Stikes RS Baptis Kediri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STIKES RS BAPTIS KEDIRI TUGAS KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF “BERBAGAI TERAPI KOMPLEMENTER” Dosen Pengampu : Srinalesti Mahanani S.Kep.,M.Kep



Disusun Oleh : DIMAS BAGUS DWI MAHENDRA (01.2.18.00644) EUNIKE CRISTI ANGELINA PUTRI (01.2.18.00649)



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STRATA 1 TAHUN AKADEMIK 2020/2021 STIKES RS. BAPTIS KEDIRI



1



KATA PENGANTAR



Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih dan penyertaan-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai dengan baik. Adapun dalam makalah ini penulis menyajikan tentang makalah “Berbagai Terapi Komplementer” Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kapada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini baik dengan memberikan bantuan yang berupa pendapat maupun materi selama pembuatan makalah ini. Tidak lupa penulis berterima kasih kepada Ibu Srinalesti Mahanani S.Kep.,M.Kep yang telah memberikan tugas dan membimbing dalam proses penyusunan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini penulis sadar bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan, Oleh sebab itu penulis berharap adanya saran-saran yang positif demi kesempunaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.



Kediri, 28 September 2020



Penulis



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.................................................................................................2 DAFTAR ISI................................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN 1.1



LatarBelakang.................................................................................................4



1.2



Rumusan Masalah...........................................................................................5



1.3



Tujuan.............................................................................................................5



BAB II PEMBAHASAN 2.1



Terapi Komplementer.....................................................................................6



2.2



Jenis Terapi Komplementer............................................................................8



2.3



Peran Perawat................................................................................................10



2.4



Jurnal.............................................................................................................11



2.5



Pembahasan Jurnal Terapi Seft Pada Stress Dan Adaptasi Pasien Kanker Ovarium......................................16



BAB III PENUTUP 3.1



Kesimpulan...................................................................................................11



3.2



Saran.............................................................................................................11



DAFTAR PUSTAKA................................................................................................12



3



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi Komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian penting dalam pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya (Snyder & Lindquis, 2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna terapi alternatif dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik konvensional (Smith et al., 2004). Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna terapi komplementer di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997 (Eisenberg, 1998 dalam Snyder & Lindquis, 2002). Klien yang menggunakan terapi komplemeter memiliki beberapa alasan. Salah satu alasannya adalah filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu adanya harmoni dalam diri dan promosi kesehatan dalam terapi komplementer. Alasan lainnya karena klien ingin terlibat untuk pengambilan keputusan dalam pengobatan dan peningkatan kualitas hidup dibandingkan sebelumnya. Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek samping dari pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan memilih terapi komplementer (Snyder & Lindquis, 2002). Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien bertanya tentang terapi komplementer atau alternatif pada petugas kesehatan seperti dokter ataupun perawat. Masyarakat mengajak dialog perawat untuk penggunaan terapi alternatif (Smith et al., 2004). Hal ini terjadi karena klien ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila keinginan terpenuhi akan berdampak ada kepuasan klien. Hal ini dapat menjadi peluang bagi perawat untuk berperan memberikan terapi komplementer. Peran yang dapat diberikan perawat dalam terapi komplementer atau alternatif dapat disesuaikan dengan peran perawat yang ada, sesuai dengan batas kemampuannya. Pada dasarnya, perkembangan perawat yang memerhatikan hal ini sudah ada. Sebagai contoh yaitu American Holistic Nursing Association (AHNA), Nurse Healer Profesional Associates (NHPA) (Hitchcock et al., 1999). Ada pula National Center for Complementary/Alternative Medicine (NCCAM) yang berdiri tahun 1998 (Snyder & Lindquis, 2002). Kebutuhan masyarakat yang meningkat dan berkembangnya penelitian terhadap terapi komplementer menjadi peluang perawat untuk 4



berpartisipasi sesuai kebutuhan masyarakat. Perawat dapat berperan sebagai konsultan untuk klien dalam memilih alternatif yang sesuai ataupun membantu memberikan terapi langsung. Namun, hal ini perlu dikembangkan lebih lanjut melalui penelitian (evidence-based practice) agar dapat dimanfaatkan sebagai terapi keperawatan yang lebih baik. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana yang dinamakan terapi komplementer dalam keperawatan 2. Berapa macam terapi komplementer yang ada di dalam keperawatan 3. Peran sebuah perawat dalam melaksanakan terapi komplementer 4. Jurnal keperawatan terapi komplementer pada penyakit terminal 5. Pembahasan jurnal dari studi kasus



