Uts Literasi Revisi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KEMAJUAN BELAJAR MK. LITERASI DASAR Dosen: Dr. Norma Monigir, M.Ed.



Disusun oleh: Sri Desiyana Nento Kelas Ilmu Pendidikan



KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS NEGERI MANADO PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU PRAJABATAN GELOMBANG 1 TAHUN 2022 2022



Laporan Kemajuan Belajar Literasi Dasar Sebelum saya mengikuti perkuliahan di PPG Prajabatan, literasi yang saya pahami hanya terbatas pada pengertian literasi sebagai kegiatan pembiasaan membaca yang dilakukan guna untuk menambah wawasan dan untuk kebutuhan sehari-hari. Dan setelah saya mengikuti perkuliahan di PPG Prajabatan pada mata kuliah Literasi Dasar saya lebih memahami bahwa literasi bukan hanya terbatas pada kegiatan membaca melainkan literasi merupakan suatu symbol, sistem dan tata bunyi yang mengandung makna, merupakan suatu kompetensi dasar yang mencakup 4 aspek kemampuan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Selain itu pula saya dapat memahami apa, mengapa, dan bagaimana literasi dasar itu terlebih khusus untuk sekolah dasar. Di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Sistem Perbukuan dinyatakan bahwa literasi merupakan kemampuan untuk memaknai informasi secara kritis, sehingga ketika mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup. Literasi Dasar (Basic Literacy) yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan menggambarkan



informasi informasi



(perceiving), berdasarkan



mengomunikasikan,



pemahaman



dan



serta



pengambilan



kesimpulan pribadi (Teguh, 2020). Selama beberapa dekade terakhir, literasi mengalami pergeseran dari berbagai aspek. Seiring dengan kemajuan IT, literasi tidak cukup didefinisikan sebagai kemelekhurufan. Tampaknya literasi lebih tepat dimaknai sebagai kemampuan memahami, menggunakan, dan merespons informasi yang diperoleh dari berbagai sumber. Sejalan dengan hal tersebut kemampuan literasi



seseorang



berkaitan



dengan



penggunaan



teknologi



untuk



menyelesaikan masalah, membuka ruang kolaborasi, dan mempresentasikan informasi dari berbagai media dan teks. Dengan demikian, literasi menjadi modal di masa kini dan masa depan ( Pilgrim, 2013; Wagner, 2018). Literasi mengalami perluasan arti yang lebih dari sekedar mampu membaca dan menulis. Kemampuan literasi yang tinggi adalah kemampuan yang memungkinkan orang untuk membaca dunia bukan hanya kata, kalimat, paragraf, ataupun sebuah wacana. Literasi melibatkan penggunaan berbagai bentuk komunikasi yang memberikan kita kesempatan lebih lanjut dan besar untuk memajukan diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Literasi membantu kita memahami dunia dan mengungkapkan identitas, ide, dan budaya. Dengan kata lain literasi bukan lagi bermakna tunggal melainkan mengandung beragam arti (multiliteracies). Dalam multiliterasi, literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Seseorang baru bisa dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya. Literasi sendiri di Indonesia berdasarkan Hasil riset PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) dengan melakukan evaluasi terhadap kemampuan membaca siswa kelas IV, menunjukkan bahwa dalam kategori membaca, Indonesia menempati urutan ke - 45 dari 48 negara yang diriset. Artinya kemampuan membaca peserta didik di Indonesia masih rendah ((Wiedarti & Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, n.d.)). PISA (Programme for International Student Assessment) juga melakukan riset juga mengevaluasi kemampuan membaca, matematika, dan sains siswa berusia 15 tahun, menunjukkan bahwa Indonesia pada menempati urutan ke 57 dari 65 negarayang diriset pada tahun 2009, menempati urutan ke 64 dari 65 negara yang diriset pada tahun 2012, serta menempati urutan ke 64 dari 70 negara yang diriset pada tahun 2015. Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa kekmampuan membaca, dan kemampuan Matematika serta Sains



peserta didik di Indonesia juga masih rendah (Wiedarti & Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, n.d.). INAP (Indonesia National Assessment Program) juga melakukan riset melalui kegiatan evaluasi terhadap kemampuan membaca, matematika, dan sains siswa. Berdasarkan riset tersebut menunjukkan bahwa nilai kemampuan membaca di Indonesia masih sebesar 46,83% yang artinya kemampuan membaca siswa didik di Indonesia juga masih kurang (Wiedarti & Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, n.d.). Menyikapi hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat kebijakan dengan menggiatkan Gerakan Literasi Nasional dengan tujuan membangun budaya literasi dan sebagai implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, menerapkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang salah satu kegiatannya adalah membaca buku non pelajaran selama 15 menit sebelum waktu belajar dimulai. Gerakan Literasi Sekolah merupakan program baru yang diusung pemerintah. Program literasi lahir dilandasi kondisi pendidikan yang belum membudaya



di



sekolah.



