Uts FM Review Jurnal Artikel Salsabilla Siagian [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UTS



REVIEW 2 ARTIKEL DALAM JURNAL (Diajukan untuk memenuhi tugas kuliah Fiqh Muamalah II Jurusan Ekonomi Islam Semester IV)



Disusun oleh: Salsabilla Siagian (0501181002) Dosen Pembimbing : Dr. Marliyah, M.Ag



JURUSAN EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA TAHUN 2020



REVIEW JURNAL 1 Judul



Analisis Penerapan Akad Rahn (Gadai) dan Pengenaan Biaya



Website Jurnal Volume Halaman Penulis Reviewer Tanggal Latar Belakang



Administrasi Rahn di Pegadaian Syariah jhei.appheisi.or.id Hukum Ekonomi Islam Vol. 1, No. 1, Mei 2017 145-170 Indah Purbasari dan Sri Rahayu Salsabilla Siagian 17 April 2020 Transaksi gadai dalam Fiqh Islam disebut ar-rahn. Gadai menurut Hukum Islam bertujuan untuk menolong orang yang membutuhkan bukan untuk kepentingan komersial dengan mengambil



keuntungan



yang



sebesar-besarnya



tanpa



menghiraukan kemampuan orang lain. Rahn adalah penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan. Dengan demikian pihak yang menguasai memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Konsep rahn (gadai) dalam Hukum Islam berdasar pada ayat AlQur’an yaitu Surat Al-Baqarah ayat 283 diketahui bahwa gadai dalam Hukum Islam berawal dari muamalah yang tidak tunai (hutang) dan untuk memberikan ketenangan bagi pihak yang berpiutang. Ayat ini memperbolehkan pemberian barang sebagai jaminan dari hutang. Akad yang digunakan dalam gadai Syariah terdiri dari tiga akad secara paralel, yaitu: qardh, rahn, dan ijarah. Ketiga akad ini tidak sepenuhnya diterapkan dalam transaksi gadai. Salah satu contoh penerapannya adalah di Kantor Cabang Pegadaian Syariah Jokotole Pamekasan. Praktik gadai yang terjadi di Kantor Cabang Pegadaian Syariah Jokotole Pamekasan dilakukan berdasarkan dua akad, yaitu akad rahn (gadai) sebagai akad utama dan akad ijaroh (sewa). Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia ( Selanjutnya disingkat DSN MUI) Nomor 25/DSN- MUI/III/2002 tentang



rahn menyebutkan bahwa “rahn adalah menahan barang sebagai jaminan atas utang.” Berdasarkan beberapa pengertian yang tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud akad rahn adalah kesepakatan antara rahin dan murtahin untuk menahan barang milik rahin sebagai jaminan utang rahin terhadap murtahin. Praktik gadai khususnya produk rahn di Kantor Cabang Pegadaian Syariah Jokotole Pamekasan pemberi gadai (rahin) akan dikenakan biaya yang harus dibayar oleh pemberi gadai (rahin) kepada penerima gadai (murtahin) yang berkaitan dengan transaksi gadai yaitu biaya administrasi dan biaya sewa penyimpanan barang gadai (marhun). Biaya administrasi merupakan biaya riil yang dikeluarkan untuk keperluan biaya produksi dan biaya operasioanal. Namun, Praktik yang terjadi di kantor Cabang Pegadaian Syariah Jokotole Pamekasan rahin atau nasabah dikenakan biaya administrasi berdasarkan besar golongan pinjaman. Jadi, semakin tinggi nilai uang pinjaman nasabah maka semakin tinggi biaya administrasi yang harus dibayar oleh nasabah. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan hukum yang menarik untuk diteliti adalah penerapan akad rahn (gadai) sebagai akad utama dalam transaksi rahn (gadai) dan pengenaan biaya administrasi berdasarkan golongan pinjaman. Isu hukum yang muncul adalah terhadap kesesuaian penerapan akad rahn beserta pengenaan biaya administrasinya dengan prinsip Syariah. Padahal, Pasal 14 ayat (4) huruf c Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha Pegadaian menegaskan bahwa kegiatan usaha Pegadaian Syariah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Hukum Islam berdasarkan Tujuan Penelitian



Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Untuk membuktikan apakah penerapan akad rahn sebagai akad utama di Kantor Cabang Pegadaian Syariah Jokotole Pamekasan telah sesuai dengan prinsip Syariah dan apakah pengenaan biaya administrasi pada akad rahn yang ditentukan berdasarkan



golongan pinjaman di Kantor Cabang Pegadaian Syariah Metode Penelitian



Jokotole Pamekasan dapat dikategorikan sebagai riba. Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian hukum empiris. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fakta. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Kantor Cabang Pegadaian Syariah Jalan Jokotole Nomor 111 Pamekasan dengan informasi dari Adi Sasmito selaku Pemimpin Cabang, Wega Agustian selaku Customer Service Officer dan Siti Kholifah sebagai nasabah. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua



Objek Penelitian



sumber, yaitu data primer dan data sekunder. Kantor cabang pegadaian syariah jalan Jokotole Nomor 111



Ringkasan



Pamekasan Hasil Penerapan akad rahn (gadai) dilihat dari sisi praktik yang terjadi



Penelitian



antara nasabah dengan pihak Pegadaian Syariah merupakan akad yang bersifat komersil dan akad rahn (gadai) diterapkan sebagai akad utama. Hal ini tertuang pula dalam Surat Bukti Rahn. Penerapan akad rahn (gadai) sebagai akad utama diperbolehkan oleh Ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah. Namun, yang menjadi kelemahan dalam praktik di Pegadaian Syariah adalah substansi lafadz akad yang diucapkan oleh nasabah ketika akan menggadaikan memiliki makna yang ambigu. Substansinya berbeda dengan lafadz akad yang diutarakan oleh Ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah. Praktik ini bertentangan dengan Fatwa DSN MUI Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn serta KHES yang cenderung merujuk pada Konsep rahn dalam Al-Qur’an Surat Al- Baqarah ayat 283 serta pendapat Ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah yaitu rahn (gadai) harus didahului dengan akad qardh (hutang). Dengan demikian, Praktik di Pegadaian Syariah tidak konsisten dengan aturan yang ada serta tidak sesuai dengan konsep gadai dalam Hukum Islam. Hal ini



terjadi karena lemahnya pengawasan DPS terhadap Pegadaian Syariah. Mengenai pengenaan biaya administrasi pada akad rahn (gadai) tidaklah tepat karena Fatwa DSN MUI Nomor 25/DSNMUI/III/2002 tentang Rahn tidak mengatur pengenaan biaya administrasi, yang diatur hanya biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun dan pengenaannya dilakukan berdasarkan akad ijarah. Namun, praktiknya Pegadaian Syariah mengenakan biaya administrasi berdasarkan golongan pinjaman. Padahal, peruntukan biaya administrasi adalah untuk biaya produksi dan operasional Pegadaian Syariah yang seharusnya dikenakan dengan jumlah yang sama bagi setiap nasabah. Oleh karena itu, pengenaan biaya administrasi yang ditentukan berdasarkan Kelebihan



golongan pinjaman dapat dikategorikan sebagai riba qardh. 1. Penelitian ini menggunakan kata-kata yang mudah dipahami sehingga memudahkan para pembaca untuk memahami isi dari penelitian tersebut dan dalam metode penulisannya juga dicantumkan secara terstruktur sehingga tidak menimbulkan banyak pemahaman yang berbeda. 2. Referensi dalam jurnal sangat banyak sehingga lebih



Kekurangan



membuktikan kebenaran dari isi jurnal tersebut. 1. Peneliti tidak menampilkan peneliti terdahulu, alangkah baiknya peneliti dapat menampilkan peneliti terdahulu untuk membandingkan hasil yang diperoleh, apalagi disini peneliti ada mengambil referensi dari jurnal. REVIEW JURNAL 2



Judul



Analisis Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 92/DSN-



Website Jurnal Volume Halaman Penulis Reviewer Tanggal



MUI/IV/2014 Tentang Pembiayaan yang Disertai Rahn nal.iain-tulungagunf.ac.id An-Nisbah Vol. 03, No 01, Oktober 2016 24-38 Habib Wakidatul Ihtiar Salsabilla Siagian 17 April 2020



