Tabel Jumlah Daun [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGUMUMAN 1. Berikut merupakan format Laporan Tanam Ekologi Pertanian 2019 2. Laporan merupakan laporan kelas. 3. Ikuti format yang ada mulai dari susunan sampai tata cara penulisan laporan. 4. Laporan diketik kertas A4; Arial font 11; Margin 4,3,3,3; spasi 1,5; before dan after 0 pt, seperti pada dokumen ini 5. Baca format dengan detail, periksa tulisan yang dimiringkan, dan bewarna merah itu merupakan acuan dan contoh dalam pengerjaan laporan.. 6. Literatur dan rujukan kutipan/sitasi ditulis dengan jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka (literatur minimal tahun 2000). 7. Pembuatan laporan dilakukan dengan berkonsultasi dengan asisten kelas masing-masing dengan membawa lembar konsultasi yang ada dalam dokumen ini. 8. Tidak diperkenankan sama atau PLAGIASI dengan kelompok lain.. 9. Diharapkan kejujuran dan dijadikan pembelajaran bagi mahasiswa dalam penulisan laporan. Apabila diketahui ada tindakan PLAGIASI dalam bentuk apapun laporan akan mendapatkan NILAI 0



Ttd



Tim Asisten EKOLOGI PERTANIAN 2019



LAPORAN EKOLOGI PERTANIAN PENGARUH KOMPETISI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN



Oleh : Kelas F Asisten: Yogi Gema Hamonangan NST



PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019



LEMBAR DATA ANGGOTA PRAKTIKUM EKOLOGI PERTANIAN Kelas



:F



Asisten



: Yogi Gema Hamonangan NST



No.



Nama



NIM



1



Rizal Firdhausi Udhma



195040200111240



2



Hammam Rafi Musyaffa



195040200111203



3



Ilham Anggit Setyo Utomo



195040200111204



4



Siti Muzayyanah



195040200111205



5



Hanifah Taufika Nurdiana



195040200111208



6



Daris Tino Pangestu



195040200111209



7



Mochmammad Taufiq



195040200111210



8



Rifandy Dwisaksono



195040200111211



9



Muhammad Farid Nugraha



195040200111212



10



Fiadha Aulia Marneta



195040200111213



11



Muhammad Hafizh Paramaputra 195040200111214



12



Muhammad Arsyad Hilmy



195040200111216



13



Giffari Putra Sudarisman



195040200111217



14



Qonita Zakiyah



195040200111218



15



Amanda Sheren Amoretha



195040200111219



16



Rentika Artauli Sitindaon



195040200111220



17



Selvia Anggriani



195040200111222



18



Muhammad Aland Irsyaad



195040200111223



19



Badrotul Hasanah



195040200111224



20



Luthfan Hanif



195040200111225



21



Shafa Auradiva



195040200111226



22



Adiva Zulaika Azalia Siahaan



195040200111227



23



Varotama Putra Ramadhana



195040200111228



24



Ranto Stefanus Sihite



195040200111229



25



Fiergy Agustino



195040200111231



26



Anggita Sekar Hayu



195040200111232



27



Novrianty Rizqi Azis



195040200111234



28



Ardito Farrel Farandy



195040200111235



29



Ahmad jantang Winayapana



195040200111236



30



Sheila Asiilah Zachrie



195040200111237



31



Yohana Grecia Lubis



195040200111239



32



Nogi Ramadhani



195040200111241



33



Nanda Nur Aliza



195040200111242



34



Tio ramadha putra



195040207111215



LEMBAR PENGESAHAN



PENGARUH KOMPETISI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN



Kelas : F



Disetujui Oleh :



Asisten Kelas,



Yogi Gema Hamonangan NST NIM. 175040201111020



PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019



1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhkluk hidup pasti membutuhkan interaksi dalam hidupnya Interaksi tersebut dapat terjadi saat suatu makhluk hidup berdampingan dengan makhluk hidup lainnya. Interaksi yang terjadi antar makhluk dapat berupa interaksi positif yang menguntungkan, maupun interaksi negatif yang merugikan. Salah satu contoh interaksi negatif adalah persaingan. Persaingan biasa terjadi pada makhluk hidup yang hidup berdampingan. Namun, karena terbatasnya beberapa faktor untuk memenuhi kebutuhan hidup, individu yang hidup berdampingan tersebut melakukan persaingan. Persaingan yang terjadi antar makhluk hidup tersebut dapat menyebakan kerugian bagi tiap individu. Persaingan biasa terjadi antar tanaman. Menurut Kusumawati (2018), kompetisi atau persaingan tanaman dapat didefenisikan sebagai salah satu bentuk interaksi antar tanaman yang saling memperebutkan sumber daya alam yang tersedia terbatas pada lahan dan waktu. Kompetisi dibagi menjadi dua, yaitu intraspesifik dan interspesifik. Kompetisi yang terjadi antar individu sejenis disebut kompetisi intraspesifik sedangkan antar individu yang tidak sejenis disebut kompetisi interspesifik (Wirakusumah, 2003). Kompetisi interspesifik contohnya, tumbuhnya jagung dan kedelai di lahan yang sama. Sedangkan, contoh kompetisi intraspesifik adalah penanaman 2 jagung di polybag yang sama. Persaingan terjadi antar tanaman dikarenakan tanaman tersebut saling memperebutkan tempat untuk tumbuh. Tanaman – tanaman tersebut juga memperebutkan air, unsur hara serta cahaya matahari untuk berfotosintesis. Kompetisi yang terjadi mengakibatkan pertumbuhan tanaman yang ditanam tidak optimal. Tanaman tidak dapat tumbuh secara optimal karena nutrisi yang tersedia tidak cukup . Perebutan nutrisi pun terjadi dan kemungkinan besar salah satu tanaman tidak akan mendapat nutrisi yang cukup. Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan tanaman tidak tumbuh secara sempurna. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut akan terhambat. Selain itu, kurangnya nutrisi juga dapat menyebabkan kematian tanaman. Hal tersebut akan menimbulkan kerugian di berbagai aspek, terutama aspek ekonomi. 1.2 Tujuan Praktikum tanam ini dilakukan dengan tujuan mengamati pengaruh kompetisi terhadap tanaman terong (Solanum melongena L.) dan kedelai (Glycine Max L.). 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fase Pertumbuhan dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman jenis germinae yang mempunyai manfaat sebagai sumber protein. Kedelai merupakan tanaman semusim berupa semak, tumbuh tegak, berdaun lebat dengan berbagai morfologi dan



pertumbuhannya diawali dengan perkecambahan atau germinasi. Berikut ini adalah klasifikasimya, Kingdom : Plantae, Divisi : Magnoliophyta, Kelas : Magnoliopsida, Ordo : Fabales, Famili : Fabaceae, Genus : Glycine, Spesies : Glycine Max L. (Warisno dan Kres Dahana,2010) Berdasarkan umurnya, kedelai terbagi atas umur pendek (60-80 hari), sedang (90-100 hari), dan panjang



(110-120 hari) (Cahyadi, 2007). Sedangkan fase tanaman kedelai menurut Tengkano (2008) terbagi menjadi 5,



yaitu fase muda umur 4 sampai 10 hari setelah tanam, fase vegetatif umur 11 sampai 30 hari setelah tanam,



Fase pembungaan dan awal pembentukan polong umur 31 sampai 50 hari setelah tanam, fase pertumbuhan dan perkembangan polong serta pengisian biji, umur 51 ssampai 70 hari setelah tanam, fase pemasakan polong dengan pengeringan biji umur 71 sampai 85 Seperti halnya tanaman lain, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai, diantaranya kesuburan fisika, kimia dan biologi tanah (solum, tekstur, pH, ketersediaan hara, kelembaban tanah, bahan organik dalam tanah, drainase dan aerasi tanah, serta mikroba tanah). (Sumarno et.al., 2007). Selain itu tanaman kedelai juga membutuhkan unsur hara, salah satunya adalah nitroge. Nitrogen merupakan unsur hara makro yang paling banyak dibutuhkan tanaman, unsur nitrogen sangat berperan dalam fase vegetatif tanaman. Sedangkan pada fase generatif sangat memerlukan unsur P dan K dalam jumlah yang lebih banyak (Kadarwati, 2006). 2.2 Fase Pertumbuhan dan Syarat Tumbuh Tanaman Terong



Menurut Prahasta (2009) klasifikasi tanaman terong (Solanum melongena L.) sebagai berikut: Divisio: Magnoliophyta, Kelas: Magnoliopsida, Ordo: Solanales, Famili: Solanaceae, Genus: Solanum, Spesies: Solanum



melongena L. Pertumbuhan pada tanaman terong dibagi menjadi dua fase yaitu fase vegetatif dan fase generatif.



Menurut Ayunin (2018) pertumbuhan vegetatif merupakan fase yang di mulai dari terbentuknya daun pada masa



perkecambahan hingga awal pembentukan organ generatif yaitu bunga. Pada masa vegetatif, tanaman



mengalami pertambahan jumlah, volume, ukuran, dan bentuk organ-organ seperti akar, batang, dan daun.



Tanaman terong merupakan tanaman semusim sehingga menurut Fortunasari (2018) fase vegetatif dan generatif



hanya berlangsung selama setahun atau semusim sedangkan pada tanaman tahunan fase ini dapat berlangsung sepanjang tahun atau bergantian secara periodik selama tahunan.



Menurut Firmanto (2011) mengatakan bahwa tanaman terong ungu dapat tumbuh dan berproduksi baik di



dataran tinggi maupun dataran rendah kurang lebih 1.000 meter diatas permukaan laut. Tanaman ini



memerlukan air yang cukup untuk menopang pertumbuhannya. Selama pertumbuhannya, terong ungu



menghendaki keadaan suhu udara antara 22C – 30C , cuaca panas dan iklimnya kering, sehingga cocok



ditanam pada musim kemarau. Pada keadaan cuaca panas akan merangsang dan mempercepat proses



pembungaan dan pembuahan. Namun, bila suhu udara tinggi maka pembungaan dan pembuahan terong ungu



akan terganggu yakni bunga dan buah akan berguguran. Tanaman terong ungu tergolong tahan terhadap



penyakit dan bakteri. Meskipun demikian penanaman terong ungu di daerah yang curah hujannya tinggi dapat



mempengaruhi kepekaannya terhadap serangan penyakit dan bakteri. Untuk mendapatkan produksi yang tinggi,



tempat penanaman terong ungu harus terbuka (mendapatkan sinar matahari) yang cukup. Di tempat yang terlindung, pertumbuhan terong ungu akan kurus dan kurang produktif.



Temperatur lingkungan tumbuh sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan pencapaian fase



vegetatif tanaman pada terung. Lingkungan tumbuh yang memiliki rata-rata temperatur yang tinggi dapat



mempercepat pembungaan dan umur panen menjadi lebih pendek (Samadi, 2001). Menurut Kowalska (2008),



suhu udara terlalu tinggi dapat mengakibatkan kerontokan bunga dan menurunkan jumlah buah terung,



sementara pada curah hujan tinggi tanaman terung banyak terserang penyakit dan busuk buah. Kelembaban udara 65-80 % dengan curah hujan 800-1200 mm/tahun (Lim, 2013).



Tanaman terung dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah, tetapi keadaan tanah yang paling baik



untuk tanaman terung adalah jenis lempung, berpasir, subur, kaya akan bahan organik aerasi dan drainasinya



yang baik serta pada pH antara 6,8-7,3. Pada tanah yang bereaksi masam (pH kurang dari 5) perlu dilakukan



pengapuran. Bahan kapur untuk pertanian pada umumnya berupa kalsit (CaCo3), dolomit (CaMg (Co3)2), atau



kapur bakar (CaO), jumlah kapur yang dibutuhkan untuk menaikkan pH tanah tergantung keadaan jenis dan derajat keasaman tanah itu sendiri (Samadi, 2001). 2.3 Kompetisi Tanaman



Kompetisi adalah interaksi antar individu yang muncul akibat kesamaan kebutuhan akan sumberdaya yang bersifat terbatas, sehingga membatasi kemampuan bertahan (survival), pertumbuhan dan reproduksi individu penyaing (Begon et al .2000), sedangkan menurut Molles (2002) kompetisi didefinisikan sebagai interaksi antar individu yang berakibat pada pengurangan kemampuan hidup mereka. Kompetisi dapat terjadi antar individu (intraspesifik) dan antarindividu pada satu spesies yang sama atau interspesifik. Kompetisi juga



dapat didefinisikan sebagai salah satu bentuk interaksi antar tumbuhan yang saling memperebutkan sumber daya alam yang tersedia terbatas pada lahan dan waktu sama yang menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan dan hasil salah satu jenis tumbuhan atau lebih. Sumber daya alam tersebut, contohnya air, hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh (Kastono,2005). Kompetisi dibedakan menjadi dua macam, yaitu: Kompetisi intraspesifik, yakni persaingan antara organisme yang sama dalam lahan yang sama. Kompetisi interspesifik, yakni persaingan antara organisme yang beda spesies dalam lahan yang sama (Kastono, 2005). Menurut Odum (2001) Kompetisi-kompetisi tersebut memiliki istilah masing – masing yaitu Intraplant competition untuk Intraspesifik dan Interplant competition untuk Interspesifik. Intraplant competition yakni persaingan antara organ tanaman, misalnya antar organ vegetatif atau organ vegetatif lawan organ generatif dalam satu tubuh tanaman. Interplant competition yakni persaingan antar dua tanaman berbeda atau bersamaan spesiesnya (dapat pula terjadi pada intra maupun interplant competition). Kompetisi interspesifik sendiri merupakan kompetisi yang terjadi antara 2 atau lebih spesies berbeda karena



bersaing dalam menggunakan sumber daya terbatas di lingkungan mereka tinggal (Munir, 2004). Sedangkan menurut Hanafiah (2005), kompetisi intraspesifik adalah kompetisi yang terjadi pada tumbuhan yang sejenis dan terdiri atas persaingan aktivitas dan persaingan sumberdaya alam. Definisi kompetisi sebagai interaksi antar dua atau lebih apabila suplai yang diperlukan terbatas, dalam hubungannya dengan permintaan organisme. Secara teoritis, apabila dalam suatu populasi yang terdiri dari dua spesies, maka akan terjadi interaksi yang bermacam – macam. Salah satu interaksi tersebut yaitu kompetisi. Organisme mungkin bersaing jika masing – masing berusaha untuk mencapai sumber yang paling baik di



sepanjang gradien kualitas atau apabila dua individu mencoba menempati tempat yang sama secara simultan. Menurut Noughton (2001) sumber yang dipersaingkan oleh individu adalah untuk hidup dan bereproduksi, contohnya makanan, oksigen, dan cahaya. 2.4 Pengaruh Intraspesies dan Interspesies Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kompetisi atau persaingan tanaman dapat didefenisikan sebagai salah satu bentuk interaksi antar tanaman yang saling memperebutkan sumber daya alam yang tersedia terbatas pada lahan dan waktu. Persaingan dapat terjadi antar tanaman sejenis (intraspesies) dan antar tanaman berbeda jenis (interspesies). Jika dua tanaman ditanam pada satu media bukan tidak mungkin akan terjadi suatu interaksi. Interaksi tersebut tentu saja berupa kompetisi dimana keduanya tidak hanya memperebutkan tempat tumbuh, tetapi juga saling memperebutkan makanan, unsur hara, air, sinar matahari untuk berfotosintesis, udara, agen penyerbukan, agen dispersal, atau faktor-faktor ekologi lainnya sebagai sumber daya yang dibutuhkan oleh tiap-tiap organisme untuk hidup dan pertumbuhannya. Hal ini berarti terjadi tumpang tindih antar relung ekologi. Menurut Kusumawati (2018), persaingan tumbuhan dalam suatu spesies dapat dilihat dari jarak antar tumbuhan, di mana sebenarnya persaingan yang paling keras terjadi antara tumbuhan yang sama spesiesnya, sehingga tegakan besar dari sepesies tunggal sangat jarang ditemukan di alam. Persaingan ini mempengaruhi pertumbuhannya karena pada umumnya bersifat merugikan. Pertumbuhan tidak akan optimal serta kuantitas dan kualitasnya tidak sebagus tanaman yang terkontrol/ tidak berkompetisi. Interaksi yang terjadi antarspesies anggota populasi akan memengaruhi kondisi populasi, mengingat keaktifan atau tindakan individu memengaruhi kecepatan pertumbuhan ataupun kehidupan populasi. Setiap anggota populasi dapat memakan anggota populasi yang lainnya, bersaing terhadap makanan, mengeluarkan kotoran, dapat saling membunuh, dan interaksi tersebut dapat searah ataupun dua arah (timbal balik). Oleh karena itu, dari segi pertumbuhan atau kehidupan populasi, interaksi antarspesies anggota populasi dapat merupakan interaksi yang positip, negatif, atau nol. Pola sistem tumpangsari mengakibatkan terjadi kompetisi secara intraspesifik dan interspesifik. Kompetisi dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Tinggi dan lebar tajuk antara tanaman yang ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari, lebih lanjut akan mempengaruhi hasil sintesa (glukosa) dan muara terakhir akan berpengaruh terhadap hasil secara keseluruhan. Tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan optimal apabila cahaya, air dan zat-zat yang dibutuhkan tersedia cukup. Dengan cahaya, air dan zat-zat hara yang cukup maka fotosintesis akan berjalan optimal sehingga fotosintat nantinya akan dapat dipakai untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. (Aisyah et.al., 2017)



3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum tanam dilakukan pada bulan September sampai Oktober 2019 di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Jalan Kuping Gajah No. 45, Jatimulyo, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur. Dengan ketinggiannya 460 m dari permukaan laut. Daerah ini memiliki suhu minimum 20°C dan maksimum 28°C dengan curah hujan rata-rata 1883 mm/tahun. Kelembaban udara berkisar antara 49-89%. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam dalam praktikum kali ini yaitu polibag, cetok atau cangkil, ember plastik, gayung, meteran jahit, gelas air mineral, selotipe dan label identitas kelompok. Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu benih jagung (Zea mays L.), benih kedelai (Glycine max), benih terong (Solanum melongena) pupuk kandang, pupuk NPK, air, dan tanah. 3.3 Metode Pelaksanaan 3.3.1 Persiapan Media Tanam



Persiapkan alat-alat praktikum. kemudian ambillah tanah menggunakan cetok. Lalu campurlah tanah dengan pupuk kandang dengan rasio 3:1. Tulislah nama kelompok dan perlakuan pada label, lalu ditempelkan ke polibag. Setelah itu masukkan tanah campuran ke dalam polybag. Setelah itu tempelkan label yang telah ditulis dengan nama kelompok. 3.3.2. Penanaman



Pada tanaman Kedelai (Intraspesies) terdapat 3 perlakuan, yaitu perlakuan 2 populasi, 4 populasi, dan 6



populasi. Pada perlakuan 2 populasi, jarak antar lubang tanam sebesar 10 cm. Pada perlakuan 4 populasi, jarak



antar lubang tanam sebesar 10 cm x 10 cm. Pada perlakuan 6 populasi, jarak antar lubang tanam sebesar 10 cm



x 5 cm. Lalu tiap lubang tanam dibuat sedalam ±1,5 cm menggunakan cetok. Kemudian dimasukkan 1 benih kedelai pada tiap lubang tanam, lalu lubang tanam ditutup dan diratakan.



Pada Tanaman Terung (Intraspesies) terdapat 3 perlakuan, yaitu perlakuan 2 populasi, 3 populasi, dan 4



populasi. Pada perlakuan 2 populasi, jarak antar lubang sebesar 10 cm. Pada perlakuan 3 populasi, lubang



dibuat dalam bentuk segitiga sama sisi berjarak 10 cm. Pada perlakuan 4 populasi, jarak antar lubang sebesar 10 cm x 10 cm. Tiap lubang tanam dibuat sedalam ±5 cm. Kemudian masukkan 1 bibit terung pada tiap lubang tanam, lalu lubang tanam ditutup dan diratakan.



Pada tanaman Jagung+Kedelai (Interspesies) dibuatkan 2 lubang per polibag. Untuk benih jagung



sedalam ±3 cm, sedangkan untuk benih kedelai sedalam ±1,5 cm. Kemudian masukkan masing-masing 1 benih pada tiap lubang tanam tersebut, kemudian lubang tanam ditutup dan diratakan.



Pada tanaman Jagung+Terung (Interspesies) dibuatkan 2 lubang per polibag. Untuk benih jagung



sedalam ±3 cm, sedangkan untuk bibit terung sedalam ±5 cm. Kemudian masukkan masing-masing 1 benih/bibit pada tiap lubang tanam tersebut, kemudian lubang tanam ditutup dan dirapatkan. 3.3.3. Perawatan Perawatan tanaman yang dilakukan berupa penyiraman, penyulaman, pemupukan dan penyiangan gulma. Kegiatan ini dilakukan agar tanaman mendapat sumber nutrisi dan air yang cukup. Kegiatan pertama yaitu penyiraman, dilakukan secara rutin yaitu setiap hari pada sore hari. Penyiraman dengan air secukupnya tanpa membuat air tergenang pada tanaman. Kemudian kegiatan penyulaman yang dilakukan pada 1 mst. Penyulaman dilakukan dengan mengganti tanaman yang rusak atau mati dengan tanaman baru. Kemudian kegiatan pemupukan dilakukan 2 mst dan 4 mst dengan menggunakan pupuk NPK dengan dosis pada tanaman terong intraspesies 2 populasi yaitu 4 gr/polibag, terong intraspesies 3 populasi yaitu 6 gr/polibag,dan terong intraspesies 4 populasi yaitu 8 gr/polibag. Dosis pada tanaman kedelai intraspesies 2 populasi yaitu 5 gr/polibag, kedelai intraspesies 4 populasi yaitu 20gr/polibag, kedelai intraspesies 6 populasi 30gr/polibag. Dosis pada tanaman kedelai dan jagung interspesies yaitu 3 gr/polibag dan pada kedelai dan terong interspesies yaitu 3 gr/ polibag. Pengaplikasian pupuk dengan cara ditugal yaitu dengan membuat lubang dengan jarak 3 cm dari tanaman lalu pupuk dimasukkan ke dalam lubang tersebut. Kegiatan selanjutnya yaitu penyiangan gulma, dilakukan dengan mencabut atau menyingkirkan tanaman gulma yang berada dalam polibag untuk menghindari



terjadinya kompetisi dalam penyerapan unsur hara dan cahaya matahari. 3.3.4. Pengamatan Pengamatan dilakukan secara berkala yaitu satu minggu sekali dengan melakukan pengukuran terhadap parameter tinggi tanaman dan jumlah daun serta melakukan dokumentasi pada setiap tanaman. Data yang didapat dicatat dan disusun berdasarkan hari atau tanggal pengamatannya. 3.4 Parameter Pengamatan 3.4.1 Tinggi Tanaman Pengukuran dilakukan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan dari permukaan tanah hingga titik tumbuh tanaman 3.4.2 Jumlah Daun Perhitungan jumlah daun dilakukan dengan menghitung seluruh daun yang telah terbuka sempurna pada setiap tanaman



4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Pengaruh kompetisi terhadap pertumbuhan tanaman pada perlakuan intraspesies



dan



interspesies



dilihat



dari



pengamatan



tinggi



tanaman.



Pengamatan dilakukaan saat tanaman berumur 2 MST sampai 6 MST. Berikut ini adalah data pengamatan dari tinggi tanaman : Tabel 1. Perbandingan Tinggi Tanaman Perlakuan Intraspesies dan Interspesies



Jenis Tanaman



Perlakuan Intraspesies Populasi 2 Intraspesies Populasi 3 Intraspesies Populasi 4 Intraspesies dengan Jagung Intraspesies Populasi 2 Intraspesies Populasi 4 Intraspesies Populasi 6 Intraspesies dengan Jagung



Terung



Kedelai



Tinggi Tanaman (cm) 2 MST



3 MST



4 MST



5 MST



6 MST



8,01



9,5



11.8



14.6



16.2



6.8



7.36



8.3



8.9



10.4



4.65



7.45



9.57



10.375



12.65



8.38



9.9



10.5



11.2



11.7



8.85



13.5



17.15



18.6



21,5



7.37



12.45



18,79



20,05



25,52



-



-



-



-



-



-



-



-



-



-



Data diatas menunjukan bahwa tinggi tanaman terung yang tertinggi pada 6 MST adalah perlakuan intraspesies populasi 2. Lalu untuk perlakuan yang memiliki tinggi tanaman terendah adalah perlakuan intraspesies populasi 3. Sedangkan laju pertumbuhan tercepat terjadi pada perlakuan intraspesies populasi 2 4 MST ke 5 MST yaitu 25,42%. Pada jenis tanaman kedelai, perlakuan yang memiliki tinggi tanaman tertinggi pada 6 MST adalah perlakuan intraspesies populasi 4 dan perlakuan yang memiliki tinggi tanaman terendah adalah perlakuan intraspesies dengan jagung. Untuk laju pertumbuhan tercepat terjadi pada perlakuan intraspesies populasi 4 3 MST ke 4 MST yaitu 50,92%. 4.1.2 Jumlah Daun Pengaruh kompetisi terhadap pertumbuhan tanaman pada perlakuan intraspesies



dan



interspesies



dilihat



dari



pengamatan



tinggi



tanaman.



Pengamatan dilakukaan saat tanaman berumur 2 MST sampai 6 MST. Berikut ini adalah data pengamatan dari tinggi tanaman : Tabel 2. Perbandingan Jumlah Daun Tanaman Perlakuan Intraspesies dan Interspesies



Jenis Tanaman



Jumlah Daun Perlakuan



2 MST



3 MST



4 MST



5 MST



6 MST



Intraspesies 2,3 3,1 4,3 5,3 5,8 Populasi 2 Intraspesies 3,4 3.8 4.2 3.3 3,26 Populasi 3 Terung Intraspesies 2,95 4.8 4,5 4,7 4,65 Populasi 4 Interspesies dengan 2,2 3,8 4 4.8 4,8 Jagung Intraspesies 0,6 1.87 3.98 3.36 3.94 Populasi 2 Intraspesies 2,98 4,6 6,45 4,45 4,5 Populasi 4 Kedelai Intraspesies Populasi 6 Interspesies dengan Jagung Data diatas menunjukkan bahwa jumlah daun tanaman dipengaruhi tinggi rendahnya kompetisi di dalam satu media tanam, semakin banyak tanaman dalam satu media tanam semakin tinggi pula tingkat kompetisi yang terjadi. Hal ini mempengaruhi jumlah daun pada tanaman, seperti data diatas jumlah daun pada tanaman kompetisi rendah lebih banyak daripada tanaman kompetisi tinggi. Contohnya pada intraspesies populasi 2 tanaman terung 5 MST jumlah daun 5, sedangkan pada intraspesies populasi 3 tanaman terung jumlah daunnya 3,5. 4.2 Pembahasan Umum Berdasarkan grafik tinggi tanaman kedelai dan terong, dapat dilihat bahwa tinggi tanaman intraspesies baik terong maupun kedelai terbesar terdapat pada polybag dengan jumlah populasi yang lebih sedikit dari yang lainnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kusmawati (2018) bahwa dengan perlakuan benih yang lebih banyak dalam satu polybag maka pertumbuhannya akan terhambat. Namun terjadi anomali pada terong intraspesies 3 populasi dan 4 populasi di 3mst hingga 6mst. Pada grafik tersebut tinggi tanaman lebih besar pada 4 populasi, hal ini mungkin disebabkan oleh penyiraman dengan dosis yang berbeda. Data serupa juga dijumpai pada kedelai dengan 2 populasi dan 4 populasi pada 4mst hingga 6 mst.



Sedangkan pada kompetisi interspesies, pada tanaman jagung dan kedelai pertumbuhan kedelai mengalami keadaan naik turun. Pada kompetisi ini jagung menjadi tanaman yang lebih diuntungkan karena kedelai merupakan tanaman legum, dimana tanaman legum dapat mengikat nitrogen dari udara ke dalam tanah. Sehingga tanaman jagung lebih diuntungkan pada kompetisi ini. Pada interspesies antara jagung dan terong, terjadi kompetisi dalam memperoleh



Tinggi Tanaman (cm)



cahaya matahari karena ukuran tanaman yang relatif sama.



Tinggi Tanaman 300 interspesies jagung dan kedeai



250 200



interspesies jagung dan terong



150



Intraspsesies terong populasi 3



100 50



Intraspsesies terong popolasi 2



0 2



3



4



5



Umur Tanaman (mst)



Intraspsesies terong populasi 1



Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Kedelai dan Tanaman Terong



Berdasarkan grafik jumlah daun tanaman kedelai dan terong dengan perlakuan intraspesies terong populasi 2, pertumbuhan daun terong terjadi dengan cepat karena tanaman terong mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan dengan baik. Hal ini disebabkan karena rendahnya kompetisi dalam satu polybag. Dapat dilihat pada data jumlah daun di atas bahwa pada 6 MST jumlah daunnya 5,8. Sedangkan pada intraspesies populasi 4 dengan usia 6 MST jumlah daunnya hanya 4,65. Hal ini disebabkan karena tingginya kompestisi pada



satu



polybag



sehingga



tanaman



terong



pada



polybag



tersebut



membutuhkan unsur hara yang lebih dengan perlakuan yang sama. Pada perlakuan Interspesies terong dengan jagung, pertumbuhan daun terong terjadi secara normal atau konstan karena tanaman terong mendapatkan nutrisi yang diperlukan tanpa adanya kompetisi dari jagung. Hal ini disebabkan karena jagung telah mendapatkan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhanny. Jagung tumbuh dengan menyesuaikan keadaan lingkungannya yang terbatas di dalam polybag. Padahal daya dukung lingkungan diperlukan untuk mencapai hasil yang optimal.



Dengan terbatasnya pertumbuhan jagung, tanaman terong mendapat unsur hara dan nutrisi yang mencukupi untuk proses fotosintesis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusumawati (2018) salah satu dari spesies yang berbeda jenis akan hilang



atau



setiap



spesies



menjadi



makin



bertambah



efisien



dalam



memanfaatkan atau mengolah bagian dari lahan tersebut. Pada data tanaman kedelai dengan jumlah perlakuan intraspesies memiliki jumlah daun terbanyak pada akhir pengamatan karena semakin banyak populasi kedelai maka semakin banyak juga bakteri rhizobium yang dapat memfiksasi nitrogen bebas di udara sehingga tanaman kedelai memiliki nutrisi yang mencukupi untuk pertumbuhannya. Hal ini disesuai yang disampaikan oleh Hindersah et al (2017) bahwa tanaman kedelai membutuhkan unsur nitrogen selama masa pertumbuhannya dan bakteri rhizobium adalah bakteri pemfiksasi nitrogen yang dapat bersimbiosis dengan tanaman legum termasuk kedelai.



Jumlah Daun 300 interspesies jagung dan kedeai



250 200



interspesies jagung dan terong



150



Intraspsesies terong populasi 3



100 50 0 2



3 4 Umur Tanaman (mst)



5



Intraspsesies terong popolasi 2 Intraspsesies terong populasi 1



Gambar 1. Grafik Jumlah Daun Tanaman Kedelai dan Tanaman Terong



5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa cahaya sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang tanaman. Tanaman kedelai merupakan tanaman C3 yang tidak terlalu toleran terhadap adanya cahaya, sehingga pertumbuhan tinggi tanaman kedelai dengan perlakuan tanpa naungan jauh lebih lambat dibandingkan tanaman kedelai dengan perlakuan naungan. Hal ini membuktikan bahwa tanaman kedelai tidak terlalu toleran pada intensitas cahaya tinggi. Sedangkan Tanaman Jagung yang merupakan tanaman C4 adaptif terhadap tempat yang kering dan panas sehingga pertumbuhannya pada intensitas cahaya tinggi stabil. Jagung dengan perlakuan naungan memang lebih cepat tumbuh tinggi yang disebabkan oleh kurangnya sinar matahari, tetapi kedua perlakuan menunjukkan bahwa pertumbuhan jagung sama-sama stabil. Hal ini membuktikan bahwa tanaman jagung adaptif terhadap tempat yang kering dan panas. 5.2 Saran Kepada praktikan diharap memperhatikan tanaman, supaya tidak terjadi kerusakan pada tanaman terlebih lagi juka menyebabkan data akhir yang dikumpulkan tidak valid.



DAFTAR PUSTAKA Aisyah, Lilis, B. Sudjana, D. Ruswandi, dan M. Syafi’i. 2017. Pengaruh Sistem Tumpangsari Antara Galur Jagung ( Zea mays L.) Dan Cabai (Capsicum annum L.) Dan Terhadap Hasilnya. Jurnal Agrotek Indonesia. 2(2): 1-79. Ayunin, I.Q. 2018. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair Kulit Pisang Sebagai Sumber Kalium Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terong Ungu (Solanum melongena L.). Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Begon,Wolf, dan Larry. 2000. Ekologi Umum. Yogyakarta. UGM Press. Cahyadi, W. 2007. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Jakarta. Bumi Aksara. Firmanto, B. 2011. Sukses Bertanaman Terong Secara Organik. Bandung. Angkasa. Fortunasari, B. 2018. Pengaruh Imbangan Poc Daun Gamal (Glirisida sepium) dan Takaran Pupuk Kandang Kambing Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terong Ungu (Solanum melongena L.). Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Hanafiah, Kemas Ali. 2005. Biologi Tanah Ekologi dan Mikrobologi Tanah. Jakarta. PT. Raja Grafindo. Hindersah, Reginawati, N. Rostini, A. Harsono, Nuryani. 2016. Peningkata Populasi, Pertumbuhan dan Serapan Nitrogen Tanaman Kedelai dengan Pemberian Azotobacter Penghasil Eksopolisakarida. Jurnal Agron. Indonesia. 45(1):30-35 Kadarwati, T. F. 2006. Pemupukan Rasional dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Kapas. Malang: Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. Jurnal Perspektif 5 (2): 59-70. Kastono. 2005. Ilmu Gulma. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Kowalska, G. 2008. Flowering Biology of Eggplant And Procedures Intensifying Fruit Set Review. Jurnal Hortorum Cultus 7(4): 63–67. Kusumawati, Dian Eka. 2018. Pengaruh Kompetisi Intraspesifik dan Interspesifik Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays) dan Kacang Hijau (Vigna radiata). Jurnal Agroradix 1(2). Lim, T.K. 2013. Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants: Eggplant. Netherlands (NL). Springer. Molles. 2002. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung. Institut Teknologi Bandung. Munir, Ronald. Metode Numerik untuk Teknik Informatika. Bandung. Institut Teknologi Bandung. Noughton. 2001. Ekologi Umum Edisi Ke-2. Yogyakarta. UGM Press. Odum, E.P. 2001. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ke-3. Yogyakarta. UGM Press. Prahasta. 2009. Agribisnis Terong. Bandung. CV. Pustaka Grafika. Samadi, B. 2001. Budidaya Terung Hibrida. Yogyakarta. Kanisius hal 67. Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim. 2007. Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan



Pengembangan Pertanian. Bogor. Tengkano, Baliadi, Y., W., Bedjo and Purwantoro. 2008. Validasi Rekomendasi Pengendalian Gama Terpadu Kedelai Pada Lahan Sawah dengan Pola Tanam Padi-Kedelai-Kedelai. Jurnal Agritek 16 (3): 492-500. Warisno dan K. Dahana. 2010. Meraup Untung Dari Olahan Kedelai. Jakarta Selatan. AgroMedia Pustaka. Wirakusumah, S. 2003. Dasar-dasar Ekologi bagi Pupolasi dan Komunitas. Jakarta. UI Press.



LAMPIRAN Lampiran 1. Dokumentasi Lampiran 2. Data Hasil Pengamatan A. Jumlah Daun 1. Interspesies Terong Populasi 2 (F3) Pengamatan ke-...MST TS 2 3 4 5 1 3 4 5 6,5 2 2 3 4,5 6 3 2,5 3 4 4,5 4 1,5 2,5 3,5 4,5 5 2,5 3 4,5 5 Rata-rata 2,3 3,2 4,3 5,3 2. Interspesies Terong Populasi 3 (P3) Pengamatan ke-...MST TS 2 3 4 5 1 4,33 3,67 4,33 4,33 2 2,67 4 5 3,67 3 2,67 3,33 4 2,33 4 4 4,33 4,33 3,67 5 3,33 3,67 4 2,67 Rata-rata 3,4 3,8 4.33 3,33 3. Interspesies Terong Populasi 4 (N) Pengamatan ke-...MST TS 2 3 4 5 1 5 8 10,75 10,75 2 4,5 7 9,125 9,5 3 4,75 7,625 9,5 9,875 4 4,75 9 9,625 11,25 5 4,375 9,5 9,5 11,5 Rata-rata 4,67 8,22 9,7 10,57 4. Interspesies Terong dengan Jagung Pengamatan ke-...MST TS 2 3 4 5 1 3 4 5 5 2 4 4 5 4 3 4 4 5 5 4 4 4 5 5 5 4 4 4 5 Rata-rata 3,8 4 4,8 4,8 1. Interspesies Kedelai Populasi 2 Pengamatan ke-...MST TS 2 3 4 5 1 0,6 1,66 1,67 1,66 2 0,6 1,83 2 1,16 3 0,6 1,83 2 2 4 0,6 2 1,83 1,83 5 0,6 4,33 1,83 1,83



6 7,5 6,5 5 5 5 5,8 6 4,33 3,67 3,33 5 4 4,06 6 11,5 10 10,375 11,625 10,75 10,85 6 5 5 5 4 5 4,8



6 2 1,5 2,16 2,16 2,16



Rata-rata 0,6 2,33 1,86 1,69 2. Interspesies Kedelai Populasi 4 Pengamatan ke-...MST TS 2 3 4 5 1 2,5 4,25 6,25 2 3 4,5 6 6,5 3 3 4,5 6,25 4,75 4 3 4,75 6,75 5 5 3 5 7 6 Rata-rata 2,98 4,6 6,45 4,45 3. Interspesies Kedelai Populasi 6 Pengamatan ke-...MST TS 2 3 4 5 1 1,22 1,55 0,94 0,94 2 1,11 1,55 1,16 0.61 3 1,50 1,39 1,05 0,77 4 1,10 1,39 1,33 0,77 5 1,22 1,61 1,27 0,77 Rata-rata 1,23 1,49 1,15 0,81 4. Interspesies Kedelai dengan Jagung Pengamatan ke-...MST TS 2 3 4 5 1 2,33 1,33 1 2,33 2 2,33 2,33 2,67 2,33 3 2,33 2,67 2,33 2 4 0,67 1 1 5 2,33 3,33 1,33 1,33 Rata-rata 1,86 2,06 1,66 1,79



1,99 6 6,5 4,75 5,25 6 4,5 6 6 1 1,33 1,33 0,33 1 0,99



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA, MALANG FAKULTAS PERTANIAN LOGBOOK KONSULTASI LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERTANIAN 2019



Komoditas



:………………………………………………………



Kelas



: ………………………………………………………



Asisten Kelas



: ………………………………………………………



No 1



2



3



4



5



6



7



Hari dan Tanggal



Nama Anggota



Catatan Konsultasi



TTD Asisten