Tugas 3 Hukum Pidana [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tugas 3 Hukum Pidana Nama : Putri Al Fitri N NIM : 042205227 UPBJJ Bandung



1. Pada umumnya, satu perbuatan dapat dipidana jika tindak pidana yang dilakukan telah selesai diujudkan. Artinya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku telah memenuhi unsur tindak pidana. Namun demikian, dapat saja seorang pelaku dikenakan tindak pidana meskipun perbuatan itu belum selesai dilakukan. Jelaskan pendapat Saudara tentang perbuatan yang dapat dipidana meskipun perbuatan itu belum selesai diujudkan. Dan apa syarat-syarat dari perbuatan tersebut? Alasan apa yang menjadi dasar, bagi pembentuk undang-undang untuk memberi pidana terhadap perbuatan yang belum selesai diujudkan tersebut? 2. Jelaskan bagaimana pendapat Saudara terhadap adanya pembatasan pemberian pidana, atas perbuatan percobaan melakukan perbuatan pidana! 3. Balmon adalah seorang karyawan pada sebuah percetakan digital. Keahliannya dalam hal desain grafis sudah tidak diragukan lagi. Pada 30 Januari 2020 Balmon membuat desain uang rupiah yang sangat mirip dengan aslinya, kemudian dengan menggunakan printer keluaran terbaru yang canggih, Balmon pun mencetak uang hasil desainnya. Karena melihat hasilnya sangat mirip dengan rupiah sungguhan, Balmon mencetak lima lembar uang seratus ribu rupiah. Pada tanggal 2 Februari 2020 uang itu ia gunakan untuk berbelanja di sebuah toko. Karena merasa ketagihan, pada 15 Februari  2020 Balmon kembali mencetak dengan jumlah yang lebih besar, yaitu senilai sepuluh juta rupiah, kemudian pada 20 Februari 2020 Balmon membelikan handphone keluaran terbaru pada salah satu outlet handphone. Karena outlet tersebut memiliki alat pendeteksi uang palsu, akhirnya aksi yang dilakukan Balmon ketahuan. Balmon pun diserahkan kepada polisi. Kepada polisi Balmon mengakui semua perbuatannya. Uraikanlah perbuatan pidana yang dilakukan oleh Balmon disertai dasar hukumnya, jelaskanlah perbarengan tindak pidananya, kemudian tentukanlah ancaman pidana maksimalnya menurut KUHP!



Jawaban : 1. Pada dasarnya, ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dapat diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia sesuai Pasal 2 KUHP. Ketentuan pidana juga dapat diterapkan pula pada beberapa keadaan sebagaimana terdapat dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 7 KUHP, yang pada intinya diterapkan pada orang yang melakukan suatu tindak pidana. Hukuman pidana juga dapat diterapkan pada orang yang melakukan suatu tindak pidana meskipun tindak pidana tersebut belum selesai dilakukan atau tidak tercapai hasilnya. Perbuatan ini diatur dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP, yang berbunyi: “Percobaan untuk melakukan kejahatan terancam hukuman, bila maksud si pembuat sudah nyata dengan dimulainya perbuatan itu dan perbuatan itu tidak jadi sampai selesai hanyalah lantaran hal yang tidak bergantung dari kemauannya sendiri.” Terkait pasal tersebut, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal mengatakan bahwa supaya percobaan pada kejahatan (pelanggaran tidak) dapat dihukum, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (hal. 68-69): 1.    Niat sudah ada untuk berbuat kejahatan itu; 2.    Orang sudah memulai berbuat kejahatan itu; dan 3.    Perbuatan kejahatan itu tidak jadi sampai selesai, oleh karena terhalang oleh sebab-sebab yang timbul kemudian, tidak terletak dalam kemauan penjahat itu sendiri. Masih menurut R. Soesilo (ibid, hal. 69), apabila orang berniat akan berbuat kejahatan dan ia telah mulai melakukan kejahatannya itu, akan tetapi karena timbul rasa menyesal dalam hati ia mengurungkan perbuatannya, sehingga kejahatan tidak sampai selesai, maka ia tidak dapat dihukum atas percobaan pada kejahatan itu, oleh karena tidak jadinya kejahatan itu atas kemauannya sendiri. Jika tidak jadinya selesai kejahatan itu disebabkan karena misalnya kepergok oleh agen polisi yang sedang meronda, maka ia dapat dihukum, karena hal yang mengurungkan itu terletak di luar kemauannya.