Latar Belakang



Perkembangan



teknologi



perkembangan



dalam



dan



informasi



perekonomian



diikuti



seperti



oleh



munculnya



transaksi-transaksi baru, tingkat intelektualitas masyarakat, dan lain sebagainya. Hal ini membawa dampak terhadap sarana perkembangan dunia ekonomi. Islam adalah agama yang komperhensif mengatur seluruh aspek kehidupan manusia yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW. Dalam konsepsi Islam, aspek perekonomian tertuang ke dalam lima hal pokok dalam kehidupan manusia yang harus dijaga. Terdapat dua sistem perekonomian yaitu sistem ekonomi konvensional dan sistem ekonomi syariah. Dan yang saat ini sedang mengalami tren positif ialah sistem ekonomi syariah. Praktik perekonomian dengan menggunkakan prinsip syariah telah dilakukan oleh Indonesia. Praktik tersebut dapat dijumpai di lembaga-lembaga keuangan, baik lembaga keuangan bank maupun non bank. Misalnya, bank syariah, asuransi syaraiah dan pegadaian syariah. Akad yang dijalankan terdiri dari akad yang bersifat tijarah maupun akad tabarru’.



Dan salah satu



permasalahan baru yang muncul dewasa ini adalah pembiayaan yang disertai rahn (al-tamwil al-mautsuq bil-rahn). Pembiayaan adalah tugas pokok lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan syariah yang berupa pemberian dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Pembiayaan sendiri terdiri dari beberapa jenis dan model. Seluruhnya menjadi pilihan bagi masyarakat



ataupun



pihak



yang



membutuhkan



dalam



menentukan model pembiayaan yang akan digunakan. Fenomena yang muncul di masyarakat akhir-akhir ini ialah terjadinya akad pembiayaan yang didalamnya disertakan rahn (gadai). Sebagai hal yang baru, tentunya model pembiayaan yang disertai rahn masih belum memiliki payung hukum secara syar’i. Untuk menjawab permasalahan tersebut, Majelis Ulama Indonesia, dalam hal ini Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa



perihal pembiayaan yang disertai rahn (al-tamwil al-mautsuq bilrahn). Ditetapkannya fatwa tersebut pastilah berawal dari sebuah latar belakang dan alasan-alasan penting. Selain itu, proses ijtihad yang dilakukan oleh DSN-MUI dalam menetapkan fatwa diatas Tujuan Penelitian



juga menarik untuk dikaji. Untuk mengetahui alasan-alasan penting diterapkannya fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 92 Tahun 2014 tentang pembiayaan yang disertai rahn (al-



Metode Penelitian



tamwil al-mautsuq bil-rahn). Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) yang berasal dari perpustakaan baik berupa buku, ensiklopedi,



Objek Penelitian



kamus, jurnal, dokumen, majalah dan lain sebagainya. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSNMUI) No. 92 Tahun 2014 tentang pembiayaan yang disertai rahn



Ringkasan



(al-tamwil al-mautsuq bil-rahn). Hasil Sistem perekonomian yang berlandaskan syariah menjadi sangat



Penelitian



penting karens tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata, tetapi juga mengutamakan nilai-nilai ketauhidan/ ibadah, keadilan, keseimbangan, kerelaan/ keridhaan, dan kemaslahatan bersama. Penetapan fatwa No:92/DSN-MUI/2014 tentang pembiayaan yang disertai rahn (al-tamwil al-mautsuq bil-rahn) dirasa sudah tepat, ditengah munculnya permasalahan-permasalahan seputar dunia perekonomian yang lebih kompleks. Fatwa tersebut memberikan kebolehan (halal) pada beberapa jenis akad pembiayaan untuk disertai rahn. Akad tersebut terdiri yakni: akad utang-piutang (al-dain), jual beli (al-ba’i) yang tidak tunai, sewamenyewa (ijarah) yang pembayaran ujrahnya tidak tunai, musyarakah (perkongsian), mudharabah, dan akad amanah (untuk menghindari penyelewengan perilaku). Dari segi metode istinbath hukumnya, dalam menetapkan fatwa ini, Dewan Syariah Nasional (DSN) menggunakan metode maslahah