1.3 Tujuan 1. Memberikan sebuah pengertian tentang apakah tentang keperawatan terapi komplementer 2. Memberikan pengertian tentang jenis sebuah terapi komplementer 3. Memberikan sebuah pengertian peran sebuah perawat dalam terapi komplementer 4. Menganalisis sebuah jurnal untuk memberikan sebuah indentifikasi kebenaran keperawatan terapi komplementer pada pasien 5. Memberikan pembahasan sebuah jurnal



5



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Terapi Komplementer Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan modern (Andrews et al., 1999). Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001). Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith et al., 2004). Pendapat lain menyebutkan terapi komplementer dan alternatif sebagai sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan yang meliputi sistem kesehatan, modalitas, praktik dan ditandai dengan teori dan keyakinan, dengan cara berbeda dari sistem pelayanan kesehatan yang umum di masyarakat atau budaya yang ada (Complementary and alternative medicine/CAM Research Methodology Conference, 1997 dalam Snyder & Lindquis, 2002). Terapi komplementer dan alternatif termasuk didalamnya seluruh praktik dan ide yang didefinisikan oleh pengguna sebagai pencegahan atau pengobatan penyakit atau promosi kesehatan dan kesejahteraan. Definisi tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai pengembangan terapi tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan terapi modern yang mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek biologis, psikologis, dan spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada yang telah lulus uji klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern. Kondisi ini sesuai dengan prinsip keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko, sosial, dan spiritual). Prinsip holistik pada keperawatan ini perlu didukung kemampuan perawat dalam menguasai berbagai bentuk terapi keperawatan termasuk terapi komplementer. Penerapan terapi komplementer pada keperawatan perlu mengacu kembali pada teori-teori yang mendasari praktik keperawatan. Misalnya teori Rogers yang memandang manusia sebagai sistem terbuka, kompleks, mempunyai berbagai dimensi dan energi. Teori ini dapat mengembangkan pengobatan tradisional yang menggunakan energi misalnya tai chi, chikung, dan reiki. Teori keperawatan yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam mengembangkan terapi komplementer misalnya teori transkultural yang dalam 6



praktiknya mengaitkan ilmu fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-lain. Hal ini didukung dalam catatan keperawatan Florence Nightingale yang telah menekankan pentingnya mengembangkan lingkungan untuk penyembuhan dan pentingnya terapi seperti musik dalam proses penyembuhan. Selain itu, terapi komplementer meningkatkan kesempatan perawat dalam menunjukkan caring pada klien (Snyder & Lindquis, 2002). Hasil penelitian terapi komplementer yang dilakukan belum banyak dan tidak dijelaskan dilakukan oleh perawat atau bukan. Beberapa yang berhasil dibuktikan secara ilmiah misalnya terapi sentuhan untuk meningkatkan relaksasi, menurunkan nyeri, mengurangi kecemasan, mempercepat



