif Sederhana. Angka indeks yang dimaksud dalam penghitungan indeks harga tidak tertimbang meliputi indeks harga, kuantitas, dan nilai. Marilah kita simak pembahasannya masing-masing. a. Angka indeks harga (price = P) IA =



𝚺 𝑷𝒏 𝚺 𝑷𝒐



× 𝟏𝟎𝟎



Keterangan: IA = indeks harga yang tidak ditimbang Pn = harga yang dihitung angka indeksnya Po = harga pada tahun dasar Contoh:



Berdasarkan data di atas, maka angka indeks harga tahun 2004 adalah: IA = 1.500/1.300 x 100 = 115,38%. Jadi, harga tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar 15,38%. b. Angka indeks kuantitas (quantity = Q) 𝚺𝑸



IA = 𝚺 𝑸𝒏 × 𝟏𝟎𝟎 𝒐



57



Keterangan: IA = indeks kuantitas yang tidak ditimbang Qn = kuantitas yang akan dihitung angka indeksnya Qo = kuantitas pada tahun dasar Contoh:



Berdasarkan data di atas, maka angka indeks kuantitas tahun 2004 adalah: IA = 1000/800 x 100 = 125%. Jadi, pada tahun 2004 terjadi kenaikan kuantitas sebesar 25%. c. Angka indeks nilai (value = V) IA =



𝚺 𝑷 𝒏 𝑸𝒏



𝚺𝑽



× 𝟏𝟎𝟎 atau IA = 𝚺 𝑽𝒏 × 𝟏𝟎𝟎



𝚺 𝑷 𝒐 𝑸𝒐



𝒐



Keterangan: IA = angka indeks nilai Vn = nilai yang dihitung angka indeksnya Vo = nilai pada tahun dasar Penghitungan angka indeks dengan metode agregatif sederhana mempunyai kebaikan karena bersifat sederhana, sehingga mudah cara menghitungnya. Akan tetapi, metode ini mempunyai kelemahan yaitu apabila terjadi perubahan kuantitas satuan barang, maka angka indeksnya juga akan berubah.



58



2. Angka Indeks Tertimbang Penghitungan angka indeks tertimbang dapat kamu lakukan dengan beberapa metode. Simaklah penjelasannya masing-masing pada pembahasan berikut



ini:



a. Metode agregatif sederhana Angka indeks tertimbang dengan metode agregatif sederhana dapat dihitung dengan rumus seperti di bawah ini: IA =



𝚺 (𝑷𝒏 .𝑾)



× 𝟏𝟎𝟎



𝚺(𝑷𝒐 .𝑾)



Keterangan: IA = indeks harga yang ditimbang Pn = nilai yang dihitung angka indeksnya Po = harga pada tahun dasar W = faktor penimbang b. Metode Laspeyres Angka indeks Laspeyres adalah angka indeks yang ditimbang dengan faktor penimbangnya kuantitas tahun dasar (Qo). IA =



𝚺 (𝑷𝒏 .𝑸𝒐 ) 𝚺(𝑷𝒐 .𝑸𝒏 )



× 𝟏𝟎𝟎



Keterangan: IL = angka indeks Laspeyres Pn = harga tahun yang dihitung angka indeksnya Po = harga pada tahun dasar Qo = kuantitas pada tahun dasar



59



c. Metode Paasche Angka indeks Paasche adalah angka indeks yang tertimbang dengan faktor penimbang kuantitas tahun n (tahun yang dihitung angka indeksnya) atau 𝑄𝑛 . IP =



𝚺 (𝑷𝒏 .𝑸𝒏 ) 𝚺(𝑷𝒐 .𝑸𝒏 )



× 𝟏𝟎𝟎



Keterangan: IP = angka indeks Paasche Pn = harga tahun yang dihitung angka indeksnya Po = harga pada tahun dasar Qn = kuantitas tahun yang dihitung angka indeksnya Berikut adalah contoh penghitungan angka indeks tertimbang dengan metode Paasche.



Berdasarkan data di atas, maka indeks Paasche dapat dihitung sebagai berikut. IP = 242.500/240.000 x 100 = 101,04%. Berarti terjadi kenaikan harga sebesar 1,04% pada tahun 2004. d. Metode Drobisch and Bowley Angka indeks tertimbang dengan Metode Drobisch and Bowley dapat dirumuskan sebagai berikut. ID =



𝑰𝑳+𝑰𝑷 𝟐



60



Keterangan: D = angka indeks Drobisch IL = angka indeks Laspeyres IP = angka indeks Paasche Contoh: Berdasarkan penghitungan angka indeks Laspeyres dan Paasche, pada soal di atas dapat dihitung besarnya indeks Drobisch sebagai berikut: ID =



105+101,04 2



=



206,04 2



= 103, 02%



Berarti terdapat kenaikan harga 3,02% pada tahun 2004. e. Metode Irving Fisher Penghitungan angka indeks dengan Metode Irving Fisher merupakan angka indeks yang ideal. Irving Fisher menghitung indeks kompromi dengan cara mencari rata-rata ukur dari indeks Laspeyres dan indeks Paasche. IF = √𝑰𝑳 × 𝑰𝑷 Berdasarkan penghitungan angka indeks Laspeyres dan Paasche, maka dapat dihitung besarnya indeks Irving Fisher sebagai berikut. IF = √105 × 101, 04 = 103, 00 Berarti terdapat kenaikan harga 3,00% pada tahun 2004. f. Metode Marshal Edgewarth Menurut metode ini, angka indeks ditimbang dihitung dengan cara menggabungkan kuantitas tahun dasar dan kuantitas tahun n, kemudian mengalikannya dengan harga pada tahun dasar atau harga pada tahun n. Angka indeks Marshal Edgewarth dapat dirumuskan sebagai berikut. 𝚺 (𝑸𝒐 +𝑸𝒏) 𝑷𝒏



IM = 𝚺 (𝑸



𝒐 +𝑸𝒏) 𝑷𝒐



× 𝟏𝟎𝟎



61



Untuk lebih jelasnya, perhatikan data pada tabel di bawah ini agar kamu dapat mencari angka indeks Marshal Edgewarth.



Berdasarkan data di atas, maka angka indeks Marshal Edgewarth dapat dihitung sebagai berikut. 452.500



IM = 440.000 × 100 = 102, 84% 3. Angka Indeks Rantai Angka indeks rantai adalah penghitungan angka indeks dengan menggunakan tahun sebelumnya sebagai tahun dasar. Misalnya menghitung angka indeks tahun 2000 dengan tahun dasar 1999, angka indeks tahun 2001 dengan tahun dasar 2000, dan angka indeks tahun 2002 dengan tahun dasarnya 2001.



