Triase Modern Rumah Sakit Dan Aplikasinya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TRIASE MODERN RUMAH SAKIT DAN APLIKASINYA DI INDONESIA



Hadiki Habib, Septo Sulistio, Radi Muharris Mulyana, Imamul Aziz Albar Instalasi Gawat Darurat RSCM



PENDAHULUAN Perkembangan triase modern tak lepas dari pengembangan sistim layanan gawat darurat. Kehidupan yang semakin kompleks menyebabkan terjadi revolusi sistem triase baik di luar rumah sakit maupun dalam rumah sakit. Kata triase berasal dari bahasa perancis trier, yang artinya menyusun atau memilah. Kata ini pada awalnya digunakan untuk menyebutkan proses pemilahan biji kopi yang baik dan yang rusak.1 Proses pemilahan di dunia medis pertama kali dilaksanakan sekitar tahun 1792 oleh Baron Dominique Jean Larrey, seorang dokter kepala di Angkatan perang Napoleon.1 Pemilahan pada serdadu yang terluka dilakukan agar mereka yang masih bisa ditolong mendapatkan prioritas penanganan. Seiring dengan berkembangnya penelitian di bidang gawat darurat, sejak tahun 1950 an diterapkan metode triase di rumah sakit di Amerika Serikat, namun belum ada struktur yang baku. Seiring dengan perkembangan keilmuan dibidang gawat darurat, triase rumah sakit modern sudah berkembang menjadi salah satu penentu arus pasien dalam layanan gawat darurat. Triase menjadi komponen yang sangat penting di unit gawat darurat terutama karena terjadi peningkatan drastis jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit melalui unit ini. Berbagai laporan dari UGD menyatakan adanya kepadatan (overcrowding) menyebabkan perlu ada metode menentukan siapa pasien yang lebih prioritas sejak awal kedatangan.2 Ketepatan dalam menentukan kriteria triase dapat memperbaiki aliran pasien yang datang ke unit gawat darurat, menjaga sumber daya unit agar dapat fokus menangani kasus yang benar-benar gawat, dan mengalihkan kasus tidak gawat darurat ke fasilitas kesehatan yang sesuai.



Dalam rangka meningkatkan performa pelayanan di UGD, revitalisasi peran dan fungsi triase harus dilakukan. Untuk itu, perkembangan sistem triase rumah sakit diberbagai negara perlu diketahui, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah sistim triase modern tersebut relevan diterapkan di Indonesia. DEFINISI Triase adalah proses pengambilan keputusan yang kompleks dalam rangka menentukan pasien mana yang berisiko meninggal, berisiko mengalami kecacatan, atau berisiko memburuk keadaan klinisnya apabila tidak mendapatkan penanganan medis segera, dan pasien mana yang dapat dengan aman menunggu.3-7 Berdasarkan definisi ini, proses triase diharapkan mampu menentukan kondisi pasien yang memang gawat darurat, dan kondisi yang berisiko gawat darurat. Untuk membantu mengambil keputusan, dikembangkan suatu sistim penilaian kondisi medis dan klasifikasi keparahan dan kesegeraan pelayanan berdasarkan keputusan yang diambil dalam proses triase. Penilaian kondisi medis triase tidak hanya melibatkan komponen topangan hidup dasar yaitu jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation) atau disebut juga ABC approach, tapi juga melibatkan berbagai keluhan pasien dan tanda-tanda fisik. Penilaian kondisi ini disebut dengan penilaian berdasarkan kumpulan tanda dan gejala (syndromic approach). Contoh sindrom yang lazim dijumpai di unit gawat darurat adalah nyeri perut, nyeri dada, sesak nafas, dan penurunan kesadaran. Triase konvensional yang dikembangkan di medan perang dan medan bencana menetapkan sistim pengambilan keputusan berdasarkan keadaan hidup dasar yaitu ABC approach dan fokus pada kasus-kasus trauma. Setelah kriteria triase ditentukan, maka tingkat kegawatan dibagi dengan istilah warna, yaitu warna merah, warna kuning, warna hijau dan warna hitam. Penyebutan warna ini kemudian diikuti dengan pengembangan ruang penanganan medis menjadi zona merah, zona kuning, dan zona hijau (tabel 1). Triase bencana bertujuan untuk mengerahkan segala daya upaya yang ada untuk korban-korban yang masih mungkin diselamatkan sebanyak mungkin (do the most good for the most people).