penyembuhan



luka,



dan



memberi



kontribusi



positif



pada



perubahan



psikoimunologik (Hitchcock et al., 1999). Terapi pijat (massage) pada bayi yang lahir kurang bulan dapat meningkatkan berat badan, memperpendek hari rawat, dan meningkatkan respons. Sedangkan terapi pijat pada anak autis meningkatkan perhatian dan belajar. Terapi pijat juga dapat meningkatkan pola makan, meningkatkan citra tubuh, dan menurunkan kecemasan pada anak susah makan (Stanhope, 2004). Terapi kiropraksi terbukti dapat menurunkan nyeri haid dan level plasma prostaglandin selama haid (Fontaine, 2005). Hasil lainnya yang dilaporkan misalnya penggunaan aromaterapi. Salah satu aromaterapi berupa penggunaan minyak esensial berkhasiat untuk mengatasi infeksi bakteri dan jamur (Buckle, 2003). Minyak lemon thyme mampu membunuh bakteri streptokokus, stafilokokus dan tuberkulosis (Smith et al., 2004). Tanaman lavender dapat mengontrol minyak kulit, sedangkan teh dapat membersihkan jerawat dan membatasi kekambuhan (Key, 2008). Dr. Carl menemukan bahwa penderita kanker lebih cepat sembuh dan berkurang rasa nyerinya dengan meditasi dan imagery (Smith et al., 2004). Hasil riset juga menunjukkan hipnoterapi meningkatkan suplai oksigen, perubahan vaskular dan termal, mempengaruhi aktivitas gastrointestinal, dan mengurangi kecemasan (Fontaine, 2005). Hasil-hasil tersebut menyatakan terapi komplementer sebagai suatu paradigma baru (Smith et al., 2004). Bentuk terapi yang digunakan dalam terapi komplementer ini beragam sehingga disebut juga dengan terapi holistik. Terminologi kesehatan holistik mengacu pada integrasi secara menyeluruh dan mempengaruhi kesehatan, perilaku positif, memiliki tujuan hidup, dan pengembangan spiritual (Hitchcock et al., 1999). Terapi komplementer dengan demikian dapat diterapkan dalam berbagai level pencegahan penyakit. Terapi komplementer dapat berupa promosi kesehatan, pencegahan penyakit ataupun 7



rehabilitasi. Bentuk promosi kesehatan misalnya memperbaiki gaya hidup dengan menggunakan terapi nutrisi. Seseorang yang menerapkan nutrisi sehat, seimbang, mengandung berbagai unsur akan meningkatkan kesehatan tubuh. Intervensi komplementer ini berkembang di tingkat pencegahan primer, sekunder, tersier dan dapat dilakukan di tingkat individu maupun kelompok misalnya untuk strategi stimulasi imajinatif dan kreatif (Hitchcock et al., 1999). Pengobatan dengan menggunakan terapi komplementer mempunyai manfaat selain dapat meningkatkan kesehatan secara lebih menyeluruh juga lebih murah. Terapi komplementer terutama akan dirasakan lebih murah bila klien dengan penyakit kronis yang harus rutin mengeluarkan dana. Pengalaman klien yang awalnya menggunakan terapi modern menunjukkan bahwa biaya membeli obat berkurang 200-300 dolar dalam beberapa bulan setelah menggunakan terapi komplementer (Nezabudkin, 2007). Minat masyarakat Indonesia terhadap terapi komplementer ataupun yang masih tradisional mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengunjung praktik terapi komplementer dan tradisional di berbagai tempat. Selain itu, sekolahsekolah khusus ataupun kursuskursus terapi semakin banyak dibuka. Ini dapat dibandingkan dengan Cina yang telah memasukkan terapi tradisional Cina atau traditional Chinese Medicine (TCM) ke dalam perguruan tinggi di negara tersebut (Snyder & Lindquis, 2002). Kebutuhan perawat dalam meningkatnya kemampuan perawat untuk praktik keperawatan juga semakin meningkat. Hal ini didasari dari berkembangnya kesempatan praktik mandiri. Apabila perawat mempunyai kemampuan yang dapat dipertanggungjawabkan akan meningkatkan hasil yang lebih baik dalam pelayanan keperawatan.