Indeks rantai dapat dihitung sebagai berikut: - Indeks tahun 2000 = 500/500 × 100 = 100,00 - Indeks tahun 2001 = 600/500 × 100 = 120,00 - Indeks tahun 2002 = 700/600 × 100 = 116,67 - Indeks tahun 2003 = 800/700 × 100 = 114,29 - Indeks tahun 2004 = 900/800 × 100 = 112,5



62



BAB VIII ANALISIS DERET BERKALA A. PENGERTIAN DERET BERKALA Mempelajari pola gerakan nilai-nilai variabel pada interval waktu yang teratur, misalnya setiap minggu, setiap bulan, setiap semester, setiap tahun dan sebagainya. Dapat diperoleh ukuran-ukuran yang dapat digunakan untuk membuat keputusan untuk saat ini, untuk memprediksi dan merencanakan masa depan berdasarkan pengulangan pola pergerakan data berkala sebelumnya. Komponen deret berkala : 1. Trend (T) Trend yaitu gerak data berkala dalam jangka waktu yang panjang dan memiliki sifat kontinuitas, oleh karena itu dianggap sebagai gerak yang stabil. Trend: (Trend linier) Bentuk umum : yt = a + bx Keterangan: yt = nilai trend untuk periode tertentu a = nilai trend pada waktu dasar (x=0) b = perubahan nilai trend setiap waktu x = periode waktu (tahun, bulan, dsb) Cara menggambar garis trend:  Jika persamaan trend sudah diketahui, misalnya yt = a + bx , gambarkan garis trend tsb seperti menggambar fungsi linier.  Jika persamaan trend belum diketahui, gunakan metoda tangan bebas (free hand methode). Cara menentukan persamaan trend:  Cara penyelesaian titik (Selected point method)



63



 Cara setengah rata-rata (Semi average method)  Cara kuadrat terkecil (Least square method)



Perhatikan persamaan normal berikut: ∑Y = an + b∑X ∑XY = a∑X + b ∑X2 Merubah trend tahunan menjadi trend bulanan, triwulanan, caturwulanan dan semesteran:  Trend Tahunan: y = a + bx 𝒂



 Trend Bulanan: y = 𝟏𝟐 + 𝒂



 Trend Triwulan: y = 𝟒 +



𝒃 𝟏𝟒𝟒 𝒃 𝟏𝟔



𝒂



 Trend Caturwulan: y = 𝟑 + 𝒂



 Trend Semesteran: y = 𝟐 +



𝒙



𝒙 𝒃 𝟗 𝒃 𝟒



𝒙 𝒙



2. Gerak siklis (C) Gerak siklis yaitu gerakan naik turun di sekitar garis trend dalam jangka panjang. Atau biasa juga dikatakan suatu gerakan sekitar rata-rata nilai data berkala, di atas atau di bawah jangka panjang. 3. Gerak musiman (S) Gerakan musiman merupakan gerakan yang teratur dalam arti naik turunnya terjadi pada wakyu-waktu yang sama atau sangat berdekatan. Disebut gerakan musiman karena terjadinya bertepatan dengan pergantian musiman dalam suatu tahun. 4. Gerak iregular (I) Gerak iregular yaitu gerak data berkala yang sangat tidak teratur dan sulit dikendalikan



64



BAB IX TEORI PELUANG A. PENGERTIAN TEORI PELUANG Teori peluang adalah cabang matematika yang bersangkutan dengan peluang, analisis fenomena acak. Objek utama teori peluang adalah variable acak, proses stokastik, dan kejadian. Abstraksi matematis non-deterministik peristiwa atau kuantitas terukur yang dapat berupa kejadian tunggal atau berkembang dari waktu ke waktu dalam mode tampaknya acak. Jika koin individu melemparkan atau gulungan dadu dianggap peristiwa acak, maka jika berkali-kali mengulangi urutan kejadian acak akan menunjukan pola-pola tertentu, yang dapat dipelajari dan diprediksi. Dua hasil matematis representative menggambarkan pola tersebut adalah hokum bilanagn besar teorema limit pusat. Teori peluang adalah kejadian atau juga dikenal sebagai probabilitas merupakan suatu cara untuk mengungkapkan pengetahuan ataupun kepercayaan jika sebuah kejaadian akan berlaku atau sudah terjadi. Peluang merupakan sebuah nilai antara 0 hingga 1 yang menggambarkan kemungkinan pada sebuah peristiwa yang akan terjadi.  Suatu eksperimen merupakan pengamatan atas beberapa kegiatan ataupun sebuah pengukuran.  Suatu hasil merupakan keluaran tertentu dari suatu eksperimen.  Sebuah kejadian merupaka suatu kumpulan satu hasil atau lebih dari suatu eksperimen. Beberapa kejadian akan disebut saling bebas apabila kemunculan sebuah kejadian tidak akan memengaruhi kemunculan kejadian lainnya. Sebagai dasar matematika untuk statistic, teori peluang adalah penting untuk kegiatan manusia banyak yang melibatkan analisis kuantitatif set besar data. Metode teori peluang juga berlaku untuk deskripsi system yang kompleks diberika pengetahuan hanya sebagian dari negara mereka, seperti dalam mekanika statisik. Sebuah penemuan besar fisika abad kedua puluh adalah sifat peluang fenomena fisik pada skala atom, dijelaskan dalam mekanika kuantum



65



Peluang semata-mata adalah suatu cara untuk menyatakan kesempatan atau kemungkinan terjadinya suatu peristiwaSecara kuantitatif, peluang dinyatakan sebagai nilai-nilai numeris baik dalam bentuk pecahan maupun desimal antara 0 dan 1Peluang sama dengan 0 berarti sebuah peristiwa tidak bisa terjadi sedangkan peluang sama dengan 1 berarti peristiwa tersebut pasti terjadi. B. ISTILAH DALAM TEORI PELUANG Percobaan atau eksperimen adalah suatu proses yang menghasilkan data ruang sampel adalah himpunan yang memuat semua kemungkinan yang dapat terjadi dari suatu percobaan. Ruang sampel disimbolkan dengan “ S ”, yang merupakan himpunan semesta.Contoha). Ruang sampel dari percobaan pelemparan sebuah uang logam sebanyak satu kali adalah S : { gambar, angka }.b). Ruang sampel dari percobaan pelemparan sebuah dadu sebanyak satu kali adalah S : { 1, 2, 3, 4, 5, 6 }. Kejadian/Peristiwa/Event adalah himpunan bagian dari ruang sampel. Suatu kejadian disimbolkan dengan huruf kapital (A, B, C, dll). Contoh A adalah kejadian munculnya muka gambar, maka A: { gambar }. B adalah kejadian munculnya mata dadu bernilai genap, maka B: { 2, 4, 6 }. Titik Contoh/Titik sampel adalah banyaknya anggota yang ada dalam suatu ruang sampel. Titik sampel juga bisa menyatakan banyaknya anggota yang menyusun suatu kejadian. Contoh: Dari pelemparan sebuah dadu sebanyak satu kali, S : {1, 2, 3, 4, 5, 6}, maka titik sampel ada sebanyak 6 atau disimbolkan dengan N(S) = 6.A adalah kejadian munculnya mata dadu bernilai paling kecil 3, maka A : {3, 4, 5, 6}, maka banyaknya titik sampel yang menyokong kejadian A ada 4 atau N(A) = 4. Permutasi adalah susunan yang dibentuk oleh seluruh atau sebagian dari sekumpulan objek dengan memperhatikan urutan.  Cara I: Banyaknya permutasi dari n objek yang berbeda adalah n! (di baca n faktorial) adalah: n! = n × (n-1) × (n-2) …. × (2) × (1).