Tabel 1 : Triase bencana. KRITERIA



DESKRIPSI



Merah



Korban dalam kondisi kritis dan membutuhkan pertolongan segera.



Kuning



Korban tidak dalam kondisi kritis namun membutuhkan pertolongan segera.



Hijau



Trauma minor dan masih mampu berjalan (Walking wounded).



Hitam



Meninggal



Sedangkan triase rumah sakit bertujuan menetapkan kondisi yang paling mengancam nyawa agar dapat mengerahkan segala daya upaya dan fokus untuk melakukan pertolongan medis pada pasien sampai keluhan pasien dan semua parameter hemodinamik terkendali. Prinsip yang dianut adalah bagaimana agar pasien mendapatkan jenis dan kualitas pelayanan medik yang sesuai dengan kebutuhan klinis (prinsip berkeadilan) dan penggunaan sumber daya unit yang tepat sasaran (prinsip efisien). Selain tingkat kegawatan suatu kondisi medis, triase juga harus menilai urgensi kondisi pasien. Urgensi berbeda dengan tingkat keparahan. Pasien dapat dikategorikan memiliki kondisi tidak urgen tapi masih tetap membutuhkan rawat inap dirumah sakit karena kondisinya. Setelah penilaian keparahan (severity) dan urgensi (urgency), maka beberapa sistim triase menentukan batas waktu menunggu. Yaitu berapa lama pasien dapat dengan aman menunggu sampai mendapatkan pengobatan di IGD. Sistim triase tidak pernah dirancang untuk membuat diagnosis, namun seiring dengan berkembangnya ilmu kedokteran, tindakan-tindakan penyelamatan nyawa sudah dapat dimulai secara simultan ketika triase berjalan, seperti tindakan pembebasan jalan nafas dengan metode jaw thrust, pijat jantung luar, penekanan langsung sumber perdarahan, pemasangan cervical collar.



Triase modern yang diterapkan di rumah sakit saat ini terbagi atas lima kelompok (tabel 2) dengan berbagai macam penyebutan, dalam artikel ini akan diseragamkan dengan sebutan kategori. Tabel 2 : Kategori Triase berdasarkan beberapa system LEVEL (ESI)



WARNA (MTS)



KRITERIA CTAS



KRITERIA ATS



Level 1



Merah



Resusitasi



Level 2



Oranye



Emergancy



Level 3



Kuning



Segera (Urgen)



Level 4



Hijau



Segera (Semi Urgen)



Segera



Level 5



Biru



Tidak segera



Tidak segera



Segera mengancam nyawa. Mengancam nyawa Potensi mengancam nyawa.



Untuk membuat sistim triase yang efektif dan efisien, maka ada empat hal yang harus dinilai yaitu utilitas, sistim triase harus mudah dipahami dan praktis dalam aplikasi oleh perawat gawat darurat dan dokter. Valid, sistim triase harus mampu mengukur urgensi suatu kondisi sesuai dengan seharusnya.reliabel, sistim triase dapat dilaksanakan oleh berbagai petugas medis dan memberikan hasil yang seragam, dan keamanan, keputusan yang diambil melalui sistim triase harus mampu mengarahkan pasien untuk mendapatkan pengobatan semestinya dan tepat waktu sesuai kategori triase Metode triase rumah sakit yang saat ini berkembang dan banyak diteliti reliabilitas, validitas, dan efektivitasnya adalah triase Australia (Australia Triage System/ATS), triase Kanada (Canadian Triage Acquity System/CTAS), triase Amerika Serikat (Emergency Severity Index/ESI) dan triase Inggris dan sebagian besar Eropa (Manchester Triage Scale). Metode terstruktur disertai pelatihan khusus ini dikembangkan sehingga proses pengambilan keputusan triase dapat dilaksanakan secara metodis baik oleh dokter