2.2 Jenis Terapi Komplementer Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh terapi komplementer invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam basah) yang menggunakan jarum dalam pengobatannya. Sedangkan jenis non-invasif seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana, terapi suara), terapi biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin, hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing, dan terapi lainnya (Hitchcock et al., 1999) National Center for Complementary/ Alternative Medicine (NCCAM) membuat klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima kategori. Kategori pertama, mind-body therapy yaitu memberikan intervensi dengan berbagai teknik untuk 8



memfasilitasi kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan (imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni. Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari Barat misalnya pengobatan tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika, cundarismo, homeopathy, naturopathy. Kategori ketiga dari klasifikasi NCCAM adalah terapi biologis, yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya misalnya herbal, makanan). Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi, macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi. Terakhir, terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh (biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik sentuhan, pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong, magnet. Klasifikasi kategori kelima ini biasanya dijadikan satu kategori berupa kombinasi antara biofield dan bioelektromagnetik (Snyder & Lindquis, 2002). Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup (pengobatan holistik, nutrisi), botanikal (homeopati, herbal, aromaterapi); manipulatif (kiropraktik, akupresur & akupunktur, refleksi, massage); mind-body (meditasi, guided imagery, biofeedback, color healing, hipnoterapi). Jenis terapi komplementer yang diberikan sesuai dengan indikasi yang dibutuhkan. Contohnya pada terapi sentuhan memiliki beberapa indikasinya seperti meningkatkan relaksasi, mengubah persepsi nyeri, menurunkan kecemasan, mempercepat penyembuhan, dan meningkatkan kenyamanan dalam proses kematian (Hitchcock et al., 1999). Jenis terapi komplementer banyak sehingga seorang perawat perlu mengetahui pentingnya terapi komplementer. Perawat perlu mengetahui terapi komplementer diantaranya untuk membantu mengkaji riwayat kesehatan dan kondisi klien, menjawab pertanyaan dasar tentang terapi komplementer dan merujuk klien untuk mendapatkan informasi yang reliabel, memberi rujukan terapis yang kompeten, ataupun memberi sejumlah terapi komplementer (Snyder & Lindquis, 2002). Selain itu, perawat juga harus membuka diri untuk perubahan dalam mencapai tujuan perawatan integratif (Fontaine, 2005).



9



2.3 Peran Perawat Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup (pengobatan holistik, nutrisi), botanikal (homeopati, herbal, aromaterapi); manipulatif (kiropraktik, akupresur & akupunktur, refleksi, massage); mind-body (meditasi, guided imagery, biofeedback, color healing, hipnoterapi). Jenis terapi komplementer yang diberikan sesuai dengan indikasi yang dibutuhkan. Contohnya pada terapi sentuhan memiliki beberapa indikasinya seperti meningkatkan relaksasi, mengubah persepsi nyeri, menurunkan kecemasan, mempercepat penyembuhan, dan meningkatkan kenyamanan dalam proses kematian (Hitchcock et al., 1999). Jenis terapi komplementer banyak sehingga seorang perawat perlu mengetahui pentingnya terapi komplementer. Perawat perlu mengetahui terapi komplementer diantaranya untuk membantu mengkaji riwayat kesehatan dan kondisi klien, menjawab pertanyaan dasar tentang terapi komplementer dan merujuk klien untuk mendapatkan informasi yang reliabel, memberi rujukan terapis yang kompeten, ataupun memberi sejumlah terapi komplementer (Snyder & Lindquis, 2002). Selain itu, perawat juga harus membuka diri untuk perubahan dalam mencapai tujuan perawatan integratif (Fontaine, 2005). Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer (Snyder & Lindquis, 2002). Perawat lebih banyak berinteraksi dengan klien sehingga peran koordinator dalam terapi komplementer juga sangat penting. Perawat dapat mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter yang merawat dan unit manajer terkait. Sedangkan sebagai advokat perawat berperan untuk memenuhi permintaan kebutuhan perawatan komplementer yang mungkin diberikan termasuk perawatan alternatif (Smith et al.,2004). (http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/200/311)