66



 Cara II: Banyaknya permutasi akibat pengambilan r objek dari n objek yang berbeda adalah: kombinasi banyaknya cara mengambil r objek dari n objek tanpa memperhatikan urutannya. Contoh: Berapa peluang memperoleh kartu as hitam, bila sebuah kartu diambil secara acak dari seperangkat kartu bridge ? Penyelesaian: N(A) = banyak kartu as hitam = 2 (♠ dan ♣) N (S) = banyak kartu bridge = 52P (A) = → ☺ Peluang terambilnya as hitam. Contoh: Terdapat 10 orang kandidat karyawan yang terdiri dari 6 Sarjana Ekonomi (SE) dan 4 Sarjana Teknik (ST). Berapa peluang terpilih 3 karyawan yang terdiri dari 2 SE dan 1 ST? Penyelesaian: Mis A = kejadian terpilihnya 3 karyawan yang terdiri dari 2 SE dan 1 ST? maka: N(A) = N(S) = P(A) = 1. Kaidah Penjumlahan Jika A dan B adalah 2 kejadian sembarang maka : Jika A dan B adalah kejadian saling terpisah, maka:2 kejadian dikatakan saling terpisah jika 2 kejadian tersebut tidak dapat terjadi secara bersamaan. Contoh: Ketika melempar sekeping koin, kejadian 'mendapat angka' dan kejadian 'mendapat gambar' adalah saling terpisah, sebab keduanya tidak mungkin terjadi secara bersamaan. Misalnya, ketika memilah bola secara acak dari keranjang yang berisi 3 bola biru, 2 bola hijau, dan 5 bola merah, peluang mendapat bola biru atau merah adalah: P(Biru atau Merah) = P(Biru) + P(Merah)P(Biru atau Merah)



67



= 3/10 + 5/10P (Biru atau Merah) = 8/10 = 0.8 Contoh: 2 kejadian yang tidak saling terpisahMisalnya, ketika mengambil kartu dari satu set kartu permainan (52 kartu), peluang mendapat kartu merah atau raja adalah. Penyelesaian: Perhatikan bahwa Sebuah kartu bisa merah, raja, atau keduanya (yaitu raja merah). Jadi kita harus mengurangi peluang kartu itu adalah raja merah, karena peluang itu sudah termasuk ketika kita menghitung peluang untuk kartu merah dan peluang untuk kartu raja.sehingga penjumlahan 2 kejadian di atas adalah: P(Merah atau Raja) = P(Merah) + P(Raja) - P(Merah ∩ Raja) C. PELUANG BERSYARAT DEFINISI: Peluang bersyarat B, bila A diketahui dilambangkan dengan P (B|A), didefinisikan dengan: Jika P(A) > 0. 1. Peluang Kejadian Saling Bebas Dua kejadian dikatakan kejadian yang saling bebas jika kejadian yang satu tidak mempengaruhi peluang terjadinya kejadian yang lain. Sehingga: DEFINISI: Dua kejadian A dan B dikatakan saling bebas jika: P(B|A) = P(B) atau P(A|B)=P(A). Hal ini berpengaruh pada kaidah penggandaan. Jika kejadiannya tidak saling bebas maka: P(A∩B) = P(A). P(B|A) atau P(A∩B) = P(B). P(A|B). Jika kejadiannya saling bebas maka P(A∩B) = P(A).P(B). D. KEJADIAN MAJEMUK DALAM TEORI PELUANG MATEMATIKA Kejadian mejemuk adalah jika terdapat suatu kejadian atau percobaan yang berlangsung lebihdari satu kali sehingga menghasilkan kejadian baru, di mana kejadian baru tersebutlah yang disebut sebagai kejadian majemuk. Beberapaa kejadian yang dikatakan sebagai kejadian majemuk: 1. Dua Kejadian Sembarang



68



Dalam dua kejadian sembarang A dan B dalam ruang sampel S, maka akan berlaku rumus: 𝐏(𝐀 ∪ 𝐁) = 𝐏(𝐀) + 𝐏(𝐁) − 𝐏(𝐀 ∩ 𝐁) Contoh: Diketahui dari 45 siswa dalam suatu kelas, terdapat 28 siswa yang suka maple Matematika, 22 siswa yang suka maple B.Inggris, serta 10 siwa yang suka kedua-duanya. Apabila seorang siswa dipilih secara acak, maka tentukanlah peluang sisa yang terpilih merupakan siswa yang menyukai Matematika ataupun B.Inggris! Diketahui: N(s) = 45 Suka Matematika, n(M) = 28 Suka B.Inggris, n(B) = 22 Suka keduanya, 𝑛(𝑀 ∩ 𝐵) = 10 Penyelesaian: Peluang di mana akan terpilih yang suka Matematika atau B.Inggris adalah: 𝐏(𝐌 ∪ 𝐁) = 𝐏(𝐌) + 𝐏(𝐁) − 𝐏(𝐌 ∩ 𝐁) = 𝟐𝟖⁄𝟒𝟓 + 𝟐𝟐⁄𝟒𝟓 − 𝟏𝟎⁄𝟒𝟓 = 𝟒𝟎⁄𝟒𝟓 = 𝟖⁄𝟗 2. Komplemen Suatu Kejadian Rumus untuk mencari suatu kejadian: 𝐏(𝐀𝐜 ) = 𝟏 − 𝐏(𝐀) Contoh: Suatu dadu dilempar sekali ke atas, maka hitunglah peluang munculnya mata dadu lebih dari dua Penyelesaian: Suatu dadu dilempar sekali, sehingga n(S) = 6 Apabila 𝐴 = {𝑚𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑎𝑑𝑢 𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 2} Maka dari itu:



69



Ac = {mata dadu kurang dari atau sama dengan 2} = {1,2}, n(Ac ) = 2 𝑃(𝐴𝑐 ) = 𝑛 (𝐴𝑐 )⁄(𝑆) = 2⁄6 = 1⁄3 Sehingga: 𝑃(𝐴) = 1 − 𝑃(𝐴𝑐 ) = 1 − 1⁄3 = 2⁄3 Sehingga, pelung muculnya mata dadu lebih dari 2 yaitu 2⁄3. 3. Dua Kejadian Saling Lepas Rumus untuk menentukan dua kejadian saling lepas, yaitu: 𝐏(𝐀 ∪ 𝐁) = 𝐏(𝐀) + 𝐏(𝐁) Contoh: Pada pelemparan satu dadu bermata 6, berapakah peluang untuk memperoleh dadu dengan mata 1 atau 3? Penyelesaian: 𝐴 = {1}, 𝐵 = {3} 𝑛(𝐴) = 1, 𝑛(𝐵) = 1 Peluang untuk memperoleh dadu mata 1 atau 3, yaitu: 𝑃 = (𝐴 ∪ 𝐵) = 𝑃(𝐴) + 𝑃(𝐵) 𝑃(𝐴 ∪ 𝐵) = 1⁄6 + 1⁄6 = 2⁄6 = 1⁄3 4. Dua Kejadian Saling Bebas Kejadian A dan B dikatakan saling bebas jika kejadian A tidak mempengaruhi kejadian B dan kejadian B tidak mempengaruhi kejadian A. Dirumuskan: 𝐏 = (𝐀 ∩ 𝐁) = 𝐏(𝐀) × 𝐏(𝐁)



Contoh:



70



Apabila peluang Gilang bisa menyelesaikan sebuah soalyaitu 0,4 serta peluang Putra bisa menyelesaikan soal yang sama yaitu 0,3 maka peluang mereka berdua bisa menyelesaikan soal tersebut yaitu.. Penyelesaian: P(A) = 0,4 P(B0 = 0,3 Peluang Gilang dan Putra bisa menyelesaika soal adalah: 𝑃(𝐴 ∩ 𝐵) = 𝑃(𝐴) × 𝑃(𝐵) = 0,4 × 0,3 = 0,12 5. Dua Kejadian Bersyarat Apabila kejadian A dan B tidak saling bebas, kejadian B dipengaruhi oleh kejadian A ataupun kejadian B dengan syarat A, maka rumusnya: 𝐏 (𝐁 𝐀) = 𝐏(𝐀 ∩ 𝐁)⁄𝐏(𝐀)𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐏(𝐀 ∩ 𝐁) = 𝐏(𝐀) × 𝐏 (𝐁 𝐀) Contoh: Suatu dadu dilempar sekali. Hituglah peluang munculnya mata dadu ganjil dengan syarat munculnya kejadian mata dadu prima terlebih dahulu. Penyelesaian: Diketahui: S = {1, 2, 3, 4, 5, 6, }, n(S) = 6 A = Kejadian munculnya angka prima A = {2, 3, 5}, n(A) = 3 P(A) = n(A)⁄n(S) = 3⁄6 = 1⁄2 B = Kejadian muncul mata dadu ganjil B = {1, 3, 5} P(A) = n(A)⁄n(S) = 3⁄6 = 1⁄2 Peluang mata dadu ganjil dengan syarat munculnya kejadian mat dadu prima terlebih dahulu adalah: 𝑃 (𝐴 𝐵) = 𝑃(𝐴 ∩ 𝐵)⁄𝑃(𝐴) = 1⁄4⁄1⁄2 = 1⁄2



71



BAB X HARAPAN MATEMATIS A. PENGERTIAN HARAPAN MATEMATIS Harapan matematis atau nilai ekspetasi adalah suatu konsep yang penting di dalam teori peluang dan statistika. Bisa dibilang, ekspetasi adalah harapan/perkiraan rata-rata nilai yang muncul. Ekspetasi matematik = harapan matematik. Contoh: Misalkan dua uang logam dilempar secara bersamaan sebanyak 16 kali. Misalkan X menyatakan banyaknya sisi angka (A) yang muncul pada setiap pelemparan, maka X dapat benilai 0, 1, atau 2. Misalkan pada eksperimen tersebut dicatat berapa kali muncul 0, 1, atau 2 sisi buah sisi angka pada setiap pelemparan, dan diperoleh hasil masing-masing 4 kali, 7 kali, dan 5 kali. Berapa rata-rata banyaknya sisi angka yang muncul pada setiap lemparan? Penyelesaian: Rata-rata (atau rataan) banyaknya sisi angka yang muncul pada setiap pelemparan kedua koin tersebut adalah: =



(0)(4)+(1)(7)=(2)(5) 16 4



7



5



= (0)(16) + (1)(16) + (2)(16) = 1.06 Rata-rata perubah acak X atau rata-rata distribusi peluang ditulis atau dalam statistik rata-rata ini disebut harapan matematik atau nilai harapan dari perubah acak X, dinyatakan sebagai rata-rata atau nilai harapan dari perubah acak X ini menggambarkan letak pusat distribusi probabilitas. Untuk suatu peubah acak diskrit X yang memiliki nilai-nilai yang mungkin x1, x2, …, xn, nilai harapan dari x di definisikan sebagai: 𝐄(𝐗) = 𝐱 𝟏 𝐏(𝐗 = 𝐱 𝟏 ) + 𝐱 𝟐 𝐏(𝐗 = 𝐱 𝟐 ) + ⋯ + 𝐱 𝐧 𝐏(𝐗 = 𝐱 𝐧 )



72



= ∑𝐧𝐢=𝟏 𝐱 𝐢 𝐟(𝐱 𝐢 ) Mengingat 𝐏(𝐗 = 𝐱 𝐢 ) = 𝐟(𝐱 𝐢 ), maka: 𝐄(𝐗) = 𝐱 𝟏 𝐟(𝐱 𝟏 ) + 𝐱 𝟐 𝐟(𝐱 𝟐 ) + ⋯ + 𝐱 𝐧 𝐟(𝐱𝐧 ) 𝐧



= ∑ 𝐱 𝐢 𝐟(𝐱 𝐢 ) 𝐢=𝟏



Sebagai kasus khusus bila peluang setiap nilai xi adalah sama, yaitu 1/n, maka: 𝐄(𝐗) = 𝐱 𝟏 (𝟏⁄𝐧) + 𝐱 𝟐 (𝟏⁄𝐧) + ⋯ + 𝐱 𝐧 (𝟏⁄𝐧) =



𝐱𝟏 + 𝐱𝟐 + ⋯ + 𝐱𝐧 𝐧



Yang disebut rataan, rata-rata, rerata, atau mean aritmetika, dan dilambangkan dengan 𝜇. Nilai harapan dari X seringkali disebut rataan dan dilambangkan dengan u x, atau 𝜇 jika peubah acaknya sudah jelas diketahui. 2. Definisi 1 Misalkan X adalah peubah acak dengan distribusi peluang f(x). Nilai harapan atau rataan X adalah: Untuk X diskrit 𝛍 = 𝐗(𝐅) = ∑𝐱 𝐱𝐟(𝐱) ∞



Untuk X kontinu 𝛍 = 𝐄(𝐗) = ∫−∞ 𝐱𝐟(𝐱)𝐝𝐱 Tinjau kembali contoh pelemparan dua uang logam. Ruang sampel dari pelemparan dua uang logam: 𝐒 = {𝐀𝐀, 𝐀𝐆, 𝐆𝐀, 𝐆𝐆} Sehingga: 𝐏(𝐗 = 𝟎) = 𝐏(𝐆𝐆) = 𝟏⁄𝟒 𝑷(𝑿 = 𝟏) = 𝑷(𝑨𝑮) + 𝑷(𝑮𝑨) = 𝟏⁄𝟒 + 𝟏⁄𝟒 = 𝟏⁄𝟐 𝑷(𝑿 = 𝟐) = 𝑷(𝑨𝑨) = 𝟏⁄𝟒