maupun perawat terlatih, tidak berdasarkan pengalaman dan wawasan pribadi (educational guess) atau dugaan (best guess) Metode triase lima kategori memiliki korelasi kuat dengan pemakaian sumber daya unit gawat darurat, kebutuhan rawat inap dan rawat intensif pasien gawat darurat, angka mortalitas, dan kesesuaian waktu yang dibutuhkan untuk pertolongan segera pada pasien baru dibandingkan dengan metode konvensional.9 Triase lima kategori juga memiliki reliabilitas interobserver yang lebih baik (κ = 0.68; p< 0.01) dibandingkan dengan triase konvensional (κ = 0.19-0.38).10, 11 Dengan metode triase lima kategori ini, maka setiap pasien yang masuk ke unit gawat darurat akan diterima oleh petugas triase. Petugas triase kemudian melakukan proses pengambilan keputusan berdasarkan metode terstruktur yang ditetapkan dan dilakukan dalam waktu singkat (2-5 menit), untuk kemudian mengarahkan pasien ke zona pelayanan medik yang sesuaivkategori triase. Petugas triase harus menetapkan skala prioritas pasien, tidak melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik mendalam, tidak perlu menetapkan rumusan masalah apalagi menetapkan diagnosis. Triase Australia Sekitar tahun 1980an dimulai konsep triase lima tingkat di Rumah Sakit Ipswich, Queensland, Australia.6 Konsep yang sama juga dikembangkan di rumah sakit Box Hill, Victoria, Australia.6 Pembagian tingkatan ini berdasarkan tingkat kesegeraan (urgency) dari kondisi pasien. Validasi sistim triase ini menunjukkan hasil yang lebih baik dan konsisten dibandingkan triase konvensional dan mulai di adopsi unit gawat darurat di seluruh Australia. Sistim nasional ini disebut dengan National Triage Scale (NTS) dan kemudian berubah nama menjadi Australia Triage Scale (ATS). Australian Triage Scale (ATS) mulai berlaku sejak tahun 1994, dan terus mengalami perbaikan. Saat ini sudah ada kurikulum resmi dari kementerian kesehatan Australia untuk pelatihan ATS sehingga dapat diterapkan sesuai standar oleh perawat-perawat triase3. Konsep ATS ini kemudian menjadi dasar berkembangnya sistim triase di Inggris dan Kanada. Berbeda dari fungsi awal pembentukan tingkatan triase, saat ini selain menetapkan prioritas pasien, ATS juga memberikan batasan waktu berapa lama pasien dapat menunggu



sampai mendapatkan pertolongan pertama. Sistim ATS juga membuat pelatihan khusus triase untuk pasien-pasien dengan kondisi tertentu seperti pasien anak-anak, pasien geriatri, pasien gangguan mental. Di Australia, proses triase dilakukan oleh perawat gawat darurat. Karena triase sangat diperlukan untuk alur pasien dalam UGD yang lancar dan aman, Australia memiliki pelatihan resmi triase untuk perawat dan dokter. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan konsistensi peserta dalam menetapkan kategori triase dan menurunkan lama pasien berada di UGD. Dalam sistim triase ATS, dikembangkan mekanisme penilaian khusus kondisi urgen untuk pasien-pasien pediatri, trauma,triase di daerah terpencil, pasien obstetri, dan gangguan perilaku. Untuk memudahkan trier (orang yang melakukan triase) mengenali kondisi pasien, maka di ATS terdapat kondisi-kondisi tertentu yang menjadi deskriptor klinis seperti yang tertera di tabel 3, tujuan deskriptor ini adalah memaparkan kasus-kasus medis yang lazim dijumpai sesuai dengan kategori triase sehingga memudahkan trier menetapkan kategori.