10



2.4 Jurnal (http://conference.unsri.ac.id/index.php/SNK/article/viewFile/1646/890) TERAPI KOMPLEMENTER: TERAPI SEFT PADA STRESS DAN ADAPTASI PASIEN KANKER OVARIUM Abstrak Pasien kanker merupakan pasien dengan kondisi kualitas hidup yang menurun. Keadaan ini berakibat juga pada penurunan status kualitas tidurnya, aktivitas keseharian dan tujuan dalam hidupnya. Dampak yang akan dirasakan oleh pasien kanker ovarium ini juga telihat secara psikologis yang tergambar dalam keadaan stress nya. kondisi stress ini disebabkan oleh berbagai ketakutan yang mungkin dapat terjadi pada pasien kanker ovarium tersebut seperti takut akan nyeri, operasi, kematian, perubahan pada reproduksi dan seksual, perubahan body image serta hubungan dengan keluarga. Intervensi SEFT yang diberikan kepada responden merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritualitas dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dengan kuantitaif. Kuesioner tingkat stress menggunakan kuesioner perceived stress scale (PSS). Sampel berjumlah 3 orang pasien kanker ovarium di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dengan uji statistik menggunakan uji Wilcoxon. Responden pada penelitian ini sebelum mendapatkan terapi berada dalam kategori stress cukup berat dan stress berat. Tindakan SEFT yang dilakukan mencoba untuk menggabungkan energy spiritual dan metode tapping sehingga meningkatkan proses katasis pada pasien. Proses ini yang menjadikan pasien lebih rikeks dan tenang. Hal ini terlihat pada penurunan kategori stress pasien yang berada dalam tingkat ringan dan stress. Terapi SEFT ini dapat diterapkan sebagai salah satu terapi komplementer untuk menurunkan tingkat stress pada pasien kanker ovarium. PENDAHULUAN Pasien kanker merupakan penyakit degeneratif yang berkembang atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam bulan. 1 Penyakit kanker merupakan penyakit yang ditandai pembelahan sel tidak terkendali dan kemampuan sel- sel tersebut menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). 2 Beberapa Keadaan pasien kanker membuat kualitas hidup pasien menurun dan membutuhkan beberapa penanganan yang 11



nyata. Kebutuhan pasien tidak hanya berkisar pada keadaan fisiknya akan tetapi juga pada kebutuhan psikis, support keluarga dan spiritual. 3 Keadaan umum pasien kanker yang mengalami penurunan ini juga tergambar dalam status kualitas tidurnya, aktivitas keseharian dan tujuan dalam hidupnya, 1 selain ini pasien paliatif juga mengalami keadaan mual dan muntah. 4 Dampak terkait kondisi ini, pasien akan mengalami kondisi stress yang cukup tinggi. Kondisi stress ini dapat pula disebabkan oleh berbagai ketakutan yang terjadi pada terutama pada pasien wanita seperti takut akan nyeri, operasi, kematian, perubahan pada reproduksi dan seksual, perubahan body image serta hubungan dengan keluarga. 5 Stress merupakan respon terhadap situasi yang tidak menyenangkan sehingga dapat mengakibatkan ketidaksabilan emosional seseorang. Situasi respon stress yang terjadi ini membutuhkan penanganan secara spiritual agar dapat mengembalikan kembali kesehatan fisik, mental juga spiritual pasien tersebut. Kesehatan spiritual ini merupakan kondisi pasien yang menunjukkan aspek positif dari spiritualitasnya, 6 juga adanya keseimbangan antara hubungan dengan dirinya, orang lain, lingkungan dan juga dengan Tuhannya. 7 Kondisi pasien dengan permasalahan stress yang ada membutuhkan intervensi keperawatan. Teknik yang dapat diberikan untuk meningkatkan kualitas fisik dan prilaku kognitif adalah teknik Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT). SEFT merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritualitas dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. Teknik SEFT menjadikan 18 titik utama yang mewakili 12 jalur utama energi meridian dengan menggunakan teknik tapping (ketukan ringan) sekaligus doa. 8 Penelitian lainnya menyatakan bahwa pemberian terapi SEFT dapat membantu menurunkan kecemasan dan stress.9 Senada dengan hal ini, menunjukkan hal yang saam bahwa teknik SEFT memiliki pengaruh dalam menurunkan tingkat stress dan kualitas hidup pasien kanker. 10 Studi pendahuluan yang dilakukan menuliskan permasalahan bahwa pasien kanker juga merasa sulit tidur, sulit untuk berakvitas, gelisah, merasa takut terhadap penyakitnya, dan badannya terasa lemas dan sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit. Penggunaan teknik ini diharapkan dapat menurunkan tingkat stress pada pasien. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi SEFT ini terhadap kondisi stress dan adaptasi pasien kanker.