Gerakan



Literasi



Sekolah



diharapkan



dapat



menumbuhkan minat baca peserta didik dan meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Gerakan Literasi Sekolah merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik (Kemdikbud, 2016:2). Dengan kemampuan membaca yang membudaya dalam diri setiap anak, maka tingkat keberhasilan di sekolah maupun dalam kehidupan di masyarakat akan membuka peluang kesuksesan hidup yang lebih baik. Bukan hanya itu kebiasaan membaca juga dapat membentuk karakter seorang anak. Seperti yang diterangkan di atas bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus menggenjot minat baca masyarakat khususnya peserta didik. Melalui membaca pemerintah mengharapkan terbentuk karakter yang



baik sejak dini. Karakter tersebut berasal dari materi baca yang berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global dan disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik. Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan yaitu sekolah. Pelibatan orang tua peserta didik dan masyarakat juga menjadi komponen penting dalam keberhasilan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Gerakan Literasi Sekolah dapat diwujudkan dengan menciptakan lingkungan sekolah yang kaya akan literasi dengan menyediakan sarana, prasarana dan media literasi seperti buku, buletin, cerita dinding, tanda ruang berlabel, poster, dan lainnya yang dapat membuat membuat peserta didik berinteraksi dengan berbagai sarana, parsarana serta media literasi yang dapat memberikan banyak kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kebiasaan dan keterampilan literasi. Dalam buku panduan Gerakan Literasi Sekolah diterangkan cara-cara agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya literasi, beberapa strategi tersebut untuk menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah, (Mulyo Teguh, 2017: 24) a.



Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi Lingkungan fisik adalah hal pertama yang dilihat dan dirasakan warga sekolah. Oleh karena itu, lingkungan fisik perlu terlihat ramah dan kondusif untuk pembelajaran. Sekolah yang mendukung pengembangan budaya literasi sebaiknya memajang karya peserta didik dipajang di seluruh area sekolah, termasuk koridor, kantor kepala sekolah dan guru.



b.



Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan interaksi yang literat Lingkungan sosial dan afektif dibangun melalui model komunikasi dan interaksi seluruh komponen sekolah. Hal itu dapat dikembangkan dengan pengakuan atas capaian peserta didik sepanjang tahun. Pemberian penghargaan dapat dilakukan saat upacara bendera



setiap minggu untuk menghargai kemajuan peserta didik di semua aspek. C c.



Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat Lingkungan fisik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan lingkungan akademik. Ini dapat dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan gerakan literasi di sekolah. Sekolah sebaiknya memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran literasi. Salah satunya dengan menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan guru membacakan buku dengan nyaring selama 15 menit sebelum pelajaran berlangsung. Untuk menunjang



kemampuan



guru



dan



staf,



mereka



perlu



diberikan



kesempatan untuk mengikuti program pelatihan tenaga kependidikan untuk peningkatan pemahaman tentang program literasi, pelaksanaan, dan keterlaksanaannya. Program Gerakan Literasi Sekolah dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan sekolah di seluruh Indonesia.



Kesiapan



ini



mencakup



kesiapan



kapasitas



sekolah



(ketersediaan fasilitas, bahan bacaan, sarana, prasarana literasi), kesiapan warga sekolah, dan kesiapan sistem pendukung lainnya (partisipasi publik, dukungan kelembagaan, dan perangkat kebijakan yang relevan). Mencipatkan lingkungan yang kaya literasi dapat dimulai dari dalam kelas dengan menciptkan kelas yang literat. Kelas yang literat salah satunya ditunjukkan dengan banyaknya tulisan di dalam kelas. Tulisan ini dapat berupa: 1) nama peserta didik, 2) alfabet di dinding, 3) nama hari, 4) nama bulan, 5) nama benda-benda yang ada di kelas, dan 6) jadwal kegiatan kelas. Semakin banyak tulisan yang diperkenalkan, semakin banyak peserta didik mendapat informasi literasi. Pengalaman dengan huruf atau kata yang diperolehnya di dalam kelas akan membantu mereka dalam kegiatan membaca dan menulis. Pengenalan huruf melalui nama sendiri dan nama teman sangat membantu peserta didik dalam membedakan bunyi dan simbol. Nama teman yang