Jadi, orang yang sudah berniat melakukan tindak pidana, dan telah mulai melakukan perbuatan tersebut, meskipun belum sampai selesai karena terhalang oleh sebab-sebab di luar kemauan si pelaku, juga dapat dipidana berdasarkan Pasal 53 ayat (1) KUHP. Mengenai tindak pidana itu sendiri, Drs. P.A.F. Lamintang, S.H., dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (hal. 181-182) menjelaskan dengan mengutip pendapat dari HAZEWINKEL-SURINGA. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa HAZEWINKEL-SURINGA telah membuat rumusan yang bersifat umum dari “strafbaar feit (tindak pidana - red)” yaitu sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya.  Sedangkan menurut POMPE (Ibid, hal 182), perkataan “strafbaar feit” itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa sifat-sifat dimaksud di atas perlu dimiliki oleh setiap “strafbaar feit” oleh karena secara teoritis setiap pelanggaran norma itu harus merupakan suatu perilaku yang telah dengan sengaja atau telah tidak dengan sengaja dilakukan oleh seorang pelaku, yang di dalam penampilannya merupakan suatu perilaku yang bersifat bertentangan dengan hukum.  Dari rumusan pasal dalam KUHP dan pendapat para ahli hukum pidana di atas, terlihat bahwa yang dapat diancam dengan hukuman pidana adalah tindak pidana. Tindak pidana itu sendiri merupakan suatu perilaku yang telah dengan sengaja atau tidak dengan sengaja dilakukan oleh seorang pelaku. Jadi, seseorang baru dapat diancam dengan hukuman pidana setelah orang tersebut melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundangundangan atau melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Percobaan melakukan tindak pidana, jika memenuhi syarat-syarat sesuai Pasal 53 ayat (1) KUHP, juga dapat dihukum.



Referensi: 1.    P.A.F. Lamintang. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. PT Citra Aditya Bakti. 2.    R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta KomentarKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor.



2. percobaan melakukan tindak pidana dapat dilihat pengaturannya dalam Pasal 53 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:   (1)   Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dan adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. (2)    Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga. (3)   Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (4)    Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai



Mengenai percobaan tindak pidana ini, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 69) menjelaskan bahwa undang-undang tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan percobaan itu, tetapi yang diberikan ialah ketentuan mengenai syarat-syarat supaya percobaan pada kejahatan itu dapat dihukum.  R. Soesilo menjelaskan bahwa menurut kata sehari-hari yang diartikan percobaan yaitu menuju ke suatu hal, akan tetapi tidak sampai pada hal yang dituju itu, atau hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai, akan tetapi tidak selesai. Misalnya bermaksud membunuh orang, orang yang hendak dibunuh tidak mati; hendak mencuri barang, tetapi tidak sampai dapat mengambil barang itu.



Apabila orang berniat akan berbuat kejahatan dan ia telah mulai melakukan kejahatannya itu, akan tetapi karena timbul rasa menyesal dalam hati ia mengurungkan perbuatannya, sehingga kejahatan tidak sampai selesai, maka ia tidak dapat dihukum atas percobaan pada kejahatan itu, oleh karena tidak jadinya kejahatan itu atas kemauannya sendiri. Jika tidak jadinya selesai kejahatan itu disebabkan karena misalnya kepergok oleh agen polisi yang sedang meronda, maka ia dapat dihukum, karena hal yang mengurungkan itu terletak di luar kemauannya. Lebih lanjut, R. Soesilo menjelaskan syarat selanjutnya adalah bahwa kejahatan itu sudah mulai dilakukan. Artinya orang harus sudah mulai dengan melakukan perbuatan pelaksanaan pada kejahatan itu.Kalau belum dimulai atau orang baru melakukan perbuatan persiapan saja untuk mulai berbuat, kejahatan itu tidak dapat dihukum. Referensi: 1.    R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta KomentarKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor.



3. Kejahatan mengenai pemalsuan uang oleh Balmon adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung unsur keadaan ketidak benaran atau palsu atas sesuatu (obyek). Pemalsuan yaitu suatu jenis pelanggaran terhadap kebenaran dan kepercayaan dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah pada pokoknya ditujukan untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat terhadap kebenaran. Pada dasarnya, kejahatan mengenai pemalsuan uang dikarenakan adanya peluang mengedarkan yang besar. Jumlah transaksi tunai, selang waktu dalam melakukan transaksi dan kurang waspadanya masyarakat membuat pengedar uang palsu terpengaruh untuk melakukan pengedaran uang kertas palsu (Kusrakhmanda & Sulchan, 2019). Terkait dengan tindak pidana pemalsuan uang kertas rupiah diatur di dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Uang kertas rupiah digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dan berlaku pada saat peredarannya, dalam hal ini sah memiliki arti yang menurut peraturan dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk menerbitkan serta mengedarkan uang kertas rupiah di



wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang. Selain itu, terdapat pengaturan mengenai larangan terhadap perbuatan pemalsuan uang rupiah yaitu terdapat dalam ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pemalsuan uang kertas rupiah juga diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Bab X Buku II mengenai kejahatan. Pengaturan mengenai perbuatan pemalsuan terhadap uang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur dalam Pasal 244 KUHP yang melarang tindakan pidana pemalsuan uang dan apabila dilanggar akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku sebagaimana ketentuan yang berlaku. Terkait sanksi pidana terhadap tindak pidana pemalsuan uang kertas rupiah oleh Balmon di Indonesia terdapat pada ketentuan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang yang memberikan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) bagi yang melanggar ketentuan tersebut. Selain itu, mengenai sanksi pidana terhadap tindak pidana pemalsuan uang kertas rupiah di Indonesia terdapat pada ketentuan Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang memberikan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun bagi yang melanggar ketentuan tersebut.