12



METODE Penelitian ini menggunakan metode penelitian study kasus dengan pendekatan studi kuantitatif untuk melihat penerapan teoritis pada intervensi yang dapat dilakukan. Pengukuran mengenai tingkat stress menggunakan kuesioner perceived stress scale (PSS) dengan 10 pertanyaan. Sampel pada penelitian ini berjumlah 3 orang dengan cara pengambilan sampel consecutive sampling di RSUP Dr. Muhammad Hoesin Palembang. Analisa data menggunakan uji Wilcoxon. HASIL Penelitian ini mendapatkan data berupa distribusi frekuensi dengan melihat karakteristik umur, pekerjaan dan pendidikan pada pasien tersebut. GAMBAR Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur responden terdapat 1 responden berusia dewasa awal (33,3%), 1 responden kategori lansia awal dengan persentase (33,3%) dan 1 responden selanjutnya kategori pada usia lansia akhir dengan persentase (33,3). Responden memiliki pekerjaan mayoritas semuanya merupakan ibu rumah tangga atau tidak bekerja dengan persentase sebesar 100%. Karakteristik pada tingkat pendidikan terdapat 1 (33,3%) responden dengan pendidikan SD (Sekolah Dasar), 1 responden berikutnya dengan kategori pendidikan SMP (33,3%) dan terahir 1 responden dengan pendidikan SMA (33,3%). Tabel 2. Distribusi Penelitian ini terdapat 2 responden yang tingkat stressnya cukup berat dengan persentase sebesar (66,7%). Kategori pada stress cukup berat didapatkan hanya 1 responden dengan persentase sebesar 33,3%. Tabel 3. Penelitian ini memberikan terapi SEFT dengan 2 responden yang tingkat stressnya berubah menjadi stress ringan dengan persentase sebesar (66,7%), sedangkan 1 responden menjadi kategori stress ringan dengan persentase sebesar (33,3%). Tabel 4.



13



Penerapan studi kasus dengan menggunakan penerapan teori seft memberikan dampak yang cukup signifikan untuk mengurangi terjadinya stress dengan p-value 0,000. PEMBAHASAN Penelitian ini mendapatkan responden dengan usia dewasa awal (33,3%), 1 responden kategori lansia awal dengan persentase (33,3%) dan 1 responden selanjutnya kategori pada usia lansia akhir dengan persentase (33,3). Pada saat penelitian dilakukan didapatkan untuk responden 2 responden dalam kategori lansia awal dan lansia akhir. Responden 1 berusia 64 tahun dan responden ke 2 berusia 51 tahun. Berbeda dengan responden yang ketiga, masuk dalam kategori dewasa awal yang berusia 29 tahun. Kanker ovarium yang sering dialami oleh wanita terbagi dalam dua jenis yaitu kanker jinak bersifat kistik dan kanker ganas. 11 Kanker ovarium dapat mengenai semua wanita dari segala usia, mulai dari usia 20 hingga 80 tahun, jarang terjadi pada wanita di bawah usia 20 tahun. Delapan puluh persen kanker muncul pada usia di atas 40 tahun, dan bila muncul sesudah menopause maka hampir 30% adalah ganas. 11 Responden pada penelitian ini adalah ibu dengan pekerjaan sebagai seorang ibu rumah tangga. Penelitian ini sejalan denngan penelitian dengan hasil Ibu yang tidak bekerja cenderung lebih kecil mengalami stres, dikarenakan tekanan dan tuntutan bersumber hanya pada lingkungan rumah tangga. Individu bisa lebih fokus pada salah satu aktivitas yaitu pekerjaan rumah tangga, seperti mengurus anak, suami, dan mengerjakan segala urusan rumah tangga, sehingga ibu lebih bisa mengatur waktu dan tenaganya untuk menyelesaikan tugastugasnya dirumah dengan baik. 12 Tingkat pendidikan pada penelitian ini terdapat 1 responden dengan pendidikan SD (Sekolah Dasar) dengan persentase sebesar (33,3%), 1 responden berikutnya dengan kategori pendidikan SMP dengan persentase sebesar (33,3%) dan terahir 1 responden dengan pendidikan SMA dengan persentase sebesar (33,3). Menurut penelitian dinyatakan juga bahwa seseorang mempunyai pendidikan rendah maka akan mempunyai pengaruh besar dalam tingkat stress. 12 Berdasarkan intervensi yang dilakukan, didapatkan data bahwa terdapat 2 responden dengan tingkat stressnya berubah menjadi kategori stress sedang dengan persentase sebesar (66,7%). Sedangkan 1 responden menjadi kategori stress ringan dengan persentase sebesar (33,3%). Terapi SEFT ini adalah sebuah terapi emosi yang mampu membangkitkan harapan, percaya diri pada seseorang serta mampu menyelesaikan masalah psikis dan fisik yang dialami seseorang. 13 Secara statistik berdasarkan uji Wilcoxon terapi SEFT ini dapat menurunkan tingkat stress pada 14



pasien kanker sebesar pvalue 0.000. Penelitian pendukung lain mengatakan bahwa sebanyak 69,1% pasien kanker menggunakan mekanisme koping yang destruktif dan sebanyak 30.9% pasien kanker menggunakan mekanisme koping yang konstruktif. 14 Bentuk mekanisme koping yang destruktif antara lain: menilai negatif penyakit yang diderita hal ini bisa disebabkan oleh ketidakadekuatan sumber koping yang dimiliki oleh pasien kanker tersebut. Mekanisme pelaksanaan terapi ini. Terapi SEFT ini merupakan salah satu terapi yang dapat diterapkan untuk menurunkan emosi negatif dari pasien juga stress dan gejala lain yang ditimbulkan. Pelaksanaan terapi ini dimulai dengan pasien dapat menceritakan terlebih dahulu perasaan negatif yang sedang dirasakannya. Perasaan negatif pasien yang tercurah dapat menjadikan keadaan emosi menjadi lebih rileks dan tenang. Teknik katasis atau proses menceritakan ini bertujuan agar pasien dapat mengeluarkan perasaannya sehingga beban emosi yang dirasakannya bisa berkurang. Tahap selanjutnya pada terapi SEFT ini pasien diminta untuk berdoa kepada TUHAN Yang Maha Esa. Penyerahan diri yang dilakukan pada pasien tersebut selain dapat meningkatkan ketenangan juga dapat menurunkan tingkat stress pada pasien tersebut. KESIMPULAN Tingkat stress secara psikologis pada pasien kanker ovarium dapat menyebabkan pasien mengalami penurunan kualitas hidup yang akan pula mempengaruhi keadaan fisiknya. Penerapan teori dari terapi SEFT ini dapat memberikan manfaat yang cukup signifikan pada pasien kanker. Hal ini terlihat dengan pengujian secara statistic yang memperlihatkan nilai pvalue sebesar 0.000.