73



Maka, rataan banyaknya sisi angka yang muncul pada pelemparan dua buah dadu uang logam adalah: 𝛍 = 𝐗(𝐗) = (𝟎)(𝟏⁄𝟒) + (𝟏)(𝟏⁄𝟐) + (𝟐)(𝟏⁄𝟒) = 𝟏 Jadi, bila seseorang melanturkan dua uang logam secara berulang-ulang, maka rata-rata dia memperoleh satu sisi angka (A) yang muncul pada setiap lemparan. 3. Definisi 2 Bila X dan Y adalah peubah acak dengan distribusi peluang gabungan f(x, y) maka nilai harapan peubah acak g(X, Y) adalah: Bila X dan Y diskrit, yaitu: 𝛍𝐠 (𝐗, 𝐘) = 𝐄[𝐠(𝐗, 𝐘)] = ∑𝐱 ∑𝐲 𝐠(𝐱, 𝐲) 𝐟(𝐱, 𝐲) Bila X dan Y kontinu, yaitu: ∞







𝛍𝐠 (𝐗, 𝐘) = 𝐄[𝐠(𝐗, 𝐘)] = ∫−∞ ∫−∞ 𝐠(𝐱, 𝐲)𝐟 (𝐱, 𝐲)𝐝𝐱𝐝𝐲 B. SIFAT-SIFAT HARAPAN MATEMATIK 1. Teorema 1 Bila a dan b konstanta maka: 𝐄 = (𝐚𝐗 + 𝐛) = 𝐚𝐄(𝐗) + 𝐛 Akibat 1: Jika 𝑎 = 0, maka 𝐸(𝑏) = 𝑏 Akibat 2: Jika 𝑏 = 0, maka 𝐸(𝑎𝑋) = 𝑎𝐸(𝑋) 2. Teorema 2 𝐄[𝐠(𝐗) ± 𝐡(𝐗)] = 𝐄[𝐠(𝐗)] ± 𝐄[𝐡(𝐗)] 3. Teorema 3 𝐄[𝐠(𝐗, 𝐘) ± 𝐡(𝐗, 𝐘)] = 𝐄[𝐠(𝐗, 𝐘)] ± 𝐄[𝐡(𝐗, 𝐘)] 4. Teorema 4 Jika X dan Y adalah peubah acak sembarang, maka: 𝐄(𝐗 + 𝐘) = 𝐄(𝐗) = 𝐄(𝐘) 5. Teorema 5 Jika X dan Y adalah peubah acak bebas, maka: 𝐄 = (𝐗𝐘) = 𝐄(𝐗)𝐄(



74



BAB XI DISTRIBUSI PELUANG A. PENGERTIAN DISTRIBUSI PELUANG Distribusi Peluang (Probabilitas) adalah sebaran kemungkinan terjadinya variabel acak tertentu. Variabel acak merupakan peristiwa yang diharapkan akan terjadi atau yang dihasilkan dari eksperimen, biasanya dilambangkan oleh x. Ada 2 macam distribusi peluang yaitu distribusi peluang diskrit dan distribusi peluang kontinu. 4. Distribusi Peluang Diskrit Distribusi peluang diskrit adalah distribusi yang variabelnya berupa bilangan bulat dan jumlahnya terbatas. Fungsi peluang 𝑝(𝑥), maka distribusi peluang: 𝑛



∑ 𝑝(𝑥𝑖 ) = 1 𝑖=1



Macam-macam distribusi peluang diskrit yaitu: Distribusi Binomial, Multinomial, Hipergeometrik, Poisson. a. Distribusi Binominal Distribusi binominal adalah distribusi probabilitas diskret jumlah keberhasilan dalam n percobaan ya/tidak (berhasil/gagal) yang saling bebas, dimana setiap hasil percobaan memiliki probabilitas. Misalkan sebuah percobaan menghasilkan 2 peristiwa, peristiwa A dan peristiwa bukan A (𝐴̅). Peluang terjadinya peristiwa A adalah 𝑃(𝐴) = 𝑝, dan peluang terjadinya peristiwa bukan A adalah 𝑃(𝐴̅) = 𝑞 = 1 − 𝑝. Jika dilakukan percobaan sebanyak n kali secara independen, maka peluang terjadinya peristiwa sebanyak x kali di antara n percobaan adalah: 𝒏 P (𝑷(𝒙) = ( ) 𝒑𝒙 𝒒𝒏−𝒙 = 𝑪𝒏𝒙 𝒑𝒙 𝒒𝒏−𝒙 𝒙  Ciri-ciri Distribusi Binomial  Setiap percobaan bersifat independen atau dengan pengembalian



75



 Setiap percobaan hanya memiliki 2 kemungkinan hasil  Jumlah percobaan harus tertentu (𝑛 ≤ 30)  Nilai p tidak mendekati 0, dan nilai q tidak mendekati 1 a) Rata-rata (μ) : 𝝁 = 𝒏𝒑 b) Standar Deviasi (σ) : 𝝈 = √𝒏𝒑(𝟏 − 𝒑) = √𝒏𝒑𝒒 Contoh: Satu keping mata uang dilempar sebanyak 15 kali. Berapakah peluang munculnya sisi Gambar sebanyak 3 kali? Jawab: 𝑛 = 15, 𝑥 = 3 𝑝 = 0,5 𝑞 = 1 − 𝑝 = 1 − 0,5 = 0,5 15 (0,5)3 (0,5)15−3 ) 3



𝑃(3) = (



= 0,014 b. Distribusi binominal kumulatif Ditribusi binominal kumulatif adalah Penjumlahan dari peluang beberapa peristiwa. Contoh: Satu keping mata uang dilempar sebanyak 15 kali. Hitunglah peluang munculnya sisi Gambar paling banyak 3 kali! Penyelesaian: Peluang muncul sisi Gambar paling banyak 3 kali adalah: 𝑃(𝑥 ≤ 3) = 𝑃(0) + 𝑃(1) + 𝑃(2) + 𝑃(3) 𝑃(0) = (