ditempel di pintu masuk kelas akan memberi kesempatan kepada siswa untuk melihat nama-nama tersebut setiap waktu mereka akan masuk. Sebagai alternatif, nama peserta didik dapat juga ditulis di rak barang mereka. Tulisan yang terlihat akan diserap otak sebagai informasi dan akan menempel dalam ingatan peserta didik karena mereka melihatnya setiap hari. Tanpa sadar, mereka banyak mengenal tulisan atau huruf tanpa harus menghafal. Selain itu mencitptakan lingkungan yang kaya literasi dengan membuat mading sebagai wadah untuk mengeksplor tulisan peserta didik maupun guru sehingga dapat melatih peserta didik untuk banyak menulis dan semakin banyak bahan bacaan yang dapat digunakan. Berdasarkan hasil observasi PPL 1 PPG Prajabatan di SD Negeri 2 Tataraan terlihat bahwa di lingkungan sekolah telah mengupayakan membuat sumber-sumber bacaan di lingkungan sekolah berupa terdapatnya sudut baca di tiap-tiap kelas yang berisi buku pelajaran baik buku guru dan buku siswa, buku sastra yang memuat cerita-cerita rakyat maupun cerita fiktif yang sesuai dengan karakteristik peserta didik yang ada di tiap-tiap kelas, terdapat juga pajangan karya siswa disetiap kelas, catatan guru dan siswa, majalah dinding, tabel interaktif dan juga tulisan yang digunakan sebagai alat komunikasi seperti pajangan daftar piket, daftar agama, jadwal pelajaran dan terdapat juga lukisan mengenai budaya minahasa di dinding sekolah yang semuanya itu merupakan sumber informasi yang kaya literasi.



Secara tidak langsung dengan adanya lingkungan yang kaya literasi di SD Negeri 2 Tataraan membantu peserta didik membiasakan budaya membaca menambah ilmu pengetahuan dan memperkuat pondasi dalam hal kesadaran literasi agar selalu tertanam dalam diri peserta didik melalui media kaya literasi yang ada dilingkungan sekolah yang dikemas dengan manarik. Berdasarkan hal tersebut saya dan teman kelompok PPL SD Negeri 2 Tataaran merancang suatu proyek dengan tema lingkungan kaya literasi dengan membuat taman literasi dan menata lingkungan sekolah dengan berbagai media literasi, karena berhubungan juga di SD Negeri 2 Tataaran sedang dalam tahap pembangunan dan renovasi



maka dipelukan lagi penataan kembali lingkungan sekolah



dengan media yang kaya akan literasi. Melalui perkuliahan PPG Prajabatan khususnya mata kuliah Literasi Dasar dan melalui kegiatan PPL di SD Negeri 2 Tataaran menyadarkan saya bahwa sebagai pendidik haruslah membudayakan literasi menjadi kebiasaan seharihari pada diri saya sendiri, peserta didik, sekolah, orang tua wali peserta didik serta masyarakat. Karena dengan membudayakan literasi dapat memberikan informasi yang bermanfaat serta menambah wawasan yang dapat berguna bagi masa depan bangsa dan negara, mencipatkan manusia Indonesia yang berwawasab luas, berkualiatas dan intelektual melalui kegiatan literasi. Maka dari itu budaya literasi harus menjadi kebiasaan yang harus selalu dilaksanakan dan dikembangan, baik untuk lingkungan keluarga, lingkungn sekolah dan lingkungan masyarakat yang berada di kota, di desa, di kepulauan ataupun yang berada di wilayah 3T dan tentunya menjadi tugas dan tanggung jawab pendidik untuk dapat memberikan kesadaran akan pentingnya literasi serta menciptakan lingkungan yang kaya literasi. Melalui perkuliahan ini menjadi tantangan untuk dapat mengimplementasikan apa yang telah diperoleh berupa membudayakan literasi di lingkungan keluarga, masyarakat, terlebih khusus di lingkungan sekolah.



DAFTAR PUSTAKA Kemdikbud. 2016. Panduan Gerakan LiterasiSekolah di Sekolah Dasar. Jakarta. Mulyo, T. (2017). Gerakan Literasi Sekolah Dasar. Prosiding. Teguh, M. (2020). Gerakan literasi sekolah dasar. Jurnal Pendidikan Dasar Flobamorata, 1(2), 1-9. Wiedarti, P., & Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah. (N.D.). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah.