Surimi Vina 12.70.0164 Kloterb UNIKASoegijapranata [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1.



HASIL PENGAMATAN



Hasil pengamatan surimi dapat dilihat pada Tabel 1.



Tabel 1. Hasil Pengamatan Surimi Kelompok



Perlakuan



B1



Sukrosa 2,5% Garam 2,5% Polifosfat 0,1% Sukrosa 2,5% Garam 2,5% Polifosfat 0,1% Sukrosa 5% Garam 2,5% Polifosfat 0,3% Sukrosa 5% Garam 2,5% Polifosfat 0,3% Sukrosa 5% Garam 2,5% Polifosfat 0,5% Sukrosa 5% Garam 2,5% Polifosfat 0,5%



B2



B3



B4



B5



B6



Keterangan: Kekenyalan + : Tidak kenyal ++ : Kenyal +++ : Sangat kenyal



WHC (mg H2O)



Sensoris Kekenyalan Aroma



240028,06



+



++



285154,75



++



+++



288857,17



++



++



317967,62



+



++



276163,82



++



++



284725,74



+



++



Aroma + : Tidak amis ++ : Amis +++ : Sangat amis



Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa pada pembuatan surimi dilakukan penambahan sukrosa, garam 2,5%, dan polifosfat. Penambahan sukrosa dan polifosfat tiap-tiap kelompok berbeda. Kelompok 1 dan kelompok 3 menambahkan 2,5% sukrosa dari berat sampel, sedangkan kelompok 4, dan 6 menambahkan 5% sukrosa dari berat sampel. Penambahan polifosfat pada kelompok B1 hingga B5 secara berturut-turut adalah 0,1%, 0,1%, 0,3%, 0,3%, 0,5% dan 0,5%. WHC (Water Holding Capacity) tertinggi dihasilkan oleh kelompok B4 dengan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,5% dari berat sampel. Nilai WHC terendah pada pembuatan surimi dihasilkan oleh kelompok B1 dengan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,3% dari berat sampel. Pada umumnya, surimi yang dihasilkan bersifat



1



2



kenyal, kecuali pada kelompok E1, E4, dan E6, yaitu tidak kenyal. Aroma surimi yang dihasilkan tiap kelompok hampir sama, yaitu amis, kecuali kelompok B2 yaitu sangat amis.



2.



PEMBAHASAN



Surimi merupakan produk olahan perikanan setengah jadi (intermediate product), yaitu berupa hancuran daging ikan yang mengalami proses pencucian dengan larutan garam dingin, pengepresan, penambahan bahan tambahan (food additive), pengepakan dan pembekuan. Berdasarkan teori dari Peranginangin et al (1999), surimi merupakan daging lumat yang dibersihkan dan dicuci berulang-ulang sehingga sebagian besar komponen bau, darah, pigmen, dan lemak akan hilang. Menurut Reinheimer et al (2010), surimi merupakan produk daging ikan yang digiling halus dan dicuci dalam larutan. Surimi yang dibekukan dengan garam dan cryoprotectant diolah dengan pemanasan untuk mengatur tekstur dan mengembangkan gelnya. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan bau amis, bahan yang tidak diinginkan, komponen lain yang larut air serta meningkatkan konsentrasi dari protein myofibril.



Surimi memiliki nilai yang tinggi pada pengembangan produk olahan ikan. Hal tersebut dikarenakan surimi dapat diolah kembali menjadi macam-macam produk makanan dan juga dapat digunakan sebagai bahan campuran olahan seperti bakso, sosis, abon, dan berbagai produk olahan lainnya. Umumnya, terdapat 2 jenis surimi yang biasa diproduksi adalah mu-en surimi dan ka-en surimi. Perbedaan dari 2 jenis surimi ini adalah ada atau tidaknya penambahan garam pada proses pembuatannya. Mu-en surimi merupakan produk surimi yang dibuat tanpa menggunakan penambahan garam, sedangkan ka-en surimi merupakan produk surimi yang menggunakan garam pada konsentrasi tertentu. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Agustiani et al. (2006).



Proses pembuatan surimi dapat melalui 2 cara, yaitu cara manual dan cara mekanis. Pembuatan surimi secara manual meliputi proses filleting, mixing, leaching, dewatering, dan straining. Proses pembuatan surimi secara manual dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.



3



4



Gambar 1. Proses Manual Pembuatan Surimi (Agustiani et al., 2006)



Sedangkan pembuatan surimi secara mekanis dilakukan dengan menggunakan mesin. Mesin-mesin yang digunakan untuk pembuatan surimi secara mekanis antara lain fish washer, meat separator, leaching tank, rotary screen, refiner, dan screw press. Proses pembuatan surimi secara mekanis umumnya dilakukan secara kontinyu. Proses pembuatan surimi secara mekanis dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.



Gambar 2. Proses Mekanis Pembuatan Surimi (Agustiani et al., 2006)



Selama proses pembuatan surimi terdapat beberapa faktor utama yang perlu diperhatikan, yaitu suhu air pencuci dan penggilingan daging ikan. Jumlah protein larut air yang hilang selama pencucian tergantung pada suhu air pencuci, dimana hal tersebut akan mempengaruhi kekuatan gel. Hossain et al (2004) mengungkapkan bahwa proses pencucian merupakan tahap yang paling penting, dimana pencucian itu sendiri diperlukan untuk menghilangkan substansi yang larut air, terutama protein sarkoplasma, lemak, dan bahan lainnya yang tidak diinginkan seperti pigmen. Bourtooma et al (2009)



5



menambahkan bahwa tahap pencucian akan mempengaruhi kandungan gizi dari surimi yang akan dihasilkan nantinya. Salah satu kandungan yang akan sebagian terlarut pada air pencucian adalah protein miofibril yang mempengaruhi tekstur dari surimi yang dihasilkan. Suhu air pencuci yang lebih tinggi dari 150C akan lebih banyak melarutkan protein larut air. Kekuatan gel terbaik diperoleh jika hancuran daging ikan dicuci dengan air yang bersuhu 100C-150C. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Andini (2006).



Djazuli, N et al (2009) mengungkapkan bahwa untuk mendapatkan surimi dengan kualitas yang baik harus berasal dari bahan baku yang segar, dimana protein yang terkandung dalam ikan tidak mengalami denaturasi. Apabila surimi disimpan dalam bentuk beku, maka dapat dilakukan penambahan bahan antidenaturasi (cryoprotectant). Dalam pembuatan surimi, terdapat syarat mutu bahan baku yang digunakan antara lain bahan baku harus dalam keadaan bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan (Standar Nasional Indonesia 1992). Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik kesegaran sekurang-kurangnya sebagai berikut: a. Rupa dan warna : bersih, warna daging spesifik jenis ikan. b. Bau : segar spesifik jenis ikan. c. Daging : elastis dan kompak. d. Rasa : netral agak manis.



Surimi dapat dikatakan bermutu baik apabila memiliki ciri-ciri seperti warna yang putih, flavor yang baik, dan elastisitasnya tinggi. Kesegaran ikan yang digunakan dalam pembuatan surimi akan mempengaruhi elastisitas dari surimi yang dihasilkan. Semakin segar ikan yang digunakan maka elastisitas surimi yang dihasilkan akan semakin tinggi pula. Apabila ikan yang digunakan dalam pembuatan surimi memiliki elastisitas yang rendah maka biasanya elastisitas surimi akan ditingkatkan dengan cara menambahkan daging ikan jenis yang lain, diberikan penambahan gula, pati, atau protein nabati. Menurut Nopianti et al (2012), pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi elastisitas pada surimi. Tingkat keasaman atau pH ikan yang paling ideal untuk



6



pembuatan surimi adalah 6,5 hingga 7 (pH netral). Hordur et al (2005) mengungkapkan bahwa tingkat keasaman juga akan mempengaruhi degradasi protein miofibril selama proses pembuatan surimi, dimana pada suasana asam, protein miofibril yang ada pada daging akan dapat lebih banyak yang mampu dipertahankan dibandingkan saat suasana basa ketika proses pembuatan surimi. Ikan yang digunakan sebagai bahan membuat surimi disarankan memiliki lemak yang rendah karena lemak akan mempengaruhi daya gelatinasi dan dapat mengakibatkan produk surimi cepat mengalami ketengikan. Apabila ikan yang digunakan mempunyai kandungan lemak tinggi, ikan tersebut harus melalui proses pengekstrakan lemak terlebih dahulu. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Koswara et al. (2001).



Phatcharat et al (2006) juga menambahkan bahwa kesegaran ikan merupakan faktor yang dianggap paling penting untuk menentukan kemampuan pembentukan gel pada surimi. Waktu dan suhu penyimpanan antara ikan yang telah ditangkap dan pengolahannya dapat mempengaruhi kualitas akhir produk surimi. Waktu penyimpanan yang semakin lama akan membuat kualitas gel yang lebih rendah. Kualitas gel surimi dapat dicapai dengan beberapa langkah seperti dengan penambahan aditif protein, penggunaan mikroba transglutaminase, serta proses pencucian yang akan meningkatkan kekuatan gel surimi.



2.1. Proses Pembuatan Surimi Jenis ikan yang cocok udigunakan untuk produk surimi adalah ikan yang mempunyai daging putih, tidak berbau lumpur dan tidak terlalu amis serta mempunyai kemampuan membentuk gel yang bagus akan menghasilkan surimi yang lebih baik. Kandungan protein myofibril ini akan mempengaruhi pembentukan gel. Ikan yang digunakan dalam prakitkum ini adalah ikan tongkol. Ikan tongkol yang mempunyai nama ilmiah yaitu Euthynnus affinis memiliki daging putih, tidak berbau lumpur, tidak terlalu amis, dan memiliki kemampuan dalam membentuk gel dengan baik sehingga ikan tongkol cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan surimi sesuai dengan kriteria ikan sebagai bahan baku surimi (Ninan et al, 2004). Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui proses pembuatan surimi sebagai salah satu alternatif produk “perantara” dalam industri pengolahan ikan.



7



Terdapat beberapa proses pengolahan surimi yaitu persiapan bahan baku, penyiangan dan pencucian, pemisahan daging dari tulang dan kulit, leaching, straining (menghilangkan sisa sisik, jaringan ikan, membran, duri, serta bagian lainnya yang tidak digunakan), pengepresan (bertujuan untuk mengurangi kadar air surimi hingga sekitar 85%), penambahan gula dan sodium polyphosphate, pencetakan dan pembekuan, serta pengemasan. Proes ersebut telah sesuai dengan cara kerja yang dilakukan dalam praktikum. Mula-mula fillet daging ikan tongkol sebanyak 100 gram disiapkan, kemudian daging tersebut digiling dan diblender hingga halus, hal terebut dilakukan bersama es batu. Menurut Phatcharat et al (2006), tujuan penggilingan daging ikan dengan es batu agar kualitas dari daging ikan tetap baik, sehingga dihasilkan produk surimi yang bermutu tinggi. Kemudian penambahan dengan sukrosa, dimana kadar sukrosa tiap kelompok berbeda-beda. Untuk kelompok B1, B2 dan kelompok B3 digunakan 2,5% sukrosa, dan untuk kelompok B4, B5, dan B6 digunakan 5% sukrosa. Tujuan dari penambahan sukrosa pada surimi ini adalah sebagai pencegah denaturasi protein pada ikan selama proses pembekuan. Selanjutnya, dilakukan penambahan 2,5 % garam dan STTP atau polifosfat. Penambahan polifosfat pada setiap kelompok berbedabeda. Untuk kelompok B1 dan B2 adalah 0,1%, B3 dan B4 adalah 0,3%, dan untuk B5 dan B6 adalah 0,5%. Penambahan garam pada proses surimi ini bertujuan untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang sangat penting untuk pembentukan gel yang lebih kuat, sedangkan penambahan polifosfat bertujuan untuk memisahkan aktomiosin dan berikatan dengan miosin pada daging ikan. Kemudian fillet daging ikan dibungkus dengan kantong plastik polietilen (PE) dan disimpan dalam freezer selama semalam. Menurut Anonim_a (1987), tujuan dari penggunaan plastik PE adalah untuk menjaga suhu dan mutu dari dikarenakan surimi saat penyimpanan pada suhu dingin. Setelah dibekukan selama 1 malam, kemudian surimi di thawing pada ruang refrigenerator. Kemudia water holding capacity, dan faktor sensorisnya (aroma dan tekstur) diamati oleh panelis. Untuk penghitungan water holding capacity (WHC), pertama-tama produk surimi yang telah jadi dikeluarkan dari plastic PE. Kemudian produk tersebut diletakkan diatas kertas karbon. Setelah itu diatas surimi diberi plastik, dan kemudian ditimpa dengan alat. Setelah itu nilai WHC dapat dihitung dan digambar di millimeter blok Perhitungan Water Holding Capacity dari surimi dihitung dengan menggunkan rumus



8



La



= 1/3.a ((h0+4h1+4h3+h4)



Lb



= 1/3.a ((h0+4h1+4h3+h4)



Luas area basah



= La-Lb



Mg H2O



= luas area basah – 8,0 0,0948



Menurut Nopianti et al (2010), prodak surimi perlu ditambahakan cryoprotectant, dimana penambahana ini berpengaruh pada karakteristik gel pada surimi, dimana selama proses pembekuan kemampuan gelnya akan semakin menurun. Cryoprotectant berfungsi sebagai anti denaturasi protein pada proses pembekuan maupun penyimpanan beku. Dalam prakttikum cryoprotectant yang digunakan adalah sukrosa.



Tujuan



penambahan ini untuk meningkatkan N-aktomiosis dan kekuatan gel. Selama penyimpanan, surimi akan terjadi denaturasi protein karena adanya peningkatan konsentrasi garam mineral dan substansi organik terlarut pada fase sebelum terjadi pembekuan di dalam sel. Konsentrasi garam mineral menjadi sangat tinggi apabila cairan dalam sel membeku, sehingga menyebabkan terjadinya pemisahan dan denaturasi protein. Berdasarkan teori dari Wong (1989), denaturasi protein akan mengakibatkan lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik terbalik keluar dan bergabung dengan fase cair. Proses hidrasi hidrofobik tersebut akan menghasilkan energi bebas positif yang akan meningkatkan permukaan protein. Permukaan protein yang lebih luas ini secara termodinamik tidak stabil dibandingkan dengan bentuk yang tidak terdenaturasi (Fennema 1985). Proses hidrofobik tersebut dapat dicegah dengan antidenaturan, khususnya gula.



Pada praktikum ini proses surimi menggunakan garam dengan konsentrasi tertentu sehingga jenisnya adalah ka-en surimi. Hal tersbut sesaui dengan teori dari Suzuki (1981), dimana penambahan surimi dengan konsentrasi garam tertentu termasuk dalam jenis ka-en surimi. Penambahan garam disini bertujuan untuk mempercepat proses penurunan jumlah air yang terdapat pada fillet daging ikan yang akan dibuat surimi nantinya (Anonim_a, 1987)..



Dalam praktikum ini juga ditambahkan STTP yang merupakan polyphosphate. Tujuan dari penambahan polyphosphate untuk meningkatkan sifat elastisitas dari daging surimi



9



yang dihasilkan. Polyphosphate bukanlah senyawa cryoprotectant, tetapi senyaa yang digunakan untuk meningkatkan daya ikat air (water holding ability).



2.2. Pengaruh Sukrosa, Garam, dan Polifosfat terhadap Kualitas Surimi Menurut Winarno et al. (1980), proses pembuatan surimi biasanya ditambahkan dengan beberapa jenis bahan tambahan yang sengaja diberikan dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan serta memberikan bentuk, tekstur dan rupa. Jenis-jenis bahan tambahan yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan surimi adalah garam, gula, dan polifosfat. 



Garam Penambahan garam bertujuan untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang sangat penting untuk pembentukan gel yang lebih kuat. Selain itu, garam digunakan sebagai bumbu, penyedap rasa, dan penambah aroma. Tetapi apabila digunakan dalam kadar yang tinggi dapat mengubah cita rasa makanan.







Polifosfat Polifosfat yang sering digunakan dalam pembuatan surimi adalah natrium tripolifosfat (STTP). Polifosfat memisahkan aktomiosin dan berikatan dengan miosin. Kemudia miosin dan poliposfat akan berikatan dengan air dan menahan mineral serta vitamin. Pada saat proses pemasakan, miosin akan membentuk gel dan polifosfat membantu menahan air dengan menutup pori-pori mikroskopis dan kapiler (Haryati, 2001). Umumnya, polifosfat ditambahkan sebanyak 0,2 %-0,3 % dalam bentuk garam natrium tripolifosfat (Peranginangin et al. 1999).







Bahan cryoprotectant Cryoprotectant adalah bahan yang digunakan dalam pembuatan surimi yang tidak langsung diolah menjadi produk lanjutan, melainkan akan disimpan terlebih dahulu pada suhu beku dalam waktu yang lama. Bahan dapat menginaktifkan kondensasi dengan cara mengikat molekul air melalui ikatan hidrogen disebut dengan cryoprotectant. Menurut P. Santana (2012), cryoprotectant yang sering dipakai adalah sukrosa, sorbitol, dan polyols yang dapat mencegah denaturasi protein. Selain itu, Cryoprotectant juga dapat meningkatkan kemampuan air



10



sebagai energi pengikat, mencegah pertukaran molekul-molekul air dari protein, dan menstabilkan protein. (Zhou et al.,2006). Pipatsattayanuwong et al. (1995) menambahkan bahwa cryoprotectant berfungsi sebagai zat antidenaturasi. Cryoprotectant juga digunakan dalam menghambat proses denaturasi protein selama pembekuan dan penyimpanan beku.



Pada praktikum ini, pembuatan surimi dilakukan penambahan sukrosa, garam 2,5%, dan polifosfat. Penambahan sukrosa dan polifosfat tiap-tiap kelompok berbeda. Kelompok 1, kelompok 2 dan kelompok 3 menambahkan 2,5% sukrosa dari berat sampel, sedangkan kelompok 4, 5, dan 6 menambahkan 5% sukrosa dari berat sampel. Menurut Wiguna (2005), dalam proses pembuatan surimi, penambahan sukrosa berperan sebagai gula pereduksi yang akan bereaksi dengan gugus amino dari protein yang akan membentuk senyawa melanoidin yang berwarna coklat. Sukrosa juga merupakan salah satu contoh cryoprotectant yang dapat menghambat proses denaturasi protein pada produk surimi.



Berdasarkan percobaan yang dilakukan, WHC (Water Holding Capacity) tertinggi dihasilkan oleh kelompok B4 dengan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,3% dari berat sampel. Sedangkan WHC terendah pada pembuatan surimi dihasilkan oleh kelompok B1 dengan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,1% dari berat sampel. Menurut Fennema (1985), gula mempunyai grup polihidroksi yang dapat bereaksi dengan molekul air oleh ikatan hidrogen, sehingga dapat meningkatkan tegangan permukaan dan mencegah keluarnya molekul air dari protein, dan stabilitas protein tetap terjaga. Penggunaan sukrosa dalam pembuatan produk surimi bertujuan sebagai pelindung protein, dimana dapat mencegah denaturasi protein selama masa pembekuan. Berdasarkan teori tersebut, dapat dikatakan bahwa gula memiliki kemampuan untuk mengikat air sehingga seharusnya semakin banyak penambahan gula pada surimi maka WHC yang dimiliki juga akan semakin tinggi.



Akan tetapi, dalam percobaan ini tidak sesuai dengan teori tersebut dimana terdapat kelompok memiliki WHC terendah saat penambahan sukrosa sebanyak 5% dari berat sampe, yaitu kelompok B5. Perbedaan WHC tersebut dapat dipengaruhi dari kualitas



11



ikan yang digunakan. Phatcharat et al (2006) mengatakan bahwa kesegaran ikan merupakan faktor yang dianggap paling penting untuk menentukan kemampuan pembentukan gel pada surimi. Waktu dan suhu penyimpanan antara ikan yang telah ditangkap dan pengolahannya dapat mempengaruhi kualitas akhir produk surimi.Waktu penyimpanan yang semakin lama akan membuat kualitas gel yang lebih rendah, sehingga kemampuan untuk mengikat air atau WHC pun rendah. Selain itu, selama proses pembuatan surimi pun terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi, yaitu suhu air pencuci dan penggilingan daging ikan. Jumlah protein larut air yang hilang selama pencucian tergantung pada suhu air pencuci, dimana hal tersebut akan mempengaruhi kekuatan gel. Kekuatan gel terbaik diperoleh jika hancuran daging ikan dicuci dengan air yang bersuhu 100C-150C. Hal tersebut diungkapkan oleh Andini (2006).



Selain itu, saat pembuatan surimi ditambahkan dengan garam. Menurut Roussel dan Cheftel (1988), penambahan garam berfungsi untuk membentuk gel yang fleksibel dan elastis pada surimi yang dihasilkan. Apabila surimi dicampurkan dengan garam, dan disertai dengan proses pelumatan, hal tersebut akan mengakibatkan terbentuknya sol dan apabila ada pemanasan maka gel akan terbentuk. Lan et al. (1995) menambahkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan gel surimi yaitu bahan baku, kekuatan ion, pH, suhu dan laju pemanasan, serta jenis ikan yang digunakan. Penambahan garam bertujuan untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang sangat penting untuk pembentukan gel yang kuat. Pembentukan gel tersebut akan mempengaruhi dari WHC surimi itu sendiri. Penggunaan garam juga berfungsi sebagai bahan pelarut protein miofibril. Apabila konsentrasi garam yang ditambahkan kurang dari 2% maka protein miofibril tidak dapat larut, sedangkan apabila konsentrasi garam yang ditambahkan lebih dari 12% maka protein miofibril akan terhidrasi dan menyebabkan salting out. Konsentrasi garam yang umumnya digunakan untuk membuat surimi adalah 2% hingga 3% (Shimizu et al., 1992). Hal tersebut sesuai dengan praktikum yang dilakukan dimana pada pembuatan surimi dilakukan penambahan garam sebanyak 2,5% dari berat sampel.



12



Polyphosphate juga umumnya ditambahkan untuk meningkatkan daya ikat air (water holding ability). Djazuli, N et al (2009) mengungkapkan bahwa uji daya ikat air atau WHC bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan bahan untuk mengikat molekul air. Interaksi protein-air terutama daya ikat air sangat berperan dalam pembentukan gel. Tekstur gel akan semakin baik apabila daya serap air semakin baik pula. Hal tersebut tidak sesuai dengan hasil percobaan, dimana WHC tertinggi dihasilkan pada saat penambahan polifosfat sebanyak 0,3% dari berat sampel.