mursalah. Hal ini terlihat pada segi maqashidnya, yakni bertujuan untuk berjaga-jaga atau menghindari adanya penyelewengan tindakan yang dilakukan pemegang amanah, yang akan membawa dampak tidak terpenuhinya tujuan akad/prestasi. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang sekiranya masih perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam. Hal tersebut terletak pada dibolehkannya rahn pada akad mudharabah. Padahal dalam akad mudharabah tidak disyaratkan adanya rahn (barang jaminan). Hal ini yang sekiranya perlu dikaji kembali Kelebihan



demi sebuah kegiatan ekonomi yang bernialaikan kemaslahatan. 1. Penelitian ini menggunakan kata-kata yang mudah dipahami sehingga memudahkan para pembaca untuk memahami isi dari penelitian tersebut dan dalam metode penulisannya juga dicantumkan secara terstruktur sehingga tidak menimbulkan banyak pemahaman yang berbeda. 2. Referensi dalam jurnal sangat banyak sehingga lebih



Kekurangan



membuktikan kebenaran dari isi jurnal tersebut. 1. Dalam jurnal terdapat beberapa kata yang tidak sesuai dengan EYD sehingga terdapat kesalahan ketika membacanya. 2. Peneliti tidak menampilkan peneliti terdahulu, alangkah baiknya peneliti dapat menampilkan peneliti terdahulu untuk membandingkan hasil yang diperoleh, apalagi disini peneliti ada mengambil referensi dari jurnal.



OPINI TERHADAP ARTIKEL Pembahasan dalam artikel 1 disebutkan bahwa penerapan akad rahn di Kantor Cabang Pegadaian Syariah Jalan Jokotole Nomor 111 Pamekasan tidak konsisten dengan aturan yang ada serta tidak sesuai dengan konsep gadai dalam Hukum Islam karena substansi lafadz akad yang diucapkan oleh nasabah ketika akan menggadaikan memiliki makna yang ambigu. Selain itu, pengenaan biaya administrasi pada akad rahn (gadai) tidak tepat karena pada praktiknya Pegadaian Syariah Kantor Cabang Pegadaian



Syariah Jalan Jokotole Nomor 111 Pamekasan mengenakan biaya administrasi berdasarkan golongan pinjaman dan hal tersebut dapat dikategorikan sebagai riba qardh. Hal tersebut mungkin terjadi karena lemahnya pengawasan DPS terhadap pegadaian syariah dan mungkin saja pengawasan yang dilakukan oleh DPS hanya terhadap Pegadaian Syariah Pusat dan tidak dilanjutkan pada pengawasan di daerahdaerah. Namun, artikel yang saya tanggapi merupakan jurnal penelitian pada tahun 2017 sehingga mungkin saja terjadi perubahan pada saat ini. Pada artikel 2 membahas tentang analisis penetapan fatwa No. 92/DSNMUI/2014 tentang pembiayaan yang disertai rahn dan dianggap tepat dan penting untuk menghindari adanya penyelewengan tindakan atau penipuan yang dilakukan oleh pemegang amanah (nasabah), yang akan membawa dampak tidak terpenuhinya tujuan akad. Namun hal yang perlu dikaji ulang adalah dibolehkannya rahn pada akad mudharabah. Padahal dalam akad mudharabah tidak disyaratkan adanya rahn (barang jaminan). Tidak ada pertentangan persepsi antara artikel 1 dan 2 karena masalah yang dibahas antara kedua artikel juga tidak memiliki persamaan yang sangat signifikan. Namun keterkaitan yang dapat saya pahami adalah kedua artikel menyetujui pengenaan rahn dalam pegadaian syariah karena pada artikel 2 dibahas untuk mengindari penyelewengan tindakan dan pada artikel 1 telah dijalankannya praktik rahn tersebut. Sehingga dapat dikatakan pada artikel 2



ini adalah kebolehan ditetapkannya atau



landasan hukum rahn itu sendiri dan pada artikel 1 adalah praktik yang telah dijalankan.