15 (0,5)0 (0,5)15−0 ) 0



= 0,00003 15 (0,5)1 (0,5)15−1 ) 1



𝑃(1) = (



= 0,00046 15 (0,5)2 (0,5)15−2 ) 2



𝑃(2) = (



76



= 0,0032 15 (0,5)3 (0,5)15−3 ) 3



𝑃(3) = (



= 0,014 𝑃(𝑥 ≤ 3) = 0,00003 + 0,00046 + 0,0032 + 0,014 = 0,01769 c. Distribusi Multinomial Jika sebuah percobaan memiliki lebih dari dua kemungkinan hasil maka percobaan tesebut akan mengikuti distribusi multinomial. Distribusi binomial sebenernya merupakan distribusi multinomial dimana distribusi binomilal adalah kasus khusus dari distribusi multinomial dengan dua kemungkinan hasil. Misalkan sebuah percobaan menghasilkan peristiwa 𝐸1 , 𝐸2 , ⋯ , 𝐸𝑘 dimana 𝑘 > 2, dengan peluang 𝑝1 , 𝑝2 , ⋯ , 𝑝𝑘 . Apabila dilakukan n kali percobaan, maka peluang terjadinya 𝐸1 sebanyak 𝑥1 kali, 𝐸2 sebanyak 𝑥2 kali, dan seterusnya adalah: 𝑷(𝒙𝟏 , 𝒙𝟐 , ⋯ , 𝒙𝒌 ) =



𝒏! 𝒙 𝒙 𝒙 𝒑 𝟏 𝒑 𝟐 ⋯ 𝒑𝒌𝒌 𝒙𝟏 ! 𝒙𝟐 ! ⋯ 𝒙𝒌 ! 𝟏 𝟐



 Ciri-ciri Distribusi Multinomial  Macam peristiwanya independen  Setiap percobaan menghasilkan lebih dari 2 peristiwa  Banyaknya percobaan tertentu a) Rata-rata (μ) : 𝝁𝒌 = 𝒏𝒑𝒌 b) Deviasi Standar (σ) : 𝝈𝒌 = √𝒏𝒑𝒌 (𝟏 − 𝒑𝒌 ) = √𝒏𝒑𝒌 𝒒𝒌 Contoh: Sebuah kotak berisi 4 barang yang dihasilkan oleh mesin A, 5 oleh mesin B, dan 3 oleh mesin C. Kecuali dikategorikan berdasarkan mesin, identitas lainnya mengenai barang tersebut sama. Sebuah barang diambil secara acak dari kotak itu, identitas mesinnya dilihat, lalu disimpan kembali ke dalam kotak. Tentukan



77



peluang di antara 6 barang yang diambil dengan jalan demikian didapat 2 dari mesin A, 3 dari mesin B, dan 1 dari mesin C. Penyelesaian: 𝑛 = 4 + 5 + 3 = 12 4



𝑃(𝐴) = 12 5



𝑃(𝐵) = 12 3



𝑃(𝐶) = 12 𝑃(𝐴 → 2, 𝐵 → 3, 𝐶 → 1 ) 6!



4 2



5 3



3 1



= 1!2!3! (12) (12) (12) = 0,1206 d. Distribusi Hipergeometrik



Distribusi hipergeometrik adalah system distribusi probabilitas diskrit yang terdiri dari sekelompok objek tertentu yang dipilih tanpa terjadinya sebuah pemngembalian. Misalkan terdapat populasi yang berukuran N, D buah diantaranya termasuk kategori tertentu. Diambil n buah sampel acak dari populasi tersebut. Peluang dalam sampel tersebut terdapat x buah termasuk kategori tertentu adalah: 𝑫 𝑵−𝑫 ( )( ) (𝑪𝑫 )(𝑪𝑵−𝑫 ) 𝒙 𝒏−𝒙 𝑷(𝒙) = 𝒙 𝒏 − 𝒙 = 𝑵 𝑵 𝑪𝒏 ( ) 𝒏  Ciri-ciri Distribusi Hipergeometrik:  Macam peristiwanya dependen  Setiap percobaan menghasilkan 2 peristiwa  Banyaknya percobaan tertentu  Diambil dari populasi yang dapat dihitung tanpa pengembalian a) Rata-rata (μ): 𝝁=



𝒏𝑫 𝑵



Contoh:



78



Suatu perusahaan mengirimkan 50 buah barang, 40 buah diantaranya dapat diterima. Pada sampel berisi 5 buah barang, berapakah probabilitas 4 buah barang dapat diterima? Anggaplah sampel diambil tanpa pengembalian. Penyelesaian: 𝑁 = 50, 𝐷 = 40 𝑛 = 5, 𝑥 = 4 40 50 − 40 )( ) (91390)(10) 4 5 − 4 𝑃(𝑥) = =( ) = 0,431 50 2118760 ( ) 5 (



e. Distribusi Poisson Distribusi poisson adalah distribusi probabilitas diskrit yang menyatakan peluang jumlah peristiwa yang terjadi pada periode waktu tertentu apabila rata-rata kejadian tersebut diketahui dan dalam waktu yang saling bebas sejak kejadian terakhir. Fungsi peluang dari variabel acak diskrit x yang berdistribusi poisson adalah: 𝑷(𝒙) =



𝒆−𝝀 𝝀𝒙 𝒙!



dengan x = 0, 1, 2, ...., sedangkan e = 2,7183 dan 𝜆 = 𝑛𝑝.  Ciri-ciri Distribusi Poisson:  Macam peristiwanya independen  Setiap percobaan menghasilkan 2 peristiwa  Banyaknya percobaan, n sangat besar  P(A) = p , sangat kecil a) Rata-rata (μ) : 𝝁 = 𝝀 = 𝒏𝒑 b) Deviasi Standar (σ) : 𝝈 = √𝝀 = √𝒏𝒑 Contoh: Setiap kali suatu perusahaan percetakan mencetak 10000 lembar kertas terdapat 100 lembar yang rusak. Suatu hari, perusahaan mencetak



79



1000 lembar kertas. Berapakah probabilitas terdapat 5 lembar kertas yang rusak? 100



𝑝 = 10000 = 0,01 𝜆 = 𝑛𝑝 = (1000)(0,01) = 10 𝑃(5) =



𝑒 −𝜆 𝜆𝑥 𝑥!



=



𝑒 −10 (10)5 5!



= 0,0378



5. Distribusi Peluang Kontinu. Distribusi peluang kontinu adalah distribusi yang variabelnya terdiri dari nilai-nilai yang terletak dalam suatu interval tertentu, sehingga dapat berupa bilangan pecahan maupun bilangan bulat. Fungsi densitas 𝑓(𝑥), maka distribusi peluang: ∞



∫ 𝒇(𝒙)𝒅𝒙 = 𝟏 −∞



Jenis ditribusi peluang kontinu yaitu distribusi normal. a. Distribusi Normal Distribusi normal adalah distribusi probabilitas yang paling banyak digunakan dalam berbagai analisi statistika, distribusi ini memiliki variable acak kontinu. Fungsi densitas dari variabel acak kontinu x yang berdistribusi normal adalah: 𝒇(𝒙) =



𝟏 𝝈√𝟐𝝅



𝟏 𝒙−𝝁 𝟐 − ( 𝒆 𝟐 𝝈 )



dengan −∞ < 𝑥 < ∞, sedangkan 𝜋 = 3,1416 dan 𝑒 = 2,7183. Selain itu, μ adalah rata-rata dan σ adalah simpangan baku.  Ciri-ciri Distribusi Normal  Kurvanya berbentuk seperti lonceng dan selalu berada di atas sumbu datar  Simetris pada x = μ  Titik puncak kurva memiliki absis x = μ  Kurva mulai mendekati sumbu datar pada x = μ – 3σ ke kiri dan x = μ + 3σ ke kanan



80



 Luas daerah di bawah kurva normal = 1 yang merupakan peluang variabel x bernilai antara −∞ sampai dengan ∞ ∞



𝑷(−∞ < 𝒙 < ∞) = ∫ −∞



𝟏 𝝈√𝟐𝝅



𝟏 𝒙−𝝁 𝟐 − ( 𝒆 𝟐 𝝈 ) 𝒅𝒙



=𝟏



Untuk menghitung luas daerah di bawah kurva dsitribusi normal, dapat menggunakan distribusi normal standar, yang lebih dikenal distribusi Z. Distribusi normal standar merupakan distribusi normal dengan rata-rata (μ) = 0 dan simpangan baku (σ) = 1. Fungsi densitasnya berbentuk: 𝒇(𝒙) = dengan 𝒁 =



𝟏 √𝟐𝝅



𝟏 𝟐



𝒆−𝟐𝒁



𝑿−𝝁 𝝈



 Cara menentukan nilai peluang pada distribusi normal (luas daerah di bawah kurva normal), yaitu: 



Hitung Z hingga dua desimal







Gambarkan kurva normal baku







Letakkan Z pada sumbu datar







Tarik garis vertikal ke atas dari Z sampai memotong kurva







Arsir daerah yang diinginkan







Cari luasnya dengan menggunakan tabel



Karena seluruh luas = 1 dan kurva simetrik terhadap μ = 0, maka luas dari garis tegak pada titik nol ke kiri maupun ke kanan adalah 0,5. Contoh: Diketahui upah tenaga kerja harian mengikuti distribusi normal dengan rata-rata Rp 10.000 dan simpangan baku Rp 1.000. Berapa probabilitas memilih tenaga kerja yang upahnya: a. Antara Rp 10.000 dan Rp 11.000 b. Antara Rp 7.900 dan Rp 10.000 c. Antara Rp 7.900 dan Rp 11.000 d. Antara Rp 11.000 dan 13.000 Penyelesaian: a. Antara Rp 10.000 dan Rp 11.000



81



𝑋 − 𝜇 11000 − 10000 = =1 𝜎 1000



𝑍=



𝑃(𝑅𝑝 10000 < 𝑥 < 𝑅𝑝 11000) = luas daerah antara z = 0 dan z = 1 yaitu sebesar 0,3413. b. Antara Rp 7.900 dan Rp 10.000 𝑍=



𝑋 − 𝜇 7900 − 10000 = = −2,1 𝜎 1000



𝑃(𝑅𝑝 7900 < 𝑥 < 𝑅𝑝 10000) = luas daerah antara z = 0 dan z = 2,1 yaitu sebesar 0,4821. c. Antara Rp 7.900 dan Rp 11.000 𝑃(𝑅𝑝 7900 < 𝑥 < 𝑅𝑝 11000) = 𝑃(𝑅𝑝 7900 < 𝑥 < 𝑅𝑝 10000) + 𝑃(𝑅𝑝 10000 < 𝑥 < 𝑅𝑝 11000) = 0,4821 + 0,3413 = 0,8234 d. Antara Rp 11.000 dan 13.000 𝑃(𝑅𝑝 11000 < 𝑥 < 𝑅𝑝 13000) = 𝑃(𝑅𝑝 10000 < 𝑥 < 𝑅𝑝 13000) − 𝑃(𝑅𝑝 10000 < 𝑥 < 𝑅𝑝 11000) 𝑍=



𝑋−𝜇 𝜎



=



14000−10000 1000



=3



𝑃(𝑅𝑝 10000 < 𝑥 < 𝑅𝑝 13000) = luas daerah antara z = 0 dan z = 3 yaitu sebesar 0,4987 𝑃(𝑅𝑝 11000 < 𝑥 < 𝑅𝑝 13000) = 0,4987 − 0,3413 = 0,1574



82



BAB XII DISTRIBUSI NORMAL A. PENGERTIAN DISTRIBUSI NORMAL Distribusi normal merupakan suatu alat statistik yang sangat penting untuk menaksir dan meramalkan peristiwa-peristiwa yang lebih luas. Distribusi normal disebut juga dengan distribusi Gauss untuk menghormati Gauss sebagai penemu persamaannya (1777-1855). Menurut pandangan ahli statistik, distribusi variabel pada populasi mengikuti distribusi normal. Distribusi normal pertama kali diperkenalkan oleh Abraham DeMoivre (1733) sebagai pendekatan distribusi binomial untuk n besar. Selanjutnya dikembangkan oleh Pierre Simon de Laplace dan dikenal dengan Teorema Moivre - Laplace. Laplace menggunakan distribusi normal untuk analisis galat suatu eksperimen. Suatu data membentuk distribusi normal jika jumlah data di atas dan di bawah mean adalah sama. Distribusi normal berupa kurva berbentuk lonceng setangkup yang melebar tak berhingga pada kedua arah positif dan negatifnya.  Ciri-ciri distribusi normal:  Disusun dari variable random kontinu  Kurva distribusi normal mempunyai satu puncak (uni-modal)  Kurva berbentuk simetris dan menyerupai lonceng hingga mean, median dan modus terletak pada satu titik.  Kurva normal dibentuk dengan N yang tak terhingga.  Peristiwa yang dimiliki tetap independen.  Ekor kurva mendekati absis pada penyimpangan 3 SD ke kanan dan ke kiri dari rata-rata dan ekor grafik dapat dikembangkan sampai tak terhingga tanpa menyentuh sumbu absis.



 Sifat-Sifat Distribusi Normal:  Rata-ratanya (mean) μ dan standard deviasinya = σ



83



 Mode (maximum) terjadi di x = μ  Bentuknya simetrik terhadap x = μ  Titik belok tepat di x = μ ± σ  Kurva mendekati nol secara asimptotis semakin x jauh dari x = μ  Total luasnya= 1  Karakteristik Distribusi Frekuensi Normal:  Kurva berbentuk genta ( = Md= Mo)  Kurva berbentuk simetris (sumbu vertikal)  Kurva normal berbentuk asimptotis (takterhingga )  Kurva mencapai puncak pada saat X=   Luas daerah di bawah kurva adalah 1; ½ di sisi kanan nilai tengah dan ½ di sisi kiri. Luas daerah dibawah kurva normal standar sudah ada tabelnya yaitu dalam tabel dist normal standar atau tabel. 1. Distribusi Normal Standard Distribusi probabilitas normal standar adalah distribusi normal yang memiliki rata-rata nol dan simpangan baku satu. Distribusi ini juga dijuluki kurva lonceng (bell curve) karena grafik fungsi kepekatan probabilitasnya mirip dengan bentuk lonceng. 𝒙− 𝝁 𝝈 Transformasi memetakan distribusi normal menjadi distribusi normal standard, sebab distribusi normal dengan variabel z ini memiliki mean =0 dan standard deviasi = 1. Transformasi ini juga mempertahankan luas dibawah kurvanya artinya: Luas dibawah kurva distribusi normal antara x1 dan x2 sama dengan Luas dibawah kurva distribusi normal standard antara z1 dan z2 . Dengan z1 = (x1-μ)/σ dan z2 = (x2-μ)/σ. Sehingga cukup dibuat tabel distribusi normal standard kumulatif. Kurva distribusi normal standard:



84



Distribusi probabilitas normal untuk setiap nilai x yang membentuk kurva normal mempunyai persamaan umum: Distribusi probabilitas normal untuk setiap nilai x yang membentuk kurva normal mempunyai persamaan umum: 𝒚 = 𝒇(𝒙) =



𝟏 𝝈√𝟐𝝅



𝒆−



𝟏 𝒙−𝝁 𝟐 ( ) 𝟐 𝝈



di mana: 𝜋 = 3,142857143. .. 𝒆 = 2,718281828. .. μ = rata − rata populasi σ = simpangan baku populasi x = variabel acak kotinu B. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI BINOMIAL DAN DISTRIBUSI NORMAL Jika N cukup besar dan jika tak satu pun dari p atau q sangat dekat dengan nol maka distribusi binomial dapat didekati atau diaproksimasi oleh sebuah distribusi normal dengan variabel terstandarisasi yang dirumiskan sebagai: =



𝒙 − 𝑵𝒑 √𝑵𝒑𝒒



Pendekatan ini akan semakin baik seiring dengan semakin bertambah besarnya N. Dalam praktiknya, pendekatannya akan sangat bagus jika Np dan Nq kedua-duanya lebih besar daripada 5. 85



Contoh: Hitung Luas Pergunakanlah tabel distribusi normal standard untuk menghitung luas daerah : a) Di sebelah kanan z = 1.84 b) Antara z = -1.97 s/d z = 0.86 Penyelesaian: Ingat bahwa luas yg diberikan dalam tabel distribusi normal kumulatif adalah luas dari z = -∞ s/d z0 tertentu: P (z < z0). a) P (z > 1.84 ) = 1 – P (z ≤ 1.84) = 1 -0.9671 = 0.0329 b) P (-1.97 < z < 0.86) = P (z < 0.86) – P(z < -1.97) = 0.8051 – 0.0244 = 0.7807 Contoh: Cari z Carilah nilai z = k di distribusi normal standard sehingga a) P (Z > k) = 0.3015 b) P (k < z < -0.18) = 0.4197 Penyelesaian: a) P (Z > k) = 0.3015 berarti P (Z < k) = 1- P (z > k) = 1 – 0.3015 = 0.6985 Dari tabel terbaca luas ke kiri = 0.6985 adalah untuk z = 0.52. b) P (k < z < -0.18) = P ( z < -0.18) – P (z < k) = 0.4197 = 0.4286 – P ( z < k) = 0.4197 Jadi P (z < k) = 0.4286 - 0.4197 = 0.0089 Dari tabel z = -2.37 Contoh: Luas di bawah kurva normal non standard Variaber X terdistribusi normal dengan mean 50 dan standard deviasi = 10. Carilah probabilitas untuk menemukan X bernilai antara 45 dan 62?



86



Penyelesaian: Dalam soal ini μ = 50 dan σ = 10. x1 = 45 dan x2 = 62 Pertama kita mapping x ke z (melakukan normalisasi atau standardisasi): z1 = (x1 -μ)/σ  z1 = (45-50)/10 = -0.5 z2 = (x2 -μ)/σ  z2 = (62-50)/10 = 1.2 Sehingga: P (45 < x < 62) = P (-0.5 < z x0) = 14% Penyelesaian: a) Kita mulai dengan mencari nilai Z yg sama luasnya. P (z < z0) = 45% = 0.45  dari tabel z0 = -0.13 z0 = (x0 - μ)/σ  x0 = μ + σz0 = 40 +6*(-0.13) = 39.22 C. CONTOH PENERAPAN DISTRIBUSI NORMAL 1. Sebuah perusahaan bolam lampu mengetahui bahwa umur lampunya (sebelum putus) terdistribusi secara normal dengan rata-rata umurnya 800 jam dan standard deviasinya 40 jam. Carilah probabilitas bahwa sebuah bolam produksinya akan:  Berumur antara 778 jam dan 834 jam



87



 Berumur kurang dari 750 jam atau lebih dari 900 jam Penyelesaian: μ = 800 σ = 40. P (778 < x < 834) x1 = 778  z1 = (x1 - μ)/σ = (778 - 800)/40 = -0.55 x2 = 834  z2 = (x2 - μ)/σ = (834 - 800)/40 = 0.85 P (778 < x < 834) = P(-0.55 < z < 0.85) = P (z < 0.85) – P (z < -0.55) = 0.8023 – 0.2912 = 0.5111 2. Berumur kurang dari 750 jam atau lebih dari 900 jam μ = 800 σ = 40. P (x < 750 atau x > 900) x1 = 750  z1 = (x1 - μ)/σ = (750 - 800)/40 = -1.25 x2 = 900  z2 = (x2 - μ)/σ = (900 - 800)/40 = 2.5 P (x < 750 atau x > 900) = P (z < -1.25) + P (z > 2.5) = P (z < -1.25) + 1- P (z < 2.5) = 1 + P (z < -1.25) – P (z < 2.5) = 1 + 0.1056-0.9938 = 0.1118



BAB XIII PENUTUP



88



A.



KESIMPULAN Statiska berasal dari bahasa latin “status”, dalam bahasa Inggris “state” artinya kesatuan politik (berkaitan dengan suatu negara). Statistika pada jaman dahulu sering digunakan untuk melayani keperluan administrasi negara / catatan tentang kekayaan negara, misalnya: untuk menyusun informasi tentang penduduk, untuk memperlancar pajak, dan mobilisasi penduduk dalam angkatan perang.



89



DAFTAR PUSTAKA



Adminami01, 2019, Rumus Statistika Dasar Matematika Terlengkap, rumusrumus,



diakses



tanggal



02



Desember



2019,



(https://rumusrumus.com/rumus-statistika/) Tyas, 2019, Teori Peluang, yuksinau, diakses tanggal 03 Desember 2019, (https://www.yuksinau.id/teori-peluang/) Setiawa, Parta, 2019, Pengertian Distribusi Frekuensi Terlengkap, guru pendidikan,



diakses



tanggal



02



Desember



2019,



(https://www.gurupendidikan.co.id/distribusi-frekuensi/) Unknow, 2019, Distribusi Normal, rumusstatistik, diakses tanggal 04 Desember 2019, (https://www.rumusstatistik.com/2013/07/rumus-distribusi-normaldistribusi-gauss.html)



iv