Teori Psikologi Timur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Abu Masroh 2018011141 Teori kepribadian A



A. Pengantar Salah satu sumber yang sangat kaya dari psikologi yang dirumuskan dengan baik adalah agama-agama Timur. Agak berbeda dengan ide-ide yang aneh dalam kosmologi dan dogma kepercayaan-kepercayaan, kebanyakan agama besar di Asis berintikan psikologi yang kurang diketahui oleh massa penganut kepercayaan tersebut tetapi sangat dikenal oleh para “profesional” masing-masing, entah para yogi, rahib, atau pendeta. Inilah psikologi praktis yang dipraktekan oleh para praktisi yang paling setia untuk melatih budi dan hati mereka. B. Pendekatan psikologi Timur Pendekatan psikologi-psikologi Asia didasarkan pada introspeksi dan pemeriksaan diri sendiri yang menuntut banyak energi, berbeda dengan psikologi-psikologi Barat yang lebih bersandar pada observasi tingkah laku. Setiap kutipan oleh Gardner dan Louis Murphy (1968) dari kitab-kitab suci Asia, memberikan semacam wawasan psikologis, baik suatu pandangan tentang bagaimana jiwa bekerja, suatu teori kepribadian, ataupun suatu model motivasi. Kendati mengakui adanya perbedaan-perbedaan diantara psikologi-psikologi Asia tersebut, namun Gardner dan Louis Murphy (1968) menyimpulkan bahwa psikologi-psikologi itu pada hakikatnya merupakan suatu reaksi terhadap kehidupan yang dilihat sebagai penuh dengan penderitaan dan kekecewaan. Cara umum untuk mengatasi penderitaan yang dianjurkan oleh psikologi-psikologi ini adalah disiplin dan kontrol diri, yang dapat memberikan kepada orang yang mengupayakannya “suatu perasaan ekstase yang tak terbatas dan hanya dapat ditemukan dalam diri yang bebas dari pamrih-pamrih pribadi”. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa, minat psikologis di Timur dan Barat “berpadu dengan sangat cepat” Sebagaimana terdapat banyak teori kepribadian di lingkungan peradaban Barat, begitu pula terdapat banyak psikologi Timur. Kendati terdapat perbedaan besat dalam hal kepercayaan dan pandangan tentang dunia di antara agama-agama yang mengandung psikologi Timur, namun psikologi itu sendiri tidak terlalu berbeda. Salah satu persamaannya adalah dalam hal penggunaan metode fenomenologis : semuanya berusaha menggambarkan kodrat pengalaman langsung sang pribadi. Beberapa di antara sistemsistem ini berkisar pada teknik-teknik meditasi yang memungkinkan orang semata-mata meneliti arus kesadarannya sendiri, dengan memberinya sejenis jendela yang netral atas



aliran pengalamannya. Selanjutnya, semua psikologi ini mengeluhkan tentang manusia sebagaimana adanya, dan mempostulasikan suatu cara berada ideal yang dapat dicapai oleh orang yang tekun mencarinya. Jalan untuk transformasi ini selalu melalui suatu perubahan yang menyeluruh dalam kepribadian seseorang, sehingga kualitas-kualitas ideal ini dapat menjadi sifatsifat yang tepat. Akhirnya, semua psikologi Timur mengakui bahwa jalan utama ke arah transformasi diri ini adalah meditasi. Di antara para teoritikus kepribadian moden, C.G. Jung ialah salah satu orang yang paling tahu mengenai psikologi timur. Jung mengemukakan hal yang bagi ilmu pengetahuan positivistis lewat analisisnya yang ekstensif mengenai agama-agama timur. Selain lewat Jung psikologi-psikologi Timur telah menyerbu dunia Barat melalui pengaruh mereka pada teoritikus seperti Angyal dan Maslow yang berpandangan holistik, tokoh-tokoh humanis Buber dan Fromm, tokoh eksistensialis Bass, dan gelombang baru “para psikolog transpersonal” a. Alan watts Alan Watts dalam ”Psychotherapy East and West” (1961) mengakui bahwa apa yang disebutnya “cara-cara pembebasan Timur” adalah mirip dengan psikoterapi Barat, yakni bahwa keduanya bertujuan mengubah perasaan-perasaan orang terhadap dirinya sendiri serta hubungannya dengan orang-orang lain dan dunia alam. Sebagian besar terpai-terapi Barat menangani orangorang yang mengalami gangguan; sedangkan disiplin-disiplin Timur menangani orang-orang yang normal dan memilih penyesuaian sosial yang baik. Meskipun demikian, Watts melihat bahwa tujuan dari cara-cara pembebasan itu cocok dengan tujuan terapeutik sejumlah teoritikus, khususnya individuasi dari Jung, aktualisasi diri dari Maslow, otonomi fungsional dari Allport, dan diri yang kreatif dari Adler. Ornstein menjelaskan bahwa psikologi Barat, tidak memberi apresiasi pada Zen Budhaisme, Yoga, Kristiani, dan Sufisme. Bahkan mengabaikan dan menganggapnya patologis. Pernyataan Sutich (1969) : psikologi Transpersonal adalah nama yang diberikan untuk suatu Mahzab yang tengah bangkit dalam bidang psikologi oleh suatu kelompok… yang tertarik pada kapasitas-kapasitas dan potensipotensi dasar pada manusia yang tidak mendapatkan tempat sistematik dalam… teori behavioristik (“mahzab pertama”), teori psikoanalistik klasik (“mahzab kedua”), atau psikologi humanistik (“mahzab ketiga”). Kemudian Psikologi Transpersonal yang tengah timbul ini (“mahzab keempat”) secara khusus berbicara mengenai… nilai-nilai dasar, kesadaran yang mempersatukan, pengalaman-pengalaman puncak, ekstase, pengalaman mistik, perasaan terpersona, ada, aktualisasi diri, hakikat, kebahagiaan, keajaiban, arti dasar, transpendensi diri, roh, ketunggalan, kesadaran kosmik… dan konsep-konsep, pengalamanpengalaman, serta aktivitas-aktivitas yang berhubungan. Karena para psikolog yang berorientasi transpersonal ini mengurusi gejala-gejala semacam perasaan “terpersona” dan “kesadaran yang mempersatukan”, maka mereka seringkali meminta bimbingan psikologi Timur, seperti yang dilakukan R.M Bucke seabad lalu. Salah satu hal yang oleh sejumlah orang dilihat sebagai kekurangan



psikologi Barat dibandingkan dengan psikologi Timur adalah bahwa mereka kurang menyinggung soal aspiriasiaspirasi rohani atau kehidupan religius pada manusia. Charles Tart, seorang peneliti penting tentang keadaan-keadaan di luar kesadaran, menyunting suatu kumpulan rintisan teori-teori Timur ini dalam Transpersonal psychologies. Tart mengamati bahwa psikologi-psikologi Timur tidak memakai asumsi-asumsi yang digunakan oleh teori-teori Barat, dan karenanya tidak terbentur pada keterbatasan yang sama Psikologi Barat ortodoks telah memperlakukan secara buruk segi kodrat manusia, memilih mengabaikan eksistensinya atau memberinya label patologis. Padahal banyak penderitaan di zaman kita ini timbul dari kekosongan rohani. Kebudayaan kita, psikologi kita, telah mengesampingkan kodrat rohani manusia, tetapi kerugian dan penindasan yang dilakukan ini adalah sedemikian besar. Apabila kita ingin menemukan diri kita, sisi rohani kita, maka mutlak kita harus berpaling pada psikolog-psikolog yang telah menggarapnya. b. Robert Omstein Robert Ornstein, mempunyai minat terhadap psikologi timur merupakan hasil perkembangan dari penelitiannya tentang fungsi – fungsi berbeda dari masing-masing belahan otak. Ia juga mencata bahwa kebudayaan dan ilmu pengetahuan di Barat lebih menyukai cara pengetahuan belahan kiri dengan akibat merugikan perkembangan belahan kanan. Seseorang yang dapat memanfaatkan kedua cara tersebut akan sanggup berfungsi secara lengkap. Berkembang di India, 15 Abad yang lalu atau lebih, tetapi sampai kini para penganut Buddhis masih menerapkannya dalam berbagai bentuk sebagai suatu penuntun olah pikir. Teori psikologi ini diturunkan langsung dari wawasan Budha Gautama dalam abad V sebelum Masehi. Ajaran-ajaran Buddha sendiri telah dipoles dan berkembang berbagai cabang, ajaran, aliran Buddhisme, lewat suatu proses perkembanan yang sama seperti, misalnya, pemikiran Freud berkembang ke dalam aliran-aliran psikoanalisis yang berbeda-beda. Sama seperti psikologi timur lainnya, Abhidhamma mengajarkan suatu tipe ideal kepribadian sempurna yang dijadikan kiblat analisisnya tentang oleh pikir. Apa yang kita maksudkan dengan kata “kepribadian” sangat serupa dengan konsep atta, atau diri (self) dalam Abhidhamma. Bedanya, menurut asumsi dasar Abhidhamma tidak ada diri yang benar-benar kekal, yang ada hanyalah sekumpulan proses impersonal yang timbul dan menghilang. Yang tampak sebagian kepribadian terbentuk dari perpaduan antara proses-proses impersonal ini. Apa yang kelihatan sebagai “diri” tidak lain adalah jumlah keseluruhan dari bagian-bagian tubuh, yakni pikiran, pengindraan, hawa nafsu, ingatan, dan sebagainya. Satu-satunya benang yang berkesinambungan dalam jiwa adalah bhava, yakni kesinambungan kesadaran dari waktu ke waktu. Menurut Abhidamma, kepribadian manusia sama seperti sungai yang memiliki bentuk yang tetap, seolah-olah satu identitas, walaupun tidak setetes air pun tidak berubah seperti pada momen sebelumnya. Dalam pandangan ini “tidak ada aktor terlepas dari aksi, tidak ada orang yang mengamati terlepas dari persepsi, tidak ada subjek sadar dibalik kesadaran” (Van



Agung, 1972). Keadaankeadaan jiwa seseorang selalu berubah dari momen ke momen; perubahan itu terjadi sangat cepat. Metode dasar yang dipakai Abhidhamma untuk meneliti perubahan sangat banyak dalam jiwa adalah instropeksi, yakni suatu observasi teliti sistematis yang dilakukan seseorang terhadap pengalamannya sendiri. Dalam Abhidhamma, selain objek-objek pancaindera, terdapat juga pikiran-pikiran; maksudnya, sang jiwa yang berpikir itu sendiri dianggap sebagai indera ke enam. C. Psikologi transpersonal Secara harafiah kata transpersonal berasal dari kata trans yang artinya melewati, dan kata personal yang artinya pribadi. Transpersonal dalam banyak literatur berarti melewati atau melalui “topeng”, dengan kata lain melewati tingkat personal. Psikologi transpersonal berdiri pada pertemuan antara psikologi modern dengan spiritualisme. Selain itu psikologi transpersonal dianggap sebagai kekuatan keempat setelah psikoanalisa, Behaviorisme, dan Humanistik. Sementara dengan makin berkembangnya psikologi transpersonal, spiritualisme baik dari filsafat timur maupun dari agama-agama monoteisme mulai menarik untuk dikaji. Sedangkan menurut Friedman & Pappas (2006) berpendapat bahwa psikologi transpesonal dibangun dari perspektif psikologis yang berbeda, yang pada umumnya memandang psikologi sebagai suatu yang berguna namun tidak lengkap dan terbatas. Bahkan termasuk pulan pendekatan psikologi yang lain, seperti kearifan beragam budaya berkaitan dengan psikopatologi dan kesehatan mental, serta beragam keadaan kesadaran (state of consciousness). Psikologi traspersonal bukanlah seperangkat kepercayaan, dogma atau agama, namun merupakan suatu upaya untuk membawa tingkatan pengalaman manusia sepenuhnya menuju wacana dalam psikologi. Dalam psikologi transpersonal, sebagaimana pendekatan psikologis lainnya, pemisahan terhadap self dipandang sebagai suatu hasil dari sejarah pribadi dan dicirikan oleh suatu kemandirian dan pemisahan dari hal-hal yang mengelilinginya. Pendekatan transpersonal berbeda dengan pendekatanpendekatan yang lain, yang pada umumnya hanya menjelaskan keadaan-keadaan transedensi diri yang sempit. Transedensi diri (self transedence) dalam psikologi transpersonal mengacu pada keadaan kesadaran (states of consciousness) dimana self berkembang melewati batas-batas wajar, identifikasiidentifikasi, dan citra diri dari kepribadian individu serta merefleksikan suatu koneksi fundamental, harmoni, atau kesatuan dengan orang lain dan dunia Dalam perkembangannya, psikologi trans-personal telah banyak mempengaruhi psikologi pada umumnya. Jika pada era 1990an, psikologi didominasi oleh definisi sebagai “ilmu tentang perilaku manusia”, maka pada era 2000an telah berkembang menjadi “ilmu tentang pikiran dan perilaku manusia”. Gerakan baru dalam psikologi yang dikenal dengan “psikologi positif” diduga juga dipengaruhi oleh psikologi traspersonal. Konsep flow yang dikembangkan oleh Mihaly Csikszentmihalyi merupakan fenomena meditasi yang menjadi salah satu topik yang paling populer dalam psikologi transpersonal.