15



2.5 Pembahasan Jurnal Terapi Seft Pada Stress Dan Adaptasi Pasien Kanker Ovarium Hasil Penelitian ini mendapatkan responden dengan usia dewasa awal (33,3%), 1 responden kategori lansia awal dengan persentase (33,3%) dan 1 responden selanjutnya kategori pada usia lansia akhir dengan persentase (33,3). Kanker ovarium yang sering dialami oleh wanita terbagi dalam dua jenis yaitu kanker jinak bersifat kistik dan kanker ganas. Kanker ovarium dapat mengenai semua wanita dari segala usia, mulai dari usia 20 hingga 80 tahun, jarang terjadi pada wanita di bawah usia 20 tahun. Tingkat pendidikan pada penelitian ini terdapat 1 responden dengan pendidikan SD (Sekolah Dasar) dengan persentase sebesar (33,3%), 1 responden berikutnya dengan kategori pendidikan SMP dengan persentase sebesar (33,3%) dan terahir 1 responden dengan pendidikan SMA dengan persentase sebesar (33,3). Menurut penelitian dinyatakan juga bahwa seseorang mempunyai pendidikan rendah maka akan mempunyai pengaruh besar dalam tingkat stress. Berdasarkan intervensi yang dilakukan, didapatkan data bahwa terdapat 2 responden dengan tingkat stressnya berubah menjadi kategori stress sedang dengan persentase sebesar (66,7%). Sedangkan 1 responden menjadi kategori stress ringan dengan persentase sebesar (33,3%). Terapi SEFT ini adalah sebuah terapi emosi yang mampu membangkitkan harapan, percaya diri pada seseorang serta mampu menyelesaikan masalah psikis dan fisik yang dialami seseorang. Secara statistik berdasarkan uji Wilcoxon terapi SEFT ini dapat menurunkan tingkat stress pada pasien kanker sebesar pvalue 0.000. Bentuk mekanisme koping yang destruktif antara lain: menilai negatif penyakit yang diderita hal ini bisa disebabkan oleh ketidakadekuatan sumber koping yang dimiliki oleh pasien kanker tersebut. Mekanisme pelaksanaan terapi ini. Terapi SEFT ini merupakan salah satu terapi yang dapat diterapkan untuk menurunkan emosi negatif dari pasien juga stress dan gejala lain yang ditimbulkan. Pelaksanaan terapi ini dimulai dengan pasien dapat menceritakan terlebih dahulu perasaan negatif yang sedang dirasakannya. Perasaan negatif pasien yang tercurah dapat menjadikan keadaan emosi menjadi lebih rileks dan tenang. Teknik katasis atau proses menceritakan ini bertujuan agar pasien dapat mengeluarkan perasaannya sehingga beban emosi yang dirasakannya bisa berkurang. Tahap selanjutnya pada terapi SEFT ini pasien diminta untuk berdoa kepada TUHAN Yang Maha Esa. Penyerahan diri yang dilakukan pada pasien tersebut selain dapat meningkatkan ketenangan juga dapat menurunkan tingkat stress pada pasien tersebut. 16



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan dalam pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan modern (Andrews et al., 1999). Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001). Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan pengobatan holistik. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith et al., 2004). Hasil Penelitian ini mendapatkan responden dengan usia dewasa awal (33,3%), 1 responden kategori lansia awal dengan persentase (33,3%) dan 1 responden selanjutnya kategori pada usia lansia akhir dengan persentase (33,3). Kanker ovarium yang sering dialami oleh wanita terbagi dalam dua jenis yaitu kanker jinak bersifat kistik dan kanker ganas. Kanker ovarium dapat mengenai semua wanita dari segala usia, mulai dari usia 20 hingga 80 tahun, jarang terjadi pada wanita di bawah usia 20 tahun. Terapi SEFT ini adalah sebuah terapi emosi yang mampu membangkitkan harapan, percaya diri pada seseorang serta mampu menyelesaikan masalah psikis dan fisik yang dialami seseorang. Secara statistik berdasarkan uji Wilcoxon terapi SEFT ini dapat menurunkan tingkat stress pada pasien kanker sebesar pvalue 0.000 3.2 Saran Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan bisa dapat meningkatkan pengetahuan tentang Terapi Seft Pada Stress Dan Adaptasi Pasien Kanker Ovarium



17



DAFTAR PUSTAKA



http://www.conference.unsri.ac.id/index .php/SNK/article/view/756 http://www.conference.unsri.ac.id/index .php/SNK/article/view/1204 http://conference.unsri.ac.id/index.php/SNK/article/viewFile/1646/890 http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/200/311



18