Pada umumnya, surimi yang dihasilkan bersifat kenyal, kecuali pada kelompok B1, B4, dan B6 yaitu tidak kenyal. Menurut Tanaka (2001), surimi biasanya memiliki tekstur yang elastis dan kenyal, hal tersebut dikarenakan surimi mengandung konsentrasi protein miofibril yang sangat tinggi. Selain itu, umumnya aroma surimi yang dihasilkan tiap kelompok adalah amis, kecuali kelompok B2 yaitu sangat amis. Perbedaan tingkat keamisan masing-masing surimi tersebut dapat disebabkan karena perbedaan perlakuan pencucian. Pada umumnya, apabila surimi masih berbau amis, berarti pencucian surimi yang telah dilakukan belum bersih.



Menurut jurnal Effect of Wheat Fibre in Frozen Stored Fish Muscular Gels (Isabel Sanchez,2006), teknologi penambahan serat gandung pada daging ikan olahan atau sering disebut surimi telah banyak dikembangkan. Penambahan serat gandum ini digunakan untuk menambah nilai fungsional dari produk surimi. Selain menambah nilai fungsional dari produk surimi, penambahan serat gandum ini juga mempunyai fungsi untuk meningkatkan WHC (Water Holding Capacity) sehingga produk surimi dapat lebih kenyal, dan lebih moisture. Bukan hanya terjadi peningkatan WHC, peningkatan swelling(pengembangan) yang berefek pada keempukan daging dan Fat Absorption Capacity (FAC) bertambah, sehingga menambah citra rasa dari produk surimi.



Menurut jurnal Gel Properties Of Croaker-Mackerel Surimi Blend ( Warawan, 2004) pencapuran bahan baku ikan akan mempengaruhi kekenyalan dan mutu dari produk surimi. Pada jurnal dibahas pencampuran antara daging ikan tongkol dan ikan mackerel sebagai bahan baku surimi. Pada jurnal ini dibahas bahwa kekenyalan surumi tertinggi ditunjukan pada produk surimi berbahan baku pencampuran tongkol dan mackerel



13



dibandingkan dengan produk surimi berbahan baku ikan mackerel saja. Hal tersebut disebabkan karena daging ikan tongkol yang memiliki protein mi=yofibril yang lembut dan halus, sehingga ikan ini cocok untuk bahan bakau surimi. Selain hal tersbut ikan tongkol juga memiliki daging yang putih sehingga ikan ini cocok untuk penampakan hasil olahan produk surimi.



Pada jurnal Technology For Production Of Surimi Powder And Potential Of Application, Surimi (Santana, 2012) merupakan produk yang diekstrak dari daging ikan. Surimi dalam bentuk powder atau bubuk adalah produk yang sekarang ini telah banyak dikembangkan. Selain penengan atau proses produksi yang mudah, dan biaya distribusi yang hemat, produk surimi powder mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Hal tersebut karena pada produk ini dapat difortifikasi dengan vitamin-vitamin sehingga menambah nilai fungsional dari produk surimi.



Pada jurnal Effect Of Polydextrose On Physicochemical Properties Of Threadfin Bream (Nemipterusspp) Surimi During Frozen Storage (Rodiana, 2013) penambahan bahan polydetrose perlu dilakuakan untuk mempertahankan sifat fisikokimia dari prodak surimi selama proses penyimpanan. Pada jurnal dilakuakan penambahan polydetrose dengan konsentrasi 3%, 6%, 9%, dan 12%. Analisa yang dilakuakan pada penelitian ini adalah pemindaian dari stabilitas myosin protein pada daging surimi, dengan menggunakan scanning electronmicroscopy. Dari hasil penelitian penambahan polydetrose mamapu mempertahankan sifat fisikokimia dari produk surimi sehingga umlah pori-pori pada daging surimi tidak terlalu banyak.



Menurut jurnal A review on the loss of the functional properties of protein during frozen storage and the improvement of gel forming properties of surimi (Rodiana Nopianti, et all,2010) untuk menjaga kekenyalan dan mutu pada prodak surimi perlu ditambahkan senyawa cryoprotectant. Cryoprotectant ini berfungsi untuk menjaga mutu dari protein myofibril agar tidak rusak pada saat pembekuan. Dalam proses pembuatan surimi



sekarang



tidak



hanya



ditambahkan



cryoprotectant.,



tetapi



diperlukan senyawa untuk menjaga visikositas, kelembaban dari daging yang digunakan



14



untuk



produk



surimi.



Phospat



adalah



salah



satu



senyawa



yang



dapat



ditambahkan bersamaan dengan cryoprotectant.Fungsi dari phospat ini selain menjaga Protein myofibril selama pembekuan adalah untuk menjaga visikositas, kelembaban, dan membantu reabsorpsi air pada saat dilakuakan proses thawing. Selain itu bukan hanya phospat saja yang tetapi bahan additive lain seperti putih telur, Whey Protein Concentrate (WPC), dan Beef Plasma Protein (BPP)



3. 



KESIMPULAN



Surimi merupakan produk olahan perikanan setengah jadi (intermediate product) berupa hancuran daging ikan yang mengalami proses pencucian dengan larutan garam dingin, pengepresan, penambahan bahan tambahan (food additive), pengepakan dan pembekuan.







Terdapat 2 jenis surimi yang umumnya diproduksi adalah mu-en surimi dan ka-en surimi.







Mu-en surimi merupakan produk surimi yang dibuat tanpa menggunakan penambahan garam.







Ka-en surimi merupakan produk surimi yang menggunakan garam pada konsentrasi tertentu.







Jenis surimi yang dilakukan pada praktikum ini adalah ka-en surimi.







Ikan yang digunakan dalam pembuatan surimi harus memiliki tingkat kesegaran yang tinggi, memiliki daging berwarna putih, dan memiliki kadar lemak rendah, serta mempunyai kemampuan pembentukan gel yang baik.







Kesegaran ikan merupakan faktor yang dianggap paling penting yang menentukan kemampuan pembentukan gel pada surimi.







Faktor utama yang perlu diperhatikan selama proses pembuatan surimi adalah suhu air pencuci dan penggilingan daging ikan.







Jumlah protein larut air yang hilang selama pencucian tergantung pada suhu air pencuci karena akan berpengaruh terhadap kekuatan gel.







Mutu surimi yang baik adalah mempunyai warna putih, flavor yang baik, dan memiliki elastisitas tinggi.







Penambahan garam berfungsi untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang sangat penting untuk pembentukan gel yang kuat.







Gula memiliki kemampuan untuk mengikat air, dimana semakin banyak penambahan gula pada surimi maka WHC yang dimiliki juga akan semakin tinggi.







Penambahan bahan polifosfat bertujuan untuk menambah nilai kelembutan dan memperbaiki sifat surimi.



15



16







Keberadaan polifosfat juga dapat berfungsi dalam memperbaiki daya ikat air (WHC) pada produk olahan surimi yang akan membuat daya ikat air semakin besar.







Semakin tingginya jumlah polyphosphate yang ditambahkan pada proses pembuatan surimi maka hardness surimi yang dihasilkan akan semakin menurun atau semakin elastis.



Semarang, 1 Oktober 2014



Vina 12.70.0164



Asisten Dosen: - Dea Nathania



4.



DAFTAR PUSTAKA



Agustiani, T. W., Akhmad S.F, dan Ulfah, A. (2006). Modul Diversifikasi Produk Perikanan Universitas Diponegoro Press. Semarang. Andini YS. 2006. Karakteristik surimi hasil ozonisasi daging merah ikan tongkol (Euthynnus sp.) [skripsi]. Bogor: Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Anonim_a. (1987). Petunjuk Praktis Pengolahan Surimi. Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian. Jakarta. Bourtooma, T., Chinnan, M.S., Jantawat P., Sanguandeekul R. (2009). Recovery and Characterization of Proteins Precipitated from Surimi Wash-Water. Dahar, D. (2003). Pengembangan Produksi Hasil Perikanan. Sidoarjo.



Djazuli, N et al. 2009. Modifikasi Teknologi Pengolahan Surimi Dalam Pemanfaatan “By-Catch” Pukat Udang di Laut Arafura. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc. Haryati S. 2001. Pengaruh lama penyimpanan beku surimi ikan jangilus (Istiophorus sp) terhadap kemampuan pembentukan gel ikan [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hordur G. Kristinsson, Ann E. Theodore, Necla Demir, And Bergros Ingadottir. (2005). A Comparative Study between Acid and Alkali-aided Processing and Surimi Processing for the Recovery of Proteins from Channel Catfish Muscle. Journal of Food Science. Hossain, M.I., Muhammad M.K., Fatema H.S., & MD. Shahidul Hoque. (2004). Effect of Washing and Salt Concentration on the Gel Forming Ability of Two Tropical Fish Species. International Journal of Agriculture and Biology. Koswara S, Hariyadi P, dan Purnomo EH. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri. Jakarta: UI Press.



17



18



Lan, H. Y., Mu W., Nikolic-Paterson D.J., and Atkins R.C. (1995). A Novel, Simple, Reliable, and Sensitive Method for Multiple Immunoenzyme Staining: Use of Microwave Oven Heating to Block Antibody Cross-Reactivity and Retrieve Antigens. J Histochem Cytochem 43:97–10. Nopianti, Rodiana., Nurul Huda., & Noryati Ismail. (2010). Loss of Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and Improvement of Gel-forming Properties of Surimi. As. J. Food Ag-Ind. 2010 , 3(06), 535-547 Nopianti., R., Huda, N., Fazilah, A., Ismail., N., & Easa, A.M. (2012). Effect of Different Types of Low Sweetness Sugar on Physicochemical Properties of Threadfin Bream Surimi (Nemipterus spp.) During Frozen Storage. International Food Research Journal. Okada, M, M. David, and G. Kudo. (1973). Kamaboko The Giant Among Japanese Processed Fishery Products. MFR Paper 1019.Marine Fisheries Review Vol 35 (12). Panpitat, Worawan, Manat Chaijan, Soottawat Benjakul.(2010). Gel properties of croaker–mackerel surimi blend. Food Chemistry 122 (2010) 1122–1128 Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut. Phatcharat, S; Benjakul, S; Visessanguan, W. 2006. Effect of Washing with Oxidising Agents on The Gel-Forming Ability and Physicochemical Properties of Surimi Produced From Bigeye Snapper (Priacanthus tayenus). Department of Food Technology Prince of Songkla University Thailand. Pipatsattayanuwong S, Park JW, Morissey MT. 1995. Functional properties and self life of fresh surimi from pacific whitting. Journal of Food Science 60(6):1241-1244. Reinheimer et al. 2010. Quality Characteristics of Surimi Made From Sabalo (Prochilodus platensis) as Affected by Water Washing Composition. World Congress and Exhibiton Engineering. Argentina. Roussel, H and Cheftel J.C. (1988).Characteristics of Surmi and Kamaboko from Sardines. International Journal of Food Science and Technology 23:607-623. P., Santana., Huda. N., & Yang T.A. (2012). Technology for Production of Surimi Powder and Potential of Applications. International Food Research Journal 19(4): 1313-1323 (2012)



19



Sanchez, Isabel, Ramin Haji. (2006). Effect of wheat fibre in frozen stored fish muscular gels. Eur Food Res Technol (2006) 223: 571–576 Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1992). Surimi Production from Fatty and DarkFleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442. Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publ Ltd. Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia.Marine Fisheries.Research Department-South East Asia Fisheries Development Center. Singapore. Tanaka, M. (2001).Surimi and Surimi Products.Department of Food Science and Technology. Jepang. Wiguna, A. N. 2005. Skripsi: Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin Daging Lumat Ikan Cucut Pisang (Carcharinus falciformis) dan Ikan Pari Kelapa (Trygon sephen) Terhadap Karakteristik Surimi yang Dihasilkan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Winarno F.G, Fardiaz S, Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia. Wong, D.W.S. (1989).Mechanism and Theory in Food Chemistry. Pp. 48–62. New York: Avi =Van Nostrand Reinhold. Zhou A, Benjakul S, Pan K, Gong J, Liu X. 2006. Cryoprotective effect of trehalose and sodium lactate on tilapia (Sarotherodon nilotica) surimi durimg frozen storage. Journal of Food Chemistry 96(2):96-103.



5.



LAMPIRAN



5.1.



Perhitungan



Rumus: 1. 2. 3. Luas area basah = LA - LB 4. Kandungan air bebas  Perhitungan Kelompok B1 Luas Atas



= 28233,33 Luas Bawah



= 5470,67 Luas Area Basah = La – Lb = 28233,33 – 5470,67 = 22762,66



= = 240028,06



20



21



Perhitungan Kelompok B2 Luas Atas



= 32477 Luas Bawah



= 5436,33 Luas Area Basah = La – Lb = 32477 – 5436,33 = 27040,67



= 285154,75



Perhitungan Kelompok B3 Luas Atas



= 33550,83 Luas Bawah



22



= 6159,17 Luas Area Basah = La – Lb = 33550,83 – 6159,17 = 27391,66



= 288857,17



Perhitungan Kelompok B4 Luas Atas



= 38808 Luas Bawah



= 8705,67 Luas Area Basah = La – Lb = 38808 – 8705,67 = 30102,33



23



= 317967,62



Perhitungan Kelompok B5 Luas Atas



= 31745,83 Luas Bawah



= 5557,50 Luas Area Basah = La – Lb = 31745,83 – 5557,50 = 26188,33



= 276163,82



Perhitungan Kelompok B6 Luas Atas



= 33120



24



Luas Bawah



= 6120 Luas Area Basah = La – Lb = 33120 – 6120 = 27000



= 284725,74 5.2.Laporan sementara